"Benarkah, Aunty? Grandma sudah sembuh dan mencari Julio?" pekik Julio senang. Selama ini yang Julio tahu adalah neneknya sakit, tapi Sierra tidak menceritakan detail pada Julio karena memang Julio masih terlalu kecil untuk mengerti. Dan setelah beberapa bulan berlalu, akhirnya mereka akan berkumpul kembali. Perasaan Sierra pun tidak bisa dijelaskan lagi. Walaupun ia masih merasa sedih dan berat meninggalkan keluarga Sagala, tapi sungguh bayangan indah bersama keluarganya membuatnya sangat bersemangat."Benar, Sayang. Akhirnya Grandma sembuh dan dia merindukanmu, Sayang. Dia juga merindukan Mama. Besok Aunty akan membawa Julio dan Mama untuk bertemu Grandma ya."Mata Julio pun berbinar-binar mendengarnya. "Benar ya, Aunty? Sudah lama sekali Julio tidak bertemh Grandma.""Iya, Sayang." Sierra meraih Julio ke dalam pelukannya dan mendekapnya erat. "Aunty juga merindukan kebersamaan dengan kalian."Julio pun mengangguk dan memeluk erat Sierra. "Oh ya, Sayang. Aunty sudah menyiapkan se
"Selamat sore, Tante! Maaf aku mengganggu. Kukira Sierra masih di sini jadi aku tidak meneleponnya dan langsung ke sini." "Aku sempat mencari Tante ke ruang ICU, tapi katanya Tante sudah pindah ke ruang rawat inap biasa. Aku ikut senang, Tante." Bastian menyapa Lidya dengan begitu sopan sore itu. Setelah mengantar Jacob pulang ke rumah dan memastikan Jacob baik-baik saja, Bastian pun pergi dari sana. Bastian sempat mampir ke kantor karena ada hal penting dan mengetahui Sierra tidak ada, Bastian pun menyimpulkan bahwa Sierra masih di rumah sakit. Bastian menyusul ke rumah sakit dan ternyata Sierra pun tidak ada di sini, tapi ia tetap mendapat kesempatan berkenalan lebih dengan seorang wanita cantik, ibu dari Sierra. Lidya tersenyum menatap Bastian sambil mengangguk. Lidya mengangkat tangannya lemah sambil menyapa Bastian dengan suara yang masih super pelan. "Hai ....""Ah, hai, Tante! Bicara semampunya saja!" seru Bastian lembut. Bastian mendekati ranjang Lidya dan Lidya terus t
Sierra membuka matanya kaget saat menyadari ia tertidur memeluk Lalita dan wajahnya terasa berat setelah menangis. Sierra pun bangkit dari ranjangnya dan menatap Lalita sedikit lebih lama. "Aunty tidak akan mengintip lagi setelah ini, Lalita ... melihatmu lagi akan membuat Aunty tidak sanggup pergi. Aunty pergi, Lalita! Aunty tidak akan kembali lagi. Kau harus bahagia bersama Uncle Bastian, Bik Mala, dan Grandpa Jacob. Selamat tinggal, Lalita!" ucap Sierra, sebelum ia keluar dari pintu kamar Lalita dan menutupnya begitu rapat. Sierra menelan salivanya dan terdiam di depan pintu kamar Lalita sedikit lebih lama, memantapkan hatinya untuk tidak menoleh lagi dan ia pun melangkah menuju ke kamar Bastian. Malam belum terlalu larut dan Sierra tahu Bastian pasti belum tidur. Namun, saat Sierra membuka pintunya perlahan, kamar itu kosong. Sampai tiba-tiba, seseorang memeluknya dari belakang. "Astaga!" pekik Sierra. "Mencariku, Sayang?" bisik Bastian, sebelum ia membuka gagang pintu itu
"Ini sangat nyaman, Sierra. Mengapa kau tidak melakukannya dari kemarin-kemarin, hah?"Bastian membawa Sierra ke ranjangnya malam itu, mengajak Sierra tidur bersamanya dan Sierra pun memeluk Bastian sambil membelai kepala pria itu. Bastian sudah hampir lupa rasanya dipeluk dengan begitu hangat seperti ini, tanpa hasrat, hanya ada rasa hangat dan sayang. Ya, Sierra adalah orang pertama yang Bastian ijinkan untuk menyentuhnya begitu dalam, selain ibunya. Tapi itu pun sudah sangat lama sampai Bastian hampir melupakan bagaimana rasanya dipeluk oleh ibunya. Dan Sierra membangkitkan kembali rasa itu, membuat Bastian terbuai. Bastian bersandar di dada Sierra dan memejamkan matanya. Bahkan Bastian sama sekali tidak mempedulikan ponselnya lagi. Ia sempat mematikan nada dering ponselnya menjadi mode silent karena ia memimpin rapat penting di kantor tadi. Begitu ia pulang ke rumah pun, ia lupa mengganti nada deringnya, sampai tanpa sengaja ia membuat seorang anak kecewa di sana. "Uncle Ba
Sierra menyeret dua koper dan tas jinjingnya keluar dari kamarnya. Sejenak ia mengedarkan pandangan ke seisi rumah yang bisa terlihat dari balkon di depan kamarnya dan seolah Sierra bisa melihat dirinya di mana-mana. Saat ia tersenyum di depan kamar Lalita, saat ia berciuman dengan Bastian di depan kamar pria itu, saat ia melayani Jacob, bahkan bayangan para pelayan yang berlalu lalang pun terlihat dari sana. Tidak akan mudah melupakannya, namun Sierra akan berusaha. Sierra menatap pintu kamar Lalita dan pintu kamar Bastian, namun ia memilih untuk tidak mengintip lagi. Dengan langkah mantapnya, Sierra pun berjalan ke kamar terakhir, kamar Jacob, pria yang menjadi dalang dari semua kesedihan ini. "Aku harus mengucapkan selamat tinggal padanya kan?" gumam Sierra, sebelum akhirnya ia membuka pintu itu perlahan dan mengintip. Namun, ia kaget melihat Jacob sedang duduk di ranjangnya seperti orang linglung dengan lampu yang temaram. "Pak Tua, kau tidak tidur?" pekik Sierra saat ia ma
Sierra menutup pintu kamar Jacob dan membiarkan air matanya mengalir lagi, sebelum ia menyeret kopernya dan membawanya ke bawah. Sierra sempat mengintip ke kamar Bik Mala dan memberikan salam perpisahan tanpa suara, termasuk pada beberapa pelayan yang tidur di kamar yang terpisah. Setelah puas berkeliling singkat, Sierra pun keluar dari rumah dan ia langsung disambut oleh Valdo yang sudah berdiri bersandar di samping mobilnya dengan senyum sumringahnya menunggu Sierra. Bahkan Valdo hampir tidak tidur karena takut terlambat menjemput Sierra. Valdo yang biasanya memakai mobil sedan pun hari ini memakai mobil besar mewahnya agar muat menampung barang milik Sierra dan keluarganya. "Selamat pagi, Sierra!" sapa Valdo. Sierra tersenyum menatap Valdo dan mengangguk. "Selamat pagi, Valdo!""Apa semua sudah siap?"Sierra mengembuskan napas panjangnya. "Tidak pernah sesiap ini."Valdo tersenyum makin lebar dan melangkah mendekati Sierra. Ia mengambil koper dan barang Sierra lainnya lalu me
Jacob akhirnya bangun duluan pagi itu dengan ekspresi yang masih linglung. Kesedihan karena ditinggalkan oleh Sierra ternyata sama sekali tidak biasa saja. Bahkan dalam tidurnya pun Jacob masih bisa merasa sedih sampai ia sama sekali tidak segar saat bangun. Namun, Jacob terus mengembuskan napas panjangnya dan berusaha bersikap tenang, sebelum memulai aktivitasnya seperti biasanya dan duduk di meja makannya yang masih sepi pagi itu. Bastian sendiri baru saja bangun dari tidurnya. Sambil masih memejamkan mata, Bastian pun menyentuh ranjang di sampingnya, mencari wanita yang menemaninya semalam, namun kosong. Sontak Bastian pun membuka matanya. "Sierra? Sayang, kau di mana? Apa dia sudah pergi? Ck, dia meninggalkan aku. Padahal akan sangat menyenangkan kalau saat aku membuka mataku, aku bisa melihatnya ...."Bastian pun tertawa pelan. "Kau benar-benar sudah gila karena wanita itu, Bastian! Ah ...."Bastian bangkit duduk di ranjangnya dan meregangkan ototnya. Ia pun mengingat bagaim
"Terima kasih, Uncle! Terima kasih sudah datang ke sekolah Lalita!""Tentu, Lalita. Mulai sekarang kau adalah tanggung jawab Uncle, Aunty Sierra sudah mengatakan begitu."Lalita tersenyum mendengarnya. "Terima kasih, Uncle! Uncle dan Aunty adalah yang terbaik. Kemarin Aunty juga menemani Lalita tidur."Bastian mengangguk mendengarnya. "Uncle tahu. Uncle melihat kalian tidur bersama kemarin.""Oh ya, Lalita. Bagaimana kalau kita mengunjungi yayasan tempat Julio? Kau mengenalnya kan? Kau mau ke sana kan?" tanya Bastian lagi. Bastian sudah mencoba menelepon nomor Rosella lagi, tapi nomornya tidak aktif. Seperti rencana awal, Bastian pun berencana mengajak Sierra dan Lalita ke sana. Dan Lalita pun nampak antusias mendengarnya. "Julio-nya Aunty Sierra kan? Lalita mau, Uncle! Lalita mau!"Mendengar jawaban Lalita, Bastian pun tersenyum senang. "Baiklah, kita coba ke kantor untuk menjemput Aunty Sierra, pasti dia sedang sangat sibuk di sana. Kedatanganmu pasti akan menjadi kejutan untukn
Setelah serangkaian acara selesai, anak-anak pun makan bersama lalu bermain bersama. Gelak tawa dan teriakan anak-anak memenuhi pinggir kolam renang sampai membuat Jacob dan Lidya pun terus tertawa senang. "Masa tua kita akan terus bahagia melihat para cucu kita yang tumbuh besar, aku senang sekali akhirnya kita menjadi keluarga besar, Bu Lidya." "Aku juga senang, Pak Jacob. Aku tidak pernah menyangka hari ini akan tiba. Masih teringat jelas bagaimana semua hal buruk itu terjadi dulu, tapi semua benar-benar sudah berubah beberapa tahun terakhir ini. Dan selama beberapa tahun ini aku hanya merasakan kebahagiaan, aku bersyukur sekali." "Haha, kau benar, Bu Lidya. Kau benar. Karena aku juga merasakan yang sama. Sejak Bastian menikah dengan Sierra, aku hanya merasakan kebahagiaan, aku bahagia sekali." Lidya yang mendengarnya hanya mengangguk dan tersenyum menatap anak-anak yang bermain bersama. Kali ini Bastian dan Jonathan mengobrol bersama, sedangkan Rosella dan Sierra pun mengobro
Satu tahun kemudianSpanduk bertuliskan "Happy birthday Victor Sagala" membentang di pinggir kolam renang rumah Jacob pagi itu. Jacob ngotot menjadi tuan rumah dalam acara ulang tahun cucunya itu dan keluarga Sierra pun akhirnya merayakan ulang tahun Victor di sana. Lidya dan Sierra pun berangkat ke rumah Jacob membawa Santos dan Sania yang sudah berlarian kesana kemari dan tidak bisa diam itu. Namun, Santos dan Sania sangat menyayangi Victor. Perbedaan umur mereka yang hanya 1.5 tahun membuat mereka terlihat lucu saat bersama. Santos dan Sania akan menggandeng Victor di tengah dan Victor yang baru belajar berjalan itu begitu senang setiap kali digandeng oleh kakak kembarnya itu. Seperti pagi itu di pinggir kolam renang rumah Jacob. "Hati-hati, Santos! Jangan miring-miring jalannya! Nanti kalian bertiga bisa masuk ke dalam kolam!" seru Sierra yang masih sibuk menyusun kue-kue di meja untuk foto. Santos dan Sania membawa Victor berkeliling dan mereka berjalan zigzag. Kadang mere
Beberapa bulan berlalu dan perut para Ibu hamil pun sudah membola. Rosella sendiri sudah mendekati waktu melahirkan, namun ia masih begitu aktif bekerja sampai Adipura tidak tahan melihatnya. "Aduh, Rosella! Kau di rumah saja ya! Istirahat saja! Tinggal menghitung hari kau akan melahirkan! Ayah tidak mau cucu Ayah lahir di kantor!" "Aku baik-baik saja, Ayah. Lagipula aku tidak setiap hari ke kantor kan?" "Tapi Ayah takut sekali melihatmu berjalan dengan perut sebesar itu!" "Haha, benar, Rosella! Dengarkan ayahmu, dia sampai tidak bisa tidur memikirkanmu." Imelda mengulum senyumnya. Rosella sendiri ikut tersenyum. "Haha, baiklah, Ayah! Baiklah, besok aku tidak akan ke kantor ya," kata Rosella akhirnya. "Ah, iya, iya." Adipura pun bernapas lega dan jantungnya terus berdebar kencang karena terlalu antusias. Bahkan Adipura ikut diam di rumah bersama Rosella keesokan harinya. "Makan yang banyak, Rosella! Kau harus punya tenaga untuk melahirkan," pesan Adipura yang terus menghitung
Hamil dalam keadaan sadar dan hamil dalam keadaan gila tentu saja adalah dua hal yang sangat berbeda. Dulu waktu Rosella hamil Julio, setiap hari ia hanya bisa berteriak dan memukuli perutnya, menolak kehadiran Julio dan terus mengamuk. Rosella benar-benar gila dulu dan rasanya apa yang terjadi dulu sudah tidak bisa lagi diungkapkan dengan kata-kata. Tapi di atas semua itu, Rosella bersyukur karena semua hal buruk sudah berlalu dan digantikan hal baik yang tiada henti di kehidupannya yang sekarang. Rosella memiliki keluarga yang hebat, suami yang hebat, mertua yang hebat, dan anak yang hebat. Pekerjaan yang hebat juga dan semua hal yang membuatnya tidak pernah menyesal telah dilahirkan, yang membuat Rosella tidak pernah menyesali lagi semua yang sudah terjadi di masa lalunya. Dan yang membuat Rosella paham bahwa Tuhan selalu punya rencana dalam hidup kita. Mungkin seringkali kita bertanya mengapa aku yang harus mengalami semua hal buruk itu, aku tidak kuat, aku tidak sanggup.
Lidya dan Sierra masih begitu syok sampai mereka tidak tahu harus senang atau tidak, namun semua anggota keluarga yang lain malah memekik senang, terutama Jacob yang tidak berhenti tertawa senang. "Selamat ya, Sierra! Selamat! Haha! Ayah senang sekali akan bertambah cucu! Hahaha!" Sierra pun hanya memaksakan senyumnya sampai tidak lama kemudian, Bastian pun pulang ke rumah karena Sierra mengirimkan hasil tespeknya ke ponsel Bastian.Bastian yang baru memarkir mobilnya pun langsung berlari masuk dan mencari istrinya. "Sierra, Sayang, benarkah itu? Kau hamil lagi, Sayang?" Bastian langsung menangkup kedua bahu Sierra. "Entahlah, tespeknya bilang begitu!" Bastian yang mendengar jawaban Sierra pun langsung tertawa sumringah. "Bukankah tespek tidak pernah bohong, Sayang? Sekarang kita tanya ke dokter ya! Ayo, Sayang! Ayo!" Bastian pun langsung mengajak Sierra pergi ke dokter kandungan siang itu dan jantung Sierra pun terus berdebar tidak karuan sampai akhirnya ia dipanggil masuk dan
Hampir satu minggu setelah acara pernikahan dan semua orang akhirnya bisa bersantai lagi dari padatnya acara mereka. Saking banyaknya undangan yang diundang oleh Adipura dari berbagai kota dan negara membuat jadwal keluarga mereka pun begitu padat untuk menjamu semuanya. Dan ketika semuanya berakhir, Rosella sendiri mengalami kelelahan yang tidak biasa. Ia lelah sekali sampai lemas dan tidak bernafsu melakukan apa pun, bahkan nafsu makan pun tidak ada. Selama tiga malam Rosella dan Jonathan masih menginap di hotel lalu setelahnya mereka pun pulang ke rumah Adipura. Jonathan memang belum mengajak Rosella tinggal berdua di apartemen karena keluarga Adipura masih begitu menikmati kumpul bersama seperti ini, apalagi sekarang Julio sudah tinggal bersama mereka. "Kau tidak apa, Sayang? Kau kelelahan ya?" Jonathan membelai kepala Rosella yang sedang berbaring tidur siang itu. "Hmm, aku lelah sekali, Jonathan. Aku sedikit meriang, kurasa aku tidak mau melakukan apa-apa dulu." "Kau mau
Sebuah papan bertuliskan "The Wedding of Jonathan and Rosella" terpasang di pintu masuk sebuah taman di sebuah hotel mewah yang akan menjadi tempat pemberkatan pernikahan pagi itu. Hanya sedikit undangan yang diundang pada pagi hari, namun mereka akan mengadakan pesta besar lagi di ballroom mewah nanti malam. Semua undangan pun sudah hadir di sana dan mereka begitu antusias menantikan pasangan pengantin yang berbahagia. Rosella sendiri nampak begitu gugup saat berada di ruang VIP untuk menunggu saat ia harus keluar. Setelah mengalami persiapan pernikahan yang cukup membuat emosi labil dan setelah mengalami pingitan yang membuatnya begitu merindukan Jonathan, hari ini akhirnya mereka akan mengikat janji suci dan jantung Rosella tidak berhenti berdebar kencang sejak subuh tadi. "Tenang, Rosella! Tenang! Kau terlalu gugup!" Lidya terus tersenyum menatap Rosella dari pantulan cerminnya. "Bagaimana aku tidak gugup, Ibu? Entahlah, aku gemetar!" "Haha, aku juga begitu waktu itu, Rosel
Semua anggota keluarga menyambut bahagia lamaran yang dilakukan oleh Jonathan dan mereka pun begitu tidak sabar untuk menikahkan anak-anak mereka. Mereka pun langsung memilih hari baik dan persiapan pernikahan pun mulai digelar. Semua orang langsung sibuk dengan tugasnya masing-masing karena Adipura ingin membuat pesta besar untuk Jonathan dan Rosella. "Sungguh tidak usah pesta sebesar itu, Ayah. Bagiku yang penting pernikahan kami sah.""Tidak bisa! Kau akan menikah, tentu saja pestanya harus besar dan mewah. Ayah tidak mau tahu, pestanya harus besar!" seru Adipura lagi dengan lantang. Semua anggota keluarga pun tidak berani membantah lagi dan akhirnya menuruti Adipura. Mereka menyewa gedung resepsi mewah dan menyewa jasa WO, namun tetap saja Adipura yang begitu sibuk mengatur semua detailnya karena memang Adipura sendiri adalah orang yang sangat detail. Sedangkan Lidya dan keluarganya yang sudah kembali ke rumah mereka sendiri, tidak banyak ikut campur dan memilih untuk mengik
"Mari, silakan, Pak Jacob!" "Silakan, Pak Adipura!" Keluarga Adipura, keluarga Jacob, dan keluarga Lidya sedang berkumpul bersama malam itu di sebuah ruang VIP di sebuah hotel mewah untuk makan malam. Setelah melalui banyak hal, mereka menjadi semakin dekat satu sama lain. "Rosella, kapan kau baru akan kembali ke WHA, hah? Om menunggumu. WHA membutuhkanmu," seru Adipura. Sejak kejadian itu sampai Adipura keluar dari rumah sakit bahkan sampai hari ini, Rosella memang belum kembali bekerja di WHA. Walaupun semua masalah sudah selesai dan namanya sudah bersih, tapi Rosella masih ragu untuk kembali. Bahkan Livy sudah mengundurkan diri dan memilih pindah ke luar negeri. "Ah, itu ...." "Besok Rosella akan kembali bekerja, Ayah." celetuk Jonathan tiba-tiba. Rosella pun membelalak menatap Jonathan karena sebelumnya mereka belum pernah membicarakannya. "Jonathan!" desis Rosella. Namun, Jonathan tidak menanggapinya dan malah menggenggam tangan Rosella yang ada di atas meja. "Besok