"Tertutup cahaya putih."
Lesmana membuka mata dengan wajah berkeringat, kelihatan berat sekali untuk mencari tahu siapa pemilik kujang emas. Lesmana sudah menyerah dari tadi kalau bukan permintaan sahabat lamanya. "Sulit sekali menembus cahaya itu." Arjuna merasa kasihan melihat kondisi cenayang itu, sepertinya kalah ilmu sehingga tidak sanggup membuka tabir. Barangkali bapaknya berilmu tinggi, atau mempunyai guru spiritual untuk menutup penerawangan dari kompetitor bisnis atau orang berbuat jahat. "Jangan paksakan," kata Arjuna. "Terima kasih atas bantuanmu." "Kujang ini memiliki kesaktian luar biasa." Lesmana mengembalikan kujang emas yang dipegangnya. "Hawanya sangat aneh." Kujang receh dibilang sakti, keluh Arjuna dalam hati. Lamarannya pasti diterima Angada kalau kujang itu sakti. Nyatanya kujang emas tidak dapat menolong dirinya, pemiliknya saja gelap. Ia curiga Lesmana cenayang konten, padahal ilmunya kosong. "Aku ada beberapa kenalan cenayang," kata Ulupi setelah meninggalkan rumah Lesmana. "Siapa tahu mereka bisa membantu." "Punya podcast juga?" toleh Arjuna tanpa gairah, sambil mengendarai mobil cukup kencang. "Aku kira mereka hanya akting, kemampuan nol." "Jangan nething gitu dong. Aku yakin kujang itu benar-benar sakti sehingga Lesmana tidak sanggup menerawangnya." "Yang jelas, kujang emas telah menimbulkan masalah bagiku." "Masalah apa?" Ulupi memandang tak mengerti. "Kamu kan tinggal simpan kujang itu dan menunggu pemiliknya datang. Kamu saja sok baik ingin memulangkan kujang itu." Arjuna sudah menyampaikan cerita yang berbeda kepada Ulupi sehingga mendapat tanggapan seperti itu. "Kujang itu jadi beban pikiranku karena harganya tak berseri," kilah Arjuna. Mereka tidak boleh tahu kalau kujang emas adalah pengganti bapaknya! Tapi kujang tidak mungkin menghamili ibunya! Bagaimana kalau kujang itu jelmaan siluman? Arjuna berpikiran begitu ketika beberapa cenayang yang ditemui mengalami kejadian aneh. "Tobaaat!" teriak cenayang tua dengan kening berdarah kena selut kujang, ia segera melemparkan kujang yang dipegangnya. "Bawa pergi kujang itu! Ia mau mencelakai diriku!" Padahal cenayang itu sendiri menghantamkan gagang kujang ke dahinya. Ada juga cenayang muda yang terpental dan jatuh pingsan karena tidak kuat menerawang. Disebut akting, ia bukan sedang live. "Kujang setan kau bawa ke hadapanku!" hardik cenayang terakhir yang ditemui. "Kau mau membuat aku mampus?" Jubah cenayang itu terbakar kena bara dupa yang tumpah kejatuhan kujang emas, padahal sudah digenggam erat-erat. Arjuna yang duduk di hadapannya kena percikan api sehingga tangannya mengalami luka bakar ringan. Arjuna marah. "Bapak saja kurang hati-hati! Jangan jadi paranormal kalau pegang kujang saja tidak becus!" Hampir terjadi keributan kalau Ulupi tidak segera melerai dan mengajak Arjuna pergi. Arjuna tersinggung kujang emas disebut kujang setan. Kalau benda pusaka yang nilainya ratusan miliar dibilang setan, lalu apa sebutan untuk cenayang yang harganya lima ratus ribu? "Bagaimana kau mempunyai kenalan cenayang ODGJ begitu?" gerutu Arjuna dalam perjalanan pulang sehabis berobat ke dokter. "Kujang emas dibilang kujang setan. Nah, terus mukanya yang mirip setan disebut apa?" Ulupi tersenyum. "Kamu lucu kalau lagi marah." Arjuna heran, bagaimana Ulupi menyebutnya lucu sementara perempuan lain menyebutnya pria dari kutub Utara? Chitrangada saja sering kedinginan berada di dekatnya! "Kamu juga lucu kalau lagi ngomong lucu," kata Arjuna keki. "Kau bawa aku kepada orang-orang jago drama." "Mereka sungguhan tidak dapat mengendalikan kujang emas. Masa drama sampai banjir keringat? Sekarang terbukti, ilmu Lesmana lebih tinggi dari mereka." "Jadi kau ingin membuktikan kepandaian Lesmana dengan membawaku kepada cenayang receh itu?" "Aku ingin membuktikan kepadamu kalau aku bukan mantan pendendam, seharian aku mengurusi dirimu. Aku belum pernah bepergian seharian bersama calon suamiku." Arjuna mengakui perpisahan di masa lalu akibat kesalahan dirinya, namun tidak elok membuka cerita yang telah tamat. Tidak ada cerita jilid dua bagi mereka, selain pengkhianatan kepada pasangan mereka. "Maksudmu apa dalam setiap pertemuan menyebut mantan?" tanya Arjuna. "Kau seolah ingin mengingatkan aku pada masa lalu. Masa SMA adalah masa paling indah, bahaya kalau dikenang." Mereka melewati sebuah hotel bintang lima. "Stop stop." Arjuna menginjak rem dan berhenti. Ia menggerutu, "Begitu saja ngambek." "Yang ngambek siapa? Aku kayak melihat mobil Wisnu di hotel itu!" "Calon suamimu?" "Buat apa aku mengurusi orang lain?" Arjuna memundurkan mobil sampai terlihat pelataran lobi hotel. Sepasang insan turun dari dalam mobil dan berjalan menaiki tangga lobi. Ulupi memandang tak percaya, Arjuna juga. "Calon suamiku check in sama siapa?" "Chitrangada."Arjuna memperhatikan kujang emas sambil duduk dengan lesu di kursi kerja. Kujang itu selalu dibawanya ke mana pun pergi, siapa tahu ia bertemu secara kebetulan dengan pemiliknya. Arjuna belum menemukan jawaban, bagaimana kujang bernilai ratusan miliar sampai tertinggal di kamar hotel? Apakah bapaknya seorang pejabat penting sehingga buru-buru pergi karena kuatir tertangkap tim OTT? Telpon internal di meja berbunyi, ia tekan tuts. "Maaf mengganggu, Pak." Terdengar suara sekretaris lewat loud speaker. "Ada tamu." "Hari ini tidak ada schedule menerima tamu." Arjuna sedang tidak mau diganggu. Pikirannya lagi kacau. Ibunya mendesak untuk menjual kujang emas karena ada tawaran menggiurkan dari kolektor kelas kakap dari negeri jiran. Bukan butuh uang untuk investasi, ibunya menginginkan Arjuna untuk melupakan bapaknya dan mengakhiri pencarian sia-sia. Arjuna menolak, ia ingin menjadikan kujang emas sebagai pengganti bapaknya, sehingga perlu dipertahankan sampai akhir hayat. "
"Celaka!" Arjuna terduduk lemas di kursinya. Nasib baik seolah tak berpihak padanya. Padahal ia menyebutkan nama yang sekiranya tidak dikenal, ternyata menjadi rekan bisnis Chitrangada. "Kenapa aku bilang Rara Ireng pilihan bapakku?" Rara Ireng adalah musuh bebuyutan sewaktu SMA, dan menjadi kompetitor bisnis setelah mereka menjadi CEO. Perseteruan mereka barangkali sampai kiamat kalau Rara Ireng tidak meneruskan bisnis ayahnya dan tinggal di Kuala Lumpur. Perusahaan di Jakarta dipegang adiknya, dan Arjuna baru merasa tenteram dan damai. Chitrangada muncul dari toilet, ia mengeluh, "Aku tidak tahu apa keistimewaan Rara Ireng sampai bapakmu tidak menyetujui aku jadi menantunya." "Mantannya lebih sedikit." "Ada pengaruhnya bagimu?" "Tidak ada." Mantan Arjuna juga banyak sampai ia menemukan gadis yang cocok untuk mengakhiri petualangannya. "Aku tinggal di Boston untuk menimba ilmu, bukan menimba budaya mereka," kata Chitrangada. "Lalu apa masalahnya dengan paham
Arjuna bertanya kepada sekretaris lewat telpon internal, "Ada orang masuk saat aku pergi ke basement?" "Tidak ada, Pak." Arjuna menyesal seharusnya kujang emas disimpan di brankas. Tapi laci meja dikunci dan tidak ada tanda-tanda dibuka paksa. Arjuna memeriksa rekaman kamera pengawas, tidak ada orang masuk selama ditinggal pergi. "Sungguh aneh," kata Arjuna. "Apa mungkin ada pencuri masuk lewat kaca gedung?" Ada perbaikan sealant pada kaca gedung. Tapi bagaimana mereka masuk sementara kaca tertutup rapat? Laci juga tidak mengalami kerusakan. Ibunya menghubungi lewat gawai, "Kok lama sekali?" "Kujangnya hilang." "Apa?" Terdengar nada kaget cukup keras. "Bagaimana hal itu terjadi?" "Sewaktu aku mengantar Chitrangada ke basement parkir, kujang disimpan di laci dan dikunci, sekarang tidak ada." Kujang emas benar-benar bikin jengkel Arjuna. Ia ada kesempatan untuk membuktikan Datuk Cakil adalah ayah biologisnya, tapi kujang emas menutup kesempatan itu. Arjuna memberi perinta
"Kujang setan." Arjuna teringat pada cenayang yang terbakar jubahnya gara-gara kujang emas. Ia belum keluar dari rumah sakit karena mengalami luka bakar cukup serius. Arjuna menyesal sudah memaki-maki cenayang itu. "Datang dan pergi seenaknya." Dewi Priti terkejut mendengar ucapan itu, ia sampai urung keluar dari ruang kerja putranya. "Ada apa?" Arjuna mengeluarkan kujang emas dari laci. Dewi Priti melotot. "Tadi kulihat laci itu kosong, bagaimana sekarang ada di laci?" "Ibu bertanya pada siapa?" Arjuna pusing memikirkan keanehan itu. Kujang emas dimasukkan ke tas kerja. Dewi Priti segera menghubungi Datuk Cakil, sambil berkata, "Mumpung belum jauh." Perkiraannya Datuk Cakil baru keluar dari basement parkir. "Kenapa pikiran Ibu sederhana sekali?" Arjuna kesal melihat ibunya menghubungi datuk dari seberang itu. "Mestinya Ibu tahu kujang emas tidak mau berpindah tangan, ia pasti menghilang lagi kalau Datuk Cakil datang." Arjuna pergi meninggalkan ruang kerja. "Mau ke mana
Arjuna ingin mendatangi Wisnu untuk menjelaskan masalahnya tapi kuatir terjadi keributan. Arjuna segera pulang dan meninggalkan Ulupi di rumah Lesmana, sebelum Chitrangada dan Rara Ireng tiba. Ia berpesan kepada mereka untuk tidak menceritakan kedatangannya. Arjuna tidak terkejut saat menerima telpon dari Chitrangada, ia bertanya sambil berendam di jacuzzi, "Ada apa?" "Gawat! Pernikahan Ulupi berantakan gara-gara kamu!" "Sekarang kau berada di mana?" Arjuna kuatir Chitrangada menelpon dari rumah Lesmana dan didengar Rara Ireng, persoalan pasti merembet. Arjuna lega saat tahu Chitrangada sudah meninggalkan rumah cenayang itu. "Aku dalam perjalanan ke rumah Wisnu. Aku kira persoalan sudah selesai, ternyata chaos." Arjuna juga heran Wisnu sangat posesif. Ia sendiri tidak mempersoalkan mereka pergi berdua. Masa lalu bukan halangan untuk menjalin pertemanan. Cinta butuh kepercayaan. "Kebersamaan aku dengan Ulupi seperti kebersamaan kamu dengan Wisnu. Lalu persoalannya di mana?"
"Aku tidak tahu siapa bapakmu!" Dewi Priti sudah habis kesabaran menghadapi pertanyaan Arjuna sejak ia di-bully teman SD hingga sekarang sudah menjadi CEO. "Aku tidak pernah bertemu lagi dengannya sejak malam terkutuk itu!" Seperempat abad silam, Dewi Priti dan beberapa teman SMA mengadakan pesta kelulusan di sebuah diskotik hotel berbintang, minumannya ada yang membubuhi obat perangsang, ia meminta seorang eksekutif muda yang bertemu di koridor untuk membebaskan hasrat yang menggila. Cinta satu malam itu menimbulkan bencana sehingga ia diasingkan ke pelosok untuk menjaga kehormatan keluarga. Dewi Priti sudah putus asa mencari pria itu, semua pegawai hotel ditemui, bahkan ia mendatangi alamat tamu pria yang menginap malam itu, tapi tak ditemukan. "Carilah calon istri yang tidak peduli siapa bapakmu!" kata Dewi Priti kesal. "Perempuan bukan hanya Chitrangada!" Arjuna terduduk lemas di sofa beludru. Ia sulit memahami hingga kini, bagaimana keluarganya sampai tidak menemuka
"Mahakarya yang sangat sempurna." Arkeolog memeriksa kujang emas dengan kaca pembesar, tiada cacat sama sekali. "Anda mendapatkan dari mana? Orang itu bodoh sekali menjualnya." "Apa keistimewaan kujang itu?" tanya Arjuna. "Selain terbuat dari emas murni." Kujang itu petunjuk yang tertinggal dalam tragedi cinta satu malam. Ibunya menemukan kujang itu tergeletak di meja saat terbangun keesokan harinya. "Kujang emas ini peninggalan abad enam belas jika dilihat dari motifnya," kata arkeolog. "Senjata pusaka kasta ksatria." "Kau tahu berapa nilainya?" "Kujang ini tak ternilai. Kau tinggal sebutkan harga, mereka langsung mengeluarkan uang." Berarti bapaknya seorang kolektor seni yang kaya raya. Tidak banyak orang yang mempunyai kegemaran gila di negeri ini. Di kepalanya mulai muncul beberapa tokoh publik dan konglomerat. "Kau punya alamat kolektor seni terkemuka?" "Tentu saja. Mereka sering meminta pendapatku. Tapi buat apa kau tanyakan alamat mereka? Kau mau menjual