Arjuna memperhatikan kujang emas sambil duduk dengan lesu di kursi kerja. Kujang itu selalu dibawanya ke mana pun pergi, siapa tahu ia bertemu secara kebetulan dengan pemiliknya.
Arjuna belum menemukan jawaban, bagaimana kujang bernilai ratusan miliar sampai tertinggal di kamar hotel? Apakah bapaknya seorang pejabat penting sehingga buru-buru pergi karena kuatir tertangkap tim OTT? Telpon internal di meja berbunyi, ia tekan tuts. "Maaf mengganggu, Pak." Terdengar suara sekretaris lewat loud speaker. "Ada tamu." "Hari ini tidak ada schedule menerima tamu." Arjuna sedang tidak mau diganggu. Pikirannya lagi kacau. Ibunya mendesak untuk menjual kujang emas karena ada tawaran menggiurkan dari kolektor kelas kakap dari negeri jiran. Bukan butuh uang untuk investasi, ibunya menginginkan Arjuna untuk melupakan bapaknya dan mengakhiri pencarian sia-sia. Arjuna menolak, ia ingin menjadikan kujang emas sebagai pengganti bapaknya, sehingga perlu dipertahankan sampai akhir hayat. "Tamu itu ada urusan penting dan mendesak," ujar sekretaris. "Apa diminta datang lain kali?" Arjuna berpikir sejenak, lalu berkata, "Ya sudah, antar ke ruanganku." Arjuna menyimpan kujang emas di laci meja. Kemudian masuk seorang perempuan cantik jelita dengan dandanan sangat modis. "Bagaimana sekretarismu sampai tidak mengenali aku?" gerutu Chitrangada. "Aku merasa seperti tamu asing di kantor ini." "Siska baru dua hari di ruangan itu, pengganti sementara sekretarisku, ia cuti hamil. Kau kan bisa langsung masuk. Aku tidak mau diganggu untuk tamu, bukan untuk calon istri." "Aku tidak mau disebut mentang-mentang." "Lalu apa urusan penting dan mendesak itu?" Arjuna menganggap peristiwa di lobi hotel berbintang itu bukan peristiwa penting dan mendesak, ia berniat meminta penjelasan saat makan siang, tapi Chitrangada keburu datang. Arjuna percaya mereka berada di hotel itu bukan untuk kepentingan syahwat. Terlalu murah harga kesetiaan Chitrangada. Arjuna kira kedatangan calon istrinya untuk membahas lamaran yang tinggal beberapa hari lagi, ia ingin minta penangguhan karena bapaknya belum ditemukan. "Mengenai ..." Chitrangada memotong kalimat Arjuna, "Mengenai kejadian kemarin, aku ada pertemuan dengan kolega bisnis. Aku datang bersama wakilku, Wisnu Pratama." "Bagaimana Ulupi sampai tidak mengenal dirimu?" "Kamu juga tidak mengenal Wisnu." "Aku tidak pernah bertemu dengannya." "Ulupi juga tidak pernah bertemu denganku. Makanya ia merekam semua kejadian itu." "Lalu Ulupi mencak-mencak padamu?" "Justru Wisnu marah-marah pada Ulupi." Arjuna heran. "Kok bisa? Wisnu merasa dipermalukan dengan rekaman itu?" "Wisnu curiga kalian CLBK. Aku baru tahu kalau Ulupi mantan terindah di SMA." Chitrangada menatap tajam sampai menikam hati Arjuna. Arjuna sangat tertutup dengan masa lalunya. Ia merasa tiada guna menceritakan mantan di depan calon istri, hanya menciptakan suasana kurang nyaman. Arjuna merasa seperti itu setiap kali Chitrangada bercerita tentang masa lalunya. "Aku terpaksa turun tangan untuk mendinginkan Wisnu, padahal seharusnya tanggung jawabmu." "Ulupi bercerita kalau ia seharian bersamaku?" "Ulupi berusaha jujur kepada calon suaminya." "Lalu aku tidak berusaha jujur kepadamu? Dalam kasus ini, jujur dan bodoh tidak ada bedanya." Ulupi seolah cari perkara dengan mengaku jalan bersama mantan. Barangkali maksudnya untuk mengompori Wisnu. Ulupi terkesan playing victim ketika mereka ternyata ada meeting dengan kolega. "Aku kira Ulupi bukan bodoh," bela Chitrangada. "Tapi tak mengerti berkeliling kota seharian hanya untuk sebilah kujang emas." "Berarti aku bodoh, mestinya menjual kujang emas dengan harga terakhir empat ratus miliar." Chitrangada memandang kaget. "Kujang macam apa sampai bernilai setinggi itu?" Arjuna mengeluarkan kujang emas dari laci meja dan menunjukkan kepada calon istrinya. Chitrangada seakan tidak tertarik. "Apakah kujang ini sangat bermasalah bagimu sampai menyita waktumu untuk mencari pemiliknya? Aku sekedar mengingatkan, kesempatan lamaran tinggal beberapa hari lagi." "Jadi aku tidak ada kesempatan lagi setelah itu?" "Papi merasa dipermainkan kalau kau mengulur-ulur waktu." "Aku tidak mengulur-ulur waktu." "Lalu kenapa bapakmu belum pulang juga dari luar negeri?" Arjuna merasa perlu menyampaikan kebohongan yang mempertaruhkan cintanya, "Bapakku sebenarnya tidak setuju dengan pilihanku. Jadi ia tak bisa datang." Chitrangada terdiam. "Aku sedang berusaha melobi bapakku, sebab aku sudah terlanjur sayang." "Ada calon dari bapakmu?" "Rara Ireng, pengusaha dari negeri jiran." Chitrangada terkejut. "Kau kenal?" "Aku meeting dengannya kemarin, siang ini ada penandatanganan kerja sama.""Celaka!" Arjuna terduduk lemas di kursinya. Nasib baik seolah tak berpihak padanya. Padahal ia menyebutkan nama yang sekiranya tidak dikenal, ternyata menjadi rekan bisnis Chitrangada. "Kenapa aku bilang Rara Ireng pilihan bapakku?" Rara Ireng adalah musuh bebuyutan sewaktu SMA, dan menjadi kompetitor bisnis setelah mereka menjadi CEO. Perseteruan mereka barangkali sampai kiamat kalau Rara Ireng tidak meneruskan bisnis ayahnya dan tinggal di Kuala Lumpur. Perusahaan di Jakarta dipegang adiknya, dan Arjuna baru merasa tenteram dan damai. Chitrangada muncul dari toilet, ia mengeluh, "Aku tidak tahu apa keistimewaan Rara Ireng sampai bapakmu tidak menyetujui aku jadi menantunya." "Mantannya lebih sedikit." "Ada pengaruhnya bagimu?" "Tidak ada." Mantan Arjuna juga banyak sampai ia menemukan gadis yang cocok untuk mengakhiri petualangannya. "Aku tinggal di Boston untuk menimba ilmu, bukan menimba budaya mereka," kata Chitrangada. "Lalu apa masalahnya dengan paham
Arjuna bertanya kepada sekretaris lewat telpon internal, "Ada orang masuk saat aku pergi ke basement?" "Tidak ada, Pak." Arjuna menyesal seharusnya kujang emas disimpan di brankas. Tapi laci meja dikunci dan tidak ada tanda-tanda dibuka paksa. Arjuna memeriksa rekaman kamera pengawas, tidak ada orang masuk selama ditinggal pergi. "Sungguh aneh," kata Arjuna. "Apa mungkin ada pencuri masuk lewat kaca gedung?" Ada perbaikan sealant pada kaca gedung. Tapi bagaimana mereka masuk sementara kaca tertutup rapat? Laci juga tidak mengalami kerusakan. Ibunya menghubungi lewat gawai, "Kok lama sekali?" "Kujangnya hilang." "Apa?" Terdengar nada kaget cukup keras. "Bagaimana hal itu terjadi?" "Sewaktu aku mengantar Chitrangada ke basement parkir, kujang disimpan di laci dan dikunci, sekarang tidak ada." Kujang emas benar-benar bikin jengkel Arjuna. Ia ada kesempatan untuk membuktikan Datuk Cakil adalah ayah biologisnya, tapi kujang emas menutup kesempatan itu. Arjuna memberi perinta
"Kujang setan." Arjuna teringat pada cenayang yang terbakar jubahnya gara-gara kujang emas. Ia belum keluar dari rumah sakit karena mengalami luka bakar cukup serius. Arjuna menyesal sudah memaki-maki cenayang itu. "Datang dan pergi seenaknya." Dewi Priti terkejut mendengar ucapan itu, ia sampai urung keluar dari ruang kerja putranya. "Ada apa?" Arjuna mengeluarkan kujang emas dari laci. Dewi Priti melotot. "Tadi kulihat laci itu kosong, bagaimana sekarang ada di laci?" "Ibu bertanya pada siapa?" Arjuna pusing memikirkan keanehan itu. Kujang emas dimasukkan ke tas kerja. Dewi Priti segera menghubungi Datuk Cakil, sambil berkata, "Mumpung belum jauh." Perkiraannya Datuk Cakil baru keluar dari basement parkir. "Kenapa pikiran Ibu sederhana sekali?" Arjuna kesal melihat ibunya menghubungi datuk dari seberang itu. "Mestinya Ibu tahu kujang emas tidak mau berpindah tangan, ia pasti menghilang lagi kalau Datuk Cakil datang." Arjuna pergi meninggalkan ruang kerja. "Mau ke mana
Arjuna ingin mendatangi Wisnu untuk menjelaskan masalahnya tapi kuatir terjadi keributan. Arjuna segera pulang dan meninggalkan Ulupi di rumah Lesmana, sebelum Chitrangada dan Rara Ireng tiba. Ia berpesan kepada mereka untuk tidak menceritakan kedatangannya. Arjuna tidak terkejut saat menerima telpon dari Chitrangada, ia bertanya sambil berendam di jacuzzi, "Ada apa?" "Gawat! Pernikahan Ulupi berantakan gara-gara kamu!" "Sekarang kau berada di mana?" Arjuna kuatir Chitrangada menelpon dari rumah Lesmana dan didengar Rara Ireng, persoalan pasti merembet. Arjuna lega saat tahu Chitrangada sudah meninggalkan rumah cenayang itu. "Aku dalam perjalanan ke rumah Wisnu. Aku kira persoalan sudah selesai, ternyata chaos." Arjuna juga heran Wisnu sangat posesif. Ia sendiri tidak mempersoalkan mereka pergi berdua. Masa lalu bukan halangan untuk menjalin pertemanan. Cinta butuh kepercayaan. "Kebersamaan aku dengan Ulupi seperti kebersamaan kamu dengan Wisnu. Lalu persoalannya di mana?"
"Sebaiknya kau siap-siap."Dewi Priti menegur putranya saat sibuk memeriksa berkas digital untuk presentasi."Jadi lamaran kan malam ini?""Entahlah."Dewi Priti heran. "Kok jadi ragu begitu?"Arjuna menutup berkas, bersandar lesu dengan sinar mata hampa menatap langit-langit."Aku mesti menyelesaikan masalah Ulupi lebih dahulu, tapi Wisnu menolak karena jadwalnya padat. Bosnya seakan tidak mendukung masalah mereka cepat diselesaikan.""Bukan tidak mendukung, kau seharusnya paham Chitrangada menginginkan dirimu fokus mengurus lamaran.""Apa lagi yang perlu diurus? Lukas sudah siap datang ke rumah Chitrangada sebagai bapak pura-pura, tinggal Ibu perlu beradaptasi."Dewi Priti sering membawa Lukas dalam jamuan makan malam, bahkan sering mendapat pujian sebagai pasangan serasi.Persoalannya justru pada Arjuna.Dewi Priti melihat putranya terlalu gampang memandang masalah, padahal biasanya sangat seksama menangani persoalan kecil saja."Ada apa?" tanya Dewi Priti lembut. "Aku melihat sepe
"Tunggu!"Chitrangada mengejar Arjuna yang sudah masuk lift dan menekan tombol hold lalu masuk."Apa maksudmu akan menyeret Wisnu ke polisi?"Arjuna menyindir, "Kau sempat mengejarku padahal sangat sibuk?""Kau sudah mengacaukan mood Wisnu!"Chitrangada merasa perlu menegur Arjuna karena bisa menggagalkan pertemuannya dengan Rara Ireng."Jadi salahku memberi peringatan kepada lelaki yang sudah sewenang-wenang kepada kaummu?" Arjuna memandang dengan dingin."Wisnu sakit hati Ulupi jatuh cinta kepadamu!""Kau sakit hati kalau aku jatuh cinta kepada Liu Yifei?""Mimpi!""Kenapa Wisnu tidak berpandangan begitu? Apa karena Liu Yifei aktris mendunia, sedangkan aku CEO lokal?""Banyak kejadian CLBK.""Lalu aku dianggap dari kebanyakan itu? Terus terang aku tersinggung. Kau sudah tanya tentang perasaan Wisnu kepadamu?""Buat apa?""Untuk membuktikan bahwa cinta itu jujur, tapi pemiliknya munafik."Pintu lift terbuka. Arjuna keluar dan berjalan ke mobilnya.Chitrangada meraih tangan Wisnu, bol
"Maksudmu apa tidak datang dalam acara lamaran?"Chitrangada menghubungi Arjuna lewat gawai, ia tahu informasi itu dari ibunya."Mau balas-balasan? Saat ini kau harus memilih karena aku tidak dapat memenuhi dua-duanya."Arjuna menjawab dengan santai, "Aku bercanda. Aku tidak menyangka candaku sampai kepadamu.""Bercanda? Kau mengganggu waktuku untuk hal tak berguna. Aku seperti bukan bercakap dengan pria yang kukenal."Arjuna menyindir, "Aku tidak tahu kau ada pertemuan dengan Tun Ghazar, maka itu aku bercanda."Suara Chitrangada tidak terdengar. Barangkali ia tidak mengira nama itu akan muncul detik-detik menjelang lamaran."Ada waktu dua jam lagi untuk memantapkan jawabanmu. Aku ingin dirimu melihat hatimu, bukan melihat hari-hari indah yang pernah kita lewati."Arjuna tidak akan menyampaikan hal itu jika bukan Tun Ghazar yang dijumpai perempuan yang hendak dilamarnya.Chitrangada sempat terseok saat Tun Ghazar memutuskan untuk menikah dengan perempuan pilihan orang tuanya, ia berla
Tim dokter berhasil menyelamatkan Angada, sementara waktu ia tak boleh diganggu.Angada masih dalam pantauan tim dokter secara intensif.Dewi Priti pamit kepada calon besan sambil cipika cipiki, "Aku pulang dulu ya. Kasihan kolegaku menunggu di luar.""Maafkan aku ya," kata wanita separuh baya itu. "Aku tidak kepikiran untuk menghubungi dirimu.""Tidak apa. Masnya yang penting sembuh dulu."Chitrangada menarik Arjuna ke koridor terpisah saat hendak pamit juga. "Aku ingin ngomong sebentar.""Soal apa?" tanya Arjuna. "Aku pikir untuk lamaran kita bicarakan nanti setelah Papi pulang dari rumah sakit.""Aku ingin menanyakan apa yang disampaikan lewat gawai.""Aku kira tidak elok membahas soal lain di saat Papi di ruang ICCU."Kemudian Arjuna menghampiri calon ibu mertua, dan berkata, "Aku pamit dulu, Mam. Aku kembali lagi setelah mengantar Ibu. Mami pulang saja, jaga kesehatan.""Ya."Kejengkelan Arjuna kepada Chitrangada belum hilang karena tidak memberi tahu sejak awal.Tapi Arjuna tid
Mereka menempuh perjalanan sudah bermil-mil, namun belum menemukan perkampungan.Sejauh mata memandang pemandangan yang terlihat hanyalah pepohonan dan semak belukar.Mereka senang saat menjumpai parit kecil dengan air sangat jernih."Air ini dapat menyambung hidup kita," kata Arjuna. "Dingin sekali...!"Arjuna membasuh muka, kemudian mengisi dua bumbung yang nyaris kosong.Arjuna melempar pandang ke sekitar mencari tempat untuk bermalam.Mereka bisa tidur di dahan besar dan rimbun, cukup nyaman ketimbang di atas batu ceper, ada juga pohon buah."Kita istirahat di sini," ujar Arjuna. "Kita lanjutkan perjalanan besok."Seekor ayam hutan muncul dari rumpun semak. Arjuna berjalan mengendap-endap mendekat, lalu melemparkan kujang emas.Kujang pusaka itu menghunjam tepat di bagian leher sehingga ayah hutan mati seketika.Padahal Arjuna serampangan saja melempar, kemudian kujang emas berputar balik ke arahnya, ia menangkapnya."Kujang ini bisa menjadi senjata berburu," kata Arjuna kagum. "I
Mereka bangun saat mendengar suara berisik di tepi danau.Tampak harimau dan buaya bertarung antara hidup dan mati.Harimau kabur setelah mendapat banyak luka."Hari sudah siang," kata Arjuna. "Kita tidur lelap sekali."Matahari sudah naik sepenggalahan, udara dingin menyengat tubuh, sehingga mereka enggan untuk bersentuhan dengan air.Areal yang ditinggali mereka merupakan daerah kekuasaan buaya, saat ada binatang lain mencari mangsa, maka buaya berusaha menghalau.Pertarungan itu memperebutkan seekor kijang yang kini menjadi santapan kawanan buaya."Kita turun setelah mereka pergi dari bawah pohon," kata Arjuna. "Mereka secara tidak langsung telah menjaga kita dari binatang buas lain.""Aku syok setiap waktu terjadi pembunuhan," sahut Chitrangada dengan wajah pucat. "Kita cari tempat yang aman.""Tidak ada tempat yang aman di hutan ini. Aku sangat mengandalkan kujang emas untuk keselamatan kita."Kujang emas adalah satu-satunya perlengkapan untuk bertahan hidup. Separuh nyawanya ter
Udara dingin menggigit tubuh saat senja turun. Padahal lagi kemarau panjang, dan bukan daerah pegunungan.Hutan ini seakan mempunyai siklus berbeda."Hutan ini seakan tiada berbatas," kata Arjuna. "Sejauh mata memandang hanyalah pepohonan yang terlihat.""Perkiraanku hutan ini adalah hutan lindung. Kau sepertinya orang pertama yang menebang pohon pisang."Pemandangan di sekitar danau menggambarkan, pohon itu mati dengan sendirinya dan buahnya habis dimakan binatang."Hutan ini kelihatannya belum terjamah manusia. Ayahku kemungkinan kecil pernah berkunjung ke mari.""Lalu kujang emas membawa kita ke mari untuk apa?"Arjuna bingung mencari jawabannya. Ia meminta untuk ditunjukkan tentang keberadaan ayahnya, dan mereka terdampar di daerah yang sangat asing ini. Barangkali hutan ini petunjuk awal untuk menemukan ayahnya, mereka mesti berusaha sendiri.Usaha pertama adalah keluar dari hutan liar ini."Kujang emas sudah bikin masalah sejak berada di tanganku, kita terdampar di hutan ini a
Arjuna menebang beberapa pohon pisang yang sudah berbuah. Batang pisang dibersihkan kulitnya, lalu diangkut ke atas dahan untuk alas rumah pohon. Sementara buah pisang disimpan di sela akar pipih dan ditutupi dedaunan supaya lekas matang.Arjuna membuat pasak dari tanaman perdu dan tali dari semak untuk menyatukan batang pisang agar tidak bergerak."Kau mau tinggal di hutan, Jun?" tanya Chitrangada heran. "Sebaiknya kita mencari jalan keluar dari hutan ini.""Aku tidak tahu ke arah mana jalan keluar dari hutan ini. Kemungkinan tersesat sangat besar."Arjuna perlu mempelajari terlebih dahulu situasi di hutan ini.Kemungkinan mereka berada di hutan belum terjamah.Arjuna tidak menemukan bekas jejak manusia."Danau ini adalah pusat kehidupan di hutan," kata Chitrangada. "Banyak binatang datang untuk minum atau mencari mangsa." Beberapa kelompok binatang datang silih berganti, kemudian mereka berlarian dikejar singa atau diterkam buaya. Chitrangada sampai tidak berani turun dari pohon
Arjuna sudah jauh berjalan, perutnya terasa sangat lapar, tapi ia belum menemukan makanan juga.Arjuna jadi sangsi bagaimana ayahnya dapat bertahan hidup jika benar kujang emas telah membawa ke daerah di mana ayahnya berada.Sejauh mata memandang hanyalah pohon-pohon berlumut dengan tanaman perdu dan semak-belukar."Tidak ada buah atau umbi-umbian yang bisa dimakan," keluh Arjuna. "Air juga tidak ditemukan, aku bisa mati kehausan."Arjuna menyeka keringat di kening dengan punggung tangan. Matanya beredar ke sekitar mencari tanaman yang dapat dimakan.Hutan ini berupa dataran luas seolah tiada ujung, dipenuhi semak belukar dan tanaman perdu.Arjuna mencari tumbuhan yang mengandung air untuk melepas dahaga yang mulai mencekik."Hutan ini benar-benar tidak bersahabat," gumam Arjuna. "Tidak ada tanaman yang bisa dimakan atau diambil airnya. Aku heran di mana binatang mendapatkan air."Arjuna berjalan sesuai insting, matahari memberi petunjuk arah, namun tidak memberi petunjuk di mana sumb
Arjuna merasakan hamparan tidurnya sangat berbeda. Ia membuka mata dan terkejut menemukan dirinya tergeletak di atas rumput tebal.Kujang emas masih berada dalam genggaman tangan di atas dadanya."Berada di mana aku?"Arjuna bangkit duduk dengan bingung. Matanya beredar ke sekitar. Tampak pepohonan besar menjulang tinggi diselingi tanaman perdu dan semak belukar."Tampaknya sebuah hutan...!"Arjuna berdiri sehingga ia bisa lebih jauh memandang sekeliling."Apa yang terjadi dengan diriku? Mengapa aku berada di sebuah hutan?"Arjuna mencoba mengingat-ingat peristiwa sebelumnya. Ia tengah beristirahat bersama Chitrangada di kamar, tiba-tiba terbangun di hutan yang sangat asing baginya."Apakah kujang emas telah membawaku ke tempat di mana ayahku tinggal...?"Arjuna menyelipkan kujang emas di balik baju, lalu berjalan dengan waspada di antara rerumpunan tanaman perdu.Sinar matahari bersorot malu-malu lewat rimbunnya dedauanan. Embun bening menetes dari daun perdu."Hari sudah pagi," ujar
Arjuna jadi gelisah karena Chitrangada bersikeras ingin tinggal di kamarnya.Chitrangada bersembunyi di kamar mandi sewaktu ibunya masuk menyampaikan kabar bahwa acara lamaran kembali gagal.Angada tidak memberi kepastian karena puterinya pergi secara diam-diam."Chitrangada kabur," kata ibunya. "Angada curiga puterinya pergi bersamamu.""Maka itu Ibu video call dengan mami Chitrangada, untuk membuktikan kalau aku baik-baik saja di dalam kamar."Dewi Priti menepuk bahu puteranya, lalu berkata separuh mengeluh, "Jangan berharap lagi, Angada sudah membuangmu.""Ibu bilang Angada belum memberi jawaban.""Kaburnya Chitrangada adalah jawaban."Dewi Priti bangkit dari kasur dan meninggalkan kamar anaknya.Arjuna mengunci pintu. Ia bingung dengan situasi yang dihadapinya. Arjuna tidak mungkin mengusir Chitrangada, namun membiarkan tinggal juga mustahil."Aku dalam masalah besar," keluh Arjuna sambil duduk di sofa dengan lesu. "Bagaimana kalau Angada tahu puterinya ada di kamarku?""Papi tid
Arjuna duduk di kasur dengan kujang emas di tangan.Ia seakan tak bosan memperhatikan kemilau kujang itu.Padahal keluarganya sibuk mempersiapkan acara lamaran."Aku sebenarnya tidak enak mengecewakan Ibu," kata Arjuna. "Tapi percuma aku datang hanya untuk mendengar penolakan."Arjuna mendengar kabar itu dari calon istri sopir yang bekerja di rumah Angada.Arjuna bahkan meminta ibunya untuk membatalkan lamaran ketimbang mendapat malu, namun ia berpendapat lain."Kita mesti menghormati apapun keputusan Angada," kata ibunya. "Aku mencoba berjiwa besar jika apa yang kamu sampaikan itu benar, penolakan sudah melalui proses panjang."Arjuna enggan mendesak ibunya, ia pasti menyalahkan dirinya, bahwa penolakan itu terjadi karena kebohongan dirinya.Ibunya berangkat bersama rombongan. Ia tahu kepergian ibunya untuk menjaga dampak negatif di kemudian hari.Ada kerja sama bisnis dengan Angada dan bisa berantakan kalau ibunya tidak datang."Semua gara-gara dirimu," sergah Arjuna pada kujang ema
Arjuna harus menghentikan semuanya sebelum terjerumus ke jurang terdalam.Pada saat itu ia terlambat untuk keluar dari masa lalu.Arjuna mempersingkat liburan di alam pedesaan. Ia kembali ke kota dan meninggalkan perempuan masa lalu."Kamu sengaja membuat Ibu cemas?" tegur Dewi Priti. "Menolak berkomunikasi dengan wanita yang melahirkan dan membesarkanmu dengan susah payah untuk menjadi orang.""Ibu menghubungi lewat nomor mana?" tanya Arjuna heran."Semua nomor; nomor keluarga, nomor pribadi, nomor bisnis, dan nomor umum, semua di luar jangkauan area!"Arjuna tidak membekukan nomor keluarga, nomor itu khusus untuk ibunya dan orang rumah."Nomor keluarga aktif, tidak ada telepon masuk. Nomor lain dimatikan, aku tidak mau diganggu urusan bisnis dan urusan lain." Arjuna pernah mengeluh kepada kujang emas bahwa ia tidak mau menerima telepon yang menambah pusing kepalanya. Kebiasaan Arjuna adalah bercakap dengan kujang emas sebelum tidur.Apakah mungkin kujang emas memblokir telepon mas