Tim dokter berhasil menyelamatkan Angada, sementara waktu ia tak boleh diganggu.Angada masih dalam pantauan tim dokter secara intensif.Dewi Priti pamit kepada calon besan sambil cipika cipiki, "Aku pulang dulu ya. Kasihan kolegaku menunggu di luar.""Maafkan aku ya," kata wanita separuh baya itu. "Aku tidak kepikiran untuk menghubungi dirimu.""Tidak apa. Masnya yang penting sembuh dulu."Chitrangada menarik Arjuna ke koridor terpisah saat hendak pamit juga. "Aku ingin ngomong sebentar.""Soal apa?" tanya Arjuna. "Aku pikir untuk lamaran kita bicarakan nanti setelah Papi pulang dari rumah sakit.""Aku ingin menanyakan apa yang disampaikan lewat gawai.""Aku kira tidak elok membahas soal lain di saat Papi di ruang ICCU."Kemudian Arjuna menghampiri calon ibu mertua, dan berkata, "Aku pamit dulu, Mam. Aku kembali lagi setelah mengantar Ibu. Mami pulang saja, jaga kesehatan.""Ya."Kejengkelan Arjuna kepada Chitrangada belum hilang karena tidak memberi tahu sejak awal.Tapi Arjuna tid
Arjuna berangkat ke kantor dari rumah sakit. Ia tidur di kursi tunggu. Chitrangada pulang.Ada penasaran yang sulit hilang dari pikirannya tentang musibah yang menimpa Angada.Calon ayah mertua tidak ada riwayat jantung. Ada hal luar biasa terjadi sehingga mengalami serangan jantung."Apakah Angada membaca aroma busuk pada pertemuan bisnis anaknya dengan Tun Ghazar?" keluh Arjuna sambil duduk dengan lesu di kursi kerja. "Ia pasti sakit hati anaknya dulu dicampakkan, kemudian pengusaha Melayu itu datang mengacaukan situasi."Chitrangada seperti sulit melepaskan diri dari jerat masa lalu. Pertemuan bisnis hanyalah sarana untuk menutupi kecurigaan orang-orang di sekeliling.Kebodohan Chitrangada adalah melupakan peristiwa yang merendahkan harga dirinya karena melihat harapan besar dengan isu perceraian Tun Ghazar.Chitrangada ingin mengulur waktu acara lamaran dengan tak menghadirinya, sampai ada kepastian hukum untuk status Tun Ghazar."Chitrangada menjadikan diriku calon pengganti. Aku
Arjuna heran bagaimana Chitrangada sampai memberi tahu Wisnu. "Kau juga bilang kalau ayahku tidak merestui wanita pilihanku?" "Wisnu bercerita semuanya kepada Papi." "Berawal dari kamu bercerita semuanya." Arjuna pusing memikirkan apa yang terjadi. Drama itu pasti sangat menyakitkan ayah Chitrangada. Kecil harapan untuk diterima sebagai calon menantu. Bahkan Angada mungkin tidak mau lagi bertemu dengannya. "Wisnu bukan sakit hati dengan ancaman diriku. Ia ingin memiliki dirimu. Ia pasti mendapat pembelaan dari ayahmu atas pemecatan itu." "Bagaimana kau berpikiran seperti itu?" "Wisnu lebih dari seperti itu. Wisnu mengambil satu tindakan untuk menyingkirkan dua laki-laki, lamaranku gagal, Tun Ghazar pulang dengan hampa." "Tun Ghazar menjadwal ulang pertemuan." Jadwal itu terbang bersama angin, pikir Arjuna kosong. Tun Ghazar akan disibukkan dengan sidang perceraian, dan berita miring tentang kepergiaannya ke Jakarta. "Aku tidak ada rasa kepada mereka," tegas Chitrangada. "Ka
Tante Maya dan Keluarga Wisnu datang ke kantor Arjuna diantar Chitrangada.Kedatangan mereka membuat Arjuna muak. Padahal ia ada agenda untuk bertemu kolega."Aku sebetulnya ada meeting," kata Arjuna. "Kalian mestinya menghubungi sekretaris dahulu untuk membuat jadwal pertemuan."Arjuna terpaksa menerima mereka karena menghargai Tante Maya. Arjuna sudah meminta suami kolega ibunya itu menjadi bapak pura-pura kalau Angada tidak mengenalnya."Aku sudah membuat jadwal dengan sekretarismu," sahut Chitrangada. "Sekretarismu bilang pertemuan diundur siang. Aku pikir ada waktu untuk menerima kedatangan mereka."Pertemuan ditunda beberapa jam karena kolega Arjuna mengalami penundaan jadwal penerbangan dari daerah.Arjuna jengkel Chitrangada mengatur jadwal pertemuan sekehendak hatinya.Sekretarisnya sulit untuk profesional karena mendapat tekanan dari calon istri pimpinan."Apa yang mau kalian bicarakan?" tanya Arjuna kepada keluarga Wisnu. "Aku perlu panggil pengacara sekiranya berhubungan
"Kau sudah merendahkan aku di depan mereka!" Chitrangada memandang sengit Arjuna yang duduk santai di kursi kerja sambil membersihkan kujang emas dengan cairan khusus. Arjuna merasa sangat dekat dengan kujang itu, dan percaya dengan keterangan Lesmana kalau kujang itu sangat sakti. Datuk Cakil datang lagi kemarin untuk membeli kujang itu, transaksi sudah terjadi dan kujang dibawa pulang ke Kuala Lumpur, tapi hari ini ada lagi di tasnya. "Maksudmu apa bilang aku bodoh?" Arjuna mengakui sedikit lepas kendali berbicara kasar di depan mereka. Kekecewaan kepada Chitrangada membuatnya sulit berpikir jernih. "Lalu di mana bodohnya aku? Memaafkan Wisnu dan menerima idenya untuk membuat pengakuan kepada Papi?" Arjuna enggan melayani. Orang lagi di puncak emosi tidak dapat menerima penjelasan apapun. "Kau tahu dari mana ide itu percuma sedangkan dicoba saja belum?" Kebodohan nyata dari perempuan lulusan London ini adalah pembuktian tanpa daya nalar. Hal mendekati kepastian at
"Astaga!" Dewi Priti terkejut saat menemukan kujang emas di dalam tasnya. Arjuga juga kaget, bagaimana kujang itu bisa berada di tas ibunya? Padahal Arjuna menaruh kujang itu di laci meja kerjanya! "Bagaimana kau tahu kujang ini ada di tas Ibu?" Arjuna sulit menjelaskan, ia sekedar asal ngomong. Barangkali kujang emas tidak suka disimpan di laci. Tapi kujang itu mestinya pindah ke tas kerjanya, bukan ke tas Ibu. "Ada semacam kontak batin denganmu." Dewi Priti jadi kehilangan daya nalar. Berasal dari kejadian luar biasa, lalu muncul pemikiran luar biasa, akal sehat jadi tak berguna. "Kujang itu ada di tas Ibu, masa kontak batin denganku?" "Kau memerintahkan kujang ini untuk pindah ke tas Ibu." Arjuna makin stres mendengar jawaban ngawur itu. Di pikirannya tidak terbersit untuk memindahkan kujang itu dari laci mejanya. "Barangkali kujang itu tidak mau berpisah dengan Ibu." "Kau ingin mengatakan kujang ini yang membuatku hamil? Aku bosan mendengarnya." "
"Aku minta maaf tidak bisa hadir. Aku lagi dapat musibah."Permintaan maaf Arjuna kepada Kirana lewat gawai sangat mengejutkan ibunya."Jadi aku terpaksa mengirim wakil dan sekretaris."Arjuna mengakhiri sambungan setelah berbasa-basi sedikit."Musibah apa maksudmu?" Dewi Priti memandang tajam. Ia berang anaknya tidak menghadiri pertemuan dengan alasan seenaknya. "Aku hanya menyarankan kau membawa Chitrangada."Arjuna menjawab dengan tenang, "Aku perlu hiatus untuk apersepsi seperti ini. Aku sulit mengerti sudut pandang Ibu.""Di mana kesulitannya?" Dewi Priti seakan ingin menembus jantungnya dengan sinar mata menusuk. Kau saja terlalu membesarkan masalah."Arjuna sudah bangkit pergi jika bukan bercakap dengan ibunya. Ia merasa kehilangan dukungan dari orang terdekat.Arjuna perlu rehat dari perusahaan untuk mengerti jalan pikiran ibunya.Barangkali juga ibunya tidak akan pernah mengerti, karena pemikiran berbeda."Pertemuan Chitrangada dan Tun Ghazar mengorbankan momen penting dalam
"Kau senang sekali menyebutku bodoh!" kata Chitrangada sengit. "Kenapa kau mengambilku jadi calon istri kalau tahu aku bodoh? Lelaki macam apa kau sudi mempunyai istri bodoh?"Arjuna merasa tidak perlu meladeni kemarahan Chitrangada.Arjuna tidak pernah memilih, perempuan itulah memilihnya, dan ibunya mendukung.Kedatangan Rara Ireng ke rumah Angada memberi isyarat kalau Arjuna dicoret jadi calon menantu."Ada bagusnya juga calon istri kelima adalah pelayan di rumah Tuan Angada," kata sopir. "Tuan jadi tahu kejadian di rumah itu.""Calon kelima kelihatannya ingin tahu urusan orang lain untuk bahan menggosip, bukan pertanda baik bagi rumah tanggamu kelak.""Calon istri kelima itu orangnya kepo, tapi lumayan baik ketimbang selingkuh."Arjuna sadar betul, sulit mencari calon istri yang memenuhi semua kriteria.Arjuna juga bukan calon suami yang sempurna. Namun ia tidak menerima kesalahan fatal.Chitrangada sudah merendahkan harga dirinya dengan mengembalikan Wisnu pada kedudukan semula.
Mereka menempuh perjalanan sudah bermil-mil, namun belum menemukan perkampungan.Sejauh mata memandang pemandangan yang terlihat hanyalah pepohonan dan semak belukar.Mereka senang saat menjumpai parit kecil dengan air sangat jernih."Air ini dapat menyambung hidup kita," kata Arjuna. "Dingin sekali...!"Arjuna membasuh muka, kemudian mengisi dua bumbung yang nyaris kosong.Arjuna melempar pandang ke sekitar mencari tempat untuk bermalam.Mereka bisa tidur di dahan besar dan rimbun, cukup nyaman ketimbang di atas batu ceper, ada juga pohon buah."Kita istirahat di sini," ujar Arjuna. "Kita lanjutkan perjalanan besok."Seekor ayam hutan muncul dari rumpun semak. Arjuna berjalan mengendap-endap mendekat, lalu melemparkan kujang emas.Kujang pusaka itu menghunjam tepat di bagian leher sehingga ayah hutan mati seketika.Padahal Arjuna serampangan saja melempar, kemudian kujang emas berputar balik ke arahnya, ia menangkapnya."Kujang ini bisa menjadi senjata berburu," kata Arjuna kagum. "I
Mereka bangun saat mendengar suara berisik di tepi danau.Tampak harimau dan buaya bertarung antara hidup dan mati.Harimau kabur setelah mendapat banyak luka."Hari sudah siang," kata Arjuna. "Kita tidur lelap sekali."Matahari sudah naik sepenggalahan, udara dingin menyengat tubuh, sehingga mereka enggan untuk bersentuhan dengan air.Areal yang ditinggali mereka merupakan daerah kekuasaan buaya, saat ada binatang lain mencari mangsa, maka buaya berusaha menghalau.Pertarungan itu memperebutkan seekor kijang yang kini menjadi santapan kawanan buaya."Kita turun setelah mereka pergi dari bawah pohon," kata Arjuna. "Mereka secara tidak langsung telah menjaga kita dari binatang buas lain.""Aku syok setiap waktu terjadi pembunuhan," sahut Chitrangada dengan wajah pucat. "Kita cari tempat yang aman.""Tidak ada tempat yang aman di hutan ini. Aku sangat mengandalkan kujang emas untuk keselamatan kita."Kujang emas adalah satu-satunya perlengkapan untuk bertahan hidup. Separuh nyawanya ter
Udara dingin menggigit tubuh saat senja turun. Padahal lagi kemarau panjang, dan bukan daerah pegunungan.Hutan ini seakan mempunyai siklus berbeda."Hutan ini seakan tiada berbatas," kata Arjuna. "Sejauh mata memandang hanyalah pepohonan yang terlihat.""Perkiraanku hutan ini adalah hutan lindung. Kau sepertinya orang pertama yang menebang pohon pisang."Pemandangan di sekitar danau menggambarkan, pohon itu mati dengan sendirinya dan buahnya habis dimakan binatang."Hutan ini kelihatannya belum terjamah manusia. Ayahku kemungkinan kecil pernah berkunjung ke mari.""Lalu kujang emas membawa kita ke mari untuk apa?"Arjuna bingung mencari jawabannya. Ia meminta untuk ditunjukkan tentang keberadaan ayahnya, dan mereka terdampar di daerah yang sangat asing ini. Barangkali hutan ini petunjuk awal untuk menemukan ayahnya, mereka mesti berusaha sendiri.Usaha pertama adalah keluar dari hutan liar ini."Kujang emas sudah bikin masalah sejak berada di tanganku, kita terdampar di hutan ini a
Arjuna menebang beberapa pohon pisang yang sudah berbuah. Batang pisang dibersihkan kulitnya, lalu diangkut ke atas dahan untuk alas rumah pohon. Sementara buah pisang disimpan di sela akar pipih dan ditutupi dedaunan supaya lekas matang.Arjuna membuat pasak dari tanaman perdu dan tali dari semak untuk menyatukan batang pisang agar tidak bergerak."Kau mau tinggal di hutan, Jun?" tanya Chitrangada heran. "Sebaiknya kita mencari jalan keluar dari hutan ini.""Aku tidak tahu ke arah mana jalan keluar dari hutan ini. Kemungkinan tersesat sangat besar."Arjuna perlu mempelajari terlebih dahulu situasi di hutan ini.Kemungkinan mereka berada di hutan belum terjamah.Arjuna tidak menemukan bekas jejak manusia."Danau ini adalah pusat kehidupan di hutan," kata Chitrangada. "Banyak binatang datang untuk minum atau mencari mangsa." Beberapa kelompok binatang datang silih berganti, kemudian mereka berlarian dikejar singa atau diterkam buaya. Chitrangada sampai tidak berani turun dari pohon
Arjuna sudah jauh berjalan, perutnya terasa sangat lapar, tapi ia belum menemukan makanan juga.Arjuna jadi sangsi bagaimana ayahnya dapat bertahan hidup jika benar kujang emas telah membawa ke daerah di mana ayahnya berada.Sejauh mata memandang hanyalah pohon-pohon berlumut dengan tanaman perdu dan semak-belukar."Tidak ada buah atau umbi-umbian yang bisa dimakan," keluh Arjuna. "Air juga tidak ditemukan, aku bisa mati kehausan."Arjuna menyeka keringat di kening dengan punggung tangan. Matanya beredar ke sekitar mencari tanaman yang dapat dimakan.Hutan ini berupa dataran luas seolah tiada ujung, dipenuhi semak belukar dan tanaman perdu.Arjuna mencari tumbuhan yang mengandung air untuk melepas dahaga yang mulai mencekik."Hutan ini benar-benar tidak bersahabat," gumam Arjuna. "Tidak ada tanaman yang bisa dimakan atau diambil airnya. Aku heran di mana binatang mendapatkan air."Arjuna berjalan sesuai insting, matahari memberi petunjuk arah, namun tidak memberi petunjuk di mana sumb
Arjuna merasakan hamparan tidurnya sangat berbeda. Ia membuka mata dan terkejut menemukan dirinya tergeletak di atas rumput tebal.Kujang emas masih berada dalam genggaman tangan di atas dadanya."Berada di mana aku?"Arjuna bangkit duduk dengan bingung. Matanya beredar ke sekitar. Tampak pepohonan besar menjulang tinggi diselingi tanaman perdu dan semak belukar."Tampaknya sebuah hutan...!"Arjuna berdiri sehingga ia bisa lebih jauh memandang sekeliling."Apa yang terjadi dengan diriku? Mengapa aku berada di sebuah hutan?"Arjuna mencoba mengingat-ingat peristiwa sebelumnya. Ia tengah beristirahat bersama Chitrangada di kamar, tiba-tiba terbangun di hutan yang sangat asing baginya."Apakah kujang emas telah membawaku ke tempat di mana ayahku tinggal...?"Arjuna menyelipkan kujang emas di balik baju, lalu berjalan dengan waspada di antara rerumpunan tanaman perdu.Sinar matahari bersorot malu-malu lewat rimbunnya dedauanan. Embun bening menetes dari daun perdu."Hari sudah pagi," ujar
Arjuna jadi gelisah karena Chitrangada bersikeras ingin tinggal di kamarnya.Chitrangada bersembunyi di kamar mandi sewaktu ibunya masuk menyampaikan kabar bahwa acara lamaran kembali gagal.Angada tidak memberi kepastian karena puterinya pergi secara diam-diam."Chitrangada kabur," kata ibunya. "Angada curiga puterinya pergi bersamamu.""Maka itu Ibu video call dengan mami Chitrangada, untuk membuktikan kalau aku baik-baik saja di dalam kamar."Dewi Priti menepuk bahu puteranya, lalu berkata separuh mengeluh, "Jangan berharap lagi, Angada sudah membuangmu.""Ibu bilang Angada belum memberi jawaban.""Kaburnya Chitrangada adalah jawaban."Dewi Priti bangkit dari kasur dan meninggalkan kamar anaknya.Arjuna mengunci pintu. Ia bingung dengan situasi yang dihadapinya. Arjuna tidak mungkin mengusir Chitrangada, namun membiarkan tinggal juga mustahil."Aku dalam masalah besar," keluh Arjuna sambil duduk di sofa dengan lesu. "Bagaimana kalau Angada tahu puterinya ada di kamarku?""Papi tid
Arjuna duduk di kasur dengan kujang emas di tangan.Ia seakan tak bosan memperhatikan kemilau kujang itu.Padahal keluarganya sibuk mempersiapkan acara lamaran."Aku sebenarnya tidak enak mengecewakan Ibu," kata Arjuna. "Tapi percuma aku datang hanya untuk mendengar penolakan."Arjuna mendengar kabar itu dari calon istri sopir yang bekerja di rumah Angada.Arjuna bahkan meminta ibunya untuk membatalkan lamaran ketimbang mendapat malu, namun ia berpendapat lain."Kita mesti menghormati apapun keputusan Angada," kata ibunya. "Aku mencoba berjiwa besar jika apa yang kamu sampaikan itu benar, penolakan sudah melalui proses panjang."Arjuna enggan mendesak ibunya, ia pasti menyalahkan dirinya, bahwa penolakan itu terjadi karena kebohongan dirinya.Ibunya berangkat bersama rombongan. Ia tahu kepergian ibunya untuk menjaga dampak negatif di kemudian hari.Ada kerja sama bisnis dengan Angada dan bisa berantakan kalau ibunya tidak datang."Semua gara-gara dirimu," sergah Arjuna pada kujang ema
Arjuna harus menghentikan semuanya sebelum terjerumus ke jurang terdalam.Pada saat itu ia terlambat untuk keluar dari masa lalu.Arjuna mempersingkat liburan di alam pedesaan. Ia kembali ke kota dan meninggalkan perempuan masa lalu."Kamu sengaja membuat Ibu cemas?" tegur Dewi Priti. "Menolak berkomunikasi dengan wanita yang melahirkan dan membesarkanmu dengan susah payah untuk menjadi orang.""Ibu menghubungi lewat nomor mana?" tanya Arjuna heran."Semua nomor; nomor keluarga, nomor pribadi, nomor bisnis, dan nomor umum, semua di luar jangkauan area!"Arjuna tidak membekukan nomor keluarga, nomor itu khusus untuk ibunya dan orang rumah."Nomor keluarga aktif, tidak ada telepon masuk. Nomor lain dimatikan, aku tidak mau diganggu urusan bisnis dan urusan lain." Arjuna pernah mengeluh kepada kujang emas bahwa ia tidak mau menerima telepon yang menambah pusing kepalanya. Kebiasaan Arjuna adalah bercakap dengan kujang emas sebelum tidur.Apakah mungkin kujang emas memblokir telepon mas