Share

Pergi Sesaat

Penulis: LivLiv
last update Terakhir Diperbarui: 2022-01-07 22:55:34

Acara sebenarnya masih berlanjut sampai nanti malam. Hanya saja pindah lokasi, ganti konsep jadi garden party. Akan tetapi, sejak satu jam lalu, Nayli memilih untuk pulang lebih dahulu bersama Meysa. Banyak hal yang harus dia urus untuk liburannya ke London.

Sejak selesai akad pun, Nayli berusaha mengalihkan pandangan agar tidak tertuju ke panggung. Dia sendiri naik ke panggung hanya dua kali. Pertama saat foto pertama bersama keluarga dan kedua kalinya bersama jajaran bridesmaids yang jumlahnya delapan orang, termasuk dirinya dan Meysa. Sebelum turun panggung, dia sempat berbisik maaf pada Fara. Entah untuk hal apa, yang jelas Nayli merasa plong saat tungkainya terayun menuju salah satu kursi bersama beberapa teman yang diundang juga.

"Nay," panggil Meysa. 

Nayli hanya berdeham. Dia masih mengeringkan rambutnya dengan hairdryer. Mengguyur sekujur tumbuh dari ujung ke ujung benar-benar membuatnya lebih rileks, fresh sekarang.

Terdengar bunyi bising dari mesin hairdryer, membuat Meysa berjalan mendekati Nayli yang tengah duduk di kursi rias, menghadap cermin.

"Kenapa, Mey?" tanya Nayli, saat beberapa detik melihat Meysa lewat pantulan cerpin di depannya. Sahabatnya itu terdiam seraya menumpukan kedua tangan di bahu Nayli.

Senyum perlahan terbit di bibir Meysa. Sambil menatap wajah Nayli dan dirinya di cermin, dia berujar, "Lo perempuan hebat, Nay. Gue kagum sama lo."

"Nggak ada yang perlu dikagumin dari diri gue, Mey. Emang udah seharusnya gue kuat. Dan siapa pun harus, berhak menjadi kuat melawan kerasnya hidup. Kalau lembek, lo kalah."

Diletakkannya hairdryer di antara skincare dan make up di meja rias setelah nyala mesinnya berhenti.

Nayli memutar badan hingga berhadapan dengan Meysa. Lalu, diraihnya kedua tangan Meysa, dan digenggam erat.

"Makasih, Mey. Lo selalu jadi orang pertama yang peluk gue, ulurin tangan buat gue, pasang telinga buat denger cerita gue, pasang badan setiap ada orang yang nyakitin gue." Mata Nayli mulai berkaca-kaca. Dia menunduk sejenak, membiarkan satu tetes jatuh ke atas pahanya. "Lo salah satu hadiah dari Tuhan yang dikasih ke gue. Makasih untuk segalanya. Makasih karena udah mau jadi sahabat gue."

Spontan Meysa merengkuh tubuh Nayli, memeluknya erat sambil dia elus beberapa kali. Sesekali dia pun membisikkan kata-kata terima kasih yang semuanya mirip dengan yang diucapkan Nayli.

Perlahan, pelukan keduanya mulai longgar. Saling menguar tawa melihat wajah masing-masing yang sudah dibanjiri air mata.

"Udah, ah." Nayli menarik napas panjang, lalu diembuskan perlahan. Dia menatap kamarnya yang tampak berantakan. Nyaris semua baji di lemarinya berpindah ke ranjang. Ada sebagian pakaian dia masukkan ke koper yang sudah bertengger di sisi lemari.

"Lo tugas beresin kamar gue, ya. Kelamaan kalau gue yang beresin, takut ketinggalan pesawat." Nayli melirik arloji yang melingkar di tangan kiri. "Kita berangkat sekarang, ya."

Meysa mengangguk. Dia turut bangkit, meraih tas selempangnya yang sejak tadi tergantung di kepala ranjang. Kebaya seragam bridesmaids telah tanggal, berganti kaus biru muda dipadukan dengan jeans putih. Rambutnya tadi sempat disanggul, sengaja digerai dan membiarkan angin menggoyangkan setiap helainya.

Nayli hampir lupa. Dia mematut sebentar penampilannya hari ini. Tak jauh beda dengan Meysa. Hanya ditambah outer tanpa lengan motif garis-garis putih, rambut dikucir kuda. Tak memakai riasan, hanya dipoles basic skin care saja tadi selepas mandi.

***

"Iya, Ma. Nggak apa-apa, kok, nggak anter Nay ke bandara."

Telepon menempel di telinga kanan Nayli. Dia bergerak mondar-mandir di hadapan Meysa, membuat sahabatnya itu berdecak kesal.

"Iya, Ma. Lagian ada Meysa di sini, kok. Kalau Mama malah ikut ke bandara, kasihan Fara. Nggak enak juga sama tamu, masa mamanya nggak ada."

Nayli terkekeh pelan mendengar gerutuan sang mama di seberang telepon. Dia ingin egois sebenarnya, ingin diantar kedua orang tuanya ke bandara. Hanya saja, dia mementingkan perasan Fara. Lagi.

Terdengar suara pemberitahuan kalau pemberangkatan ke London setengah jam lagi. Nayli harus bergegas masuk melewati beberapa pengecekan yang pastinya panjang dan memakan waktu beberapa menit.

"Ya udah, Ma. Aku mau masuk dulu. See you." Nayli memutus sambungan lebih dulu.

"Gih, masuk!" titah Meysa begitu Nayli mendekat.

Nayli mengangguk dia menarik dua koper, yang satu besar dan satu lagi berukuran kecil. Langkahnya perlahan menjauhi Meysa usai tadi mereka berdua berpelukan beberapa saat. Hingga dia melewati pemeriksaan pertama, barulah Meysa beranjak dari tempatnya. Meninggalkan bandara menuju rumah Nayli. Ada tugas beres-beres yang harus dia selesaikan.

***

Nayli tersenyum senang. Dia dapat kursi tepat di samping jendela. Naik transportasi apa pun, dia selalu senang duduk di dekat jendela. Asyik melihat hal apa pun yang dilewati. Dan kali ini, doa Nayli sejak semalam akhirnya terkabul.

Ada dua penumpang pasangan ibu dan anak di sebelah Nayli. Dia mengangguk seraya bergumam permisi sewajtu melewati mereka dua, barulah dia bisa duduk dengan nyaman. Ransel mini warna cokelat telah berpindah ke pangkuannya.

"Hah." Dia mendesah panjang. "Saat pesawat ini lepas landas, saat itu pula aku berharap perasaanku ke Arya benar-benar lepas. Dan saat aku kembali dari London, berharap ada perasaan baru yang lebih indah. Dongeng lamaku sudah berakhir. Sudah saatnya aku membuat dongen indah dengan akhir bahagia."

Nayli menatap langit yang masih cerah secerah harapannya akan masa depan, padahal hari mulai sore. Mentari pun hampir berada di ufuk timur.

"Liburan, Mbak?" tanya si Ibu di sebelah Nayli.

Nayli sontak menoleh saat suara  seseorang masuk ke gendang telinganya. Dia mengangguk, lalu tersenyum.

"Sendirian?"

Lagi, Nayli mengangguk tanpa sepatah kata.

Tampak si ibu melayangkan tatapan menilai, menatap Nayli dari atas dari bawah.

"Harusnya kalau perempuan itu ke mana-mana ditemenin. Jangan sendirian. Ibu gak pernah tuh, ngelepas anak perawan satu-satunya pergi sendiri. Nih, sekarang aja Ibu anter ke London buat kuliah." Si Ibu dengan wajah angkuh, sombong, tatapan sinis menatap Nayli.

Nayli jengah. Dia tak ingin menimpali sebenarnya, tapi bibir mendadak gatal ingin menyahut.

"Oh, begitu ya, Bu. Kalau begitu, Mama saya nggak pernah, tuh, nyinyirin anak perawan dari keluarga lain. Saya juga menjaga kepercayaan orang tua baik-baik. Terima kasih atas kekhawatiran Ibu."

Tak kalah sinisnya senyuman terpatri di bibir Nayli. Dia merasa menang telak, si Ibu tak lagi menyahut setelah mendelik dan mengganti posisi duduk dengan putrinya yang tadi di paling sisi.

"Hobi kok nyinyir hidup orang lain," komentar Nayli, lirih, saat membuang muka ke samping, menatap jendela.

Saat melamun beberapa saat, tiba-tiba ponsel di tasnya bergetar sebentar. Nayli bergegas mengambilnya dan melihat ada satu pesan masuk dari nomor baru.

Nay, aku minta maaf. Tolong, jangan benci aku.

Tepat di saat Nayli melipat bibir ke dalam sebagai respons atas pesan dari Arya, terdengar suara pemberitahuan kalau pesawat akan segera lepas landas. Ponsel Nayli langsung dia mode pesawat 'kan, kemudian memasang earphone untuk mendengarkan musik selama perjalanannya yang menghabiskan waktu sampai sehari satu malam.

Bab terkait

  • Mengejar Cinta Mas Dokter    Kembali

    Sepuluh hari kemudian ...Nayli. Gadis berpipi tembam seperti bakpau mengembuskan napas lega setelah berhasil duduk di bangku yang sedari tadi dicarinya.Sampai bertemu lagi nanti, London. Ia bergumam menatap langit-langit kota London yang cerah, dengan terik matahari yang membuat kerongkongannya kering.Beberapa penumpang masih berlalu lalang mencari kursi dibantu pramugari berseragam merah, rok selutut. Lagi, dirinya tersenyum mengingat dulu sewaktu kecil pernah bercita-cita menjadi pramugari. Terbang berkeliling dunia dan bertemu orang dari berbagai negara.“Tetap jadi kenangan bagaimana aku dulu ingin jadi seperti mereka.”Perhatiannya kembali ke luar jendela. Memerhatikan betapa panjangnya sayap pesawat. Memang tidak penting, sih, tapi begitulah Nayli.Sesekaliia menggumamkan lirik lagu Alan Walker berjudul On My Way yang ia dengarkan memalui earphone. “Boleh duduk di sini?” pinta seorang pria yang Nayli acuhkan. Tanpa sengaja karena memang gadis yang mengenakan pasmina warna c

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-12
  • Mengejar Cinta Mas Dokter    Dia, Sean

    “Kalau kamu percaya takdir, aminkan dalam hati kita akan bertemu lagi suatu hari nanti.”Robin Wijayanto***Setelah mengambil koper kesayangannya, ia menoleh ke sana kemari mencari Pak Salman, supir pribadi keluarganya. Nihil. Tak ada sosok pria jangkung dengan jenggot tipis dan kacamata hitam yang menjadi ciri khasnya.“Kebiasan, deh, telat,” dumelnya, menatap jam tangan berbahan stainless putih. Terlihat anggun melingkar di kulitnya yang putih susu, bersih. Hanya ada satu titik hitam kecil di punggung tangan atau biasa disebut tahi lalat.Ia menyentuh layar ponsel dengan logo buah apel sembari mengumpat. Ayolah. Tubuh jenjang yang dibalut dengan gamis merah maroon itu ingin segera beristirahat di ranjang empuk.Kepalanya mendongak bertepatan dengan seseorang yang ia kenali lewat ditemani beberapa orang berpakaian casual di belakangnya.Tubuh tinggi nan kekar juga bahu bidang tengah menarik koper hitam berukuran sedang dan berjalan tergesa-gesa. Dari raut wajah yang Nayli lihat, pri

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-15
  • Mengejar Cinta Mas Dokter    Halusinasi?

    “Berhati-hati dengan ucapan, karena akan jadi doa yang terkabul suatu hari nanti.”***Tatapan Nayli kosong ke jalanan. Dagunya ia topang sebagai penyangga, kaca mobil sengaja ia turunkan untuk menghirup aroma kota Jakarta yang sesak, penuh dengan polusi. Tetapi, justru dirindukan Nayli selama beberapa hari liburan ke London.“Non,” panggil Pak Salman. “Kita udah sampai di rumah.”Nayli tersadar begitu melihat sekeliling yang tak asing lagi. Ia langsung turun dari kursi belakang mobil dan matanya langsung disambut halaman luas yang penuh dengan bunga kesukaan mama.Ia mematung menatap bangunan kokoh tak terlalu megah dibandingkam tetangganya. Gaya minimalis, tetapi elegan. Berdominasi cat cokelat dan putih, sesuai permintaan Nayli selaku anak bungsu dari pemilik rumah, keluarga Adam.“Ma! Nayli pulang, nih,” teriak Nayli tanpa mengindahkan Pak Salman yang sedari memanggil namanya pelan.Mata Nayli langsung berbinar begitu melihat orang tuanya duduk berdampingan di kursi ruang t

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-15
  • Mengejar Cinta Mas Dokter    Firasat Buruk

    “Nay, congrats!”“Uuuu! Nayli, gue terharu!”“Step akhir, yaitu wisuda. Yeay!”Seruan demi seruang masuk ke gendang telinga Nayli. Bibirnya lantas melengkung, menciptakan lekukan kecil di masing-masing pipi, mata ikut membentuk bulan sabit meski tengah menahan air mata bahagia.Rasa lega, bahagia, haru bercampur aduk menjadi satu. Dia akhirnya bisa menyelesaikan program S-1 jurusan Hubungan Internasional tepat waktu. Dan beberapa menit lalu, kaki terasa lemas setiap langkah kaki menjejak bumi, mengantarkannya keluar dari ruang sidang yang membuat dada seperti sesak, memancing keringat dingin berkucuran.“Makasih, ya, kalian udah nungguin gue keluar.” Dia berheneti sejenak, lalu menarik napas panjang agar rongga dada terasa lebih longgar. Setetes air mata pun tak bisa ditahan lagi, mengalir ke pipi saking bahagia. “Jangan lupa, ya. Nanti malam pada datang ke rumah, kita makan-makan. Kata nyokap g

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-16
  • Mengejar Cinta Mas Dokter    Luka

    Nayli pikir, kecemasan yang sepanjang jalan tadi dia rasakan, tak berdasar sama sekali. Buktinya, sekarang Arya pasti di rumahnya. Mobil Arya sudah terparkir di carport, tepat di samping mobil sang ayah.Langkah kaki Nayli terasa ringan, bibir tersenyum ceria, setelah yakin kalau Arya sengaja datang kemari untuk menemui dirinya dan meminta maaf atas insiden tempo hari. Ah, bahagia rasanya datang bertubi-tubi. Lama tak jumpa, hilang kabar bak ditelan bumi, akhirnya rasa rindu bisa tercurahkan hari ini.“Tadi merengut terus, sekarang senyum-senyum sendiri kayak lagi iklan pasta gigi,” seru Meysa sambil menyenggol bahu Nayli dengan bahunya.“Firasat gue kali ini salah, Mey,” sahut Nayli sambil memeluk erat berbagai buket.Meysa merotasikan patanya. “Ya udah, kita masuk. Sayang lo itu, si Arya, pasti udah nunggu di dalam.”Nayli mengangguk. Lantas dia berlari kecil menaiki tiga undakan tangga sampai ke teras rumah. S

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-16
  • Mengejar Cinta Mas Dokter    Ikhlas untuk Melupakan

    “Mey, Tuhan kejam banget sama gue,” ucap Nayli, lirih. Pandangannya kosong saat menatap kaca lemari yang menempel di salah satu pintunya.Meysa menggeleng. Dia menggenggam erat tangan Nayli, seakan memberikan energi positif agar Nayli masih bisa berpikir jernih.“Lo salah kalau berpikir begitu. Tuhan baik, kok. Masalah jangan diambil kesimpulan dari satu sudut panjang aja. Menurut Tuhan, Arya bukan yang terbaik buat lo, makanya dikasih lihat siapa si Arya sebenarnya. Meskipun dengan cara mematahkan hati lo dulu, pasti Tuhan ganti lagi dengan seeorang yang kelak memberikan hati yang baru.”“Kayaknya, bakal lama buat gue sembuh dari luka ini, Mey.”Lagi-lagi, Meysa menggeleng. “Luka lo pasti kering, kok. Tuhan yang mengatur segala-Nya. Bisa aja, tiba-tiba besok lo jatuh cinta sama seseorang dan lupa sama kejadian hari ini. Kita gak ada yang tahu. Tapi yang jelas, jangan menutup celah bagi siapa pun untuk mencoba mas

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-16
  • Mengejar Cinta Mas Dokter    Hari Wisuda

    “Nay, ayo! Nggak enak sama Tante Ani, loh, kalau telak,” teriak Mia dari ruang keluarga.Terdengar suara pintu dibuka dari lantai dua. Tak lama, Nayli melangkah pelan menuruni satu per satu anak tangga sampai di hadapan sang mama yang menyambutnya dengan senyuman.“Anak Mama selalu cantik. Nggak kayak ....” Dibelainya surai hitam legam Nayli yang dia biarkan tergerai indah hari ini.“Perempuan di rumah ini cantik semua, Ma,” sahut Nayli, seolah menekankan bahwa Fara juga pantas dipuji.Mia mendelik. “Tuan putri Mama sangat baik.”“Ma, cukup. Jangan perpanjang lagi, ya. Ini masalah antara aku, Fara sama Mas Arya. Itu pun semuanya sudah selesai. Jadi, Nayli mohon sama Mama. Jangan berubah sikapnya sama Fara. Dia juga anak Mama walaupun tidak lahir dari rahim Mama. Fara tetap adik kandung aku, walaupun kami beda ibu. Oke, Ma?”Nayli cukup lelah juga melihat sikap sang mama sejak kejadi

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-16
  • Mengejar Cinta Mas Dokter    The Wedding

    "Nay, lo yakin?"Nayli mengangguk, menjawab pertanyaan Meysa.Meysa menatap khawatir Nayli. Meskipun sahabatnya itu sejak tadi pura-pura baik saja, tertawa saat dia melontarkan lelucon, tetapi lewat sorot mata saat kini mereka saling bertukar pandang, Meysa bisa menangkap dengan jalas sorot luka di mata Nayli."Jangan maksain kalau itu hanya bikin lo makin hancur, Nay.""Gue baik-baik aja, Mey. Percaya, deh."Malam ini, mereka sudah ada di hotel. Dan besok pagi, acara akad nikah dilaksanakan di ballroom hotel. Nayli sebagai kakak satu-satunya Fara menjadi salah satu bridesmaid, bersama Meysa yang dengan setia ikut menemani."Kalau besok gue gak hadir sama sekali, yang ada orang-orang bakal berpikir buruk, Mey."Spontan Meysa berdecak. Dia bangkit dari posisi rebahan selama hampir setengah jam. Lalu, berkacak pinggang setelah berhadapan dengan Nayli."Lo mikirin aja omongan orang. Nggak mikirin perasaan sendiri, hah?" Meysa dibu

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-07

Bab terbaru

  • Mengejar Cinta Mas Dokter    Halusinasi?

    “Berhati-hati dengan ucapan, karena akan jadi doa yang terkabul suatu hari nanti.”***Tatapan Nayli kosong ke jalanan. Dagunya ia topang sebagai penyangga, kaca mobil sengaja ia turunkan untuk menghirup aroma kota Jakarta yang sesak, penuh dengan polusi. Tetapi, justru dirindukan Nayli selama beberapa hari liburan ke London.“Non,” panggil Pak Salman. “Kita udah sampai di rumah.”Nayli tersadar begitu melihat sekeliling yang tak asing lagi. Ia langsung turun dari kursi belakang mobil dan matanya langsung disambut halaman luas yang penuh dengan bunga kesukaan mama.Ia mematung menatap bangunan kokoh tak terlalu megah dibandingkam tetangganya. Gaya minimalis, tetapi elegan. Berdominasi cat cokelat dan putih, sesuai permintaan Nayli selaku anak bungsu dari pemilik rumah, keluarga Adam.“Ma! Nayli pulang, nih,” teriak Nayli tanpa mengindahkan Pak Salman yang sedari memanggil namanya pelan.Mata Nayli langsung berbinar begitu melihat orang tuanya duduk berdampingan di kursi ruang t

  • Mengejar Cinta Mas Dokter    Dia, Sean

    “Kalau kamu percaya takdir, aminkan dalam hati kita akan bertemu lagi suatu hari nanti.”Robin Wijayanto***Setelah mengambil koper kesayangannya, ia menoleh ke sana kemari mencari Pak Salman, supir pribadi keluarganya. Nihil. Tak ada sosok pria jangkung dengan jenggot tipis dan kacamata hitam yang menjadi ciri khasnya.“Kebiasan, deh, telat,” dumelnya, menatap jam tangan berbahan stainless putih. Terlihat anggun melingkar di kulitnya yang putih susu, bersih. Hanya ada satu titik hitam kecil di punggung tangan atau biasa disebut tahi lalat.Ia menyentuh layar ponsel dengan logo buah apel sembari mengumpat. Ayolah. Tubuh jenjang yang dibalut dengan gamis merah maroon itu ingin segera beristirahat di ranjang empuk.Kepalanya mendongak bertepatan dengan seseorang yang ia kenali lewat ditemani beberapa orang berpakaian casual di belakangnya.Tubuh tinggi nan kekar juga bahu bidang tengah menarik koper hitam berukuran sedang dan berjalan tergesa-gesa. Dari raut wajah yang Nayli lihat, pri

  • Mengejar Cinta Mas Dokter    Kembali

    Sepuluh hari kemudian ...Nayli. Gadis berpipi tembam seperti bakpau mengembuskan napas lega setelah berhasil duduk di bangku yang sedari tadi dicarinya.Sampai bertemu lagi nanti, London. Ia bergumam menatap langit-langit kota London yang cerah, dengan terik matahari yang membuat kerongkongannya kering.Beberapa penumpang masih berlalu lalang mencari kursi dibantu pramugari berseragam merah, rok selutut. Lagi, dirinya tersenyum mengingat dulu sewaktu kecil pernah bercita-cita menjadi pramugari. Terbang berkeliling dunia dan bertemu orang dari berbagai negara.“Tetap jadi kenangan bagaimana aku dulu ingin jadi seperti mereka.”Perhatiannya kembali ke luar jendela. Memerhatikan betapa panjangnya sayap pesawat. Memang tidak penting, sih, tapi begitulah Nayli.Sesekaliia menggumamkan lirik lagu Alan Walker berjudul On My Way yang ia dengarkan memalui earphone. “Boleh duduk di sini?” pinta seorang pria yang Nayli acuhkan. Tanpa sengaja karena memang gadis yang mengenakan pasmina warna c

  • Mengejar Cinta Mas Dokter    Pergi Sesaat

    Acara sebenarnya masih berlanjut sampai nanti malam. Hanya saja pindah lokasi, ganti konsep jadi garden party. Akan tetapi, sejak satu jam lalu, Nayli memilih untuk pulang lebih dahulu bersama Meysa. Banyak hal yang harus dia urus untuk liburannya ke London.Sejak selesai akad pun, Nayli berusaha mengalihkan pandangan agar tidak tertuju ke panggung. Dia sendiri naik ke panggung hanya dua kali. Pertama saat foto pertama bersama keluarga dan kedua kalinya bersama jajaran bridesmaids yang jumlahnya delapan orang, termasuk dirinya dan Meysa. Sebelum turun panggung, dia sempat berbisik maaf pada Fara. Entah untuk hal apa, yang jelas Nayli merasa plong saat tungkainya terayun menuju salah satu kursi bersama beberapa teman yang diundang juga."Nay," panggil Meysa.Nayli hanya berdeham. Dia masih mengeringkan rambutnya dengan hairdryer. Mengguyur sekujur tumbuh dari ujung ke ujung benar-benar membuatnya lebih rileks, fresh sekarang.Terdengar bunyi bising d

  • Mengejar Cinta Mas Dokter    The Wedding

    "Nay, lo yakin?"Nayli mengangguk, menjawab pertanyaan Meysa.Meysa menatap khawatir Nayli. Meskipun sahabatnya itu sejak tadi pura-pura baik saja, tertawa saat dia melontarkan lelucon, tetapi lewat sorot mata saat kini mereka saling bertukar pandang, Meysa bisa menangkap dengan jalas sorot luka di mata Nayli."Jangan maksain kalau itu hanya bikin lo makin hancur, Nay.""Gue baik-baik aja, Mey. Percaya, deh."Malam ini, mereka sudah ada di hotel. Dan besok pagi, acara akad nikah dilaksanakan di ballroom hotel. Nayli sebagai kakak satu-satunya Fara menjadi salah satu bridesmaid, bersama Meysa yang dengan setia ikut menemani."Kalau besok gue gak hadir sama sekali, yang ada orang-orang bakal berpikir buruk, Mey."Spontan Meysa berdecak. Dia bangkit dari posisi rebahan selama hampir setengah jam. Lalu, berkacak pinggang setelah berhadapan dengan Nayli."Lo mikirin aja omongan orang. Nggak mikirin perasaan sendiri, hah?" Meysa dibu

  • Mengejar Cinta Mas Dokter    Hari Wisuda

    “Nay, ayo! Nggak enak sama Tante Ani, loh, kalau telak,” teriak Mia dari ruang keluarga.Terdengar suara pintu dibuka dari lantai dua. Tak lama, Nayli melangkah pelan menuruni satu per satu anak tangga sampai di hadapan sang mama yang menyambutnya dengan senyuman.“Anak Mama selalu cantik. Nggak kayak ....” Dibelainya surai hitam legam Nayli yang dia biarkan tergerai indah hari ini.“Perempuan di rumah ini cantik semua, Ma,” sahut Nayli, seolah menekankan bahwa Fara juga pantas dipuji.Mia mendelik. “Tuan putri Mama sangat baik.”“Ma, cukup. Jangan perpanjang lagi, ya. Ini masalah antara aku, Fara sama Mas Arya. Itu pun semuanya sudah selesai. Jadi, Nayli mohon sama Mama. Jangan berubah sikapnya sama Fara. Dia juga anak Mama walaupun tidak lahir dari rahim Mama. Fara tetap adik kandung aku, walaupun kami beda ibu. Oke, Ma?”Nayli cukup lelah juga melihat sikap sang mama sejak kejadi

  • Mengejar Cinta Mas Dokter    Ikhlas untuk Melupakan

    “Mey, Tuhan kejam banget sama gue,” ucap Nayli, lirih. Pandangannya kosong saat menatap kaca lemari yang menempel di salah satu pintunya.Meysa menggeleng. Dia menggenggam erat tangan Nayli, seakan memberikan energi positif agar Nayli masih bisa berpikir jernih.“Lo salah kalau berpikir begitu. Tuhan baik, kok. Masalah jangan diambil kesimpulan dari satu sudut panjang aja. Menurut Tuhan, Arya bukan yang terbaik buat lo, makanya dikasih lihat siapa si Arya sebenarnya. Meskipun dengan cara mematahkan hati lo dulu, pasti Tuhan ganti lagi dengan seeorang yang kelak memberikan hati yang baru.”“Kayaknya, bakal lama buat gue sembuh dari luka ini, Mey.”Lagi-lagi, Meysa menggeleng. “Luka lo pasti kering, kok. Tuhan yang mengatur segala-Nya. Bisa aja, tiba-tiba besok lo jatuh cinta sama seseorang dan lupa sama kejadian hari ini. Kita gak ada yang tahu. Tapi yang jelas, jangan menutup celah bagi siapa pun untuk mencoba mas

  • Mengejar Cinta Mas Dokter    Luka

    Nayli pikir, kecemasan yang sepanjang jalan tadi dia rasakan, tak berdasar sama sekali. Buktinya, sekarang Arya pasti di rumahnya. Mobil Arya sudah terparkir di carport, tepat di samping mobil sang ayah.Langkah kaki Nayli terasa ringan, bibir tersenyum ceria, setelah yakin kalau Arya sengaja datang kemari untuk menemui dirinya dan meminta maaf atas insiden tempo hari. Ah, bahagia rasanya datang bertubi-tubi. Lama tak jumpa, hilang kabar bak ditelan bumi, akhirnya rasa rindu bisa tercurahkan hari ini.“Tadi merengut terus, sekarang senyum-senyum sendiri kayak lagi iklan pasta gigi,” seru Meysa sambil menyenggol bahu Nayli dengan bahunya.“Firasat gue kali ini salah, Mey,” sahut Nayli sambil memeluk erat berbagai buket.Meysa merotasikan patanya. “Ya udah, kita masuk. Sayang lo itu, si Arya, pasti udah nunggu di dalam.”Nayli mengangguk. Lantas dia berlari kecil menaiki tiga undakan tangga sampai ke teras rumah. S

  • Mengejar Cinta Mas Dokter    Firasat Buruk

    “Nay, congrats!”“Uuuu! Nayli, gue terharu!”“Step akhir, yaitu wisuda. Yeay!”Seruan demi seruang masuk ke gendang telinga Nayli. Bibirnya lantas melengkung, menciptakan lekukan kecil di masing-masing pipi, mata ikut membentuk bulan sabit meski tengah menahan air mata bahagia.Rasa lega, bahagia, haru bercampur aduk menjadi satu. Dia akhirnya bisa menyelesaikan program S-1 jurusan Hubungan Internasional tepat waktu. Dan beberapa menit lalu, kaki terasa lemas setiap langkah kaki menjejak bumi, mengantarkannya keluar dari ruang sidang yang membuat dada seperti sesak, memancing keringat dingin berkucuran.“Makasih, ya, kalian udah nungguin gue keluar.” Dia berheneti sejenak, lalu menarik napas panjang agar rongga dada terasa lebih longgar. Setetes air mata pun tak bisa ditahan lagi, mengalir ke pipi saking bahagia. “Jangan lupa, ya. Nanti malam pada datang ke rumah, kita makan-makan. Kata nyokap g

DMCA.com Protection Status