Share

Mengejar Cinta Mas Dokter
Mengejar Cinta Mas Dokter
Author: LivLiv

Firasat Buruk

Author: LivLiv
last update Last Updated: 2021-12-16 13:45:24

“Nay, congrats!”

“Uuuu! Nayli, gue terharu!”

“Step akhir, yaitu wisuda. Yeay!”

Seruan demi seruang masuk ke gendang telinga Nayli. Bibirnya lantas melengkung, menciptakan lekukan kecil di masing-masing pipi, mata ikut membentuk bulan sabit meski tengah menahan air mata bahagia.

Rasa lega, bahagia, haru bercampur aduk menjadi satu. Dia akhirnya bisa menyelesaikan program S-1 jurusan Hubungan Internasional tepat waktu. Dan beberapa menit lalu, kaki terasa lemas setiap langkah kaki menjejak bumi, mengantarkannya keluar dari ruang sidang yang membuat dada seperti sesak, memancing keringat dingin berkucuran.

“Makasih, ya, kalian udah nungguin gue keluar.” Dia berheneti sejenak, lalu menarik napas panjang agar rongga dada terasa lebih longgar. Setetes air mata pun tak bisa ditahan lagi, mengalir ke pipi saking bahagia. “Jangan lupa, ya. Nanti malam pada datang ke rumah, kita makan-makan. Kata nyokap gue, syukuran atas anaknya yang cantik ini bisa raih gelar sarjana.”

Satu per satu buket bunga, makanan ringan dari tangan teman-teman Nayli telah berpindah tempat ke dekapannya. Bahkan, nyaris kewalahan jika saja sahabat sejak SD, Meysa tak membantu memegang tiga buket.

Mata Nayli yang berembun menatap satu per satu paras orang-orang di sekelilingnya. Tak ada. Seseorang yang dia harapkan hadir menyambut, mengucapkan selamat, justru menghilang dari pandangan. Bukan hanya hari ini saja, tetapi hampir seminggu sosok Arya bak ditelan bumi. Semua media sosial tidak aktif, pun nomor telepon seluler selalu operator yang menyambut panggilan Nayli.

Tak mungkin hanya karena satu orang, Nayli menghilangkan senyuman. Menghargai para sahabat, lengkungan itu kembali tercetak indah di bibirnya meski sorot mata berubah sendu. Meysa sadar, lantas mendekat dan berbisik di telinga kanan, “Dia emang nggak datang. Nanti gue temenin lo ke rumah Arya buat kelarin masalah kalian berdua.”

“Makasih, Mey,” balas Nayli, sama berbisik.

Sebulan sudah hubungan keduanya tanpa kejelasan. Kalau boleh jujur, Nayli sendiri menyesal karena sudah memulai pertengkaran itu. Padahal hanya masalah kecil, tetapi karena dirinya memang terkadang kekanak-kanakan, selalu membesarkan masalah yang ada.

“Nayli! Nayli!” Seorang perempuan bertubuh gempal tampak lari tergopoh-gopoh di lorong mendekati kerumunan mereka yang belum beranjak dari depan pintu di mana tadi Nayli keluar mengembuskan napas lega.

“Awas! Gempa, guys!” seru salah seorang teman pria, bermaksud bergurau. Dia pun mendapatkan pukulan di bahu dari perempuan tersebut.

Napasnya terengah-engah sambil menyerahkan sebuah selempang hitam dengan sisian emas. Tertulis nama nama Nayli Syifa Dyah, S.IP.

“Sorry ... hah ... gue telat,” ucapnya setelah susah payah meredakan napas yang terputus-putus sambil badan melakukan posisi rukuk, kedua telapak tangan bertumpu di lutut.

“Iya, nih. Si Elis dari tadi baru nongol.”

“Ya, maaf. Ada urusan mendadak,” seru Elis sambil nyengir tak berdosa, ibu jari terangkat.

“Nggak jauh urusan perut,” celetuk teman Nayli yang lain.

Biarlah Nayli mengesampingkan urusan dengan Arya sekarang ini. Karena bukan pemuda itu saja yang berharga dalam hidup Nayli, tetapi para sahabat pun tak kalah penting.

“Ya udah, kalau gitu kita foto-foto aja dulu,” usul Nayli yang diangguki mereka semua.

Saat asyik berfoto ria, satu per satu giliran berdiri di samping Nayli, tiba-tiba ponsel di saku jas almamater terasa bergetar. Terpaksa kesenangan mereka terjeda. Lantas, Nayli merogoh benda pipih tersebut. Tertera mama di layar.

Nay, bisa pulang dulu nggak?

Siap, Ibu negara. Tapi agak lamaan dikit, nggak apa-apa, ya, Ma. Kasihan anak-anak lagi foto bareng sama sarjana baru.

Pesan yang dikirimnya pada sang mama di aplikasi hijau tersebut langsung centang biru. Tertera kalau sang mama tengah mengetik.

Iya, ditunggu, Sayang. Hati-hati di jalannya.

Oh, iya. Selamat, Sayang atas gelar sarjananya. Love u.

Ponsel kembali ke saku jas. Senyum mengembang menyambut ajakan teman-temannya yang belum puas berfoto.

Lima belas menit berlalu.

“Gue pulang dulu, ya. Nyokap nunggu di rumah. Mey, bisa anterin gue, ‘kan? Si Blue masuk bengkel, ngadat dia.”

“Oke,” sahut Meysa seraya mengacungkan ibu jari.

***

“Mey,” panggil Nayli. Meysa hanya menyahut dengan dehaman, fokusnya lurus ke jalanan.

Nayli tampak gelisah. Sejak duduk di mobil, dia tak henti memakinkan jari-jari tangannya. Entah mengetuk-ngetuk layar ponsel, atau memilin tali tas selempang cokelat hadiah dari Arya. Jantungnya pun entah kenapa selalu berdegup lebih kencang dari biasanya, keringat dingin keluar dari telapak tangan.

“Lo kenapa, sih?” tanya Meysa, setelah hening beberapa saat. Padahal tadi Nayli yang memanggilnya lebih dulu, tetapi malah bungkam. Awalnya pun, Meysa ingin abai, mungkin Nayli masih diserang gugup akibat sidangnya tadi. Akan tetapi, dirinya pun ikut merasa terusik. Sempat melirik Nayli, ujung flatshoes hitamnya terus mengentak-entak.

Nayli menoleh. Dia menatap Meysa beberapa saat, lalu menggeleng. “Nggak apa-apa, lo lanjut fokus nyetir aja. Kalau lo lengah, bisa bahaya.”

“Nggak perlu bohong sama gue, Nay. Kita kenal udah lebih dari satu dekade, ya. Lo kalau mau bohongin gue, jangan harap. Jujur aja, deh.” Meysa menghela napas panjang. “Si Arya belum ada kasih kabar, kan?”

Tebakan Meysa seratus persen benar.

Kembali Nayli menekan tombol power ponselnya, massih belum ada notifikasi pesan dari Arya yang sedari tadi dia tunggu. Justru penuh dengan pesan dari teman-teman dan grup yang pastinya isinya sama semua, mengucapkan selamat atas sidang akhir Nayli. Lalu, Nayli menoleh ke kanan, menatap sisi wajah Meysa yang menurutnya lebih cantik, natural daripada dirinya.

“Itu yang bikin lo duduk kayak cacing kepanasan, Nay?”

Nayli mengangguk pelan. Dia menunduk sambil menghela napas panjang. Tak hilang. Rasa tak nyaman di dada, sedikit sesak, urung jua menghilang. Pikiran Nayli masih dipenuhi tentang Arya. Pikiran negatif langsung mendominasi.

“Mey,” cicit Nayli. Dia cukup malu untuk menceritakan hal yang baginya sepele, tapi tidak bisa diabaikan juga. “Gue ... perasaan gue tiba-tiba nggak enak. Kayak ....”

“Kayak sesuatu terjadi sama Arya, iya?” sela Meysa dan langsung diangguki Nayli.

Untung masih lampu merah. Meysa bisa menatap Nayli lekat lebih lama. Setelah terdengar bunyi klakson dari mobil belakang dan ternyata lampu sudah berganti warna, Meysa menghadap depan lagi. Barulah suaranya memotong keheningan selama beberapa detik itu.

“Selama ini, firasat perempuan tentang pasangannya jarang meleset. Misal, tiba-tiba kepikiran dia selingkuh, pasti terbukti. Apalagi, hubungan kalian itu nggak sebentar dan pasti ada ikatan batinnya.”

“Jadi?”

“Jadi, kita lihat beberapa saat lagi. Entah bagaimana cara Tuhan memperlihatkan atas firasat lo itu.”

Nayli tercenung. Dia setuju dengan pendapat Meysa. Hubungan dirinya dengan Arya hampir menginjak angka enam tahun. Segala macam masalah sudah dilalui. Perselingkuhan, salah paham. Apalagi, Nayli yang sering overthingking sering menjadi penyebab pertengkaran kecil itu.

“Nay, gue mau tanya ke lo, nih.”

“Apa?”

“Lo yakin nggak kalau si Arya emang jodoh yang Tuhan kirim? Bukannya gue memperkeruh suasana lo sekarang. Cuma ....” Meysa sengaja menggantungkan kalimatnya sesaat. Ada rasa ragu yang menyusup di hatinya. Entah harus jujur atas apa yang pernah dia lihat tempo hari meskipun Meysa belum tahu sendiri lebih jelas.

“Cuma apa, Mey?” desak Nayli. Perasaan tak enaknya semakin menjadi-jadi. Dia merutuk jarak dari kampus ke rumahnya lumayan jauh ditambah banyak lampu merah dan padatnya kendaraan di jalan.

Meysa menggeleng pelan. Dia yakin, untuk tidak mengatakannya sekarang. Mungkin lain waktu setelah Meysa menyelidiki lebih lanjut sekaligus mencari bukti. Kalau sekarang, takut ucapannya menjadi fitnah dan merusak hubungan  sahabatnya. Dia tahu betul bagaimana watak Nayli.

“Ya ... ngerasa aneh aja gitu sama sikap si Arya sekarang. Lo selalu prioritasin dia sedangkan dia kayaknya nggak. Nggak ada timbal balik yang setimpal aja gitu.”

“Apa yang gue lakuin ke Arya emang atas kemauan diri gue sendiri, Mey. Nggak ada rasa pengen apa yang gue kasih, dia kasih balik.”

“Lo nggak merasa dia berengsek?” tanya Meysa lagi.

Nayli tersenyum simpul. Dia menoleh ke jendela, lebih tepatnya ke kaca spion. “Pada dasarnya, manusia itu punya dua manusia, Mey. Sadar tanpa sadar, ada sisi iblis dan sisi malaikat. Dan tentu dia emang berengsek karena dia manusia.”

Perbincangan mereka berhenti di sana. Mobil Meysa sudah berhenti di dekat pagar rumah Nayli.

“Nay, gue numpang ke kamar mandi, ya. Ada panggilan alam mendesak, nih. Kalau ditunda, bisa-bisa mobil gue masuk ke carwash.”

Nayli hanya mengangguk. Dia lebih dulu keluar dari mobil, lalu membuka pintu belakang. Beberapa buket dari teman-temannya tadi dia bawa ke rumah, dibantu Meysa y ang sudah seperti cacing kepanasan, didesak panggilan alam.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Felicia Aileen
nice opening cant wait to read the next chapter.. boleh kasih tau akun sosmed ga ya soalnya pengen aku share ke sosmed trs tag akun author :)
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Mengejar Cinta Mas Dokter    Luka

    Nayli pikir, kecemasan yang sepanjang jalan tadi dia rasakan, tak berdasar sama sekali. Buktinya, sekarang Arya pasti di rumahnya. Mobil Arya sudah terparkir di carport, tepat di samping mobil sang ayah.Langkah kaki Nayli terasa ringan, bibir tersenyum ceria, setelah yakin kalau Arya sengaja datang kemari untuk menemui dirinya dan meminta maaf atas insiden tempo hari. Ah, bahagia rasanya datang bertubi-tubi. Lama tak jumpa, hilang kabar bak ditelan bumi, akhirnya rasa rindu bisa tercurahkan hari ini.“Tadi merengut terus, sekarang senyum-senyum sendiri kayak lagi iklan pasta gigi,” seru Meysa sambil menyenggol bahu Nayli dengan bahunya.“Firasat gue kali ini salah, Mey,” sahut Nayli sambil memeluk erat berbagai buket.Meysa merotasikan patanya. “Ya udah, kita masuk. Sayang lo itu, si Arya, pasti udah nunggu di dalam.”Nayli mengangguk. Lantas dia berlari kecil menaiki tiga undakan tangga sampai ke teras rumah. S

    Last Updated : 2021-12-16
  • Mengejar Cinta Mas Dokter    Ikhlas untuk Melupakan

    “Mey, Tuhan kejam banget sama gue,” ucap Nayli, lirih. Pandangannya kosong saat menatap kaca lemari yang menempel di salah satu pintunya.Meysa menggeleng. Dia menggenggam erat tangan Nayli, seakan memberikan energi positif agar Nayli masih bisa berpikir jernih.“Lo salah kalau berpikir begitu. Tuhan baik, kok. Masalah jangan diambil kesimpulan dari satu sudut panjang aja. Menurut Tuhan, Arya bukan yang terbaik buat lo, makanya dikasih lihat siapa si Arya sebenarnya. Meskipun dengan cara mematahkan hati lo dulu, pasti Tuhan ganti lagi dengan seeorang yang kelak memberikan hati yang baru.”“Kayaknya, bakal lama buat gue sembuh dari luka ini, Mey.”Lagi-lagi, Meysa menggeleng. “Luka lo pasti kering, kok. Tuhan yang mengatur segala-Nya. Bisa aja, tiba-tiba besok lo jatuh cinta sama seseorang dan lupa sama kejadian hari ini. Kita gak ada yang tahu. Tapi yang jelas, jangan menutup celah bagi siapa pun untuk mencoba mas

    Last Updated : 2021-12-16
  • Mengejar Cinta Mas Dokter    Hari Wisuda

    “Nay, ayo! Nggak enak sama Tante Ani, loh, kalau telak,” teriak Mia dari ruang keluarga.Terdengar suara pintu dibuka dari lantai dua. Tak lama, Nayli melangkah pelan menuruni satu per satu anak tangga sampai di hadapan sang mama yang menyambutnya dengan senyuman.“Anak Mama selalu cantik. Nggak kayak ....” Dibelainya surai hitam legam Nayli yang dia biarkan tergerai indah hari ini.“Perempuan di rumah ini cantik semua, Ma,” sahut Nayli, seolah menekankan bahwa Fara juga pantas dipuji.Mia mendelik. “Tuan putri Mama sangat baik.”“Ma, cukup. Jangan perpanjang lagi, ya. Ini masalah antara aku, Fara sama Mas Arya. Itu pun semuanya sudah selesai. Jadi, Nayli mohon sama Mama. Jangan berubah sikapnya sama Fara. Dia juga anak Mama walaupun tidak lahir dari rahim Mama. Fara tetap adik kandung aku, walaupun kami beda ibu. Oke, Ma?”Nayli cukup lelah juga melihat sikap sang mama sejak kejadi

    Last Updated : 2021-12-16
  • Mengejar Cinta Mas Dokter    The Wedding

    "Nay, lo yakin?"Nayli mengangguk, menjawab pertanyaan Meysa.Meysa menatap khawatir Nayli. Meskipun sahabatnya itu sejak tadi pura-pura baik saja, tertawa saat dia melontarkan lelucon, tetapi lewat sorot mata saat kini mereka saling bertukar pandang, Meysa bisa menangkap dengan jalas sorot luka di mata Nayli."Jangan maksain kalau itu hanya bikin lo makin hancur, Nay.""Gue baik-baik aja, Mey. Percaya, deh."Malam ini, mereka sudah ada di hotel. Dan besok pagi, acara akad nikah dilaksanakan di ballroom hotel. Nayli sebagai kakak satu-satunya Fara menjadi salah satu bridesmaid, bersama Meysa yang dengan setia ikut menemani."Kalau besok gue gak hadir sama sekali, yang ada orang-orang bakal berpikir buruk, Mey."Spontan Meysa berdecak. Dia bangkit dari posisi rebahan selama hampir setengah jam. Lalu, berkacak pinggang setelah berhadapan dengan Nayli."Lo mikirin aja omongan orang. Nggak mikirin perasaan sendiri, hah?" Meysa dibu

    Last Updated : 2022-01-07
  • Mengejar Cinta Mas Dokter    Pergi Sesaat

    Acara sebenarnya masih berlanjut sampai nanti malam. Hanya saja pindah lokasi, ganti konsep jadi garden party. Akan tetapi, sejak satu jam lalu, Nayli memilih untuk pulang lebih dahulu bersama Meysa. Banyak hal yang harus dia urus untuk liburannya ke London.Sejak selesai akad pun, Nayli berusaha mengalihkan pandangan agar tidak tertuju ke panggung. Dia sendiri naik ke panggung hanya dua kali. Pertama saat foto pertama bersama keluarga dan kedua kalinya bersama jajaran bridesmaids yang jumlahnya delapan orang, termasuk dirinya dan Meysa. Sebelum turun panggung, dia sempat berbisik maaf pada Fara. Entah untuk hal apa, yang jelas Nayli merasa plong saat tungkainya terayun menuju salah satu kursi bersama beberapa teman yang diundang juga."Nay," panggil Meysa.Nayli hanya berdeham. Dia masih mengeringkan rambutnya dengan hairdryer. Mengguyur sekujur tumbuh dari ujung ke ujung benar-benar membuatnya lebih rileks, fresh sekarang.Terdengar bunyi bising d

    Last Updated : 2022-01-07
  • Mengejar Cinta Mas Dokter    Kembali

    Sepuluh hari kemudian ...Nayli. Gadis berpipi tembam seperti bakpau mengembuskan napas lega setelah berhasil duduk di bangku yang sedari tadi dicarinya.Sampai bertemu lagi nanti, London. Ia bergumam menatap langit-langit kota London yang cerah, dengan terik matahari yang membuat kerongkongannya kering.Beberapa penumpang masih berlalu lalang mencari kursi dibantu pramugari berseragam merah, rok selutut. Lagi, dirinya tersenyum mengingat dulu sewaktu kecil pernah bercita-cita menjadi pramugari. Terbang berkeliling dunia dan bertemu orang dari berbagai negara.“Tetap jadi kenangan bagaimana aku dulu ingin jadi seperti mereka.”Perhatiannya kembali ke luar jendela. Memerhatikan betapa panjangnya sayap pesawat. Memang tidak penting, sih, tapi begitulah Nayli.Sesekaliia menggumamkan lirik lagu Alan Walker berjudul On My Way yang ia dengarkan memalui earphone. “Boleh duduk di sini?” pinta seorang pria yang Nayli acuhkan. Tanpa sengaja karena memang gadis yang mengenakan pasmina warna c

    Last Updated : 2022-12-12
  • Mengejar Cinta Mas Dokter    Dia, Sean

    “Kalau kamu percaya takdir, aminkan dalam hati kita akan bertemu lagi suatu hari nanti.”Robin Wijayanto***Setelah mengambil koper kesayangannya, ia menoleh ke sana kemari mencari Pak Salman, supir pribadi keluarganya. Nihil. Tak ada sosok pria jangkung dengan jenggot tipis dan kacamata hitam yang menjadi ciri khasnya.“Kebiasan, deh, telat,” dumelnya, menatap jam tangan berbahan stainless putih. Terlihat anggun melingkar di kulitnya yang putih susu, bersih. Hanya ada satu titik hitam kecil di punggung tangan atau biasa disebut tahi lalat.Ia menyentuh layar ponsel dengan logo buah apel sembari mengumpat. Ayolah. Tubuh jenjang yang dibalut dengan gamis merah maroon itu ingin segera beristirahat di ranjang empuk.Kepalanya mendongak bertepatan dengan seseorang yang ia kenali lewat ditemani beberapa orang berpakaian casual di belakangnya.Tubuh tinggi nan kekar juga bahu bidang tengah menarik koper hitam berukuran sedang dan berjalan tergesa-gesa. Dari raut wajah yang Nayli lihat, pri

    Last Updated : 2022-12-15
  • Mengejar Cinta Mas Dokter    Halusinasi?

    “Berhati-hati dengan ucapan, karena akan jadi doa yang terkabul suatu hari nanti.”***Tatapan Nayli kosong ke jalanan. Dagunya ia topang sebagai penyangga, kaca mobil sengaja ia turunkan untuk menghirup aroma kota Jakarta yang sesak, penuh dengan polusi. Tetapi, justru dirindukan Nayli selama beberapa hari liburan ke London.“Non,” panggil Pak Salman. “Kita udah sampai di rumah.”Nayli tersadar begitu melihat sekeliling yang tak asing lagi. Ia langsung turun dari kursi belakang mobil dan matanya langsung disambut halaman luas yang penuh dengan bunga kesukaan mama.Ia mematung menatap bangunan kokoh tak terlalu megah dibandingkam tetangganya. Gaya minimalis, tetapi elegan. Berdominasi cat cokelat dan putih, sesuai permintaan Nayli selaku anak bungsu dari pemilik rumah, keluarga Adam.“Ma! Nayli pulang, nih,” teriak Nayli tanpa mengindahkan Pak Salman yang sedari memanggil namanya pelan.Mata Nayli langsung berbinar begitu melihat orang tuanya duduk berdampingan di kursi ruang t

    Last Updated : 2022-12-15

Latest chapter

  • Mengejar Cinta Mas Dokter    Halusinasi?

    “Berhati-hati dengan ucapan, karena akan jadi doa yang terkabul suatu hari nanti.”***Tatapan Nayli kosong ke jalanan. Dagunya ia topang sebagai penyangga, kaca mobil sengaja ia turunkan untuk menghirup aroma kota Jakarta yang sesak, penuh dengan polusi. Tetapi, justru dirindukan Nayli selama beberapa hari liburan ke London.“Non,” panggil Pak Salman. “Kita udah sampai di rumah.”Nayli tersadar begitu melihat sekeliling yang tak asing lagi. Ia langsung turun dari kursi belakang mobil dan matanya langsung disambut halaman luas yang penuh dengan bunga kesukaan mama.Ia mematung menatap bangunan kokoh tak terlalu megah dibandingkam tetangganya. Gaya minimalis, tetapi elegan. Berdominasi cat cokelat dan putih, sesuai permintaan Nayli selaku anak bungsu dari pemilik rumah, keluarga Adam.“Ma! Nayli pulang, nih,” teriak Nayli tanpa mengindahkan Pak Salman yang sedari memanggil namanya pelan.Mata Nayli langsung berbinar begitu melihat orang tuanya duduk berdampingan di kursi ruang t

  • Mengejar Cinta Mas Dokter    Dia, Sean

    “Kalau kamu percaya takdir, aminkan dalam hati kita akan bertemu lagi suatu hari nanti.”Robin Wijayanto***Setelah mengambil koper kesayangannya, ia menoleh ke sana kemari mencari Pak Salman, supir pribadi keluarganya. Nihil. Tak ada sosok pria jangkung dengan jenggot tipis dan kacamata hitam yang menjadi ciri khasnya.“Kebiasan, deh, telat,” dumelnya, menatap jam tangan berbahan stainless putih. Terlihat anggun melingkar di kulitnya yang putih susu, bersih. Hanya ada satu titik hitam kecil di punggung tangan atau biasa disebut tahi lalat.Ia menyentuh layar ponsel dengan logo buah apel sembari mengumpat. Ayolah. Tubuh jenjang yang dibalut dengan gamis merah maroon itu ingin segera beristirahat di ranjang empuk.Kepalanya mendongak bertepatan dengan seseorang yang ia kenali lewat ditemani beberapa orang berpakaian casual di belakangnya.Tubuh tinggi nan kekar juga bahu bidang tengah menarik koper hitam berukuran sedang dan berjalan tergesa-gesa. Dari raut wajah yang Nayli lihat, pri

  • Mengejar Cinta Mas Dokter    Kembali

    Sepuluh hari kemudian ...Nayli. Gadis berpipi tembam seperti bakpau mengembuskan napas lega setelah berhasil duduk di bangku yang sedari tadi dicarinya.Sampai bertemu lagi nanti, London. Ia bergumam menatap langit-langit kota London yang cerah, dengan terik matahari yang membuat kerongkongannya kering.Beberapa penumpang masih berlalu lalang mencari kursi dibantu pramugari berseragam merah, rok selutut. Lagi, dirinya tersenyum mengingat dulu sewaktu kecil pernah bercita-cita menjadi pramugari. Terbang berkeliling dunia dan bertemu orang dari berbagai negara.“Tetap jadi kenangan bagaimana aku dulu ingin jadi seperti mereka.”Perhatiannya kembali ke luar jendela. Memerhatikan betapa panjangnya sayap pesawat. Memang tidak penting, sih, tapi begitulah Nayli.Sesekaliia menggumamkan lirik lagu Alan Walker berjudul On My Way yang ia dengarkan memalui earphone. “Boleh duduk di sini?” pinta seorang pria yang Nayli acuhkan. Tanpa sengaja karena memang gadis yang mengenakan pasmina warna c

  • Mengejar Cinta Mas Dokter    Pergi Sesaat

    Acara sebenarnya masih berlanjut sampai nanti malam. Hanya saja pindah lokasi, ganti konsep jadi garden party. Akan tetapi, sejak satu jam lalu, Nayli memilih untuk pulang lebih dahulu bersama Meysa. Banyak hal yang harus dia urus untuk liburannya ke London.Sejak selesai akad pun, Nayli berusaha mengalihkan pandangan agar tidak tertuju ke panggung. Dia sendiri naik ke panggung hanya dua kali. Pertama saat foto pertama bersama keluarga dan kedua kalinya bersama jajaran bridesmaids yang jumlahnya delapan orang, termasuk dirinya dan Meysa. Sebelum turun panggung, dia sempat berbisik maaf pada Fara. Entah untuk hal apa, yang jelas Nayli merasa plong saat tungkainya terayun menuju salah satu kursi bersama beberapa teman yang diundang juga."Nay," panggil Meysa.Nayli hanya berdeham. Dia masih mengeringkan rambutnya dengan hairdryer. Mengguyur sekujur tumbuh dari ujung ke ujung benar-benar membuatnya lebih rileks, fresh sekarang.Terdengar bunyi bising d

  • Mengejar Cinta Mas Dokter    The Wedding

    "Nay, lo yakin?"Nayli mengangguk, menjawab pertanyaan Meysa.Meysa menatap khawatir Nayli. Meskipun sahabatnya itu sejak tadi pura-pura baik saja, tertawa saat dia melontarkan lelucon, tetapi lewat sorot mata saat kini mereka saling bertukar pandang, Meysa bisa menangkap dengan jalas sorot luka di mata Nayli."Jangan maksain kalau itu hanya bikin lo makin hancur, Nay.""Gue baik-baik aja, Mey. Percaya, deh."Malam ini, mereka sudah ada di hotel. Dan besok pagi, acara akad nikah dilaksanakan di ballroom hotel. Nayli sebagai kakak satu-satunya Fara menjadi salah satu bridesmaid, bersama Meysa yang dengan setia ikut menemani."Kalau besok gue gak hadir sama sekali, yang ada orang-orang bakal berpikir buruk, Mey."Spontan Meysa berdecak. Dia bangkit dari posisi rebahan selama hampir setengah jam. Lalu, berkacak pinggang setelah berhadapan dengan Nayli."Lo mikirin aja omongan orang. Nggak mikirin perasaan sendiri, hah?" Meysa dibu

  • Mengejar Cinta Mas Dokter    Hari Wisuda

    “Nay, ayo! Nggak enak sama Tante Ani, loh, kalau telak,” teriak Mia dari ruang keluarga.Terdengar suara pintu dibuka dari lantai dua. Tak lama, Nayli melangkah pelan menuruni satu per satu anak tangga sampai di hadapan sang mama yang menyambutnya dengan senyuman.“Anak Mama selalu cantik. Nggak kayak ....” Dibelainya surai hitam legam Nayli yang dia biarkan tergerai indah hari ini.“Perempuan di rumah ini cantik semua, Ma,” sahut Nayli, seolah menekankan bahwa Fara juga pantas dipuji.Mia mendelik. “Tuan putri Mama sangat baik.”“Ma, cukup. Jangan perpanjang lagi, ya. Ini masalah antara aku, Fara sama Mas Arya. Itu pun semuanya sudah selesai. Jadi, Nayli mohon sama Mama. Jangan berubah sikapnya sama Fara. Dia juga anak Mama walaupun tidak lahir dari rahim Mama. Fara tetap adik kandung aku, walaupun kami beda ibu. Oke, Ma?”Nayli cukup lelah juga melihat sikap sang mama sejak kejadi

  • Mengejar Cinta Mas Dokter    Ikhlas untuk Melupakan

    “Mey, Tuhan kejam banget sama gue,” ucap Nayli, lirih. Pandangannya kosong saat menatap kaca lemari yang menempel di salah satu pintunya.Meysa menggeleng. Dia menggenggam erat tangan Nayli, seakan memberikan energi positif agar Nayli masih bisa berpikir jernih.“Lo salah kalau berpikir begitu. Tuhan baik, kok. Masalah jangan diambil kesimpulan dari satu sudut panjang aja. Menurut Tuhan, Arya bukan yang terbaik buat lo, makanya dikasih lihat siapa si Arya sebenarnya. Meskipun dengan cara mematahkan hati lo dulu, pasti Tuhan ganti lagi dengan seeorang yang kelak memberikan hati yang baru.”“Kayaknya, bakal lama buat gue sembuh dari luka ini, Mey.”Lagi-lagi, Meysa menggeleng. “Luka lo pasti kering, kok. Tuhan yang mengatur segala-Nya. Bisa aja, tiba-tiba besok lo jatuh cinta sama seseorang dan lupa sama kejadian hari ini. Kita gak ada yang tahu. Tapi yang jelas, jangan menutup celah bagi siapa pun untuk mencoba mas

  • Mengejar Cinta Mas Dokter    Luka

    Nayli pikir, kecemasan yang sepanjang jalan tadi dia rasakan, tak berdasar sama sekali. Buktinya, sekarang Arya pasti di rumahnya. Mobil Arya sudah terparkir di carport, tepat di samping mobil sang ayah.Langkah kaki Nayli terasa ringan, bibir tersenyum ceria, setelah yakin kalau Arya sengaja datang kemari untuk menemui dirinya dan meminta maaf atas insiden tempo hari. Ah, bahagia rasanya datang bertubi-tubi. Lama tak jumpa, hilang kabar bak ditelan bumi, akhirnya rasa rindu bisa tercurahkan hari ini.“Tadi merengut terus, sekarang senyum-senyum sendiri kayak lagi iklan pasta gigi,” seru Meysa sambil menyenggol bahu Nayli dengan bahunya.“Firasat gue kali ini salah, Mey,” sahut Nayli sambil memeluk erat berbagai buket.Meysa merotasikan patanya. “Ya udah, kita masuk. Sayang lo itu, si Arya, pasti udah nunggu di dalam.”Nayli mengangguk. Lantas dia berlari kecil menaiki tiga undakan tangga sampai ke teras rumah. S

  • Mengejar Cinta Mas Dokter    Firasat Buruk

    “Nay, congrats!”“Uuuu! Nayli, gue terharu!”“Step akhir, yaitu wisuda. Yeay!”Seruan demi seruang masuk ke gendang telinga Nayli. Bibirnya lantas melengkung, menciptakan lekukan kecil di masing-masing pipi, mata ikut membentuk bulan sabit meski tengah menahan air mata bahagia.Rasa lega, bahagia, haru bercampur aduk menjadi satu. Dia akhirnya bisa menyelesaikan program S-1 jurusan Hubungan Internasional tepat waktu. Dan beberapa menit lalu, kaki terasa lemas setiap langkah kaki menjejak bumi, mengantarkannya keluar dari ruang sidang yang membuat dada seperti sesak, memancing keringat dingin berkucuran.“Makasih, ya, kalian udah nungguin gue keluar.” Dia berheneti sejenak, lalu menarik napas panjang agar rongga dada terasa lebih longgar. Setetes air mata pun tak bisa ditahan lagi, mengalir ke pipi saking bahagia. “Jangan lupa, ya. Nanti malam pada datang ke rumah, kita makan-makan. Kata nyokap g

DMCA.com Protection Status