Share

The Wedding

Penulis: LivLiv
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Nay, lo yakin?"

Nayli mengangguk, menjawab pertanyaan Meysa.

Meysa menatap khawatir Nayli. Meskipun sahabatnya itu sejak tadi pura-pura baik saja, tertawa saat dia melontarkan lelucon, tetapi lewat sorot mata saat kini mereka saling bertukar pandang, Meysa bisa menangkap dengan jalas sorot luka di mata Nayli.

"Jangan maksain kalau itu hanya bikin lo makin hancur, Nay."

"Gue baik-baik aja, Mey. Percaya, deh."

Malam ini, mereka sudah ada di hotel. Dan besok pagi, acara akad nikah dilaksanakan di ballroom hotel. Nayli sebagai kakak satu-satunya Fara menjadi salah satu bridesmaid, bersama Meysa yang dengan setia ikut menemani.

"Kalau besok gue gak hadir sama sekali, yang ada orang-orang bakal berpikir buruk, Mey."

Spontan Meysa berdecak. Dia bangkit dari posisi rebahan selama hampir setengah jam. Lalu, berkacak pinggang setelah berhadapan dengan Nayli.

"Lo mikirin aja omongan orang. Nggak mikirin perasaan sendiri, hah?" Meysa dibuat geram sendiri gara-gara sikap Nayli sekarang. "Please, seenggaknya lo protect diri sendiri dari luka yang bisa bikin hidup lo makin kacau, hati makin hancur."

"Gue juga gak mau bikin renggang hubungan dalam keluarga. Lo tahu 'kan, nyokap gimana sama Fara sekarang?"

"Susah ngomong sama orang yang lebih mentingin hal lain daripada hidupnya sendiri."

Daripada terus berdebat panjang, yang berujung percuma karena Nayli pasti memiliki ribuan alasan untuk menyangkal setiap ucapan Mesya. Meysa membanting tubuhnya kembali ke ranjang. Wajahnya sengaja ditenggelamkan di bantal, alih-alih menikmati pemandangan malam dari balik bangunan tinggi di tengah-tengah ibu kota.

Sedangkan Nayli, memilih beranjak ke kamar mandi. Bukan untuk urusan alam atau mandi, dia menyalakan keran agar suara tangisnya bisa teredam.

Dia membenarkan ucapan Meysa tadi. Dia tidak baik-baik saja. Padahal, setiap detik dia selalu menggumamkan kata baik-baik saja, tetapi nyatanya semakin hari, luka itu kian menganga. Kian menyiksa diri hingga rasanya dia kesulitan untuk meraup oksigen setiap kali dadanya sesak.

*** 

"Mbak, sekali lagi maafin Fara," ucap Fara, wajahnya menunduk, tak berani untuk sebatas menatap pantulan dirinya dan Nayli di cermin.

Nayli menggeleng pelan. Kedua tangannya telah bertumpu di bahu Fara.

"Semua kesalahan kamu udah Mbak maafin, Far. Selama ini, Mbak jagain jodoh kamu, ya, ternyata." Nayli terkekeh. Kedua sudut matanya sedikit basah. Segera dia hapus dengan punggung tangannya.

"Hari ini, kamu resmi jadi istrinya Arya. Mbak harap, kamu jadi istri yang baik, jangan manja terus. Ingat! Ada bayi dalam kandungan kamu."

Detik itu juga, Fara merengkuh pinggang Nayali, memeluknya erat sampai terdengar isak tangis dari bibir kecil dipoles lipstik warna pink.

Nayli tertegun. Dia menatap pantulan dirinya sendiri. Riasan natural membingkai wajahnya, membuat Nayli sendiri agak pangling. Dipaksakan senyum saat tangan kanannya mengelus punggung Fara. Lalu, saat pelukan Fara dirasa longgar, dia segera menangkup dagu Fara sampai sang adik menengadah.

"Riasan kamu bisa luntur. Kasihan yang make up, harus benerin lagi. Jadi, kamu gak boleh nangis, ya. Mau jadi ratu sehari, kok, malah sedih begini."

Nayli terkekeh pelan seraya menekan-nekan pelan kedua sudut mata Fara dengan tisu. Takut terlalu banyak make up yang terhapus.

Terdengar sayup-sayup langkah kaki mendekat ke ruangan yang sejak tadi diisi Nayli dan Fara. Kemudian, pintu terbuka hampir sempurna. Dua orang muncul dari balik pintu, berseragam abu-abu.

"Mbak, kita acaranya sudah mau mulai. Kita ke sana sekarang, ya."

Dari yang Nayli tahu, dua orang itu salah satu crew dari WO yang keluarganya sewa untuk acara pernikahan hari ini.

Nayli mengiakan.

"Ayo, Far. Mbak bantu jalan, ya."

Heels setinggi lima senti seharusnya tak menyulitkan langkah Fara, mengingat dia sudah sering menggunakan yang setinggi itu. Hanya saja, gaun putih dihiasi Swarovski di bagian sepanjang dua meter ke belakang itu menyulitkannya untuk melanhkah. Sehingga, Nayli memegangi tangan Fara dan kedua orang dari WO membantunya memegangi gaun yang tadi sempat tergusur, menyapu lantai. 

***

Pintu utama ballroom terbuka lebar. Seluruh pandangan tamu undangan langsung menyambut kedatangan Nayli di sisi kanan juga Meysa di sisi kiri Fara membantu Fara melangkah dengan anggun, menjejaki karpet putih yang digelar hingga ke tempat akad di tengah ruangan.

Terdengar suara MC di panggung menyambut kedatangan mereka sambil menyampaikan rasa takjub akan kecantikan Fara hari ini. Namun, dari beberapa tamu undangan yang tahu tentang hubungan Nayli dengan Arya, justru menatap perempuan di sisi kanan Fara kasihan, iba. Pun tak lupa saling berbisik, melayangkan gosip demi gosip yang berujung fitnah. Dari semua itu, disimpulkan kalau pendapat mereka Fara lah sosok antagonis bagi Nayli.

"Mbak tinggal dulu, ya," bisik Nayli usai Fara duduk di sebelah Arya. Dia melirik Arya yang tengah menatapnya, lalu menatap sang ayah yang tengah tersenyum penuh arti.

Bersama Meysa, Nayli mengambil duduk di salah satu kursi di jajaran paling depan. Dia kini telah diapit sang mama juga Meysa.

Jemari Nayli bergerak gelisah. Dia menunduk, menatap rok kebaya berwarna maroon senada dengan atasnya. Jika diperbolehkan, dia ingin tuli untuk beberapa saat. Tak sanggup rasanya mendengar ijab yang diucapkan sang ayah, lalu qobul diucapkan Arya. Lebih sakitnya lagi, membuat jantungnya terasa sakit, nama yang ucapkan sang ayah dan Arya bukanlah dirinya, melainkan Fara. Impiannya telah hancur sejak lama, semakin hancur saat perempuan itu adalah adiknya sendiri.

"Sah?" tanya penghulu, lalu dijawab oleh kedua saksi dari masing-masing pihak pengantin.

Hancur. Dunia Nayli benar-benar hancur. Dia semakin menunduk dalam, menyembunyikan tetes demi tetes air mata yang luruh ke pipi.

"Nay," panggil sang mama dan Meysa berbarengan.

Keduanya sejak tadi lebih fokus pada Nayli. Hanya saja, tak bisa berbuat apa-apa karena tak ingin terlihat mencolok di mata tamu undangan.

Nayli menghirup napas panjang, lalu kepalanya terangkat. Air mata terpaksa dia hentikan, walaupun dia masih belum puas.

"Ternyata, aku selama ini pakai topeng, ya." Matanya memerah saat menatap sepasang suami istri yang baru di resmikan. "Aku bilang ikhlas, padahal sakit. Aku bilang gak apa-apa, padahal nggak. Tuhan jahat banget, ya, sama aku sampai ngasih cobaan kayak gini?"

Digenggamnya tangan Nayli erat. Melihat sang sahabat berada di titik hancur seperti sekarang ini, apalagi dipaksa terlihat bahagia di depan khalayak umum, membuatnya ikut merasakan sakit.

"Jodoh kamu udah menunggu, Nay. Yang pasti, nggak jahat kayak si Arya," pesan Meysa, berusaha menghibur Nayli.

"Sayang, Mama ke depan dulu, ya," sela sang mama. Baru saja, MC memanggilnya ke atas panggung untuk prosesi penyerahan seserahan dari ibu pengantin laki-laki ke pengantin perempuan. Lalu, duduk di salah satu kursi di pelaminan bersama Ayah.

"Nay, kita ke kamar aja, yuk," ajak Meysa, tak tega kalau Nayli harus terus berusaha di sana.

Hati Nayli rasanya mencelos saat matanya bertubrukan dengan manik mata seorang pria berjas putih di atas panggung pelaminan. Buru-buru dia membuang muka sambil menggeleng, menjawab pertanyaan Meysa.

"Kalau nggak di sini, kasihan Fara. Dia pasti sedih."

Meysa pasrah. Dia setia duduk di sebelah Nayli, menemani Nayli. Matanya menjelajah sekitar, mengamati dekorasi acara hari ini. Semua serba putih sesuai keinginan Fara. Namun, setelah diteliti lagi, Meysa menyadari sesuatu. Ingatannya terlempar ke kejadian satu tahun lalu, di mana dia dan Nayli membicarakan tentang pernikahan impian mereka seperti apa.

"Kayak impian Nayli?" tanyanya pada sendiri.

"Kamu ngomong apa barusan, Mey?"

Meysa buru-buru menggeleng sambil menyengir lebar.

Mati-matian dia menahan diri untuk ti dak mencecar Fara, adik Nayli yang menurutnya sudah kelewatan. Merebut segala impian indah Nayli.

Bab terkait

  • Mengejar Cinta Mas Dokter    Pergi Sesaat

    Acara sebenarnya masih berlanjut sampai nanti malam. Hanya saja pindah lokasi, ganti konsep jadi garden party. Akan tetapi, sejak satu jam lalu, Nayli memilih untuk pulang lebih dahulu bersama Meysa. Banyak hal yang harus dia urus untuk liburannya ke London.Sejak selesai akad pun, Nayli berusaha mengalihkan pandangan agar tidak tertuju ke panggung. Dia sendiri naik ke panggung hanya dua kali. Pertama saat foto pertama bersama keluarga dan kedua kalinya bersama jajaran bridesmaids yang jumlahnya delapan orang, termasuk dirinya dan Meysa. Sebelum turun panggung, dia sempat berbisik maaf pada Fara. Entah untuk hal apa, yang jelas Nayli merasa plong saat tungkainya terayun menuju salah satu kursi bersama beberapa teman yang diundang juga."Nay," panggil Meysa.Nayli hanya berdeham. Dia masih mengeringkan rambutnya dengan hairdryer. Mengguyur sekujur tumbuh dari ujung ke ujung benar-benar membuatnya lebih rileks, fresh sekarang.Terdengar bunyi bising d

  • Mengejar Cinta Mas Dokter    Kembali

    Sepuluh hari kemudian ...Nayli. Gadis berpipi tembam seperti bakpau mengembuskan napas lega setelah berhasil duduk di bangku yang sedari tadi dicarinya.Sampai bertemu lagi nanti, London. Ia bergumam menatap langit-langit kota London yang cerah, dengan terik matahari yang membuat kerongkongannya kering.Beberapa penumpang masih berlalu lalang mencari kursi dibantu pramugari berseragam merah, rok selutut. Lagi, dirinya tersenyum mengingat dulu sewaktu kecil pernah bercita-cita menjadi pramugari. Terbang berkeliling dunia dan bertemu orang dari berbagai negara.“Tetap jadi kenangan bagaimana aku dulu ingin jadi seperti mereka.”Perhatiannya kembali ke luar jendela. Memerhatikan betapa panjangnya sayap pesawat. Memang tidak penting, sih, tapi begitulah Nayli.Sesekaliia menggumamkan lirik lagu Alan Walker berjudul On My Way yang ia dengarkan memalui earphone. “Boleh duduk di sini?” pinta seorang pria yang Nayli acuhkan. Tanpa sengaja karena memang gadis yang mengenakan pasmina warna c

  • Mengejar Cinta Mas Dokter    Dia, Sean

    “Kalau kamu percaya takdir, aminkan dalam hati kita akan bertemu lagi suatu hari nanti.”Robin Wijayanto***Setelah mengambil koper kesayangannya, ia menoleh ke sana kemari mencari Pak Salman, supir pribadi keluarganya. Nihil. Tak ada sosok pria jangkung dengan jenggot tipis dan kacamata hitam yang menjadi ciri khasnya.“Kebiasan, deh, telat,” dumelnya, menatap jam tangan berbahan stainless putih. Terlihat anggun melingkar di kulitnya yang putih susu, bersih. Hanya ada satu titik hitam kecil di punggung tangan atau biasa disebut tahi lalat.Ia menyentuh layar ponsel dengan logo buah apel sembari mengumpat. Ayolah. Tubuh jenjang yang dibalut dengan gamis merah maroon itu ingin segera beristirahat di ranjang empuk.Kepalanya mendongak bertepatan dengan seseorang yang ia kenali lewat ditemani beberapa orang berpakaian casual di belakangnya.Tubuh tinggi nan kekar juga bahu bidang tengah menarik koper hitam berukuran sedang dan berjalan tergesa-gesa. Dari raut wajah yang Nayli lihat, pri

  • Mengejar Cinta Mas Dokter    Halusinasi?

    “Berhati-hati dengan ucapan, karena akan jadi doa yang terkabul suatu hari nanti.”***Tatapan Nayli kosong ke jalanan. Dagunya ia topang sebagai penyangga, kaca mobil sengaja ia turunkan untuk menghirup aroma kota Jakarta yang sesak, penuh dengan polusi. Tetapi, justru dirindukan Nayli selama beberapa hari liburan ke London.“Non,” panggil Pak Salman. “Kita udah sampai di rumah.”Nayli tersadar begitu melihat sekeliling yang tak asing lagi. Ia langsung turun dari kursi belakang mobil dan matanya langsung disambut halaman luas yang penuh dengan bunga kesukaan mama.Ia mematung menatap bangunan kokoh tak terlalu megah dibandingkam tetangganya. Gaya minimalis, tetapi elegan. Berdominasi cat cokelat dan putih, sesuai permintaan Nayli selaku anak bungsu dari pemilik rumah, keluarga Adam.“Ma! Nayli pulang, nih,” teriak Nayli tanpa mengindahkan Pak Salman yang sedari memanggil namanya pelan.Mata Nayli langsung berbinar begitu melihat orang tuanya duduk berdampingan di kursi ruang t

  • Mengejar Cinta Mas Dokter    Firasat Buruk

    “Nay, congrats!”“Uuuu! Nayli, gue terharu!”“Step akhir, yaitu wisuda. Yeay!”Seruan demi seruang masuk ke gendang telinga Nayli. Bibirnya lantas melengkung, menciptakan lekukan kecil di masing-masing pipi, mata ikut membentuk bulan sabit meski tengah menahan air mata bahagia.Rasa lega, bahagia, haru bercampur aduk menjadi satu. Dia akhirnya bisa menyelesaikan program S-1 jurusan Hubungan Internasional tepat waktu. Dan beberapa menit lalu, kaki terasa lemas setiap langkah kaki menjejak bumi, mengantarkannya keluar dari ruang sidang yang membuat dada seperti sesak, memancing keringat dingin berkucuran.“Makasih, ya, kalian udah nungguin gue keluar.” Dia berheneti sejenak, lalu menarik napas panjang agar rongga dada terasa lebih longgar. Setetes air mata pun tak bisa ditahan lagi, mengalir ke pipi saking bahagia. “Jangan lupa, ya. Nanti malam pada datang ke rumah, kita makan-makan. Kata nyokap g

  • Mengejar Cinta Mas Dokter    Luka

    Nayli pikir, kecemasan yang sepanjang jalan tadi dia rasakan, tak berdasar sama sekali. Buktinya, sekarang Arya pasti di rumahnya. Mobil Arya sudah terparkir di carport, tepat di samping mobil sang ayah.Langkah kaki Nayli terasa ringan, bibir tersenyum ceria, setelah yakin kalau Arya sengaja datang kemari untuk menemui dirinya dan meminta maaf atas insiden tempo hari. Ah, bahagia rasanya datang bertubi-tubi. Lama tak jumpa, hilang kabar bak ditelan bumi, akhirnya rasa rindu bisa tercurahkan hari ini.“Tadi merengut terus, sekarang senyum-senyum sendiri kayak lagi iklan pasta gigi,” seru Meysa sambil menyenggol bahu Nayli dengan bahunya.“Firasat gue kali ini salah, Mey,” sahut Nayli sambil memeluk erat berbagai buket.Meysa merotasikan patanya. “Ya udah, kita masuk. Sayang lo itu, si Arya, pasti udah nunggu di dalam.”Nayli mengangguk. Lantas dia berlari kecil menaiki tiga undakan tangga sampai ke teras rumah. S

  • Mengejar Cinta Mas Dokter    Ikhlas untuk Melupakan

    “Mey, Tuhan kejam banget sama gue,” ucap Nayli, lirih. Pandangannya kosong saat menatap kaca lemari yang menempel di salah satu pintunya.Meysa menggeleng. Dia menggenggam erat tangan Nayli, seakan memberikan energi positif agar Nayli masih bisa berpikir jernih.“Lo salah kalau berpikir begitu. Tuhan baik, kok. Masalah jangan diambil kesimpulan dari satu sudut panjang aja. Menurut Tuhan, Arya bukan yang terbaik buat lo, makanya dikasih lihat siapa si Arya sebenarnya. Meskipun dengan cara mematahkan hati lo dulu, pasti Tuhan ganti lagi dengan seeorang yang kelak memberikan hati yang baru.”“Kayaknya, bakal lama buat gue sembuh dari luka ini, Mey.”Lagi-lagi, Meysa menggeleng. “Luka lo pasti kering, kok. Tuhan yang mengatur segala-Nya. Bisa aja, tiba-tiba besok lo jatuh cinta sama seseorang dan lupa sama kejadian hari ini. Kita gak ada yang tahu. Tapi yang jelas, jangan menutup celah bagi siapa pun untuk mencoba mas

  • Mengejar Cinta Mas Dokter    Hari Wisuda

    “Nay, ayo! Nggak enak sama Tante Ani, loh, kalau telak,” teriak Mia dari ruang keluarga.Terdengar suara pintu dibuka dari lantai dua. Tak lama, Nayli melangkah pelan menuruni satu per satu anak tangga sampai di hadapan sang mama yang menyambutnya dengan senyuman.“Anak Mama selalu cantik. Nggak kayak ....” Dibelainya surai hitam legam Nayli yang dia biarkan tergerai indah hari ini.“Perempuan di rumah ini cantik semua, Ma,” sahut Nayli, seolah menekankan bahwa Fara juga pantas dipuji.Mia mendelik. “Tuan putri Mama sangat baik.”“Ma, cukup. Jangan perpanjang lagi, ya. Ini masalah antara aku, Fara sama Mas Arya. Itu pun semuanya sudah selesai. Jadi, Nayli mohon sama Mama. Jangan berubah sikapnya sama Fara. Dia juga anak Mama walaupun tidak lahir dari rahim Mama. Fara tetap adik kandung aku, walaupun kami beda ibu. Oke, Ma?”Nayli cukup lelah juga melihat sikap sang mama sejak kejadi

Bab terbaru

  • Mengejar Cinta Mas Dokter    Halusinasi?

    “Berhati-hati dengan ucapan, karena akan jadi doa yang terkabul suatu hari nanti.”***Tatapan Nayli kosong ke jalanan. Dagunya ia topang sebagai penyangga, kaca mobil sengaja ia turunkan untuk menghirup aroma kota Jakarta yang sesak, penuh dengan polusi. Tetapi, justru dirindukan Nayli selama beberapa hari liburan ke London.“Non,” panggil Pak Salman. “Kita udah sampai di rumah.”Nayli tersadar begitu melihat sekeliling yang tak asing lagi. Ia langsung turun dari kursi belakang mobil dan matanya langsung disambut halaman luas yang penuh dengan bunga kesukaan mama.Ia mematung menatap bangunan kokoh tak terlalu megah dibandingkam tetangganya. Gaya minimalis, tetapi elegan. Berdominasi cat cokelat dan putih, sesuai permintaan Nayli selaku anak bungsu dari pemilik rumah, keluarga Adam.“Ma! Nayli pulang, nih,” teriak Nayli tanpa mengindahkan Pak Salman yang sedari memanggil namanya pelan.Mata Nayli langsung berbinar begitu melihat orang tuanya duduk berdampingan di kursi ruang t

  • Mengejar Cinta Mas Dokter    Dia, Sean

    “Kalau kamu percaya takdir, aminkan dalam hati kita akan bertemu lagi suatu hari nanti.”Robin Wijayanto***Setelah mengambil koper kesayangannya, ia menoleh ke sana kemari mencari Pak Salman, supir pribadi keluarganya. Nihil. Tak ada sosok pria jangkung dengan jenggot tipis dan kacamata hitam yang menjadi ciri khasnya.“Kebiasan, deh, telat,” dumelnya, menatap jam tangan berbahan stainless putih. Terlihat anggun melingkar di kulitnya yang putih susu, bersih. Hanya ada satu titik hitam kecil di punggung tangan atau biasa disebut tahi lalat.Ia menyentuh layar ponsel dengan logo buah apel sembari mengumpat. Ayolah. Tubuh jenjang yang dibalut dengan gamis merah maroon itu ingin segera beristirahat di ranjang empuk.Kepalanya mendongak bertepatan dengan seseorang yang ia kenali lewat ditemani beberapa orang berpakaian casual di belakangnya.Tubuh tinggi nan kekar juga bahu bidang tengah menarik koper hitam berukuran sedang dan berjalan tergesa-gesa. Dari raut wajah yang Nayli lihat, pri

  • Mengejar Cinta Mas Dokter    Kembali

    Sepuluh hari kemudian ...Nayli. Gadis berpipi tembam seperti bakpau mengembuskan napas lega setelah berhasil duduk di bangku yang sedari tadi dicarinya.Sampai bertemu lagi nanti, London. Ia bergumam menatap langit-langit kota London yang cerah, dengan terik matahari yang membuat kerongkongannya kering.Beberapa penumpang masih berlalu lalang mencari kursi dibantu pramugari berseragam merah, rok selutut. Lagi, dirinya tersenyum mengingat dulu sewaktu kecil pernah bercita-cita menjadi pramugari. Terbang berkeliling dunia dan bertemu orang dari berbagai negara.“Tetap jadi kenangan bagaimana aku dulu ingin jadi seperti mereka.”Perhatiannya kembali ke luar jendela. Memerhatikan betapa panjangnya sayap pesawat. Memang tidak penting, sih, tapi begitulah Nayli.Sesekaliia menggumamkan lirik lagu Alan Walker berjudul On My Way yang ia dengarkan memalui earphone. “Boleh duduk di sini?” pinta seorang pria yang Nayli acuhkan. Tanpa sengaja karena memang gadis yang mengenakan pasmina warna c

  • Mengejar Cinta Mas Dokter    Pergi Sesaat

    Acara sebenarnya masih berlanjut sampai nanti malam. Hanya saja pindah lokasi, ganti konsep jadi garden party. Akan tetapi, sejak satu jam lalu, Nayli memilih untuk pulang lebih dahulu bersama Meysa. Banyak hal yang harus dia urus untuk liburannya ke London.Sejak selesai akad pun, Nayli berusaha mengalihkan pandangan agar tidak tertuju ke panggung. Dia sendiri naik ke panggung hanya dua kali. Pertama saat foto pertama bersama keluarga dan kedua kalinya bersama jajaran bridesmaids yang jumlahnya delapan orang, termasuk dirinya dan Meysa. Sebelum turun panggung, dia sempat berbisik maaf pada Fara. Entah untuk hal apa, yang jelas Nayli merasa plong saat tungkainya terayun menuju salah satu kursi bersama beberapa teman yang diundang juga."Nay," panggil Meysa.Nayli hanya berdeham. Dia masih mengeringkan rambutnya dengan hairdryer. Mengguyur sekujur tumbuh dari ujung ke ujung benar-benar membuatnya lebih rileks, fresh sekarang.Terdengar bunyi bising d

  • Mengejar Cinta Mas Dokter    The Wedding

    "Nay, lo yakin?"Nayli mengangguk, menjawab pertanyaan Meysa.Meysa menatap khawatir Nayli. Meskipun sahabatnya itu sejak tadi pura-pura baik saja, tertawa saat dia melontarkan lelucon, tetapi lewat sorot mata saat kini mereka saling bertukar pandang, Meysa bisa menangkap dengan jalas sorot luka di mata Nayli."Jangan maksain kalau itu hanya bikin lo makin hancur, Nay.""Gue baik-baik aja, Mey. Percaya, deh."Malam ini, mereka sudah ada di hotel. Dan besok pagi, acara akad nikah dilaksanakan di ballroom hotel. Nayli sebagai kakak satu-satunya Fara menjadi salah satu bridesmaid, bersama Meysa yang dengan setia ikut menemani."Kalau besok gue gak hadir sama sekali, yang ada orang-orang bakal berpikir buruk, Mey."Spontan Meysa berdecak. Dia bangkit dari posisi rebahan selama hampir setengah jam. Lalu, berkacak pinggang setelah berhadapan dengan Nayli."Lo mikirin aja omongan orang. Nggak mikirin perasaan sendiri, hah?" Meysa dibu

  • Mengejar Cinta Mas Dokter    Hari Wisuda

    “Nay, ayo! Nggak enak sama Tante Ani, loh, kalau telak,” teriak Mia dari ruang keluarga.Terdengar suara pintu dibuka dari lantai dua. Tak lama, Nayli melangkah pelan menuruni satu per satu anak tangga sampai di hadapan sang mama yang menyambutnya dengan senyuman.“Anak Mama selalu cantik. Nggak kayak ....” Dibelainya surai hitam legam Nayli yang dia biarkan tergerai indah hari ini.“Perempuan di rumah ini cantik semua, Ma,” sahut Nayli, seolah menekankan bahwa Fara juga pantas dipuji.Mia mendelik. “Tuan putri Mama sangat baik.”“Ma, cukup. Jangan perpanjang lagi, ya. Ini masalah antara aku, Fara sama Mas Arya. Itu pun semuanya sudah selesai. Jadi, Nayli mohon sama Mama. Jangan berubah sikapnya sama Fara. Dia juga anak Mama walaupun tidak lahir dari rahim Mama. Fara tetap adik kandung aku, walaupun kami beda ibu. Oke, Ma?”Nayli cukup lelah juga melihat sikap sang mama sejak kejadi

  • Mengejar Cinta Mas Dokter    Ikhlas untuk Melupakan

    “Mey, Tuhan kejam banget sama gue,” ucap Nayli, lirih. Pandangannya kosong saat menatap kaca lemari yang menempel di salah satu pintunya.Meysa menggeleng. Dia menggenggam erat tangan Nayli, seakan memberikan energi positif agar Nayli masih bisa berpikir jernih.“Lo salah kalau berpikir begitu. Tuhan baik, kok. Masalah jangan diambil kesimpulan dari satu sudut panjang aja. Menurut Tuhan, Arya bukan yang terbaik buat lo, makanya dikasih lihat siapa si Arya sebenarnya. Meskipun dengan cara mematahkan hati lo dulu, pasti Tuhan ganti lagi dengan seeorang yang kelak memberikan hati yang baru.”“Kayaknya, bakal lama buat gue sembuh dari luka ini, Mey.”Lagi-lagi, Meysa menggeleng. “Luka lo pasti kering, kok. Tuhan yang mengatur segala-Nya. Bisa aja, tiba-tiba besok lo jatuh cinta sama seseorang dan lupa sama kejadian hari ini. Kita gak ada yang tahu. Tapi yang jelas, jangan menutup celah bagi siapa pun untuk mencoba mas

  • Mengejar Cinta Mas Dokter    Luka

    Nayli pikir, kecemasan yang sepanjang jalan tadi dia rasakan, tak berdasar sama sekali. Buktinya, sekarang Arya pasti di rumahnya. Mobil Arya sudah terparkir di carport, tepat di samping mobil sang ayah.Langkah kaki Nayli terasa ringan, bibir tersenyum ceria, setelah yakin kalau Arya sengaja datang kemari untuk menemui dirinya dan meminta maaf atas insiden tempo hari. Ah, bahagia rasanya datang bertubi-tubi. Lama tak jumpa, hilang kabar bak ditelan bumi, akhirnya rasa rindu bisa tercurahkan hari ini.“Tadi merengut terus, sekarang senyum-senyum sendiri kayak lagi iklan pasta gigi,” seru Meysa sambil menyenggol bahu Nayli dengan bahunya.“Firasat gue kali ini salah, Mey,” sahut Nayli sambil memeluk erat berbagai buket.Meysa merotasikan patanya. “Ya udah, kita masuk. Sayang lo itu, si Arya, pasti udah nunggu di dalam.”Nayli mengangguk. Lantas dia berlari kecil menaiki tiga undakan tangga sampai ke teras rumah. S

  • Mengejar Cinta Mas Dokter    Firasat Buruk

    “Nay, congrats!”“Uuuu! Nayli, gue terharu!”“Step akhir, yaitu wisuda. Yeay!”Seruan demi seruang masuk ke gendang telinga Nayli. Bibirnya lantas melengkung, menciptakan lekukan kecil di masing-masing pipi, mata ikut membentuk bulan sabit meski tengah menahan air mata bahagia.Rasa lega, bahagia, haru bercampur aduk menjadi satu. Dia akhirnya bisa menyelesaikan program S-1 jurusan Hubungan Internasional tepat waktu. Dan beberapa menit lalu, kaki terasa lemas setiap langkah kaki menjejak bumi, mengantarkannya keluar dari ruang sidang yang membuat dada seperti sesak, memancing keringat dingin berkucuran.“Makasih, ya, kalian udah nungguin gue keluar.” Dia berheneti sejenak, lalu menarik napas panjang agar rongga dada terasa lebih longgar. Setetes air mata pun tak bisa ditahan lagi, mengalir ke pipi saking bahagia. “Jangan lupa, ya. Nanti malam pada datang ke rumah, kita makan-makan. Kata nyokap g

DMCA.com Protection Status