Share

Luka

Penulis: LivLiv
last update Terakhir Diperbarui: 2021-12-16 13:46:16

Nayli pikir, kecemasan yang sepanjang jalan tadi dia rasakan, tak berdasar sama sekali. Buktinya, sekarang Arya pasti di rumahnya. Mobil Arya sudah terparkir di carport, tepat di samping mobil sang ayah.

Langkah kaki Nayli terasa ringan, bibir tersenyum ceria, setelah yakin kalau Arya sengaja datang kemari untuk menemui dirinya dan meminta maaf atas insiden tempo hari. Ah, bahagia rasanya datang bertubi-tubi. Lama tak jumpa, hilang kabar bak ditelan bumi, akhirnya rasa rindu bisa tercurahkan hari ini.

“Tadi merengut terus, sekarang senyum-senyum sendiri kayak lagi iklan pasta gigi,” seru Meysa sambil menyenggol bahu Nayli dengan bahunya.

“Firasat gue kali ini salah, Mey,” sahut Nayli sambil memeluk erat berbagai buket.

Meysa merotasikan patanya. “Ya udah, kita masuk. Sayang lo itu, si Arya, pasti udah nunggu di dalam.”

Nayli mengangguk. Lantas dia berlari kecil menaiki tiga undakan tangga sampai ke teras rumah. Sedangkan Meysa mengekor di belakang.

“Assalamualaikum,” sapanya begitu mendorong pintu, lalu Meysa yang menutupnya.

Bibirnya masih menampilkan senyum sampai di ruang tamu. Di sana, kedua orang tuanya sudah berkumpul. Termasuk juga Faradila-adik Nayli-dan Arya.

Yang ditangkap oleh Nayli melalui matanya, masing-masing dari mereka memasang raut wajah bingung, kecewa juga marah. Terutama pada Adam, ayahnya yang duduk di sofa tunggal membelakangi lemari kaca berisikan piring, gelas hias kesukaan sang mama.

“Nay, gue langsung ngacir ke kamar mandi, ya,” bisik Meysa yang diangguki Nayli.

Hawa di ruang tamu membuat Meysa semakin tak kuasa menahan sakit perut. “Om, Tante, Mey numpang ke kamar mandi.” Meysa langsung berlari tunggang langgang ke belakang rumah tanpa melihat Mia atau Adam sebagai tuan rumah mempersilakan.

Lain dengan Meysa. Langkah Nayli langsung menuju pada sofa ganda yang diduduki Mia-sang mama-juga Fara. Cukup satu orang lagi duduk di sana dan Nayli dengan senang hati mendaratkan bokongnya usai menyimpan semua buket di bawah, dekat sofa. Dia menatap heran pada mereka, terutama Arya yang duduk di hadapannya.

“Ada apa, sih? Kenapa atmosfer di sini kayak gini?” Tas selempang warna cokelat sudah ada di pangkuan Nayli. Dia menatap mamanya yang duduknya diapit Nayli juga Fara. “Ma, kok nangis, sih?”

Hanya sebuah genggaman tangan diberikan Mia pada Nayli. Karena setelah itu, perempuan usia empat puluh empat tahun itu malah menangis.

“Lho, Ma?” Badan Nayli agak condong untuk melihat sang adik yang menunduk. “Dek, ini pada kenapa, sih?”

“Ma—maafin, Fara, Mbak. Fara yang salah,” lirih Fara. Kemudian, isakan kecil terdengar dari bibir perempuan itu.

Nayli semakin dibuat kebingungan. Apalagi, saat matanya mengarah pada Arya, pria itu gelagapan, tak berani menatap Nayli.

Nayli mendesah frustrasi. Sejak tadi, tak ada satu orang pun yang menjawab pertanyaannya. Dia pun mencondongkan badan menghadap sang ayah.

Adam bergumam saat Nayli memanggilnya, sedangkan tatapan mata di balik kacamata itu tertuju pada gelas kopi yang sudah dingin.

“Coba jelasin sama Nayli, ada apa, Yah? Kenapa Mama nangis? Kenapa Fara minta maaf? Dan ... kenapa Arya ada di sini?”

Pertanyaan itu Nayli layangkan. Rasa penasarannya sudah menumpuk. Saat Adam hendak membuka mulutnya, berniat menjawab setiap pertanyaan putrinya itu, tetapi batal karena Fara lebih dulu bersimpuh di depan Nayli, menggenggam kedua tangan kakaknya seraya menundukkan kepala, tak berani menatap Nayli.

“Mbak, maafin Fara, Mbak. Aku tahu, Fara yang salah,” ujar Fara di sela isakan tangis.

“Lho, emangnya Fara bikin salah apa sama Mbak? Perasaan nggak ada, deh.”

Nayli semakin kebingungan.

“Fara ... Fara ... Fara hamil, Mbak.”

“Kamu kan perempuan, ya, wa—tunggu dulu. Kamu hamil, Dek? Udah berapa lama? Siapa bapaknya? Kok, bisa? Coba bilang sama Mbak orangnya yang mana, biar Mbak hajar sampai babak belur. Beraninya nyentuh kamu tanpa pernikahan,” sungut Nayli berapi-api.

Isakan tangis Fara semakin kencang. Genggaman tangannya pada Nayli pun tambah erat.

“Kamu jangan nangis dulu, dong. Jelasin ke Mbak, siapa yang hamilin kamu.”

“Nay,” panggil Arya pelan.

Dan begitu Nayli menoleh ke arahnya, dia bisa melihat raut wajah penyesalan pada Arya. Mulut Nayli tak bisa untuk tidak menganga. Dia baru sadar kenapa Arya duduk agak bungkuk seperti itu, dipenuhi ketakutan.

“Mas, kamu ....” Wajah Nayli berubah pias. Dia langsung menarik tangan dari genggaman Fara dan mengangkat dagu adiknya agar mata mereka bertemu.

“Arya yang hamilin kamu, Fara?” tanya Nayli tegas. Sorot matanya terlihat kecewa, marah.

Dan saat itu juga, kepala Fara mengangguk lemas.

Nayli mengempaskan tubuh Fara sampai punggun sang adik membentur meja dan mengaduh pelan.

“Nayli,” lirih Mia di sampingnya.

Nayli pun bangkit dan berjalan mendekat pada Arya. Dua tamparan mendarat di masing-masing pipa pria itu. Emosi Nayli memuncak, deru napas tak beraturan. Hatinya benar-benar sakit mendengar kenyataan pahit ini.

“Bisa-bisanya kamu, hah!” bentak Nayli. Dia meremas dadanya saat rasa sakit di dalam sana semakin menjadi-jadi, seakan ada bongkahan batu besar menghantam dalam hitungan detik.

Ah, firasatnya ternyata benar. Hal besar yang berkaitan dengan Arya benar terjadi.

Nayli menengadah, menatap langit-langit ruang tamu sambil tersenyum sinis.

Sejahat itu takdir Tuhan padanya. Bahagia dan luka diberikan secara beruntung di satu hari yang sama. Tak bisakah diberi jeda terlebih dahulu?

“Mbak, maafin Fara, Mbak,” cicit Fara.

“Diam kamu!” bentak Nayli lagi. “Kurang baik apa aku sama kamu, Dek? Selama ini, Mbak nggak pernah sekali pun benci karena kita ... beda ibu. Tapi, sekarang? Ini balasan kamu sama Mbak, Mama, Ayah, hah? Gila!”

Seolah rasa kecewa pada Arya belum hilang, mungkin tak akan pernah hilang, Nayli kembali memaki. “Tega, ya, kamu, Mas. Kamu pacarin aku, terus berani nodai Fara, hah? Cowok macam apa kamu, brengsek seperti ini!”

Rinai air mata menghiasi wajah lelah Nayli. Nayli sendiri pun tak berusaha menahannya, biarkan mengalir begitu saja agar sesak di dada berkurang meski sedikit.

“Semua terjadi begitu aja, Nay. Waktu itu, nggak sengaja ketemu Fara di jalan. Niat mau anterin pulang, di jalan mobil malah mogok. Kita hujan-hujanan benerin mobil, tapi nihil. Saat basah itulah, Nay, kita berdua ... di luar kendali,” terang Arya dengan wajah menunduk. Dia juga kecewa kenapa sore itu bisa terjadi. Yang Arya cintai, hanya Nayli Syifa Dyah, bukan Faradila Lestari. Namun sayang, nafsu setan kala itu benar-benar mengambil alih.

“Itu ... itu sekitar dua bulan yang lalu, Nay,” lirih Arya lagi.

Tubuh Nayli merosot ke bawah. Kedua tangannya berpegangan pada sisi meja, isakan tangis mulai terdengar dari bibir Nayli. Mia yang melihat kedua putrinya hancur, entah harus siapa yang dia peluk.

“Nggak mungkin. Nggak mungkin,” gumam Nayli seraya menggeleng lemah.

“Mbak,” panggil Fara pelan. Dia berjalan mendekat Nayli. Namun, saat dua langkah lagi sampai, harus terhenti dan berdiri mematung dengan berjuta perasaan bersalah.

“Jangan mendekat!” teriak Nayli. Dia pun menoleh pada sang ayah. “Mungkin, ini balasan atas apa yang Ayah lakukan dulu sama Mama. Kini, aku yang rasain, Yah. Aku merasakan apa yang Mama rasakan waktu tahu kalau Ayah diam-diam menikahi perempuan lain secara siri.”

Adam menunduk dalam. Bibirnya terkunci rapat. Dia sependapat dengan Nayli. Andai dulu dia saat bertugas ke daerah seberang tidak terpincut perempuan di sana, mungkin dia tak akan menyakiti hati istrinya. Berujung, sang anak merasakan hal sama. Dan kini, bahkan rasa sakitnya berkali-kali lipat melihat kedua putrinya tampak hancur.

“Yah,” panggil Mia. Dia tak bisa terus menerus melihat putrinya seperti ini. Meski kecewa dengan yang dilakukan Fara, apa boleh buat. Semua sudah terjadi. Dan lagi, dia tak ingin membuka masa lalu lagi.

“Kita laksanakan pernikahan Fara dengan Arya.” Kepala Adam terangkat dan mengarah pada Arya. “Tadi kamu bilang, siap bertanggung jawab, bukan?”

Arya mengangguk perlahan. Pasrah.

Seperti tersambar petir di siang bolong, isakan tangis Nayli terhenti dan menatap Adam, Arya dan Fara bergantian.

“Kita adakan pernikahan, sebelum kehamilan Fara semakin besar,” lanjut Adam. Keputusannya sudah final. Lagi pula, Nayli pun pasti terlanjur membenci Arya dan tidak mungkin menerima lelaki itu kembali. Biarkan sang adik yang menjadi istri Arya.

Di balik dinding yang menjadi pembatas antara ruang tamu dan ruang keluarga, Mesya berdiri di sana sejak mendengar penjelasan dari Arya tadi. Dugaanya tidak salah. Namun, dia tidak menyangka semua akan terjadi hari ini. Mendengar suara tangian Nayli, membuat Meysa tak kuasa menahan diri lagi. Langkahnya pelan mendekati Nayli saat semua orang tak ada yang mengutarakan pendapat atau berbicara.

“Om, Tante. Biar Mey ajak Nayli ke kamar, ya,” usulnya sambil membantu Nayli berdiri.

Adam mengangguk.

“Nay, ke kamar, yuk,” ajak Mey, berbisik pada Nayli.

Nayli mengangguk. Beruntung Meysa memapah dirinya sampai ke kamar saat rasanya untuk sebatas berpijak pun, kakinya terasa lemah.

Bab terkait

  • Mengejar Cinta Mas Dokter    Ikhlas untuk Melupakan

    “Mey, Tuhan kejam banget sama gue,” ucap Nayli, lirih. Pandangannya kosong saat menatap kaca lemari yang menempel di salah satu pintunya.Meysa menggeleng. Dia menggenggam erat tangan Nayli, seakan memberikan energi positif agar Nayli masih bisa berpikir jernih.“Lo salah kalau berpikir begitu. Tuhan baik, kok. Masalah jangan diambil kesimpulan dari satu sudut panjang aja. Menurut Tuhan, Arya bukan yang terbaik buat lo, makanya dikasih lihat siapa si Arya sebenarnya. Meskipun dengan cara mematahkan hati lo dulu, pasti Tuhan ganti lagi dengan seeorang yang kelak memberikan hati yang baru.”“Kayaknya, bakal lama buat gue sembuh dari luka ini, Mey.”Lagi-lagi, Meysa menggeleng. “Luka lo pasti kering, kok. Tuhan yang mengatur segala-Nya. Bisa aja, tiba-tiba besok lo jatuh cinta sama seseorang dan lupa sama kejadian hari ini. Kita gak ada yang tahu. Tapi yang jelas, jangan menutup celah bagi siapa pun untuk mencoba mas

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-16
  • Mengejar Cinta Mas Dokter    Hari Wisuda

    “Nay, ayo! Nggak enak sama Tante Ani, loh, kalau telak,” teriak Mia dari ruang keluarga.Terdengar suara pintu dibuka dari lantai dua. Tak lama, Nayli melangkah pelan menuruni satu per satu anak tangga sampai di hadapan sang mama yang menyambutnya dengan senyuman.“Anak Mama selalu cantik. Nggak kayak ....” Dibelainya surai hitam legam Nayli yang dia biarkan tergerai indah hari ini.“Perempuan di rumah ini cantik semua, Ma,” sahut Nayli, seolah menekankan bahwa Fara juga pantas dipuji.Mia mendelik. “Tuan putri Mama sangat baik.”“Ma, cukup. Jangan perpanjang lagi, ya. Ini masalah antara aku, Fara sama Mas Arya. Itu pun semuanya sudah selesai. Jadi, Nayli mohon sama Mama. Jangan berubah sikapnya sama Fara. Dia juga anak Mama walaupun tidak lahir dari rahim Mama. Fara tetap adik kandung aku, walaupun kami beda ibu. Oke, Ma?”Nayli cukup lelah juga melihat sikap sang mama sejak kejadi

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-16
  • Mengejar Cinta Mas Dokter    The Wedding

    "Nay, lo yakin?"Nayli mengangguk, menjawab pertanyaan Meysa.Meysa menatap khawatir Nayli. Meskipun sahabatnya itu sejak tadi pura-pura baik saja, tertawa saat dia melontarkan lelucon, tetapi lewat sorot mata saat kini mereka saling bertukar pandang, Meysa bisa menangkap dengan jalas sorot luka di mata Nayli."Jangan maksain kalau itu hanya bikin lo makin hancur, Nay.""Gue baik-baik aja, Mey. Percaya, deh."Malam ini, mereka sudah ada di hotel. Dan besok pagi, acara akad nikah dilaksanakan di ballroom hotel. Nayli sebagai kakak satu-satunya Fara menjadi salah satu bridesmaid, bersama Meysa yang dengan setia ikut menemani."Kalau besok gue gak hadir sama sekali, yang ada orang-orang bakal berpikir buruk, Mey."Spontan Meysa berdecak. Dia bangkit dari posisi rebahan selama hampir setengah jam. Lalu, berkacak pinggang setelah berhadapan dengan Nayli."Lo mikirin aja omongan orang. Nggak mikirin perasaan sendiri, hah?" Meysa dibu

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-07
  • Mengejar Cinta Mas Dokter    Pergi Sesaat

    Acara sebenarnya masih berlanjut sampai nanti malam. Hanya saja pindah lokasi, ganti konsep jadi garden party. Akan tetapi, sejak satu jam lalu, Nayli memilih untuk pulang lebih dahulu bersama Meysa. Banyak hal yang harus dia urus untuk liburannya ke London.Sejak selesai akad pun, Nayli berusaha mengalihkan pandangan agar tidak tertuju ke panggung. Dia sendiri naik ke panggung hanya dua kali. Pertama saat foto pertama bersama keluarga dan kedua kalinya bersama jajaran bridesmaids yang jumlahnya delapan orang, termasuk dirinya dan Meysa. Sebelum turun panggung, dia sempat berbisik maaf pada Fara. Entah untuk hal apa, yang jelas Nayli merasa plong saat tungkainya terayun menuju salah satu kursi bersama beberapa teman yang diundang juga."Nay," panggil Meysa.Nayli hanya berdeham. Dia masih mengeringkan rambutnya dengan hairdryer. Mengguyur sekujur tumbuh dari ujung ke ujung benar-benar membuatnya lebih rileks, fresh sekarang.Terdengar bunyi bising d

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-07
  • Mengejar Cinta Mas Dokter    Kembali

    Sepuluh hari kemudian ...Nayli. Gadis berpipi tembam seperti bakpau mengembuskan napas lega setelah berhasil duduk di bangku yang sedari tadi dicarinya.Sampai bertemu lagi nanti, London. Ia bergumam menatap langit-langit kota London yang cerah, dengan terik matahari yang membuat kerongkongannya kering.Beberapa penumpang masih berlalu lalang mencari kursi dibantu pramugari berseragam merah, rok selutut. Lagi, dirinya tersenyum mengingat dulu sewaktu kecil pernah bercita-cita menjadi pramugari. Terbang berkeliling dunia dan bertemu orang dari berbagai negara.“Tetap jadi kenangan bagaimana aku dulu ingin jadi seperti mereka.”Perhatiannya kembali ke luar jendela. Memerhatikan betapa panjangnya sayap pesawat. Memang tidak penting, sih, tapi begitulah Nayli.Sesekaliia menggumamkan lirik lagu Alan Walker berjudul On My Way yang ia dengarkan memalui earphone. “Boleh duduk di sini?” pinta seorang pria yang Nayli acuhkan. Tanpa sengaja karena memang gadis yang mengenakan pasmina warna c

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-12
  • Mengejar Cinta Mas Dokter    Dia, Sean

    “Kalau kamu percaya takdir, aminkan dalam hati kita akan bertemu lagi suatu hari nanti.”Robin Wijayanto***Setelah mengambil koper kesayangannya, ia menoleh ke sana kemari mencari Pak Salman, supir pribadi keluarganya. Nihil. Tak ada sosok pria jangkung dengan jenggot tipis dan kacamata hitam yang menjadi ciri khasnya.“Kebiasan, deh, telat,” dumelnya, menatap jam tangan berbahan stainless putih. Terlihat anggun melingkar di kulitnya yang putih susu, bersih. Hanya ada satu titik hitam kecil di punggung tangan atau biasa disebut tahi lalat.Ia menyentuh layar ponsel dengan logo buah apel sembari mengumpat. Ayolah. Tubuh jenjang yang dibalut dengan gamis merah maroon itu ingin segera beristirahat di ranjang empuk.Kepalanya mendongak bertepatan dengan seseorang yang ia kenali lewat ditemani beberapa orang berpakaian casual di belakangnya.Tubuh tinggi nan kekar juga bahu bidang tengah menarik koper hitam berukuran sedang dan berjalan tergesa-gesa. Dari raut wajah yang Nayli lihat, pri

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-15
  • Mengejar Cinta Mas Dokter    Halusinasi?

    “Berhati-hati dengan ucapan, karena akan jadi doa yang terkabul suatu hari nanti.”***Tatapan Nayli kosong ke jalanan. Dagunya ia topang sebagai penyangga, kaca mobil sengaja ia turunkan untuk menghirup aroma kota Jakarta yang sesak, penuh dengan polusi. Tetapi, justru dirindukan Nayli selama beberapa hari liburan ke London.“Non,” panggil Pak Salman. “Kita udah sampai di rumah.”Nayli tersadar begitu melihat sekeliling yang tak asing lagi. Ia langsung turun dari kursi belakang mobil dan matanya langsung disambut halaman luas yang penuh dengan bunga kesukaan mama.Ia mematung menatap bangunan kokoh tak terlalu megah dibandingkam tetangganya. Gaya minimalis, tetapi elegan. Berdominasi cat cokelat dan putih, sesuai permintaan Nayli selaku anak bungsu dari pemilik rumah, keluarga Adam.“Ma! Nayli pulang, nih,” teriak Nayli tanpa mengindahkan Pak Salman yang sedari memanggil namanya pelan.Mata Nayli langsung berbinar begitu melihat orang tuanya duduk berdampingan di kursi ruang t

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-15
  • Mengejar Cinta Mas Dokter    Firasat Buruk

    “Nay, congrats!”“Uuuu! Nayli, gue terharu!”“Step akhir, yaitu wisuda. Yeay!”Seruan demi seruang masuk ke gendang telinga Nayli. Bibirnya lantas melengkung, menciptakan lekukan kecil di masing-masing pipi, mata ikut membentuk bulan sabit meski tengah menahan air mata bahagia.Rasa lega, bahagia, haru bercampur aduk menjadi satu. Dia akhirnya bisa menyelesaikan program S-1 jurusan Hubungan Internasional tepat waktu. Dan beberapa menit lalu, kaki terasa lemas setiap langkah kaki menjejak bumi, mengantarkannya keluar dari ruang sidang yang membuat dada seperti sesak, memancing keringat dingin berkucuran.“Makasih, ya, kalian udah nungguin gue keluar.” Dia berheneti sejenak, lalu menarik napas panjang agar rongga dada terasa lebih longgar. Setetes air mata pun tak bisa ditahan lagi, mengalir ke pipi saking bahagia. “Jangan lupa, ya. Nanti malam pada datang ke rumah, kita makan-makan. Kata nyokap g

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-16

Bab terbaru

  • Mengejar Cinta Mas Dokter    Halusinasi?

    “Berhati-hati dengan ucapan, karena akan jadi doa yang terkabul suatu hari nanti.”***Tatapan Nayli kosong ke jalanan. Dagunya ia topang sebagai penyangga, kaca mobil sengaja ia turunkan untuk menghirup aroma kota Jakarta yang sesak, penuh dengan polusi. Tetapi, justru dirindukan Nayli selama beberapa hari liburan ke London.“Non,” panggil Pak Salman. “Kita udah sampai di rumah.”Nayli tersadar begitu melihat sekeliling yang tak asing lagi. Ia langsung turun dari kursi belakang mobil dan matanya langsung disambut halaman luas yang penuh dengan bunga kesukaan mama.Ia mematung menatap bangunan kokoh tak terlalu megah dibandingkam tetangganya. Gaya minimalis, tetapi elegan. Berdominasi cat cokelat dan putih, sesuai permintaan Nayli selaku anak bungsu dari pemilik rumah, keluarga Adam.“Ma! Nayli pulang, nih,” teriak Nayli tanpa mengindahkan Pak Salman yang sedari memanggil namanya pelan.Mata Nayli langsung berbinar begitu melihat orang tuanya duduk berdampingan di kursi ruang t

  • Mengejar Cinta Mas Dokter    Dia, Sean

    “Kalau kamu percaya takdir, aminkan dalam hati kita akan bertemu lagi suatu hari nanti.”Robin Wijayanto***Setelah mengambil koper kesayangannya, ia menoleh ke sana kemari mencari Pak Salman, supir pribadi keluarganya. Nihil. Tak ada sosok pria jangkung dengan jenggot tipis dan kacamata hitam yang menjadi ciri khasnya.“Kebiasan, deh, telat,” dumelnya, menatap jam tangan berbahan stainless putih. Terlihat anggun melingkar di kulitnya yang putih susu, bersih. Hanya ada satu titik hitam kecil di punggung tangan atau biasa disebut tahi lalat.Ia menyentuh layar ponsel dengan logo buah apel sembari mengumpat. Ayolah. Tubuh jenjang yang dibalut dengan gamis merah maroon itu ingin segera beristirahat di ranjang empuk.Kepalanya mendongak bertepatan dengan seseorang yang ia kenali lewat ditemani beberapa orang berpakaian casual di belakangnya.Tubuh tinggi nan kekar juga bahu bidang tengah menarik koper hitam berukuran sedang dan berjalan tergesa-gesa. Dari raut wajah yang Nayli lihat, pri

  • Mengejar Cinta Mas Dokter    Kembali

    Sepuluh hari kemudian ...Nayli. Gadis berpipi tembam seperti bakpau mengembuskan napas lega setelah berhasil duduk di bangku yang sedari tadi dicarinya.Sampai bertemu lagi nanti, London. Ia bergumam menatap langit-langit kota London yang cerah, dengan terik matahari yang membuat kerongkongannya kering.Beberapa penumpang masih berlalu lalang mencari kursi dibantu pramugari berseragam merah, rok selutut. Lagi, dirinya tersenyum mengingat dulu sewaktu kecil pernah bercita-cita menjadi pramugari. Terbang berkeliling dunia dan bertemu orang dari berbagai negara.“Tetap jadi kenangan bagaimana aku dulu ingin jadi seperti mereka.”Perhatiannya kembali ke luar jendela. Memerhatikan betapa panjangnya sayap pesawat. Memang tidak penting, sih, tapi begitulah Nayli.Sesekaliia menggumamkan lirik lagu Alan Walker berjudul On My Way yang ia dengarkan memalui earphone. “Boleh duduk di sini?” pinta seorang pria yang Nayli acuhkan. Tanpa sengaja karena memang gadis yang mengenakan pasmina warna c

  • Mengejar Cinta Mas Dokter    Pergi Sesaat

    Acara sebenarnya masih berlanjut sampai nanti malam. Hanya saja pindah lokasi, ganti konsep jadi garden party. Akan tetapi, sejak satu jam lalu, Nayli memilih untuk pulang lebih dahulu bersama Meysa. Banyak hal yang harus dia urus untuk liburannya ke London.Sejak selesai akad pun, Nayli berusaha mengalihkan pandangan agar tidak tertuju ke panggung. Dia sendiri naik ke panggung hanya dua kali. Pertama saat foto pertama bersama keluarga dan kedua kalinya bersama jajaran bridesmaids yang jumlahnya delapan orang, termasuk dirinya dan Meysa. Sebelum turun panggung, dia sempat berbisik maaf pada Fara. Entah untuk hal apa, yang jelas Nayli merasa plong saat tungkainya terayun menuju salah satu kursi bersama beberapa teman yang diundang juga."Nay," panggil Meysa.Nayli hanya berdeham. Dia masih mengeringkan rambutnya dengan hairdryer. Mengguyur sekujur tumbuh dari ujung ke ujung benar-benar membuatnya lebih rileks, fresh sekarang.Terdengar bunyi bising d

  • Mengejar Cinta Mas Dokter    The Wedding

    "Nay, lo yakin?"Nayli mengangguk, menjawab pertanyaan Meysa.Meysa menatap khawatir Nayli. Meskipun sahabatnya itu sejak tadi pura-pura baik saja, tertawa saat dia melontarkan lelucon, tetapi lewat sorot mata saat kini mereka saling bertukar pandang, Meysa bisa menangkap dengan jalas sorot luka di mata Nayli."Jangan maksain kalau itu hanya bikin lo makin hancur, Nay.""Gue baik-baik aja, Mey. Percaya, deh."Malam ini, mereka sudah ada di hotel. Dan besok pagi, acara akad nikah dilaksanakan di ballroom hotel. Nayli sebagai kakak satu-satunya Fara menjadi salah satu bridesmaid, bersama Meysa yang dengan setia ikut menemani."Kalau besok gue gak hadir sama sekali, yang ada orang-orang bakal berpikir buruk, Mey."Spontan Meysa berdecak. Dia bangkit dari posisi rebahan selama hampir setengah jam. Lalu, berkacak pinggang setelah berhadapan dengan Nayli."Lo mikirin aja omongan orang. Nggak mikirin perasaan sendiri, hah?" Meysa dibu

  • Mengejar Cinta Mas Dokter    Hari Wisuda

    “Nay, ayo! Nggak enak sama Tante Ani, loh, kalau telak,” teriak Mia dari ruang keluarga.Terdengar suara pintu dibuka dari lantai dua. Tak lama, Nayli melangkah pelan menuruni satu per satu anak tangga sampai di hadapan sang mama yang menyambutnya dengan senyuman.“Anak Mama selalu cantik. Nggak kayak ....” Dibelainya surai hitam legam Nayli yang dia biarkan tergerai indah hari ini.“Perempuan di rumah ini cantik semua, Ma,” sahut Nayli, seolah menekankan bahwa Fara juga pantas dipuji.Mia mendelik. “Tuan putri Mama sangat baik.”“Ma, cukup. Jangan perpanjang lagi, ya. Ini masalah antara aku, Fara sama Mas Arya. Itu pun semuanya sudah selesai. Jadi, Nayli mohon sama Mama. Jangan berubah sikapnya sama Fara. Dia juga anak Mama walaupun tidak lahir dari rahim Mama. Fara tetap adik kandung aku, walaupun kami beda ibu. Oke, Ma?”Nayli cukup lelah juga melihat sikap sang mama sejak kejadi

  • Mengejar Cinta Mas Dokter    Ikhlas untuk Melupakan

    “Mey, Tuhan kejam banget sama gue,” ucap Nayli, lirih. Pandangannya kosong saat menatap kaca lemari yang menempel di salah satu pintunya.Meysa menggeleng. Dia menggenggam erat tangan Nayli, seakan memberikan energi positif agar Nayli masih bisa berpikir jernih.“Lo salah kalau berpikir begitu. Tuhan baik, kok. Masalah jangan diambil kesimpulan dari satu sudut panjang aja. Menurut Tuhan, Arya bukan yang terbaik buat lo, makanya dikasih lihat siapa si Arya sebenarnya. Meskipun dengan cara mematahkan hati lo dulu, pasti Tuhan ganti lagi dengan seeorang yang kelak memberikan hati yang baru.”“Kayaknya, bakal lama buat gue sembuh dari luka ini, Mey.”Lagi-lagi, Meysa menggeleng. “Luka lo pasti kering, kok. Tuhan yang mengatur segala-Nya. Bisa aja, tiba-tiba besok lo jatuh cinta sama seseorang dan lupa sama kejadian hari ini. Kita gak ada yang tahu. Tapi yang jelas, jangan menutup celah bagi siapa pun untuk mencoba mas

  • Mengejar Cinta Mas Dokter    Luka

    Nayli pikir, kecemasan yang sepanjang jalan tadi dia rasakan, tak berdasar sama sekali. Buktinya, sekarang Arya pasti di rumahnya. Mobil Arya sudah terparkir di carport, tepat di samping mobil sang ayah.Langkah kaki Nayli terasa ringan, bibir tersenyum ceria, setelah yakin kalau Arya sengaja datang kemari untuk menemui dirinya dan meminta maaf atas insiden tempo hari. Ah, bahagia rasanya datang bertubi-tubi. Lama tak jumpa, hilang kabar bak ditelan bumi, akhirnya rasa rindu bisa tercurahkan hari ini.“Tadi merengut terus, sekarang senyum-senyum sendiri kayak lagi iklan pasta gigi,” seru Meysa sambil menyenggol bahu Nayli dengan bahunya.“Firasat gue kali ini salah, Mey,” sahut Nayli sambil memeluk erat berbagai buket.Meysa merotasikan patanya. “Ya udah, kita masuk. Sayang lo itu, si Arya, pasti udah nunggu di dalam.”Nayli mengangguk. Lantas dia berlari kecil menaiki tiga undakan tangga sampai ke teras rumah. S

  • Mengejar Cinta Mas Dokter    Firasat Buruk

    “Nay, congrats!”“Uuuu! Nayli, gue terharu!”“Step akhir, yaitu wisuda. Yeay!”Seruan demi seruang masuk ke gendang telinga Nayli. Bibirnya lantas melengkung, menciptakan lekukan kecil di masing-masing pipi, mata ikut membentuk bulan sabit meski tengah menahan air mata bahagia.Rasa lega, bahagia, haru bercampur aduk menjadi satu. Dia akhirnya bisa menyelesaikan program S-1 jurusan Hubungan Internasional tepat waktu. Dan beberapa menit lalu, kaki terasa lemas setiap langkah kaki menjejak bumi, mengantarkannya keluar dari ruang sidang yang membuat dada seperti sesak, memancing keringat dingin berkucuran.“Makasih, ya, kalian udah nungguin gue keluar.” Dia berheneti sejenak, lalu menarik napas panjang agar rongga dada terasa lebih longgar. Setetes air mata pun tak bisa ditahan lagi, mengalir ke pipi saking bahagia. “Jangan lupa, ya. Nanti malam pada datang ke rumah, kita makan-makan. Kata nyokap g

DMCA.com Protection Status