"Fiona lo ke sekolah naik apa?" Gabriel mendekati Fiona yang baru keluar dari kelasnya untuk istirahat, namun Fiona yang merajuk serta marah pada Gabriel memilih mengacuhkannya dan tak menganggap kehadiran Gabriel di sisinya.
Fiona sibuk dengan teman-temannya dan mengabaikan Gabriel yang terus mendekatinya.
"Lo marah sama gue? Gue minta maaf gue pikir lo berangkat sama Kakak sepupu lo!" Gabriel yang tak suka Fiona mengacuhkannya itu menarik tangan gadis itu agar Fiona menatapnya .
Apa yang dilakukannya memang berhasil menghentikan langkah Fiona dan membuat gadis itu memberikannya tatapan tajam serta marah. "Gue masih marah sama lo ya El! Jangan panggil atau ngomong sama gue dulu!"
Fiona melepas kasar cengkraman Gabriel di tangannya dan kemudian kembali mengajak teman-temannya untuk meninggalkan Gabriel sendiri di lorong lantai dua itu.
"Wihh ada yang marahan nih!" Sebuah suara dari belakang tubuhnya serta rangkulan Gabriel dapati dari sosok temannya yang datang dengan senyum menjengkelkannya.
"Kali ini masalahnya apa?" Ujar Damian, teman satu kelas Gabriel yang sudah begitu akrab dengan Gabriel itu dan tentunya dia juga mengetahui betapa dekatnya Gabriel dengan Fiona.
"Gue lupa jemput dia" Gabriel mendesah pelan. Tau akan lama Fiona merajuk padanya.
"Lo sih lagian, rumah dekat, tiap hari berangkat bareng tapi bisa-bisanya lo lupa sahabat baik lo sendiri?"
Gabriel mendengus geli dan melayangkan tangannya untuk menepuk kepala Damian. "Dah yuk, gue butuh makan!" Damian mengusap kepalanya yang baru saja terkena tamparan pelan Gabriel, meski begitu Damian masih mengikuti Gabriel yang pergi terlebih dahulu ke kantin.
***
Di kantin, Gabriel melihat Fiona yang diam-diam menatapnya meski saat dirinya memergoki Fiona gadis itu justru melengos dan mengalihkan pandang dengan raut kesalnya.
Gabriel melihat sekelilingnya sejenak sebelum dia bangkit dari kursinya untuk membeli minuman dingin untuk Fiona.
Sedangkan Fiona yang melihat Gabriel beranjak pergi dari mejanya dan menghilang diantara orang-orang yang berlalu lalang di kantin demi membeli makan ataupun minum itu mendesah kasar.
"Marahan si marahan, tapi gengsi banget cuman buat negur sapa"
Fiona berdecak dan menatap Ajeng, satu temannya yang meliriknya menggoda. "Berisik ah!" Fiona memakan bekal yang dibawanya itu. Tadinya dia memiliki bekal untuk Gabriel namun karena kejadian pagi tadi ia jadi malas harus memberikan bekal tersebut untuk pria itu.
"Nanti juga kalo Gabriel dipepet cewek lain baru deh kelabakan sendiri" Sindiran Rina, teman Fiona itu diberi pelototan tajam oleh Fiona namun kedua temannya hanya tertawa melihat raut wajah Fiona.
"Gue pergi kalo kalian masih ledekin gue!" Fiona bersiap bangkit dari kursinya namun dirinya justru kembali terduduk karena seseorang yang berdiri tepat di belakangnya dengan satu minuman yang dibawanya.
Kedua teman Fiona hanya dapat menahan tawanya karena Fiona yang hanya bisa terpaku namun masih mempertahankan wajah merajuknya.
"Jangan marah terus sama gue, Maaf soal pagi tadi. Gue pikir masih ada Kak Nathan di rumah lo jadi gak gue samper" Gabriel, orang yang menghampiri Fiona itu meletakan es teh yang dibelinya dari stand minuman di kantin itu untuk Fiona.
"Diminum tehnya" Gabriel mengacak rambut Fiona berharap mengurangi kekesalan gadis itu. Meski Fiona menghalau tangan Gabriel namun tidak dengan jantungnya yang berdebar kuat. Terlebih banyak para siswi yang menatap terang-terangan dan merasa iri terhadap Fiona karena bisa sedekat itu dengan Gabriel.
Gabriel hanya mendengus pelan saat melihat Fiona menghindari usapan tangannya di kepala gadis itu. Lantas Gabriel berbalik badan memanggil temannya untuk pergi dari area kantin.
"Aduh aduh ... manis banget sih pasangan di depan gue ini!" Rina yang melihat perlakuan Gabriel pada Fiona hanya bisa menelan ludah karena dirinya tidak akan bisa begitu dekat pada Gabriel yang didambakan banyak siswi di sekolah ini.
Fiona memutar tubuhnya kembali menghadap teman-temannya dan memasang raut marahnya.
"Gue deketin Gabriel boleh Fi?" Fiona membulatkan kedua matanya melihat pada Ajeng yang bertopang dagu dengan kedua mata yang tak lepas melihat pada punggung tegap Gabriel.
"Gue pukul mau?" Ohh tentu tidak semudah itu untuk temannya mau mendekati Gabriel, selama dirinya masih terus dekat dengan Gabriel tak akan Fiona izinkan satu orang pun untuk mendekati Gabriel.
Karena Gabriel miliknya.
***
Berharap bahwa Gabriel akan membujuknya yang masih acuh terhadap Gabriel. Justru pria itu membiarkan Fiona dengan kekesalannya dan mengabaikan Fiona, bahkan Gabriel memilih bermain dengan teman-temannya tanpa menemuinya di kelas.
Sampai bel pulang pun Gabriel masih tak menjemputnya ke kelas, kekesalan ada Gabriel makin bertambah terlebih pria itu tak memberinya pesan apapun.
"Ada yang gak tahan ini berantem sama bestienya sampai gundah karena seharian ini gak dijenguk"
Ajeng datang dan merangkul bahu Fiona yang masih terduduk di kursinya dengan pandangan menyorot pada pintu kelasnya.
"Samperin lah Fio!" Rina yang duduk dengan Fiona itu menyerukan perintahnya pada Fiona yang dia tau Fiona ingin sekali menemui Gabriel namun karena masih merajuk dan bertahan dan menunggu Gabriel yang menemuinya lebih dulu jadilah Fiona hanya diam menunggu.
"Kalo lo gak samperin Gabriel siap-siap aja ditikung sama penggemar dia" Baru Ajeng menyelesaikan kalimatnya, Fiona segera bangkit dari kursinya membawa tasnya untuk menemui Gabriel sekarang juga.
Mendengar kalimat yang Ajeng katakan membuat Fiona sadar bahwa ketika dia berada jauh dari sosok Gabriel tentu para penggemar pria itu akan mencari kesempatan untuk dekat dengan Gabriel dan tentu hal itu tak mau Fiona beri pada mereka.
Rina dan Ajeng hanya bisa terkekeh di tempatnya karena Fiona, kedua teman Fiona itu tau betapa posesifnya Fiona pada Gabriel yang tidak mengizinkan wanita manapun untuk mendekati sahabat baik Fiona itu.
Dengan langkah lebar Fiona berlari keluar kelasnya dan mencari Gabriel di lantai tiga, dimana kelas pria itu berada. Namun sesampainya dirinya di sana, kehadiran Gabriel sama sekali tak dirinya temukan.
"Lagi kumpul di ruang basket" Itu kata adik kelas yang Fiona tanya tentang keberadaan Gabriel. Mendengar itu Fiona segera melangkahkan kakinya ke ruang ekskul tentunya setelah dirinya berujar terimakasih.
Padahal Fiona tau ini bukan jadwal pria itu untuk ekskul basket namun mengapa Gabriel harus berkumpul di sana?
Napasnya sudah memburu karena berlarian melewati lorong sekolah, sampai dirinya tiba di depan pintu lapangan basket indoor sekolahnya, di tengah lapangan sana Fiona bisa melihat sosok Gabriel tengah berbicara dengan seorang adik kelasnya yang ia tau menyimpan perasaan pada Gabriel.
Fiona tentu ingat dengan gadis itu, gadis yang sama yang memberikan Gabriel coklat dan yang Gabriel antar pulang minggu lalu.
Langkah Fiona cepat menuju ke arah Gabriel dengan wajah kesalnya. Dirinya mulai mendengar apa yang keduanya bicarakan dan itu membuat kemarahan Fiona bertambah.
"Maaf ya El ngerepotin"
"Ngerepotin apa?" Fiona datang di saat gadis yang berbicara di depan Gabriel itu menyelesaikan kalimatnya.
Gabriel melihat sosok Fiona yang mendekat dan lantas berdiri di dekatnya mencipta pandangan tajam yang diberikan untuknya dan Melsa, teman kelas Gabriel.
"Ngerepotin apa? Dia ngapain Gabriel?" Tuntut Fiona pada Gabriel yang tak sabar mendengar jawaban Gabriel atas apa yang Melsa katakan padanya, apa yang gadis itu repotkan pada Gabriel.
"Yaudah El, gue balik duluan ya" Melsa yang merasa terganggu akan kedatangan Fiona itu memilih undur diri, namun sebelum dia benar-benar pergi tak lupa dia memberikan Fiona tatapan sinis dan merasa terganggu akan kedatangan Fiona ketika dirinya masih bicara dengan Gabriel.
"Kok lo diem gue tanya?" Fiona kini beralih menatap Gabriel yang juga tengah menatapnya dengan lekat.
"Lo udah gak marah sama gue?" Tak menjawab tanya Fiona, Gabrie jutsru melayangkan tanya pada Fiona tentang gadis itu yang merajuk padanya.
Fiona yang kembali ingat dengan marahnya justru berdehem dan melipat kedua tangannya di depan dada. "Gue mau pulang! Lo mau tinggalin gue lagi ceritanya?"
Gabriel tertawa pelan dan mencubit gemas pipi Fiona. "Gue ambil tas dulu" Gabriel melangkah ke arah kursi penonton dimana teman-teman basketnya berada yang sebagian masih di dana dan tengah mengobrol setelah tadi mereka mengadakan rapat kecil tentang pertandingan yang mau diadakan sekolah.
"Balik lo El?"
Gabriel mengangguk dan mengambil tasnya, melambaikan tangan pada teman-temannya sebelum dia kembali pada Fiona yang menunggu di dekat pintu keluar.
"Lo belum jawab pertanyaan gue tadi, maksud cewek tadi itu apa? Dia ngerepotin apa?" Sekembalinya Gabriel pada Fiona gadis itu kembali menanyakan perihal percakapan yang ia curi dengar Gaabriel dengan teman wanitanya itu.
"Tentang tugas, udahlah gak penting"
"Penting! Gue mau tau"
"Tugas kelompok Fi!"
"Tapi-"
"Ayo ah pulang!" Gabriel mulai malas jika Fiona mulai melebarkan masalah kecil seperti ini. Gadis itu bisa menjadi begitu posesif andai ada seseorang wanita yang berbicara padanya. Mungkin terkadang Gabriel terhibur akan tingkah Fiona, namun juga terkadang dia kesal seperti saat ini contohnya. Fiona bisa melebarkan masalah sepele.
"Gue masih marah sama lo soal pagi tadi loh El!"
Fiona menghentakan kakinya kesal saat Gabriel berjalan mendahuluinya dan meninggalkannya sendiri di belakang.
TBC ...
"Fiona gak mau tau!! Papah sudah janji mau bawa Fiona pergi ke tempat yang banyak jajannya!! Ayo Papah!"Gadis kecil yang rambutnya dikuncir dua itu tampak terus merengek di depan sang Papah yang tengah sibuk mengerjakan laporan kerjanya. Pak Devan, Papah dari gadis bernama Fiona ini nampak menghela napasnya perlahan melihat rengekan sang putri kecil yang terus meraung di dekat meja kerjanya."Sayang, Fiona lihat kan Papah sedang bekerja nak, Sama Nenek dulu ya ... Fiona ke supermarket sama Nenek, beli apapun yang Fiona suka--""Papah Janji hari minggu mau pergi sama Fiona, tapi kenapa sekarang bohong?!! Fiona maunya sama Papah!! Sama Papah!!"Dan pecahlah tangis anak berusia 4 tahun itu dengan kuatnya. Membuat Devan yang melihat sang putri menangis justru memijat keningnya kala pening menghampiri. "Fiona, Papah harus bekerja-""Papah selalu bekerja ... Papah gak pernah ada waktu buat Fiona!! Papah gak pernah main sama Fiona!!"&nb
"Fiona bilang apa! Tidak boleh begitu" Neneknya itu nampak terlihat sungkan pada Jesslyn yang terlihat sama tak enaknya. "Maaf ya, Fiona hanya bicara asal"Jesslyn menggeleng "tidak perlu meminta maaf, saya juga tidak masalah kok." Jesslyn tersenyum tipis dan berjongkok di dekat tubuh Fiona."Fiona sayang, lain kali ya Tante Jess main ke rumah Fiona" Jesslyn mengusap rambut Fiona yang dikuncir itu dengan lembut."Tapi kenapa? Fiona masih mau bersama Mamah--""Fiona!" Neneknya nampak menegur dan Fiona tak menghiraukannya, pandangan gadis kecil itu masih terfokus pada Jesslyn. "Besok kita masih bisa bertemu di sini lagi Fiona""Janji? Besok, Mamah datang lagi ke sini?"Jesslyn mengangguk pelan "Ya, Tante janji akan datang di jam yang sama"Fiona tersenyum senang dan memeluk Jesslyn erat "Fiona senang sekali, Fiona juga janji akan datang bersama Papah!" Neneknya yang berdiri di dekat sang cucu hanya menghela napas pelan dan terseny
"Papah!!, ayo katanya mau pergi" Fiona sejak bangung pagi tadi pukul 6, tak henti mengingatkan sang Papah untuk pergi ke swalayan yang berada di dekat komplek perumahan mereka.Tak hentinya Fiona mengatakan bahwa dia tak sabar untuk bertemu Mamah barunya."Sabar sayang, Papahmu sedang mandi" Neneknya yang keluar dari dapur setelah membantu satu asisten rumah tangannya membuat sarapan itu memilih menemani Fiona yang tak henti meneriaki Papahnya agar mereka segera pergi.membutuhkan waktu 20 menit menunggu Papahnya itu selesai membersihkan dirinya dari dalam kamar mandi."Papah sangat lama!" Fiona bersidekap kesal menatap Devan yang hanya terkekeh melihat Fiona yang menggembungkan pipinya kesal."Fiona, Papahmu kan harus tampil menawan untuk mengambil hati calon mamah barumu"Neneknya itu berbisik di telinga Fiona yang mampu Devan ikut dengar, karena dari pada berbisik Ibunya itu lebih tepat se
13 Tahun kemudian ..."Sejak kelas 5 SD, dia bahkan sudah mengikuti kelas akselerasi dan saat dia kelas 8, dia bahkan diangkat menjadi ketua osis, lalu sekarang dia terpilih jadi kapten tim basket SMA Galaxi, keren banget gak sih?"Dua orang siswi yang mendengar ocehan temannya itu hanya memutar bola matanya malas karena mereka selalu mendengar cerita ini setiap kali temannya itu bercerita.Fiona, gadis ini sering kali memuji Gabriel yang tak lain adik kelas mereka yang kini berada di kelas 10 MIPA 2 dan baru saja diangkat menjadi kapten basket karena permainannya yang begitu menakjubkan."Oke Fio, lo udah cerita hal itu ke kita dan sering banget lo ulang-ulang itu ... Kita paham lo itu suka sama Gabriel-""Enggak! Siapa bilang gue suka! Gue kagum sama sahabat baik gue!"Fiona membantah ucapan temannya itu, meski jantungnya berdebar karena ucapan suka yang
Devan menutup pintu mobilnya dengan kedua mata yang terarah pada sosok pria yang duduk di kursi depan rumahnya."Nathan!" Devan memanggil si pemilik nama yang tak lain keponakannya itu di atas kursi yang hanya memberikannya senyum tipis."Kok di luar? Kenapa tidak masuk?" Devan mengajukan tanya pada Nathan yang berjalan mendekat agar menyalami Omnya tersebut."Nathan gak bawa kunci rumah, tadi udah panggil Om sama Fiona, tapi sepertinya gak ada orang jadi Nathan tunggu di luar"Devan tersenyum tipis dan mengangguk mengerti. "Sepertinya Fiona masih di rumah Gabriel. Ayo masuk dulu! Kamu kenapa tidak menelepon Om kalau mau mampir? Apa sudah lama menunggu di luar?"Nathan tersenyum singkat dan menggeleng "Belum lama Om, belum ada 10 menit Nathan menunggu"Devan membuka pintu rumahnya dan menyuruh Nathan untuk masuk."Fiona sudah lama di rumah temannya Om?" Nathan meletakan tas yang dibawanya itu ke atas sofa