"Papah!!, ayo katanya mau pergi"
Fiona sejak bangung pagi tadi pukul 6, tak henti mengingatkan sang Papah untuk pergi ke swalayan yang berada di dekat komplek perumahan mereka.
Tak hentinya Fiona mengatakan bahwa dia tak sabar untuk bertemu Mamah barunya.
"Sabar sayang, Papahmu sedang mandi" Neneknya yang keluar dari dapur setelah membantu satu asisten rumah tangannya membuat sarapan itu memilih menemani Fiona yang tak henti meneriaki Papahnya agar mereka segera pergi.
membutuhkan waktu 20 menit menunggu Papahnya itu selesai membersihkan dirinya dari dalam kamar mandi.
"Papah sangat lama!" Fiona bersidekap kesal menatap Devan yang hanya terkekeh melihat Fiona yang menggembungkan pipinya kesal.
"Fiona, Papahmu kan harus tampil menawan untuk mengambil hati calon mamah barumu"
Neneknya itu berbisik di telinga Fiona yang mampu Devan ikut dengar, karena dari pada berbisik Ibunya itu lebih tepat seperti menggodanya.
"Apasih Mamah, ayo Fiona kita berangkat"
Devan mengusap rambutnya yang masih sedikit basah itu sebelum menggandeng lengan Fiona.
Fiona yang begitu senang menarik tangan sang Papah agar berjalan lebih cepat. Gadis itu bahkan menunjukan gelang yang dipakainya pada sang Papah.
"Lihat Pah, gelang ini nantinya mau Fiona kasih ke Mamah Jesslyn. Boleh kan Pah?"
Devan tersenyum simpul dan mengangguk memperhatikan gelang berbandul bunga matahari yang Devan belikan saat pulang dari luar kota bulan lalu "itu gelang pemberian Papah bukan? Tidak apa-apa bunga itu diberikan pada orang lain?"
Fiona mengangguk uat "kan yang pakai Mamah"
Devan berhenti di depan tubuh Fiona dan menggenggam kedua bahu putrinya itu dengan erat. "Fiona dengar kata Papah, Fiona boleh meminta mencari Mamah baru, tapi janji jangan pernah melupakan Mamah Arsha?"
Gadis kecil itu mengangguk dengan kuat "iya Papah! Mamah Arsha selamanya akan ada di hati Fiona dan hatinya Papah" Devan tersenyum haru dan memeluk sang putri setelah ia beri kecupan di kening.
***
"Kamu yakin orang itu akan datang?" Devan bertanya pad Fiona yang asik dengan roti di tangannya. Mereka menunggu sudah hampir setengah jam dan Devan yang tak suka menunggu lama-lama pun nampak tak betah ingin segera pergi.
"Sebentar lagi Pah, Mamah Jess pasti datang kok, kemarin kita sudah janji"
Fiona berucap dengan santai tanpa ada khawatir yang menghampiri karena Jesslyn yang tidak akan datang.
Lain bagi Papahnya yang mulai bosan jika harus menunggu lama.
"Itu dia!!" Fiona menunjuk sosok wanita berambut panjang yang tersenyum melambai kecil ke arahnya yang duduk di sebuah kursi panjang di dekat pintu masuk swalayan tersebut.
Fiona meletakan bungkusan rotinya hanya untuk berlari memeluk Jesslyn. Nampak begitu bahagia Fiona dapat bertemu Jesslyn.
"Mamah Jesslyn, Fiona senang sekali kita kembali bertemu ... Itu Papah Fiona" Fiona menarik tangan Jesslyn agar duduk di dekat sang Papah yang nampak suasana canggung menghampiri jika Fiona tak kembali berbicara.
"Saya Devan, Papah Fiona ..." Devan nampak memperkenalkan dirinya pada Jesslyn yang tersenyum dan mengangguk hormat. "Saya Jesslyn"
Fiona begitu senang melihat sang Papah mulai akrab dengan Jesslyn dia bahkan mengambil duduk di tengah mereka. "Fiona senang Mamah Jesslyn ingat dengan janji kita"
"Karena itu sebuah janji, harus dong Tante tepati"
"Hari ini, Mamah Jess ikut Fiona sama Papah jalan-jalan ya, Fiona mau sekali jalan-jalan ditemani Papah dan Mamah"
Devan yang mendengar ucapan sang putri menatap Jesslyn ingin mendengar jawaban wanita itu.
Namun melihat Jesslyn yang nampak ragu dan tak enak untuk menolak, membuat Devan seakan mengerti perasaan wanita itu.
"Fiona, nanti jalan sama Papah aja ya, sepertinya Tante ini ada keperluan mendesak"
Mendengar ucapan sang Papah membuat Fiona menggeleng tak setuju, dia ingin jalan-jalan dengan Jesslyn dan Devan dan keinginannya itu harus terpenuhi.
"Mamah Jesslyn mau kan jalan-jalan bersama Fiona?"
Fiona menatap kedua mata Jesslyn dengan pandangan berkacanya, gadis kecil itu berharap bahwa Jesslyn menuruti keinginannya.
Belum Jesslyn menjawab, ada sebuah mobil yang terparkir di depan mereka dan tanpa mematikan mesin mobilnya, seseorang yang berada di balik kemudi itu turun sembari mengendong seorang pria kecil yang usianya baru memasuki 2 tahun.
"Jesslyn!!"
Si pria itu datang dan tanpa mengucap apapun menarik tangan Jesslyn dari pandangan Fiona serta Papahnya. Fiona yang terkejut mencoba menarik tangan Jesslyn menolak wanita itu untuk dibawa pergi.
"Jangan bawa Mamahku! Pria jahat!!" Sentakan pria itu terputus saat mendengar panggilan Fiona pada Jesslyn.
belum pria berotot tegap itu membuka suaranya, Papah Fiona maju untuk menggendong sang putri dan menarik Jesslyn menjauh yang hanya menimbulkan api amarah di sepasang mata itu.
"Lepaskan tanganmu dari istriku!!" Mendengar geraman marah dari orang itu membuat Devan meneguk salivanya kasar dan tak menyangka pada ucapan si pria yang baru ia dengar ini.
"Ini Mamahku!!" Fiona menjerit kesal dan mencoba turun dari gendongan sang Papah dan berari memeluk kaki Jesslyn yang sedari tadi mencoba menenangkan pria asing tersebut.
Akhirnya karena pening dengan keributan yang terjadi, Jesslyn menyuruh semua orang yang berada di dekatnya untuk diam. Setelah meredam kekesalannya Jesslyn berjongkok di depan wajah Fiona yang memerah dan menyorot sinar amarah pada pria asing tersebut.
"Fiona maaf ya, hari ini Tante tidak bisa jalan-jalan denganmu ... Lain kali kita lakukan-"
"Tidak akan ada lain kali!" Jesslyn memberikan pelototan tajamnya pada pria asing tersebut dan kembali memberikan tatapannya pada Fiona dengan tampang bersalah.
"Maaf ya Fiona" Fiona menggeleng dan menangis, kuat ia melepas gelang di tangannya dan memberikannya pada Jesslyn "Fiona mau beri ini buat Mamah, Fiona mau merasakan jalan-jalan dengan Mamah ... Tapi kenapa Fiona tidak boleh?"
"Fiona udah nurut kata Papah, Fiona udah jadi anak baik ... Fiona hanya mau Mamah tapi kenapa tidak ada yang mengabulkan?"
Fiona menangis sedih dan ia menolak saat sang Papah ingin membawanya ke dalam gendongannya.
"Mamah jangan pergi ..."
Fiona merasakan sebuah tepukan di telapak tanganya, dan saat ia membuka mata ada sosok pria kecil yang berdiri di depannya memberikan ia mainan mobil berukuran kecil yang ada di dalam tangan pria itu.
"Ini apa?"
Fiona menghilangkan tangisnya dan menyisakan air mata yang mengalir di kedua pipinya, gadis kecil itu mengambil mainan yang diserahkan si pria kecil yang ada di depannya dengan raut polos itu.
"Ini buat Fiona?"
Fiona tersenyum saat pria kecil itu melambaikan tangan padanya dengan senyum yang terpatri. Kesedihan yang Fiona rasakan mendadak hilang karena tingkah si pria kecil yang memberinya rasa hangat di hati.
"Ini anak Tante Fiona, namanya Gabriel, Fiona boleh kok main ke rumah Tante main sama Gabriel ... Fiona juga boleh panggil Tante Jesslyn Mamah, Tante mau jadi Mamah Fiona meski kita tidak tinggal bersama"
Jesslyn mengusap rambut Fiona dengan lembut. Fiona hanya mengangguk dan membersihkan wajahnya dari air mata. Gadis kecil itu terfokus pada Gabriel yang masih menatapnya dari balik kaki pria asing itu.
"Maaf ya, sudah buat anakmu menangis, aku sudah menikah dan ini, suami juga anakku"
Jesslyn meminta maaf pada Devan yang hanya bisa tersenyum tipis dan mengangguk, baru ingin didekati tapi ternyata sudah memiliki pasangan.
"Iya, ini salah Fiona yang selalu bertindak tanpa memikirkannya dulu"
Jesslyn tertawa dan menggeleng "dia masih anak-anak, masih belum mengerti pada apa yang dia lakukan"
Fiona mendekati Gabriel dan menyerahkan gelang di tangannya. "Ini untukmu, bolehkah aku berteman dengannya?" Fiona bertanya pada Jesslyn dan pada pria asing yang masih memberi tatapan tajam pada Papahnya itu.
"Tentu boleh Fiona"
Fiona tersenyum senang dan memasangkan gelang di tangan kecil Gabriel, meski terlihat kebesaran nampaknya Gabriel juga menyukainya dan hal itu membuat Fiona senang.
"Gabriel, namanya bagus, apa ada artinya?"
"Namanya Gabriel, artinya malaikat .. Malaikat yang selalu menjaga dan melindungi Fiona dimanapun Fiona berada" Jesslyn menjelaskan dan nampak kedua mata Fiona berbinar mendengar penjelasan Jesslyn mengenai nama Gabriel.
Sejak hari itu Fiona mulai dekat denga Gabriel, setiap hari, sebelum Papahnya berangkat bekerja dia akan dititipi di rumah Gabriel, memilih bermain bersama pria kecil itu dibanding Fiona harus berada di rumah sendiri dan kesepian, hanya bermain dengan sang Nenek yang sudah tak kuat jika ia ajak bermain lari-larian.
Fiona juga bertahan membantu Jesslyn menjaga Gabriel yang sangat aktif berlari juga belajar berbicara, Fiona sangat senang bisa bermain di rumah Jesslyn meski terkadang pria bernama Arion yang tak lain Papah Gabriel itu terkadang masih memberikan ia tatapan kesal entah karena apa, tapi Fiona tak memperdulikannya.
Dari pagi Fiona sudah berada di rumah Jeslyn sampai menjelang makan siang dan ketika sore mendatang, dia akan pulang jika Nenek atau Papahnya menjemput dia untuk pulang.
"Mamah, Fiona boleh kan terus bermain sama Gabriel sampai Gabriel besar nanti?"
Jesslyn yang tengah membereskan mainan Gabriel yang berserakan tersenyum menoleh pada Fiona dan menganggukan kepalanya. "Fiona jaga Gabriel ya, Fiona harus tetap berteman sama Gabriel sampai besar"
"Iya Fiona akan menjaga Gabriel sampai besar, dan Fiona mau menjadi Kakaknya boleh?"
Jesslyn tertawa kecil dan mengangguk setuju.
"Boleh, Fiona boleh menjadi Kakaknya."
Saat itu usianya masih 4 tahun, semua ucapannya tentu hanya pemikiran anak-anak yang ingin selalu bersama, tanpa memikirkan bagaimana kehidupan saat besar nanti.
Jika Fiona yang saat itu mengerti bagaimana hubungan mereka saat remaja, pasti memilih mengganti kata-katanya, dia tak mau menjadi Kakak, dia mau menjadi kekasih Gabriel, hanya dia ... Bukan orang lain.
TBC ...
13 Tahun kemudian ..."Sejak kelas 5 SD, dia bahkan sudah mengikuti kelas akselerasi dan saat dia kelas 8, dia bahkan diangkat menjadi ketua osis, lalu sekarang dia terpilih jadi kapten tim basket SMA Galaxi, keren banget gak sih?"Dua orang siswi yang mendengar ocehan temannya itu hanya memutar bola matanya malas karena mereka selalu mendengar cerita ini setiap kali temannya itu bercerita.Fiona, gadis ini sering kali memuji Gabriel yang tak lain adik kelas mereka yang kini berada di kelas 10 MIPA 2 dan baru saja diangkat menjadi kapten basket karena permainannya yang begitu menakjubkan."Oke Fio, lo udah cerita hal itu ke kita dan sering banget lo ulang-ulang itu ... Kita paham lo itu suka sama Gabriel-""Enggak! Siapa bilang gue suka! Gue kagum sama sahabat baik gue!"Fiona membantah ucapan temannya itu, meski jantungnya berdebar karena ucapan suka yang
Devan menutup pintu mobilnya dengan kedua mata yang terarah pada sosok pria yang duduk di kursi depan rumahnya."Nathan!" Devan memanggil si pemilik nama yang tak lain keponakannya itu di atas kursi yang hanya memberikannya senyum tipis."Kok di luar? Kenapa tidak masuk?" Devan mengajukan tanya pada Nathan yang berjalan mendekat agar menyalami Omnya tersebut."Nathan gak bawa kunci rumah, tadi udah panggil Om sama Fiona, tapi sepertinya gak ada orang jadi Nathan tunggu di luar"Devan tersenyum tipis dan mengangguk mengerti. "Sepertinya Fiona masih di rumah Gabriel. Ayo masuk dulu! Kamu kenapa tidak menelepon Om kalau mau mampir? Apa sudah lama menunggu di luar?"Nathan tersenyum singkat dan menggeleng "Belum lama Om, belum ada 10 menit Nathan menunggu"Devan membuka pintu rumahnya dan menyuruh Nathan untuk masuk."Fiona sudah lama di rumah temannya Om?" Nathan meletakan tas yang dibawanya itu ke atas sofa
"Fiona lo ke sekolah naik apa?" Gabriel mendekati Fiona yang baru keluar dari kelasnya untuk istirahat, namun Fiona yang merajuk serta marah pada Gabriel memilih mengacuhkannya dan tak menganggap kehadiran Gabriel di sisinya.Fiona sibuk dengan teman-temannya dan mengabaikan Gabriel yang terus mendekatinya."Lo marah sama gue? Gue minta maaf gue pikir lo berangkat sama Kakak sepupu lo!" Gabriel yang tak suka Fiona mengacuhkannya itu menarik tangan gadis itu agar Fiona menatapnya .Apa yang dilakukannya memang berhasil menghentikan langkah Fiona dan membuat gadis itu memberikannya tatapan tajam serta marah. "Gue masih marah sama lo ya El! Jangan panggil atau ngomong sama gue dulu!"Fiona melepas kasar cengkraman Gabriel di tangannya dan kemudian kembali mengajak teman-temannya untuk meninggalkan Gabriel sendiri di lorong lantai dua itu."Wihh ada yang marahan nih!" Sebuah suara dari belakang tubuhnya serta rangkulan Gab
"Fiona gak mau tau!! Papah sudah janji mau bawa Fiona pergi ke tempat yang banyak jajannya!! Ayo Papah!"Gadis kecil yang rambutnya dikuncir dua itu tampak terus merengek di depan sang Papah yang tengah sibuk mengerjakan laporan kerjanya. Pak Devan, Papah dari gadis bernama Fiona ini nampak menghela napasnya perlahan melihat rengekan sang putri kecil yang terus meraung di dekat meja kerjanya."Sayang, Fiona lihat kan Papah sedang bekerja nak, Sama Nenek dulu ya ... Fiona ke supermarket sama Nenek, beli apapun yang Fiona suka--""Papah Janji hari minggu mau pergi sama Fiona, tapi kenapa sekarang bohong?!! Fiona maunya sama Papah!! Sama Papah!!"Dan pecahlah tangis anak berusia 4 tahun itu dengan kuatnya. Membuat Devan yang melihat sang putri menangis justru memijat keningnya kala pening menghampiri. "Fiona, Papah harus bekerja-""Papah selalu bekerja ... Papah gak pernah ada waktu buat Fiona!! Papah gak pernah main sama Fiona!!"&nb
"Fiona bilang apa! Tidak boleh begitu" Neneknya itu nampak terlihat sungkan pada Jesslyn yang terlihat sama tak enaknya. "Maaf ya, Fiona hanya bicara asal"Jesslyn menggeleng "tidak perlu meminta maaf, saya juga tidak masalah kok." Jesslyn tersenyum tipis dan berjongkok di dekat tubuh Fiona."Fiona sayang, lain kali ya Tante Jess main ke rumah Fiona" Jesslyn mengusap rambut Fiona yang dikuncir itu dengan lembut."Tapi kenapa? Fiona masih mau bersama Mamah--""Fiona!" Neneknya nampak menegur dan Fiona tak menghiraukannya, pandangan gadis kecil itu masih terfokus pada Jesslyn. "Besok kita masih bisa bertemu di sini lagi Fiona""Janji? Besok, Mamah datang lagi ke sini?"Jesslyn mengangguk pelan "Ya, Tante janji akan datang di jam yang sama"Fiona tersenyum senang dan memeluk Jesslyn erat "Fiona senang sekali, Fiona juga janji akan datang bersama Papah!" Neneknya yang berdiri di dekat sang cucu hanya menghela napas pelan dan terseny