Share

27. Galau

Penulis: Anindya Alfarizi
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

**

Waktu sudah menunjukkan pukul empat sore. Jam kantor segera berakhir, namun Gavin belum sama sekali membereskan berkas-berkas yang bertebaran di atas meja kerjanya. Bukan karena sangat rajin, tapi pria itu sedang bimbang. Ia ingin segera bertemu dengan putri kecilnya di rumah, namun juga tidak ingin pulang sebab rasanya masih belum sanggup bertemu dengan Inara.

“Lagian ide bodoh apaan yang membuatku membawanya ke salon kecantikan tempo hari?” gerutunya kesal. “Sekarang aku kalau di rumah jadi ingin lihat dia terus. Oh, shibal!”

Jadi bagaimana? Haruskah Gavin pulang ke apartemen saja?

“Ya, ya. Sebaiknya aku memang harus pulang ke apartemen saja sementara ini. Sampai aku benar-benar bisa menahan hasratku. Kalau nggak, aku beneran bisa jadi pelaku kriminal dua kali. Ah, sialan banget!”

Berpikir-pikir sejenak, Gavin sedikit terperanjat kala ia teringat tawaran Aldo kemarin. Pria itu lantas mengambil ponselnya yang tergeletak di atas meja guna menghubungi sang teman.

Panggilan telepon d
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Mengandung Pewaris Tuan CEO   28. Insiden Tengah Malam

    **Apa itu?Inara menatap nyalang Gavin yang belum sadar bahwa dirinya ada di sana. Ia tidak tahu bagaimana menyebut rasa yang saat ini berkecamuk dalam hatinya, namun yang jelas, ia tidak suka melihat Gavin seperti itu. Perempuan dengan baju kurang bahan yang berada di sana seperti tampak bangga dan justru sepenuh hati menyerahkan diri kepada sang CEO.Itu memuakkan, sungguh. Inara membayangkan dirinya berjalan mendekat dan menarik rambut si gadis jalang sampai tercerabut lepas dari kulit kepalanya serta melemparnya menjauh dari Gavin. Tapi hal itu jelas hanya terjadi dalam bayangannya saja.“Kenapa hanya berdiri di sana? Masuklah, kamu mencari Gavin, kan?”Inara terkesiap, baru sadar jika ada seseorang di balik pintu yang menunggu dirinya masuk. Perempuan itu ragu-ragu. Mengerling lelaki yang masih menampakkan senyum menyebalkan.“Ap-apa Pak Gavin sedang sibuk?” Inara menyesali pertanyaannya, sebab hal seperti itu seharusnya sudah tidak perlu lagi dipertanyakan. Terlihat jelas bahw

  • Mengandung Pewaris Tuan CEO   29. Tidak Sadar

    **“Pak Gavin, lepaskan saya!”Inara menyentakkan tubuhnya lepas dari kungkungan Gavin. Shock, perempuan itu menutupi bibirnya yang terasa perih dengan telapak tangan.“Bisa-bisanya Pak Gavin lakukan itu!”Namun, agaknya percuma saja perempuan itu marah-marah. Sebab Gavin sepertinya sama sekali tidak sadar. Ia mengeluh pelan, berguling di atas sofa kemudian diam dengan mata terpejam erat dan desir napas teratur. Tuan Direktur itu tertidur lelap. Sama sekali mengabaikan Inara yang berdiri tertegun dengan bibir bengkak dan sedikit berdarah.“Dia mabuk,” gerutu Inara pelan. Menatap sengit ke arah Gavin dengan perasaan penuh dendam. Ingin rasanya ia mengguyur pria itu dengan seember air, tapi sebaiknya tidak usah.“Aku pulang saja. Memang ini salahku, segala mengkhawatirkan lelaki semacam Gavin. Seharusnya aku sadar, diriku sendiri yang perlu dikhawatirkan bukannya dia.”Perempuan itu berbalik dan seketika langkahnya membeku. “Dari tadi pintunya kebuka lebar begini, kah?”Benar, pintu apa

  • Mengandung Pewaris Tuan CEO   30. Video Skandal

    **Gavin tidak jadi sarapan. Ia buru-buru menutup kembali ponselnya dan beralih memandang Inara yang saat itu tengah menatapnya penuh rasa khawatir. Dan meninjau dari seperti apa sikap perempuan ini, Gavin yakin sekali Inara tidak –belum– tahu tentang video yang baru saja ia tonton dan mungkin saat ini membuat gempar jagat maya. “Aku berangkat ke kantor sekarang,” tegasnya seraya beranjak dari kursi meja makan.“Pak, tapi anda belum makan apa-apa,” cegah Inara. Perempuan itu yakin sekali ada yang tidak beres dengan sang CEO ini.“Nggak perlu. Ingat kata-kataku tadi, Inara. Jangan kelayapan keluar rumah. Telepon aku kalau ada apa-apa.”Dan laki-laki itu berlalu, menjauh dari pandangan. Meninggalkan Inara sendirian yang menggerutu sebal.“Jangan kelayapan-jangan kelayapan, cara ngomongnya udah kayak aku ini perempuan yang hobinya berkeliaran malam-malam kayak kuntilanak begitu. Sebentar baik, sebentar ketus. Orang aneh!” “Mama, Om kenapa?” Pertanyaan Aylin membuat fokus Inara kembali.

  • Mengandung Pewaris Tuan CEO   31. Bantuan Aldo

    **“Apa yang akan Mami lakukan? Dia nggak akan mendatangi Inara ke rumah lagi, kan?”Nah, sesudahnya, Gavin kembali dilanda bimbang. Ia berpikir-pikir, mungkinkah kembali pulang untuk mencegah ibunya serta Jessica melakukan hal yang tidak-tidak kepada Inara lagi? Tapi sejak tadi pagi, Gavin sudah bolak-balik dari apartemen ke rumah, kemudian ke kantor. Itu sangat tidak efisien.“Selamat pagi, Pak Gavin.” Suara sapaan pelan mengalihkan atensi pria itu. Ia berujar mempersilahkan masuk, dan sekretarisnya muncul di ambang pintu.“Pak, Gavin, anda sudah ditunggu di ruang meeting oleh jajaran dewan direksi. Meeting evaluasi tahunan kita mulai lima menit lagi.”Oh, sial! Gavin sama sekali lupa bahwa pagi ini adalah jadwal meeting evaluasi tahunan perusahaan. Jelas ia tidak bisa ke mana-mana.“Duluan ke sana, siapkan materinya, aku segera menyusul.” Ia mengiyakan untuk mengusir sekretarisnya secara tidak langsung, sebab berpikir harus melakukan sesuatu untuk mengantisipasi keadaan Inara.“Al

  • Mengandung Pewaris Tuan CEO   32. Situasi Sulit

    **Inara masih termangu-mangu di depan kaca. Mematai mobil putih Aldo yang baru saja menghilang dari pandangan. Risau rasa hati, namun ia benar-benar tidak tahu apa yang terjadi. Apa yang membuat Riani dan Jessica datang dengan emosi membara seperti tadi?“Mama ….”Hingga kemudian suara serak Aylin membuat perhatiannya teralihkan. Gadis cilik itu sedang digendong oleh Sara –maid rumahnya– yang tadi ia titahkan untuk mengamankan sang putri kecil.“Aylin? Kenapa minta gendong begitu? Jangan, Nak, turun. Kamu sudah besar, loh.” Inara gegas mengayun langkah mendekati putrinya, mengulurkan tangan untuk mengambil alih Aylin dari tangan pelayan rumahnya.“Mama, kenapa tante yang itu sering mukul Mama? Mama salah apa?”Senyum mengembang di bibir Inara seiring dengan pertanyaan itu. Ia mengusap surai panjang putrinya. “Nggak, Nak. Tante tadi cuma salah paham, jadi marah-marah sedikit. Nggak maksud mukul, kok. Mama nggak apa-apa, tuh.”“Kata Om nggak boleh bohong ….” Aylin mengulurkan tangan u

  • Mengandung Pewaris Tuan CEO   33. Menikah Denganku!

    **Inara menunggu Gavin pulang dengan cemas. Seharian hanya murung, sejak Sara menunjukkan kepadanya video yang membuat heboh tadi pagi. Hingga hari beranjak senja, perempuan itu hanya duduk diam menunggui putrinya bermain. Pikirannya bagai benang kusut yang sulit terurai.Hingga kemudian deru suara kendaraan yang sudah familiar terdengar di halaman rumah, Inara merasa hatinya mencelos. Bagaimana ia harus bersikap kepada Gavin sesudah ini?Masih berdiam diri saat pintu kamar Aylin dibuka dari luar, Inara menoleh kemudian menunduk.“Inara?”“Y-ya, Pak?”Hela napas Gavin terdengar hingga ke seberang ruangan. Inara masih belum pula berani mengangkat wajah sampai lelaki itu kembali bersuara.“Bisa kita bicara sebentar, Inara? Kamu minta tolong Sara untuk menggantikanmu menemani Aylin.”“Baik, Pak.”“Aku tunggu di kamarku.”Inara mengernyit. Kenapa harus di kamar, sementara rumah ini seluas lapangan dan ada banyak sekali ruangan yang menganggur? Nah, namun perempuan itu terlalu pusing unt

  • Mengandung Pewaris Tuan CEO   34. Pernyataan Aldo

    ** Malam yang sepi, di kediaman prestisius milik keluarga Bagaskara. Aldo menyesap wine berwarna merah pekat dalam gelas kristal di tepi balkon kamarnya yang terletak di lantai tiga. Pandangan pria itu menyapu ke arah depan, di mana hamparan city light yang berkelap-kelip nun di seberang sana. Pria itu melirik sekilas kepada botol kaca Legacy by Angostura yang berdiri dengan angkuh di atas meja. Cairan cokelat kemerahan di dalamnya berkilauan ditimpa cahaya lampu. Menyeringai tipis, ia sama sekali tidak mengira Gavin akan memberikan salah satu koleksinya yang berharga untuknya hanya demi Inara. Revaldo Bagaskara mendenguskan tawa miris. Bayangan perempuan manis dengan dua obsidian bening yang berbinar polos itu memenuhi benaknya dengan tiba-tiba. “Dia memang menarik,” gerutu pria itu sementara sesekali menyesap wine-nya. “Sayang sekali kalau Gavin hanya memakainya sebagai alat pengalihan agar tidak menikah dengan Jessica. Aku pikir perempuan bernama Inara itu pantas mendapatkan pe

  • Mengandung Pewaris Tuan CEO   35. Teguh Pendirian

    **Gavin masih berdiri dengan mata menyipit penuh rasa curiga. Memandang Aldo yang sama sekali tidak mengubah posisi, tetap duduk manis tanpa sedikitpun rasa dosa. Malah membalas pandangan Gavin dengan senyum lebar yang kurang ajar. “Gue kangen sama Inara, jadi gue datang. Nggak tahu kenapa kok tiba-tiba aja kangen. Seriously, gue nggak mau ngapa-ngapain dan cuma pengen liat dia. Nggak apa-apa, kan? Toh, kalian berdua juga nggak ada hubungan yang mengharuskan gue menjauh.”“Gue sama Inara memang nggak punya hubungan yang mengharuskan lo menjauh, tapi gue nggak suka lihat lo di sini. Jadi better lo pergi aja sana.”“Silakan menyingkir dari hadapan kami kalau anda tidak suka, Tuan Muda. Biar kami lanjutin ngobrol dulu. Tadinya nggak ada lo juga baik-baik aja, kok.”Sekali lagi, Gavin layangkan pandangan penuh kebencian kepada dua yang lain. Dan sekali lagi pula Aldo membalasnya dengan seringai kurang ajar, sementara itu Inara masih tetap menunduk tak berani mengangkat wajah sedikitpun.

Bab terbaru

  • Mengandung Pewaris Tuan CEO   163. Semuanya Baik-Baik Saja

    **Inara masih cemberut dan sedikit kesal kepada Aldo sampai beberapa saat kemudian ia kembali ke kediaman orang tuanya. Ia tidak pulang ke rumah setelah menjemput Aylin dan Alaric pulang sekolah. Justru membawa kedua buah hatinya ke sana, sebab sang suami masih belum pulang dari perjalanan bisnis. Kemungkinan tengah malam nanti baru akan sampai di rumah, jadi Inara malas di rumah sendirian.Yeah, Inara masih melanjutkan marahnya kepada sang kakak setelah beberapa saat waktu berlalu. Nah, alih-alih merasa sang adik childish, Aldo justru gembira melihat Inara cemberut sepanjang waktu begitu. Menurutnya itu sangat menggemaskan.“Aku bukan anak kecil yang harus kamu awasi ke mana-mana,” sungut Inara ketika Aldo masih juga bertanya mengapa dirinya marah.“Aku kan hanya khawatir. Karena Gavin juga lagi nggak ada, makanya aku gantiin dia buat jagain kamu.”“Ya tapi nggak perlu segitunya kali, Om. Kamu berharap aku beneran jambak-jambakan sama Jessica, begitu?”Aldo terkikik lagi. Ini menyen

  • Mengandung Pewaris Tuan CEO   162. Dia Sudah Berubah

    **Inara melajukan mobilnya dengan tenang. Ya, memang sedikit was-was, namun entah bagaimana ia juga merasa tenang kali ini. Mungkin karena saat ini, ia merasa sudah memiliki lebih banyak dukungan untuk menghadapi Jessica. Dan lagi, bukankah kali ini Riani sudah berada di pihaknya? Tidak mungkin kan kalau mertuanya itu kembali keukeuh menjodohkan Gavin dengan Jessica secara tiba-tiba.Sangat amat tidak mungkin.Maka, Inara tersenyum lebar kala ia sampai di pintu gerbang mansion milik Riani. Sang mertua sudah berada di halaman, sedang mengobrol bersama sekuriti yang berjaga. Ia buru-buru mendekat saat Inara menekan klakson mobilnya sekali.“Maaf, aku jadi meminta kamu untuk ini.” Riani berujar seraya membuka pintu mobil dan masuk. “Rendra lagi dalam perjalanan dinas sama Gavin. Sementara aku nggak begitu senang pakai supir yang lain. Lebih baik aku sama kamu saja.”Lagi, Inara tersenyum. Entah harus merasa tersanjung atau bagaimana. Apakah maksudnya Riani menganggapnya supir yang baik,

  • Mengandung Pewaris Tuan CEO   161. She's Back?

    **“Sepertinya aku nggak dulu sih, Inara.”Nah, kata-kata itu akhirnya menjadi beban yang menggelayuti pikiran Inara hingga berhari-hari ke depan. Sudah tidak ada lagi permasalahan berat yang Inara hadapi. Ia juga sudah kembali aktif bekerja, menerima projek-projek desain interior dari klien. Pun Gavin, yang kembali sibuk di kantor. Sekarang sedang berkutat dengan pembukaan beberapa kantor cabang asuransi di kota-kota besar lainnya. Life goes on, hidup berjalan sebagaimana mestinya setelah segala drama yang sudah terjadi.Hanya saja satu hal yang yang membuat perempuan itu sering terdiam berlama-lama ; Sang kakak yang kian menua, namun belum menemukan rekan pendamping seumur hidup.Dan ternyata sepertinya Salsa pun tidak ada harapan. Padahal sebenarnya Inara sudah senang sekali saat Aldo menyatakan ketertarikan kepada perempuan itu.“Kenapa kamu yang pusing? Aku aja nggak pusing,” kata Aldo ringan sekali. Siang ini pria itu sedang mengganggu kerja sang adik di kediaman keluarganya. S

  • Mengandung Pewaris Tuan CEO   160. Usaha Menyatukan

    **Ini adalah hari yang hangat, di mana dua keluarga berbaur sekaligus. Matahari sudah hampir menggelincir menuju ufuk barat, menyambut senja yang sebentar lagi akan tiba. Pasangan suami istri Bagaskara serta putra sulung mereka, sedang bercengkerama di halaman belakang kediaman Gavin yang sejuk dan luas. Tentu saja ada Inara, Gavin, dan kedua putra putri mereka di sana. Oh, ditambah pula kucing besar putri sulung Gavin yang sekarang ukurannya semakin mengkhawatirkan.“Baby, bisakah makhluk itu kamu kemanakan dulu, begitu? Ini agak menyeramkan Sayang, kalau makhluk sebesar itu berguling-guling bersama kita.” Riani berujar sembari menunjuk Kimmy, yang memang sedang berguling-guling manja di atas rerumputan. Aylin sedang menggaruk-garuk perutnya yang gembul. “Oma takut kalau-kalau dia khilaf dan mencakar kita semua, begitu.”“Kimmy nggak akan mendekati siapapun kecuali Aylin yang suruh,” tukas si bocah tanpa sedikitpun beranjak dari tempatnya semula. “Iya kan, sayang? Kimmy sayang, who’

  • Mengandung Pewaris Tuan CEO   159. Memang Lucu

    **“Serius, Inara. Kamu mau ngapain sih ketemu sama Salsa? Bukannya dia sudah minta maaf? Masih haruskah ketemu segala?”“Aku yang mau ketemu sama dia, kenapa kamu yang panik begitu?”Inara terkekeh pelan ketika ia bersiap-siap akan berangkat bertemu dengan Salsa siang ini. Dan lucu saja rasanya melihat sang suami yang panik sendiri, padahal ia sendiri tidak kenapa-kenapa. “Tapi, kan–”“Sudahlah, aku nggak apa-apa, Pa. Aku ketemu sama Salsa juga bukan mau cari masalah, kok. Toh, dia sendiri juga sudah setuju, kan?”“Siapa yang mau ketemu sama Salsa?”Sepasang suami istri itu sontak menoleh ke ambang pintu rumah ketika sebuah suara turut bergabung tanpa diminta. Aldo berdiri di sana dengan wajah tertarik.“Kenapa kamu setiap hari ke sini? Apakah kamu nggak punya rumah sendiri?” Inara menunjuk lelaki itu dengan mata memicing.“Astaga, begitukah caramu bersikap kepada kakak satu-satunya?” Aldo menimpali dengan gestur terluka. Ia justru menyelonong masuk dan menghempaskan pantat di singl

  • Mengandung Pewaris Tuan CEO   158. Rencana Bertemu

    **Inara melambaikan tangan kepada putra dan putrinya yang sudah berada di dalam mobil sebelum keduanya menghilang bersama Rendra di balik pintu gerbang rumah. Hari ini memang Rendra yang mengantar sekolah. Alaric dan Aylin sendiri yang meminta diantarkan oleh orang kepercayaan Gavin itu. Tidak mau diantar oleh Mama atau Papa mereka. Entah ada rahasia kecil apa yang kedua anak itu akan bagi di dalam mobil.Sementara Inara sendiri kemudian kembali ke dalam rumah, dan mendadak saja rasa bimbang menghampiri benaknya. Teringat si kecil Alaric yang beberapa hari belakangan ia dengar sering berbagi cerita dengan kakaknya perihal ‘Tante’. Entah siapa tante yang Al maksudkan. Sebab setiap Inara bertanya, baik Alaric maupun Aylin selalu hanya mengatakan bukan siapa-siapa, hanya orang lewat.“Apakah Gavin tahu sesuatu tentang ini?” Inara bertanya-tanya kepada dirinya sendiri sementara kembali melangkah ke dalam kamar untuk mencari suaminya.Pria itu ada di sana. Baru saja selesai mandi dan masi

  • Mengandung Pewaris Tuan CEO   157. Permintaan Maaf Salsa

    **“ … Tapi kenapa Om nggak suruh Tantenya nunggu aku sebentar? Kan aku masih mau ngobrol sama Tantenya.”“Halah bocil! Udah dibilang nggak boleh ngobrol sama orang asing. Lagian kamu tuh mau ngobrolin apa sih sama orang tua?”Gavin menengok sekilas ketika suara ribut-ribut terdengar memasuki ruangan depan rumahnya. Pria itu menunggu hingga si empunya suara muncul ke ruang tengah di mana dirinya berada saat ini.“Lagi berantem masalah apalagi kalian berdua?” Pria itu segera menyahut begitu bayangan Aldo muncul di ambang pintu yang mempartisi ruang depan dengan ruang tengah.“Loh, lo ada di rumah? Tumben banget?” Aldo meletakkan tas sekolah Alaric di atas sofa, sebelum menghempaskan tubuhnya di sana juga.“Pulang sebentar buat nengokin Inara, habis ini balik ke kantor. Gue tanya, kenapa kalian berdua ribut-ribut?”Aldo baru saja akan memelototi Alaric untuk memberi bocah itu isyarat agar diam. Namun si kecil sudah keduluan berujar dengan polos, “Tadi ada tante itu ke sekolah, Pa. Al ka

  • Mengandung Pewaris Tuan CEO   156. Rasa Bersalah

    **Salsa Kamila kebetulan saja sedang jalan-jalan sendirian siang ini. Tidak ada yang bisa ia lakukan di rumah, jadi ia bosan. Terlebih lagi, ia juga sedang meratapi nasib lima belas miliarnya yang raib bersama kematian Marvel. Yah, meskipun jumlah sekian tidak akan membuatnya mendadak miskin. Tapi tetap saja itu sayang, kan. Ia bisa menebus dua buah Aventador dengan uang sekian.Perempuan cantik itu menghentikan mobilnya pada jalur zebra cross sebab sekelompok anak-anak sedang menyeberang jalan. Salsa yang tidak pernah menyukai anak-anak memandang dengan bosan, sebelum kemudian objek yang ia lihat berhasil menyita perhatiannya.Bocah laki-laki tampan di seberang jalan itu.“Itu putranya Gavin?” Salsa bertanya kepada diri sendiri sembari menatap lekat si kecil yang sudah pernah ia temui sekali sebelum ini. Salsa belum lupa dengan wajahnya, kok.“Apakah aku harus turun dan menyapa? Kenapa dia sendirian?”Sekali lagi, Salsa bukanlah pecinta anak-anak. Namun wajah tampan dan lucu bocah k

  • Mengandung Pewaris Tuan CEO   155. Penutup Hari

    **(Mengandung konten 21+)Gavin menutup pintu kamar perlahan dan melangkah mendekati ranjang di mana sang istri sedang menunggu dengan senyum lembut. Pria itu meredupkan lampu sebelum menyusul naik ke atas ranjang dan merentangkan tangan untuk merangkul bahu wanitanya.“Anak-anak sudah tidur?” Inara bertanya.Gavin mengangguk. “Alaric minta tidur sama kakaknya. Aylin awalnya nggak mau, tapi akhirnya ya mau juga daripada lihat adiknya nangis.”“Ah, maaf, jadi kamu yang susah payah bujukin mereka nggak, sih? Harusnya tadi aku saja–”“Nggak, Sayang. Kamu harus istirahat. Lagian masalah anak-anak saja, masa aku nggak bisa ngatasin, sih. Aku kan Papanya mereka.”Inara tersenyum lagi. Ia mengikis jarak dan kian merapatkan diri. Kedua tangannya memeluk pinggang Gavin dengan manja.“Terimakasih banyak untuk semuanya.” Perempuan itu berujar pelan sembari mendongak, memandang wajah sang suami yang selalu tampan dan sama sekali tidak berubah kendati lebih dari satu dekade sudah mereka lewati be

DMCA.com Protection Status