"Gimana, dong, Rin?" tanya Tasya. Sedari tadi dia mondar-mandir sambil memegang skrip.
Saat ini Rindu dan timnya sedang berada di halaman samping basecamp mereka, yang sudah didekor sedemikian rupa hingga tampilannya cukup hangat untuk ukuran tempat perayaan ulang tahun bersama pasangan. Ini ide Tasya, yang memang sudah tidak diragukan lagi."Bisa apa kita selain nunggu?""Kamu yakin Duta bakal datang?""Kalau dia masih mau cincinnya balik, harusnya, sih, datang.""Kalau nggak?"Rindu hanya mengedik. Dia bahkan mulai memikirkan plan B kalau memang Duta benar-benar tidak ingin dilibatkan lagi."Alamat bakal begadang lagi, nih, buat ngedit." Devi masuk ke obrolan. "Besok harus tayang, kan?""Bukannya kamu udah sering begadang buat maraton drakor?" Beni menimpali dengan candaan. Devi langsung menoyor lengannya.Rindu kembali mengecek chat room-nya dengan Duta, sama sekali tidak ada balasan."Atau kita bikin aja vlog tanpa Duta, nanti tinggal alasan dia lagi halangan apa gitu," usul Beni."Terlalu berisiko," sanggah Tasya dengan tampang seperti sedang berpikir keras. "Kalau tanpa Duta, mending nggak ada vlog dulu.""Lah, masa Rindu ulang tahun nggak ada vlog-nya? Pasti netizen bertanya-tanya," komentar Devi sambil mengunyah kuaci.Tasya menggaruk kepalanya dengan keras sambil mendengkus, seolah sudah kehabisan ide."Atau kita nyerah aja?"Ucapan Rindu itu sontak menarik seluruh tatapan ke arahnya."Jangan, dong!" ucap Tasya dan Devi nyaris bersamaan."Masa kita mau balik ngegembel lagi?" imbuh Beni.Rindu menghela napas panjang. Dia juga tentu saja tidak ingin kembali hidup susah. Namun, kalau Duta benar-benar tidak datang, hal tadi adalah opsi terburuk yang harus ditempuh.Saat semuanya hampir mati bosan menunggu, tiba-tiba seseorang memencet bel di luar pagar. Rindu langsung bangkit dan bergegas ke depan. Dia bahkan lupa mengenakan sandalnya. Sesemangat itu dia berlari dengan kaki telanjang.Setelah pintu gerbang ditarik, ternyata yang datang benar-benar sesuai harapan."Duta?" Senyum Rindu pun mengembang sempurna.***Sepulang dari taman, Duta langsung ke rumah Nenek Suha, tetangga depan kosannya. Dia pernah janji untuk membantu perempuan senja itu membenahi gentengnya yang bocor, tapi belum pernah sempat karena Duta selalu bekerja hingga magrib. Susah membenahi genteng di malam hari.Karena mengira Tiwi akan menyambut perasaannya dan mereka akan menghabiskan waktu bersama, kemarin Duta izin ke mandornya untuk tidak masuk kerja hari ini. Namun, lagi-lagi kenyataan tidak seindah khayalan. Daripada bingung harus ngapain, Duta bergegas ke rumah Nenek Suha, sebelum lupa lagi. Lagian, dia tidak tahu harus diapakan sakit hatinya ini setelah perasaannya dicampakkan begitu saja. Barangkali main-main sama genteng bisa sedikit mengurangi rasa sakitnya."Gimana, kamu udah bilang cinta sama pegawai bank itu?" tanya Nenek Suha sambil menyiapkan minuman untuk Duta. Wajar kalau dia tahu. Duta memang sering curhat kepadanya.Nenek Suha sudah belasan tahun menjanda karena ditinggal mati oleh sang suami. Nahasnya, dia tidak punya keturunan. Dia berusaha bertahan di kota keras ini seorang diri.Nenek Suha dan suaminya pernah mengadopsi anak, tapi anak itu tumbuh jadi lelaki dewasa yang durhaka. Sudah lama dia meninggalkan rumah. Sesekali pulang hanya untuk merampok uang simpanan Nenek Suha. Bahkan, dia tidak segan menyakiti ibu angkatnya itu kalau keinginannya tidak dituruti. Duta pernah mengusulkan agar anak tidak tahu diri semacam itu dilaporkan saja ke polisi, tapi Nenek Suha tidak setuju. Dia masih berharap suatu saat anak itu akan sadar dan memperlakukannya sebagai mana mestinya."Namanya Tiwi, Nek." Duta setengah teriak dari atas genteng. Bagian yang dia benahi di atas dapur. Memang beratap rendah, sehingga masih memungkinkan untuk mengobrol seperti sekarang.Nenek Suha sering mengeluh. Katanya, adonan kuenya kecipratan air kalau lagi hujan. Pekerjaannya jadi lamban karena harus pindah-pindah.Untuk bertahan hidup, Nenek Suha berjualan aneka kue tradisional di teras rumahnya setiap pagi. Duta dan teman-teman kosannya sering beli untuk teman ngopi, sebelum ke lokasi proyek. Namun, Nenek Suha juga sering ngasih gratisan kalau masih ada sisa sampai malam. Daripada tinggal basi dan mubazir."Iya, itu. Entah kenapa Nenek selalu lupa namanya," ujar Nenek Suha setengah terkekeh. "Terus, gimana?" lanjutnya kepo."Ditolak, Nek. Aku bahkan belum sempat ngomong, dia main pergi gitu aja."Nenek Suha tidak langsung menimpali, seolah sengaja memberi jeda untuk berempati. "Kalau dia bersikap begitu karena kamu hanya tukang bangunan, Nenek yakin dia akan menyesal. Kamu memang tidak berdasi, tapi hatimu seputih kapas.""Nggak usah hibur aku sampai berlebihan gitu, Nek. Mana ada hati seputih kapas?"Mereka terkekeh.Ajaibnya, Duta merasakan hatinya tidak seremuk tadi lagi. Entah kenapa, berada di dekat Nenek Suha memang selalu terasa nyaman. Dia punya petuah-petuah yang seringkali lebih mirip guyonan, tapi benar."Udah beres, Nek," kata Duta setelah turun dari atap dan masuk lewat pintu belakang."Makasih banyak, loh, Ta. Kalau bukan sama kamu, Nenek nggak tahu mau minta tolong ke siapa lagi.""Sama-sama, Nek. Kalau mau minta tolong lagi langsung bilang aja, ya, Nek. Jangan sungkan."Nenek Suha mengangguk seraya tersenyum. "Ya udah, cuci tangan dulu. Itu, Nenek udah siapin teh di atas meja.""Kok pakai repot-repot segala, Nek?""Lebih repot mana sama manjat atap?"Mereka terkekeh lagi.Duta menikmati tehnya sambil bermain ponsel. Ada pesan WA dari nomor tidak dikenal. Melihat SS bukti transferan yang dikirim nomor itu, Duta langsung tahu siapa pemiliknya. Pasti cewek gendut tadi.Udah, ya.Thanks banget atas bantuannya hari ini. Entah gimana jadinya kalau nggak ada kamu.Begitu katanya.Ternyata dia benar-benar transfer. Padahal, tidak ditransfer pun Duta tidak akan mempermasalahkan. Lagian, rasanya masih tidak masuk akal, ada orang yang rela mengeluarkan uang tiga juta hanya untuk hal semacam tadi. Kebanyakan uang atau apa?Tahu-tahu Duta jadi kepikiran. Ada apa sebenarnya dengan cewek itu? Kenapa harus banget ada cowok yang melamarnya secara live? Memangnya kenapa kalau tidak? Dan banyak pertanyaan lainnya yang tumbuh secara alami di benak Duta. Namun, Duta rasa kesemuanya bukan jenis pertanyaan yang cocok diajukan lewat chat. Kendati demikian, dia tetap menyimpan nomor cewek itu dengan nama "Winnie the Pooh".Duta mengetik nama itu di papan kontaknya sambil senyum-senyum sendiri. Entahlah, pertama melihat Rindu, dia langsung teringat tokoh kartun beruang bertubuh kuning itu. Lucu dan menggemaskan.***Selesai salat Magrib, Duta rebahan sambil menunggu waktu isya. Jam makan malamnya setelah isya. Setelah itu biasanya dia keluar sebentar untuk nongkrong bareng teman-teman seprofesi, atau memilih istirahat lebih awal agar energi lekas terkumpul kembali untuk melanjutkan pekerjaan keesokan harinya.Duta mengernyit samar mendapati notifikasi pesan dari Winnie the Pooh. Ada apa lagi? bukannya urusan mereka sudah beres?Tidak ingin berlama-lama dengan rasa penasaran, Duta pun lekas membacanya.Winnie the Pooh: Ta, Aku mau minta tolong sekali lagi. Please banget.Winnie the Pooh: Oke, aku akan cerita semuanya terlebih dahulu.Winnie the Pooh: Live tadi itu agar aku nggak kehilangan channel YouTube yang udah aku bangun bertahun-tahun. Aku nggak perlu nulis di sini gimana jatuh bangunnya, tapi sumpah, nggak mudah.Aku berada di situasi buruk ini berkat kebodohan di masa lalu. Aku pernah berurusan dengan cowok yang salah. Cowok modus yang ternyata niatnya cuma numpang tenar. Begonya lagi, aku terlibat taruhan sama dia. Kalau nggak ada cowok yang lamar aku sampai di hari ulang tahunku tahun ini, aku harus hapus channel-ku. Kebayang, kan, gimana risikonya?Tadinya emang ada cowok yang kelihatannya tulus dan bisa dipercaya, tapi ternyata sama aja. Lebih parahnya lagi, tiba-tiba dia menghilang tepat sehari sebelum ulang tahunku. Makanya tadi aku panik banget sampai ngemis-ngemis sama kamu kayak cewek nggak waras.Winnie the Pooh: Dan sesuai agenda, malam ini aku harus bikin vlog perayaan ulang tahun agar netizen tambah yakin dengan live tadi. Karena itu aku butuh banget bantuan kamu sekali lagi.Winnie the Pooh: Pleaseee ....Duta ingin membalas sesuatu, tapi entah apa. Ujung-ujungnya dia hanya tercenung. Mungkin ini jawaban kenapa Rindu sampai menangis tadi. Pengkhianatan berlapis-lapis yang menimpanya membuat hatinya teramat rawan.Pesan Rindu masuk lagi beberapa menit kemudian. Kali ini dia mengirim foto, yang seketika membuat netra Duta melebar. Foto cincin.Duta tepuk jidat. Bisa-bisanya dia melupakan cincin itu. Mentang-mentang pintu harapannya ke Tiwi sudah tertutup.Nyaris bersamaan dengan foto itu, Rindu juga mengirimkan sebuah alamat.Winnie the Pooh: Aku tunggu nanti malam, ya.Winnie the Pooh: Please banget, Ta. Sekalian ngambil cincin kamu.Duta berdecak. Kalau begini ceritanya, mau tidak mau dia terpaksa harus berurusan dengan cewek gendut itu lagi.***[Bersambung]Maukah Duta bantuin Rindu nge-vlog? đđ€Tungguin, ya. Bakal uwu. đ„°"Aku ke sini cuma mau ngambil cincin." Duta bisa melihat sebuah rencana yang terselubung di balik senyum Rindu. Karena itu dia menekankan lebih awal."Bukan berarti nggak mau masuk, dong. Cincinnya di dalam. Yuk!" Rindu mengedikkan kepala, lalu beranjak ke dalam lebih dulu, meski Duta tampak benar-benar tidak berminat untuk berlama-lama.Tadinya Duta mengira dia akan dibawa ke dalam rumah, tahu-tahunya malah ke halaman samping. Duta disambut oleh ketiga teman Rindu. Mereka berbaris rapi seperti anak SD yang sedang periksa kuku sebelum masuk ke kelas.Melihat aura-aura penjajah di wajah mereka, perasaan Duta jadi tidak enak."Mas Duta, kasihanilah aku ini. Cicilan mobilku masih panjang, malu banget kalau sampai disita," ujar Tasya sambil memasang tampang memelas dibuat-buat."Mas Duta, adikku pengin banget jadi dokter, sementara kedua orangtuaku tidak sanggup membiayainya. Karena itu aku banting tulang siang dan malam." Devi berucap begitu sambil menangkupkan kedua tangan di depan dada
Sudah terlalu sering Rindu dimodusin cowok, wajar jika hal itu membuatnya agak sangsi dengan kado dari Dutaâyang entah kenapa kehadirannya ini masih terasa ajaib. Namun, di sisi lain dia juga penasaran setengah mati apa isinya."Tapi maaf, ya, hadiahnya ala kadarnya banget. Nggak sempat dibungkus cantik pula. Tadi belinya juga buru-buru. Untung tiba-tiba kepikiran."Rindu makin penasaran. "Boleh dibuka sekarang?" tanyanya dengan wajah ceria.Duta mengangguk.Rindu pun membuka tutup kotak mungil itu. Ternyata isinya gantungan kunci Winnie the Pooh. Rindu mengeluarkannya, menatapnya larut-larut dengan perasaan yang menghangat. Benda itu jadi terasa sangat berharga karena datangnya dari seseorang yang tidak diduga-duga. Dan tampaknya memang tidak ada modus di baliknya."Jadi menurut kamu, aku ini kayak beruang?" tanya Rindu kemudian dengan nada kekehan.Duta mengangguk sambil menahan tawa.Karena sudah sering dihadapkan dengan kepalsuan, kejujuran Duta ini malah membuat hati Rindu terasa
Bahkan setelah tiba di tempat tujuan, Duta masih belum mengerti kenapa tiba-tiba dia merasa perlu mengajak Rindu keluar. Dibilang kasihan, Rindu bukan tipe orang yang benar-benar perlu dikasihani. Secara materi dia cukup melimpah. Dari luar, kehidupannya jenis kehidupan yang diidam-idamkan generasi zaman now. Namun, di balik semua itu ada satu hal yang tak luput dari radar Duta. Dia bisa merasakan kesepian akut melingkupi cewek itu.Rindu tidak menyangka Duta akan mengajaknya ke angkringan. Tempat semacam ini mengingatkannya terhadap sekelumit kenangan beberapa tahun silam. Namun, sebisa mungkin dia menahan diri agar tidak perlu merapuh. Ini hari spesialnya, dan seseorang yang tiba-tiba masuk ke hidupnya tengah mengupayakan bahagia. Dia tidak boleh merusaknya sepihak."Wah, udah pada datang rupanya," sahut Duta sambil mendekat ke arah teman-temannya. Ada delapan orang yang kompak duduk lesehan melingkar beralaskan tikar. Mereka teman-teman kosan Duta, juga sesama pekerja bangunan."Ud
Dalam perjalanan pulang, Rindu kembali berpegangan di pinggang Duta, tapi tidak lagi sekaku tadi."Thanks banget, ya, Ta. Ini salah satu malam ulang tahun paling berkesan di hidupku."Alih-alih membalas dengan satu dua kata, Duta malah menambah kecepatan vespanya.Rindu refleks mengencangkan pegangannya. "Pelan-pelan, Ta!" katanya setengah teriak.Duta seolah tidak menggubris. Dia malah teriak-teriak tidak jelas kayak anak kecil.Rindu menepuk punggung cowok itu. "Apaan, sih, Ta? Malu dilihatin orang.""Motoran sambil teriak gini seru kali," ujar Duta sambil menoleh sekilas. Lalu, dia teriak lagi kayak Tarzan lagi manggil kawan-kawannya.Duta yang teriak, Rindu yang malu.Duta menoleh lagi. "Cobain, deh.""Jangan keseringan lihat ke belakang, ntar nabrak loh." Rindu serius ngeri. Duta melajukan vespanya dengan kecepatan di atas rata-rata, tapi sikapnya pecicilan begitu.Akhirnya Duta pun kembali fokus ke jalanan. Sepertinya Rindu bukan tipe cewek yang gampang dipancing untuk gila-gila
"Maksudnya, aku ngajak dia nikah?" Agak terbata, Rindu memperjelas."Mau nggak mau, kan?" Devi berkata begitu sambil mengangkat sedikit pundaknya."Aku setuju, sih." Tasya menambahkan. "Hitung-hitung tenagaku juga nggak terbuang percuma. Karena konsep konten ala-ala pasutri muda yang tadinya udah aku siapin buat kamu dan Ari jadi bisa dipakai lagi." Cewek bertubuh mungil itu senyum-senyum sendiri. Belum apa-apa konsep untuk video-video lainnya sudah tergambar jelas di benaknya.Rindu mengangkat kedua tangannya, menekan udara dengan gerakan pelan, menahan sedini mungkin agar pikiran kedua temannya ini tidak semakin ke mana-mana. "Aku emang udah setengah waras gara-gara masalah ini, tapi jangan sampai gila beneran, dong." Dia menatap serius kedua temannya bergantian. "Kalian pikir ngajak orang nikah segampang ngajakin makan bakso? Ini Duta, loh. Cowok modelan kayak dia tiba-tiba diajak nikah ...?" Rindu menggeleng samar. "Nggak kebayang pokoknya. Kecuali kalau aku ini cantik, langsing,
Gagal menemukan jawaban di tempat kerja, Rindu bergegas ke rumah Ari. Dia semakin yakin ada yang tidak beres. Dia harus tahu ada apa di balik semua ini. Namun, setibanya di rumah yang berlokasi di kawasan perumahan kelas menengah itu, Rindu tidak mendapati siapa pun di sana. Pintu rumahnya tertutup rapat. Sampah-sampah plastik berserakan di halamannya, seolah rumah itu sudah lama tidak ditinggali.Tidak ingin bingung sendiri, Rindu pun bertanya ke tetangga yang kebetulan sedang mengangkat cucian yang sudah kering. Dia merapat ke sisi pagar seraya mengembangkan senyum."Permisi, Bu. Mau numpang tanya," ujarnya sopan sambil mengangguk ringan."Ya, Mbak." Ibu berdaster merah terang itu menghentikan sejenak aktivitasnya."Pak Rahmat sama keluarganya ke mana, ya?"Ibu itu mengernyit. "Pak Rahmat?""Iya, yang tinggal di sini." Rindu menunjuk dengan jempol rumah di belakangnya tanpa menoleh."Maksud Mbak keluarga yang cuma ngontrak beberapa hari itu?""Cuma beberapa hari?" Kening Rindu berke
Duta lekas membantu Rindu berdiri, sebelum anak buah Juragan Dante menemukannya. Untungnya Rindu tidak mengalami luka serius, hanya goresan kecil di telapak tangannya."Duh, sori banget, ya." Duta meraih tangan Rindu dan memperhatikan luka itu."Emang ada apa, sih, sampai lari-larian segala?" tanya Rindu sambil meringis menahan rasa perih. Kemudian dia celingukan mencari sesuatu. "Vespamu mana?""Itu dia!" Teriakan itu diiringi gemuruh alas sepatu yang beradu dengan aspal.Melihat kemunculan orang-orang itu, Duta gelagapan. "Aku harus pergi sekarang!" katanya sambil ancang-ancang untuk lari.Namun, Rindu malah menahannya. "Masuk!" katanya sambil membuka pintu mobil.Tidak ada waktu untuk berpikir. Duta pun bergegas masuk. Begitu juga dengan Rindu, buru-buru menyalakan mobil dan bergegas pergi dari sana.Orang-orang itu masih berusaha mengejar, sampai akhirnya capek sendiri dan menyerah."Ada apa, sih? Siapa mereka? Ngapain ngejar kamu?" cecar Rindu setelah keluar ke jalan utama.Duta
Saking semangatnya ingin ketemu Duta, Rindu datang tiga puluh menit lebih awal. Kali ini dia yang memilih tempat, sebuah kafe bernuansa retro dengan iringan live akustikan. Perpaduan yang cukup hangat.Rindu menyiapkan penampilannya kali ini sedari sore. Entahlah, dia belum pernah sepenuh pertimbangan begini saat memilih pakaian. Dia sampai bertanya ke Mbah Google segala tips berpakaian untuk cewek berisi seperti dirinya.Sambil menunggu, Rindu melihat-lihat kolom komentar video-videonya di YouTube. Dia membubuhkan tanda hati di komentar-komentar yang bernada positif. Puas di sana, dia beralih ke Instagram. Ternyata Bams mengirim pesan beberapa jam yang lalu. Isinya masih lanjutan pertanyaan-pertanyaannya di angkringan kemarin. Rindu pun membalasnya, merincikan sebisanya.Melihat antusias Bams, Rindu seperti melihat dirinya bertahun-tahun silam saat baru akan memulai channel-nya. Dan di masa-masa seperti itu, rasanya sangat menyenangkan jika bertemu seseorang yang tidak pelit ilmu.Se