Bermenit-menit setelah Duta pergi, Rindu masih terpaku di kursinya. Dia merasa bersalah dan takut di saat bersamaan. Dia tidak bisa menahan Duta, terlebih memaksanya. Karena jika dia yang berada di posisi cowok itu, mungkin juga akan bertindak yang sama.Wajar kalau Duta marah. Wajar kalau Duta tersinggung. Atau apa pun yang dia rasakan setelah mendengar tawaran Rindu, semuanya wajar. Manusiawi. Satu-satunya yang tidak wajar di sini adalah Rindu dan obsesinya."Gimana, Rin?" tanya Tasya begitu Rindu tiba di rumah.Ketiga temannya sedang berkumpul di ruang tengah, seolah memang sedang menunggu kepulangan Rindu.Bahu Rindu merosot perlahan. "Ternyata nggak segampang yang kita kira.""Duta nggak mau?" Devi mulai cemas."Masa, sih, dia nolak bayaran sebanyak itu?" Beni ikut menimpali, sambil mengelus-elus kepala kucing kesayangannya."Dia bahkan pergi sebelum aku rincikan soal bayarannya.""Ya Tuhan." Tasya menyugar rambutnya ke belakang. "Jadi nasib kita gimana?""Mending dari sekarang k
Pagi-pagi sekali Rindu sudah sibuk merancang strategi yang harus dilakukan kalau sampai channel-nya yang sekarang benar-benar harus dihapus dan terpaksa mulai dari nol lagi. Dia bahkan belum mandi. Dia harus bersiap menyambut hal terburuk sedini mungkin. Mengharapkan Duta sepertinya tidak mungkin lagi, mencari cowok lain pun sama saja mempermalukan diri sendiri. Bisa-bisa dia malah dihujat karena terlalu drama.Di tengah kebingungan Rindu, suara tanda pesan masuk menginterupsi. Ternyata dari Duta. Rindu buru-buru membukanya.Duta Sang Penolong: Tawaran nikah kontrak masih berlaku?Se-to the point itu. Rindu langsung terbelalak. Dia tidak salah baca, kan?Rindu sengaja mendiamkan pesan itu, meski tangannya sudah gatal ingin membalas. Siapa tahu Duta hanya berniat mengerjainya dan akan menarik kembali pesan itu, atau mengaku salah kirim, salah ketik, atau apa pun itu. Karena pesan itu sungguh sulit dipercaya.Namun, hingga sepuluh menit berlalu, Duta tak kunjung menarik pesannya. Rindu
Sejak pertemuan terakhirnya dengan Duta, Rindu tidak tenang. Setiap detik ada harapan yang bergulir, meski tidak jelas dia lebih condong ke mana. Sampai detik ini dia memang belum rela kalau harus kehilangan channel kesayangannya yang dibesarkan mati-matian. Namun, dia juga ikhlas seikhlas-ikhlasnya kalau memang pada akhirnya Duta hanya akan meminta pertolongan tanpa kesediaan nikah kontrak.Masalahnya, sudah hari keempat, Duta belum juga menghubunginya. Ini yang membuat Rindu uring-uringan. Apa mau cowok itu sebenarnya?Hingga di hari kelima, Duta pun datang—di saat Rindu mulai tidak berharap apa-apa lagi. Tadinya Rindu malas-malasan beranjak membuka pintu saat bel rumahnya berdering. Namun, begitu melihat siapa yang berdiri di depan pintu, cewek berbobot itu seketika disergap jutaan rasa yang akan sangat merepotkan kalau harus dijabarkan satu per satu. Yang paling dominan tentu saja senang dan heran."Ta?" Rindu mengulas senyum kikuk sambil merapikan rambutnya. Dalam balutan pakaian
Malam ini grup KKN dihebohkan oleh sebuah link yang dikirim oleh Bams. Bukan link haram seperti biasanya, melainkan link video Duta di channel Rindu.Bams: Demi apa aku baru lihat?Ansar: Ini serius?Aldi: Jangan-jangan makan-makan kemarin perayaan jadian yang berkedok hari ulang tahun?Ferdi: Gaes, link yang anak SMA kemarin masih pada nyimpen nggak? Udah capek-capek manjat tapi nggak ketemu.Alfaden: Kamu apa-apaan, sih, Fer? Main keluar jalur aja. Tuh sange ditahan dulu. Salah satu penghuni grup bentar lagi laku ini.Luthfi: Tau tuh si Ferdi, nggak bisa banget mengondisikan otak di jam segini.Ferdi: Sori sori. Emang itu video apaan? Aku belum buka. Bentar, buka dulu.Ervin: Anjirrrr ....Duta senyum-senyum saja menyimak obrolan di grup absurd itu. Meskipun Duta termasuk di dalamnya, tapi Duta tidak pernah ikut sebar link. Link dari teman-temannya pun keseringan diabaikan. Pernah, sih, sesekali dibuka. Namanya juga cowok normal. Namun, terlepas dari rutinitas berbagi link haram itu
Hari ini Rindu menemani Duta ke tempat Juragan Dante. Rumah mewah berlantai tiga dengan pengawasan super ketat itu selalu saja menguarkan aroma licik yang pekat.Juragan Dante menyambut Duta dengan ekspresi meremehkan. Sebuah cerutu seukuran telunjuk terselip di antara bibi cokelatnya. Sesekali kepulan asap akan meluncur dari sana."Apa kabar, Dut?" Itu pertanyaan basa-basi terbasi. Duta malas menanggapinya.Duta memang tidak suka dipanggil "Dut", tapi terkhusus Juragan Dante, dia terlalu malas mengoreksi."Udah capek kucing-kucingan dengan anak buah saya?" Juragan Dante terbahak. Entah apa yang lucu.Di samping Duta, Rindu berusaha tetap tenang, meski kentara sekali dia tidak nyaman berada di sini. Terlebih, sedari tadi Juragan Dante selalu meliriknya. Bukan lirikan yang ramah."Saya ke sini untuk melunasi utang saya, Pak, sebaiknya nggak usah terlalu basa-basi." Duta berujar sambil menyorot serius."Mulai sombong kamu rupanya." Juragan Dante tertawa lagi. "Mentang-mentang udah ketem
Sejak orangtuanya bercerai, Rindu memutuskan untuk tinggal sendiri. Saat itu, ayahnya bolak-balik membujuknya agar pulang ke rumah. Namun, Rindu malah mengancam akan berbuat yang aneh-aneh kalau terus dikekang.Mau tidak mau ayahnya pun menyerah. Dia hanya mengawasi diam-diam dari jauh dan rutin mengirimkan uang bulanan.Setelah bisa menghasilkan uang sendiri, Rindu sengaja memblokir rekening lamanya agar ayahnya tidak perlu kirim uang lagi. Dia benar-benar tidak ingin bergantung lagi.Rindu bukannya ingin memutus hubungan, karena meskipun ingin, itu tidak akan bisa. Sampai kapan pun mereka akan tetap terikat dalam banyak hal. Hanya saja, Rindu tidak bisa lagi tinggal bersama dan bersikap seolah-olah tidak pernah terjadi apa-apa.Seluas-luasnya jarak yang coba dibentangkan Rindu selama ini, dia sadar, bahwa pada akhirnya dia akan kembali menggulung jarak itu ketika tiba saatnya untuk menikah. Dia tidak mungkin menikah diam-diam tanpa sepengetahuan ayahnya.Hari ini, meski teramat engg
Ini makan malam terbaik Roy setelah bertahun-tahun. Sedari tadi dia tidak bosan melirik ke arah Rindu dan Duta yang duduk berdampingan. Meski dari segi fisik agaknya kurang serasi, tapi Duta memiliki sesuatu yang bisa mengimbangi Rindu. Hal itu memancar dari tatapannya."Rin, Tante sering, loh, nonton YouTube kamu," ujar Diana di sela-sela acara makan malam itu."Papa juga. Hampir semua restoran Jakarta yang tampil di video kamu udah kami kunjungi.""Oh ya?" Rindu benar-benar tidak menyangka.Roy mengangguk sambil mengunyah. "Bagaimana tidak, cara makan kamu benar-benar berhasil bikin orang-orang ngiler. Pokoknya akan terus penasaran kalau nggak dicobain juga.""Papa mau bilang kalau aku ini benar-benar terlihat rakus?"Mereka terkekeh. Termasuk Aidan dan Aiman yang duduk di sebelah mamanya, meski tidak begitu paham topik yang sedang dibicarakan.Duta ikut bahagia melihat interaksi keluarga itu. Meski mungkin masih belum sepenuhnya menerima, setidaknya Rindu sudah terlihat lebih cair
"Selamat pagi suamiku," sapa Rindu dengan nada dibuat-buat.Duta yang tadinya masih mengucek mata seketika melongo. Dia bangun dalam keadaan perut keroncongan, sengaja langsung ke dapur untuk mencari sesuatu yang bisa dimakan. Tahu-tahu Rindu sudah menyiapkan sarapan."Sini, Suamiku, sarapan dulu." Rindu cengar-cengir.Duta masih melongo. Ini nyata atau dia tidur sambil jalan dan sedang mimpi?"Kok, malah bengong, sih? Ayo, sini. Mumpung masih hangat."Oke ini nyata. Namun, kenapa Rindu jadi lebay begini?"Jangan lagi manggil kayak tadi. Geli, ah!" protes Duta sambil mendekat."Loh, kenapa? Mulai sekarang kita harus terbiasa mesra-mesraan, biar nanti pas di depan kamera nggak kaku lagi.""Tapi masa panggilannya harus 'suamiku' segala?""Atau mau dipanggil 'Sayang' aja?"Duta memutar bola mata. "Terserah, deh. Kan, kamu bosnya. Aku cuma dibayar di sini."Gerakan tangan Rindu terhenti. Dia urung menuang susu ke gelasnya."Tapi, Ta, meskipun pernikahan kita ini sifatnya hanya sementara,