Malam ini grup KKN dihebohkan oleh sebuah link yang dikirim oleh Bams. Bukan link haram seperti biasanya, melainkan link video Duta di channel Rindu.Bams: Demi apa aku baru lihat?Ansar: Ini serius?Aldi: Jangan-jangan makan-makan kemarin perayaan jadian yang berkedok hari ulang tahun?Ferdi: Gaes, link yang anak SMA kemarin masih pada nyimpen nggak? Udah capek-capek manjat tapi nggak ketemu.Alfaden: Kamu apa-apaan, sih, Fer? Main keluar jalur aja. Tuh sange ditahan dulu. Salah satu penghuni grup bentar lagi laku ini.Luthfi: Tau tuh si Ferdi, nggak bisa banget mengondisikan otak di jam segini.Ferdi: Sori sori. Emang itu video apaan? Aku belum buka. Bentar, buka dulu.Ervin: Anjirrrr ....Duta senyum-senyum saja menyimak obrolan di grup absurd itu. Meskipun Duta termasuk di dalamnya, tapi Duta tidak pernah ikut sebar link. Link dari teman-temannya pun keseringan diabaikan. Pernah, sih, sesekali dibuka. Namanya juga cowok normal. Namun, terlepas dari rutinitas berbagi link haram itu
Hari ini Rindu menemani Duta ke tempat Juragan Dante. Rumah mewah berlantai tiga dengan pengawasan super ketat itu selalu saja menguarkan aroma licik yang pekat.Juragan Dante menyambut Duta dengan ekspresi meremehkan. Sebuah cerutu seukuran telunjuk terselip di antara bibi cokelatnya. Sesekali kepulan asap akan meluncur dari sana."Apa kabar, Dut?" Itu pertanyaan basa-basi terbasi. Duta malas menanggapinya.Duta memang tidak suka dipanggil "Dut", tapi terkhusus Juragan Dante, dia terlalu malas mengoreksi."Udah capek kucing-kucingan dengan anak buah saya?" Juragan Dante terbahak. Entah apa yang lucu.Di samping Duta, Rindu berusaha tetap tenang, meski kentara sekali dia tidak nyaman berada di sini. Terlebih, sedari tadi Juragan Dante selalu meliriknya. Bukan lirikan yang ramah."Saya ke sini untuk melunasi utang saya, Pak, sebaiknya nggak usah terlalu basa-basi." Duta berujar sambil menyorot serius."Mulai sombong kamu rupanya." Juragan Dante tertawa lagi. "Mentang-mentang udah ketem
Sejak orangtuanya bercerai, Rindu memutuskan untuk tinggal sendiri. Saat itu, ayahnya bolak-balik membujuknya agar pulang ke rumah. Namun, Rindu malah mengancam akan berbuat yang aneh-aneh kalau terus dikekang.Mau tidak mau ayahnya pun menyerah. Dia hanya mengawasi diam-diam dari jauh dan rutin mengirimkan uang bulanan.Setelah bisa menghasilkan uang sendiri, Rindu sengaja memblokir rekening lamanya agar ayahnya tidak perlu kirim uang lagi. Dia benar-benar tidak ingin bergantung lagi.Rindu bukannya ingin memutus hubungan, karena meskipun ingin, itu tidak akan bisa. Sampai kapan pun mereka akan tetap terikat dalam banyak hal. Hanya saja, Rindu tidak bisa lagi tinggal bersama dan bersikap seolah-olah tidak pernah terjadi apa-apa.Seluas-luasnya jarak yang coba dibentangkan Rindu selama ini, dia sadar, bahwa pada akhirnya dia akan kembali menggulung jarak itu ketika tiba saatnya untuk menikah. Dia tidak mungkin menikah diam-diam tanpa sepengetahuan ayahnya.Hari ini, meski teramat engg
Ini makan malam terbaik Roy setelah bertahun-tahun. Sedari tadi dia tidak bosan melirik ke arah Rindu dan Duta yang duduk berdampingan. Meski dari segi fisik agaknya kurang serasi, tapi Duta memiliki sesuatu yang bisa mengimbangi Rindu. Hal itu memancar dari tatapannya."Rin, Tante sering, loh, nonton YouTube kamu," ujar Diana di sela-sela acara makan malam itu."Papa juga. Hampir semua restoran Jakarta yang tampil di video kamu udah kami kunjungi.""Oh ya?" Rindu benar-benar tidak menyangka.Roy mengangguk sambil mengunyah. "Bagaimana tidak, cara makan kamu benar-benar berhasil bikin orang-orang ngiler. Pokoknya akan terus penasaran kalau nggak dicobain juga.""Papa mau bilang kalau aku ini benar-benar terlihat rakus?"Mereka terkekeh. Termasuk Aidan dan Aiman yang duduk di sebelah mamanya, meski tidak begitu paham topik yang sedang dibicarakan.Duta ikut bahagia melihat interaksi keluarga itu. Meski mungkin masih belum sepenuhnya menerima, setidaknya Rindu sudah terlihat lebih cair
"Selamat pagi suamiku," sapa Rindu dengan nada dibuat-buat.Duta yang tadinya masih mengucek mata seketika melongo. Dia bangun dalam keadaan perut keroncongan, sengaja langsung ke dapur untuk mencari sesuatu yang bisa dimakan. Tahu-tahu Rindu sudah menyiapkan sarapan."Sini, Suamiku, sarapan dulu." Rindu cengar-cengir.Duta masih melongo. Ini nyata atau dia tidur sambil jalan dan sedang mimpi?"Kok, malah bengong, sih? Ayo, sini. Mumpung masih hangat."Oke ini nyata. Namun, kenapa Rindu jadi lebay begini?"Jangan lagi manggil kayak tadi. Geli, ah!" protes Duta sambil mendekat."Loh, kenapa? Mulai sekarang kita harus terbiasa mesra-mesraan, biar nanti pas di depan kamera nggak kaku lagi.""Tapi masa panggilannya harus 'suamiku' segala?""Atau mau dipanggil 'Sayang' aja?"Duta memutar bola mata. "Terserah, deh. Kan, kamu bosnya. Aku cuma dibayar di sini."Gerakan tangan Rindu terhenti. Dia urung menuang susu ke gelasnya."Tapi, Ta, meskipun pernikahan kita ini sifatnya hanya sementara,
"Rin, kamu yakin nggak akan nyesel nantinya?" tanya Duta setelah mereka duduk di ruang tunggu penerbangan tujuan Makassar."Nyesel karena apa?""Soal pernikahan kita ini.""Kenapa harus nyesel?" Rindu menoleh dan menatap dengan serius."Kamu, kan, cewek. Meskipun kita memang nggak akan melakukan itu, mau nggak mau kamu tetap akan berstatus janda. Pandangan orang pasti udah beda. Terutama cowok yang berniat menikahimu kelak. Gimana cara kamu menjelaskannya nanti?"Rindu tertegun sejenak. "Jujur, pemikiran itu sempat melintas. Tapi ... pernikahan ini udah semacam keharusan. Jadi, yang terjadinya masih jauh ke depan, mungkin sebaiknya nggak usah terlalu dipikirin dulu. Lagian, sejak ketemu kamu di taman itu, aku semakin percaya, bahwa Tuhan tidak akan membiarkan hamba-Nya dalam kesulitan begitu saja. Tuhan pasti selalu menyertakan jalan keluar di setiap kesulitan. Tugas kita adalah mencarinya."Duta manggut-manggut setuju."Kamu sendiri?" Rindu mengembalikan pertanyaan Duta. "Gimana cara
"Yakin, nih, nggak apa-apa kita tidur sekamar?" Duta merasa sangat perlu untuk memastikan."Selama kamu nggak macam-macam.""Kalau soal itu, aku nggak jamin, sih.""Ta ...!" Rindu menoyor pundak suami sementaranya itu.Duta terkekeh, sebelum akhirnya malah menempelkan telunjuk di depan bibir. Dia baru sadar, mereka terlalu ribut untuk rumah sekecil ini. Suaranya pasti terdengar sampai di luar."Gini aja, aku tidur di lantai," putus Duta kemudian.Rindu langsung menunduk untuk melihat lantai semen yang dipijaknya. "Tidur di sini pasti bakal dingin banget, loh.""Gampang, ada selimut.""Ini keras banget, loh.""Tahu, kok, kalau lantai semen itu keras."Rindu memutar bola mata. "Maksud aku, besok badan kamu pasti pegal-pegal semua.""Atau mau tukaran aja, aku yang di ranjang, kamu yang di lantai?""Ogah!""Tidur seranjang aja berarti." Duta menaik-turunkan kedua alisnya sambil menahan tawa."Ngawur!"Rindu lekas naik ke tempat tidur sebelum ekspresi jail Duta membuatnya salah tingkah lag
Karena besok sudah harus kembali ke Jakarta, hari ini Duta mengajak Rindu bersilaturahmi ke rumah-rumah sanak keluarganya. Rindu sangat senang karena semua keluarga Duta yang dikunjunginya memberikan sambutan positif.Sorenya, Duta sekeluarga berziarah ke makam ayahnya. Setelah menyiramkan air dan menabur bunga, mereka mendoakan almarhum.Rindu memang tidak sempat mengenal ayah mertuanya, tapi melihat bagaimana istri dan anak-anaknya, Rindu yakin, beliau juga orang baik.Yah, Duta mau ngenalin menantu Ayah. Cuma menantu sementara, sih.Semoga Ayah tidak kecewa dengan kelakuan Duta ini.Maaf, karena sampai detik ini Duta belum berhasil mengangkat derajat keluarga.Duta mengusap nisan ayahnya sebelum undur diri. Tidak terasa, sudah tujuh tahun beliau berpulang. Delon baru lahir waktu itu. Tidak heran kalau anak itu kadang manjanya berlebihan ke kakak-kakaknya, karena tidak ada figur seorang ayah yang bisa dijadikan sandaran."Kak, kok, tadi malam nggak ada suaranya?" Pertanyaan Dika mem