"Rin, kamu yakin nggak akan nyesel nantinya?" tanya Duta setelah mereka duduk di ruang tunggu penerbangan tujuan Makassar."Nyesel karena apa?""Soal pernikahan kita ini.""Kenapa harus nyesel?" Rindu menoleh dan menatap dengan serius."Kamu, kan, cewek. Meskipun kita memang nggak akan melakukan itu, mau nggak mau kamu tetap akan berstatus janda. Pandangan orang pasti udah beda. Terutama cowok yang berniat menikahimu kelak. Gimana cara kamu menjelaskannya nanti?"Rindu tertegun sejenak. "Jujur, pemikiran itu sempat melintas. Tapi ... pernikahan ini udah semacam keharusan. Jadi, yang terjadinya masih jauh ke depan, mungkin sebaiknya nggak usah terlalu dipikirin dulu. Lagian, sejak ketemu kamu di taman itu, aku semakin percaya, bahwa Tuhan tidak akan membiarkan hamba-Nya dalam kesulitan begitu saja. Tuhan pasti selalu menyertakan jalan keluar di setiap kesulitan. Tugas kita adalah mencarinya."Duta manggut-manggut setuju."Kamu sendiri?" Rindu mengembalikan pertanyaan Duta. "Gimana cara
"Yakin, nih, nggak apa-apa kita tidur sekamar?" Duta merasa sangat perlu untuk memastikan."Selama kamu nggak macam-macam.""Kalau soal itu, aku nggak jamin, sih.""Ta ...!" Rindu menoyor pundak suami sementaranya itu.Duta terkekeh, sebelum akhirnya malah menempelkan telunjuk di depan bibir. Dia baru sadar, mereka terlalu ribut untuk rumah sekecil ini. Suaranya pasti terdengar sampai di luar."Gini aja, aku tidur di lantai," putus Duta kemudian.Rindu langsung menunduk untuk melihat lantai semen yang dipijaknya. "Tidur di sini pasti bakal dingin banget, loh.""Gampang, ada selimut.""Ini keras banget, loh.""Tahu, kok, kalau lantai semen itu keras."Rindu memutar bola mata. "Maksud aku, besok badan kamu pasti pegal-pegal semua.""Atau mau tukaran aja, aku yang di ranjang, kamu yang di lantai?""Ogah!""Tidur seranjang aja berarti." Duta menaik-turunkan kedua alisnya sambil menahan tawa."Ngawur!"Rindu lekas naik ke tempat tidur sebelum ekspresi jail Duta membuatnya salah tingkah lag
Karena besok sudah harus kembali ke Jakarta, hari ini Duta mengajak Rindu bersilaturahmi ke rumah-rumah sanak keluarganya. Rindu sangat senang karena semua keluarga Duta yang dikunjunginya memberikan sambutan positif.Sorenya, Duta sekeluarga berziarah ke makam ayahnya. Setelah menyiramkan air dan menabur bunga, mereka mendoakan almarhum.Rindu memang tidak sempat mengenal ayah mertuanya, tapi melihat bagaimana istri dan anak-anaknya, Rindu yakin, beliau juga orang baik.Yah, Duta mau ngenalin menantu Ayah. Cuma menantu sementara, sih.Semoga Ayah tidak kecewa dengan kelakuan Duta ini.Maaf, karena sampai detik ini Duta belum berhasil mengangkat derajat keluarga.Duta mengusap nisan ayahnya sebelum undur diri. Tidak terasa, sudah tujuh tahun beliau berpulang. Delon baru lahir waktu itu. Tidak heran kalau anak itu kadang manjanya berlebihan ke kakak-kakaknya, karena tidak ada figur seorang ayah yang bisa dijadikan sandaran."Kak, kok, tadi malam nggak ada suaranya?" Pertanyaan Dika mem
Sehari setelah pulang dari Makassar, Rindu menggelar rapat dengan timnya. Jadwal mereka mulai keteteran karena banyak hal yang terjadi di luar dugaan. Beberapa pemilik brand mulai melayangkan komplain karena sudah mengirimkan sampel produk dalam partai besar tapi tak kunjung dibuatkan video campaign. Tentu saja hal itu meresahkan. Sesegera mungkin Rindu dan timnya harus berbenah agar segala sesuatunya bisa kembali kondusif."Jadi, harus menyelesaikan yang mana dulu, nih?" Devi melayangkan pertanyaan di tengah-tengah diskusi."Kalau menurutku, mending kita selesaikan dulu semua yang sistemnya ngirim produk ke kita. Kan, itu bisa dibabat sekaligus sekali waktu tanpa harus ke mana-mana. Setelah itu baru kita cicil restoran-restoran di Jabodetabek. Yang tempatnya jauh kita garap terakhir. Nanti tinggal kita kirimi surat permohonan maaf atas kemunduran waktunya. Gimana menurut kalian?" Tasya menatap teman-temannya satu per satu."Aku setuju," sahut Devi."Kamu bisa handle soal surat permin
Setiap kali Tasya dan Devi menginap, pagi-pagi sekali mereka akan membantu Rindu menyiapkan sarapan. Meskipun keseringan hanya menyiapkan roti, susu atau jus, telur mata sapi, dan menu sarapan praktis lainnya. Di antara mereka memang tidak ada yang terbiasa sarapan berat-berat.Membiasakan diri melakukan aktivitas kecil secara bersama-sama salah satu cara yang ditempuh Rindu agar timnya tetap kompak. Tasya dan Devi pernah menyarankan agar mereka mempekerjakan ART, tapi Rindu tidak pernah mau.Kali ini, dan mungkin untuk seterusnya, Rindu tak lupa menyiapkan nasi goreng. Meskipun Duta hanya suami sementaranya, dia sama sekali tidak keberatan kalau harus memperhatikan kebutuhan cowok itu."Cieee ... ada yang menikmati peran jadi istri, nih," goda Tasya yang sedang mengambil beberapa buah apel di kulkas."Biar cepat terbiasa, biar kamu nggak capek-capek ngarahin," kilah Rindu tanpa mengalihkan fokus dari pekerjaannya."Good job!" Tasya menepuk pundak Rindu sambil terkekeh.Beberapa saat
"Yakin nggak ada yang ketinggalan lagi?" tanya Rindu sambil menghampiri Duta yang sedang sibuk menyusun barang-barangnya. Hari ini dia resmi pindah ke rumah Rindu. Duta sudah meninggalkan kosan KKN, tapi tidak akan sudi didepak dari grup. Padahal jelas-jelas sekarang statusnya tidak bujang lagi.Duta mengedarkan pandangan sejenak, lalu menggeleng. "Kayaknya nggak ada lagi, deh.""Kalau butuh tambahan lemari atau perabot lain, bilang aja, ya. Jangan sungkan.""Siap." Duta tersenyum lebar, senyum yang mulai Rindu hafal setiap lekuknya.Jika Duta memang ujian untuk hidup Rindu, bisa dipastikan dia sudah gagal. Gagal total malah. Setelah Tristan dan Ari, seharusnya dia bisa lebih hati-hati menyikapi cowok. Namun, untuk seorang Duta, dia mengaku kalah. Anehnya, cowok itu tidak pernah terlihat terang-terangan tebar pesona, tapi tetap saja Rindu terjerat."Eh, biar aku aja," cegah Duta saat melihat Rindu menyemplungkan diri di antara tumpukan pakaian dan mulai melipatnya satu per satu untuk
Pukul 03.25, Rindu dan timnya baru siap. Sesuai dugaan, Beni susah banget dibangunin. Sudah begitu pintu kamarnya pakai dikunci segala. Tasya dan Devi bergantian meneleponnya, tapi tidak digubris. Dia baru bangun setelah Duta menggedor-gedor pintu kamarnya."Ya Tuhan, beramal harus gini banget, ya?" keluh Beni setelah masuk ke mobil. Tentu saja dia tidak mandi, hanya cuci muka dan gosok gigi. Karena nyawanya belum terkumpul, kali ini urusan menyetir dia serahkan ke Duta."Sekalinya beramal malah perhitungan banget," sindir Tasya yang duduk tepat di belakangnya."Ini bukan perhitungan, Sya, tapi menyangkut kelangsungan hidup. Kan, kita mau ngasih makan orang, tapi aku aja lagi butuh tabung oksigen ini."Yang lain serentak tertawa.Karena sudah molor dari waktu yang dijadwalkan, Duta lekas melajukan mobil ke warung tempat mereka memesan makanan. Beni masih melanjutkan ceramahnya. Tasya pun begitu semangat menanggapi. Untuk urusan debat mereka memang jagonya.Sesampainya di warung, untun
"Terus, videonya mau diapain?" tanya Duta setelah Rindu selesai mengeluarkan semua unek-uneknya soal kedua orangtua palsu Ari. Padahal sejak di mobil tadi juga sudah misuh-misuh, hanya saja Duta tidak begitu paham duduk perkaranya. Tadi dia tidak ikut turun karena merasa masalah itu bukan sesuatu yang harus dia campuri.Saat ini Duta hanya berduaan dengan Rindu di meja makan. Setibanya tadi, yang lain langsung masuk lagi ke kamar masing-masing. Karena Duta harus tetap kerja hari ini, proses bagi-bagi makanannya sengaja dipercepat. Sekarang dia sedang sarapan terlebih dahulu."Mau aku sebarinlah!" Amarah Rindu belum juga reda seutuhnya. Kalau saja saat ini di depannya ada Ari atau Tristan, pasti sudah dia penyet."Supaya?""Ya supaya orang-orang tahu kebusukannya.""Kalau sudah gitu, apa untungnya buat kamu?"Mulut Rindu langsung terbuka, tapi kemudian malah bingung harus berkata apa."Kamu pernah mikir gini, nggak? Ketika kamu mengangkat bangkai untuk ditunjukkan ke orang-orang, mau t
Ketika menerima pesan dari Rindu yang mengajak bertemu di salah satu taman kota, Duta bingung harus senang atau bagaimana. Mengingat bagaimana reaksi perempuan itu di makan malam kemarin, Duta takut menerka-nerka.Duta tiba 15 menit lebih awal dari jam janjian, tapi ternyata Rindu sudah lebih dulu ada sana."Maaf, aku telat," ujar Duta setibanya di samping perempuan itu. Sekadar basa-basi, karena saat turun dari taksi tadi, dia sempat mengecek jam dan tahu betul ini belum memasuki jam yang ditentukan."Duduk."Respons berupa satu kata itu sempat membuat Duta bergidik. Kesannya sangat dingin, meski nadanya datar-datar saja.Setelah duduk, malah hening. Duta sungguh bingung harus ngomong apa. Masa yang kemarin harus diulang lagi? Daripada kayak patung, akhirnya Duta memindai suasana taman yang sangat sejuk itu. Setapaknya dipagari pohon maple."Ini tempat pertama yang aku kunjungi sendirian di Korea," ujar Rindu akhirnya.Duta mengerjap berkali-kali. Pasalnya, kalimat barusan, nadanya j
Sejak pulang dari Seomyeon Underground Shopping Center, Rindu tidak pernah keluar kamar. Bahkan saat Mama memanggilnya untuk minum teh bersama di sore hari, dia beralasan agak kurang enak badan sehabis jalan. Saat ini lebih menyenangkan rebahan daripada minum teh, katanya.Rasanya masih seperti mimpi tiba-tiba Rindu bertemu Duta hari ini. Sesengaja itukah Tuhan menghadirkan hal yang dihindarinya hingga rela pergi sejauh ini?Kenapa?Tadi, Rindu memilih buru-buru pergi sebelum bertindak konyol. Karena sejujurnya, hampir saja dia menubruk lelaki itu dan membakar gulungan rindu dalam satu dekapan. Untungnya dia masih bisa menahan diri. Meski tetap saja hatinya belum punya ruang untuk memulai episode baru bersama lelaki itu. Dipikir berapa kali pun, rasanya memang lebih baik jika mereka mengakhiri pernikahan settingan itu sesuai ketentuan, sebelum semakin banyak luka yang tercipta.Malamnya, Mama mengetuk pintu kamar Rindu lagi untuk mengajaknya makan malam. Kali ini Rindu tidak mungkin m
"Kok malah bengong?" Duta mencoba untuk nyengir, meski tarikan sudut bibirnya sungguh sangat kaku. "Padahal aku udah berharap kamu akan membalas pakai bahasa Korea juga, biar nggak sia-sia aku hafalinnya.""Apa menurutmu sekarang waktu yang pas untuk bercanda?"Irama luka di kalimat Rindu seketika memadamkan senyum Duta. Kalimat-kalimat yang sudah dipersiapkannya raib entah ke mana. Dari tempatnya berdiri, Duta bisa melihat sepasang manik perempuan di hadapannya—yang semoga masih bisa disebut istrinya—pelan-pelan dihiasi genangan tipis."Kenapa kamu tiba-tiba muncul?"Duta tidak yakin itu jenis pertanyaan yang benar-benar perlu dijawab."Kamu pikir semudah itu aku ke sini?" Rindu menunduk, menatap ujung sepatunya. Dan tanpa sadar, setetes bening jatuh dari sudut matanya. "Aku menerjang banyak hal sendirian. Cuma aku yang paham sakitnya. Aku kalah di tengah pertarungan rasa yang kuciptakan sendiri. Aku benci kenapa tidak bisa baik-baik saja di tempat yang ada kamunya. Dan sekarang, saa
Busan, Korea SelatanDua bulan kemudian ....Mungkin bagi orang-orang di luar sana, Rindu sesantai itu melepas channel-nya. Karena sama sekali tidak ada klarifikasi lanjutan, atau minimal merespons pertanyaan penggemar yang menumpuk di inbox-nya. Namun siapa sangka, dia pernah menangis semalaman diam-diam. Bukan karena menyesal, tapi dia benar-benar kayak merasa kehilangan separuh nyawanya.Keputusan menghapus channel Rindu anggap sebagai langkah pergi pertama. Dan benar, itu belum cukup. Ternyata dia butuh langkah lainnya yang benar-benar membawanya pergi jauh. Maka, seketika saja pikiran untuk ke Korea terlintas. Karena dia memang pernah berjanji untuk mengunjungi Mama suatu hari nanti.Saidah sangat terpukul ketika Rindu menceritakan semuanya. Dia merasa gagal menjadi ibu. Bahkan, pernikahan Rindu yang ternyata berjangka itu, juga pelariannya ke sini, dia anggap turunan darinya, yang juga gagal di pernikahan pertama. Namun, Rindu berusaha menyakinkan bahwa ini murni kesalahannya pr
Penerbangan Jakarta-Makassar memakan waktu sekitar dua jam. Duta mendapatkan kursi di dekat jendela. Dia menatap kerumunan awan dari atas larut-larut, sambil mengenang kembali awal cerita perantauannya hingga takdirnya terpaut dengan Rindu dengan cara yang tidak biasa. Dia berusaha melapangkan dada, meski beberapa hal berjalan tidak sesuai rencana.Ternyata ibu kota jauh lebih keras dari bayangannya selama ini.Bahkan setelah setengah perjalanan, Duta masih belum paham motif kepulangannya kali ini. Pelarian? Penebusan? Penyembuhan? Atau apa? Namun, yang pasti Duta harus lekas menyusun rencana kalau memang berniat menetap kali ini. Dia tidak ingin pulang hanya untuk menyusahkan Ibu. Untuk urusan di Jakarta dia anggap semuanya sudah beres, setidaknya untuk sementara. Kepada ayah mertuanya, Duta pamit pulang ke Makassar sampai Rindu kembali dari Korea. Dan entah kenapa Duta yakin ini akan menjadi jeda yang lama di hubungan tidak jelas mereka, atau malah akhir sekalian. Karena, sama seper
Makan malam dengan anggota KKN yang lengkap berlangsung cukup hangat. Mereka sengaja memilih restoran pinggir kota yang tidak terlalu ramai, tapi dari segi kualitas makanan tetap juara."Sekali lagi makasih, ya, Bams," ujar Duta di sela-sela makan. "Berkat video kamu, prosesku dipermudah."Bams berhenti mengunyah dan tersenyum ke arah Duta. "Sama-sama, Bang.""Aku doain semoga kamu bisa jadi youtuber yang sukses. Soalnya, belum jadi aja videomu udah sangat bermanfaat.""Amin. Makasih, Bang."Yang lain menyimak obrolan itu sambil tetap makan. Sesekali tawa ringan akan meningkahi denting sendok yang bersahutan."Oh ya, Bang, kenapa Kak Rindu tiba-tiba menghapus channel-nya?" Sebenarnya dari tadi sore Bams ingin menanyakan hal ini, tapi kelupaan. "Apa nggak sayang, tuh? Kan, nggak gampang ngumpulin subscribers sebanyak itu."Duta bingung harus jawab apa. Karena pertanyaan serupa pun sedang mendekam di benaknya. Dan sepertinya Bams dan yang lain belum tahu soal kepergian Rindu. Duta menah
Setelah tahu Rindu pergi, Duta merasa tidak pantas lagi pulang ke rumah ini. Namun, dia tidak mungkin menyuruh ayah mertuanya mengantarnya ke tempat lain. Tanpa Rindu, rumah ini tak lebih dari sekadar ruang-ruang beku yang seketika membuat Duta sadar akan satu hal. Di awal-awal mereka kenal, Rindu pernah cerita tentang hidupnya yang lumayan timpang dengan apa yang orang-orang lihat di channel YouTube-nya. Dan hari ini, Duta bisa merasakan salah satu ketimpangan itu, sudut-sudut sepi yang sejatinya tak pernah terjamah.Selama ini Rindu berusaha menghibur orang-orang dengan pembawaan ceria yang khas, meski di fase-fase tertentu dia adalah sosok yang paling kesepian. Duta mengutuk dirinya dalam hati. Bahkan di posisi ini, dia tidak bisa membuat kondisi cewek itu lebih baik, malah memperburuk. Harusnya, sebagai suami—meskipun cuma sementara—dia bisa meluangkan lebih banyak waktu untuk berbagi cerita dengan Rindu."Loh, Ta?"Sapaan itu memutus pandangan Duta dari sofa tunggal di ruang teng
Video pamit Rindu seketika booming. View-nya mencapai 10 juta dalam waktu kurang dari 24 jam. Kolom komentar dibanjiri emoticon menangis. Semuanya tidak rela kehilangan Rindu. Sebagian berkomentar lebih bijak, mendukung apa pun keputusan Rindu dan mendoakan semoga sukses di rencana selanjutnya.Pagi-pagi Devi sudah heboh. Dengan tampang tercengang-cengang dia menujukkan hastag #RinduJanganPergi yang langsung trending satu di Twitter. Ribuan akun memosting potongan video terakhir Rindu dan membubuhkan caption berupa pendapat masing-masing. Akun-akun gosip di Instagram juga berlomba-lomba membagikan kabar mengejutkan ini.Kotak masuk Rindu di semua sosial media tak kalah penuh. Semua orang seolah dibikin penasaran, kenapa Rindu tiba-tiba ingin menghapus channel-nya."Gila, gila!" Devi berdecak sambil terus men-scroll berita tentang Rindu. "Seheboh ini, loh. Kamu yakin bakal ninggalin mereka?"Rindu yang sedang menikmati roti panggang, atau lebih tepatnya hanya menusuk-nusuknya dengan pi
Duta sama sekali tidak mengira akan berhadapan dengan Rindu di ruang besuk ini. Pertama, istri kontraknya itu sedang sakit. Kedua, bagaimana terakhir mereka berselisih. Mengingat marahnya kemarin, serta sorot kekecewaan di matanya, rasa-rasanya pemakluman, maaf, atau apa pun itu tidak akan turun secepat ini.Namun, kini mereka sedang berbagi udara di ruang yang sama. Hal ini membuat Duta teringat dengan perkataan Devi; "Rindu cinta sama kamu.". Benarkah cinta yang membawanya ke sini?Dalam tundukannya yang kian senyap, Rindu seolah sedang menyembunyikan sesuatu, atau berusaha merangkai kalimat yang bisa meleburkan kekakuan di antara mereka. Andai Devi ikut masuk, mungkin suasananya akan beda. Namun, temannya itu malah memilih menunggu di luar. Katanya, untuk saat ini berdua lebih baik daripada bertiga.Di tengah laju waktu yang terus bergulir, Duta setia menelisik setiap pergerakan Rindu, sekecil apa pun itu. Sama, dia juga tengah berjuang menemukan sesuatu untuk membuka suara lebih d