Hari ini rasanya benar-benar campur aduk. Gelisah, takut, heran, serta baper menjejali dada Rindu di saat bersamaan. Namun, dia tetap bersyukur, kemunculan Duta yang tiba-tiba itu paling tidak bisa membuatnya aman untuk sementara.
Rindu yang baru keluar dari kamar mandi langsung menuju meja rias sambil menggosok rambutnya dengan handuk. Setelah duduk di depan meja rias berbahan kayu kualitas premium itu, tatapannya mengarah ke wadah kaca di antara peralatan make up-nya. Di wadah kaca itu dia meletakkan cincin Duta sebelum masuk ke kamar mandi tadi. Dia lekas memakai kembali dan memperhatikannya dari dekat. Kalau dipikir-pikir, untuk apa Duta membawa cincin segala? Buket bunga juga? Sebenarnya apa tujuannya ke taman itu?Teringat Duta, netra Rindu melebar. Dia belum mentransfer bayaran cowok itu. Dia pun langsung ke tempat tidur dan menyambar ponselnya yang tergeletak di atas kasur. Dia segera login ke M-banking-nya dan melakukan transaksi. Untungnya kali ini berhasil. Lagian, tumben-tumbennya tadi tiba-tiba gangguan. Entahlah, tapi seolah-olah semua ini bahasa alam yang sedang berpihak ke Rindu.Berkat insiden gangguan itu Rindu jadi punya alasan untuk meminta kontak Duta. Meski belum tahu bagaimana cara membujuk cowok itu, setidaknya Rindu tidak langsung kehilangan begitu saja. Terlebih dia masih menyimpan cincinnya, benda yang kayaknya bisa banget mendatangkan cowok itu ke hadapan Rindu lagi.Rindu lekas mengirim bukti SS ke cowok itu, sebelum dia ngamuk dan berpikir yang tidak-tidak.Rindu terkekeh melihat foto profil WA Duta. Cowok modelan dia malah memasang gambar Winnie the Pooh. Apa-apaan coba?Semenit dua menit Rindu masih menatap layar ponselnya, berharap Duta akan membalas kiriman SS-nya. Paling tidak satu kata "thanks" atau semacamnya. Namun, hingga sepuluh menit berlalu, tidak ada balasan apa pun dari cowok itu. Padahal statusnya online. Secuek itukah? Dia bahkan tidak menanyakan cincinnya. Masih belum sadar atau gimana?Saat ingin meletakkan ponselnya untuk lekas berpakaian, tiba-tiba Rindu tergoda untuk melihat rekaman live tadi—yang sudah dibagikan untuk publik. Rindu langsung skip ke bagian dia beradegan dengan Duta. Senyumnya terbit samar-samar. Dari layar memang tidak terlalu kelihatan, tapi Rindu masih ingat jelas bagaimana ekspresi Duta saat mengucapkan kalimat puitis itu sambil bertatap-tatapan.Puas mengulang bagian itu hingga tiga kali, Rindu beralih ke kolom komentar. Komentar terbaru rata-rata tentang Duta.Runi Yasmin: Masyaallah ... ganteng banget jodoh orang.Yulin Winarni: Aku suka cowok berkulit cokelat begini, terlihat lebih laki.Shanum Azzahra: Mirip calonnya Ricis, ya, tapi ini versi sebelum glow up. Hehehe ....Jingga Annida: Salfok ke tatapan cowoknya. Teduh banget.Nita Krisnawati: Yang begini nemu di mana, Mbak Rindu? Mau, dong, kalau masih ada satu. Wkwkwkw ....Rita Khaerunnisa: Potongannya ala-ala pangeran Arab, ya.Iffa Latief: Dari caranya menatap Mbak Rindu, kayaknya tipe setia, deh.Dwi Lestari: Semoga Mbak Rindu dan Mas-nya langgeng, biar Tristan si berengsek itu nyesel.Shanti Nurhaeni: Yang salfok ke urat tangan cowoknya, kita satu server.Dita Anggita: Gantengnya Indonesia ya begini, nggak perlu sampai rambut diwarnai segala, atau maksain diri untuk putih.Sambil senyum-senyum sendiri, Rindu memutar lagi bayangan wajah Duta dalam kepalanya. Gantengnya dia memang tidak sekelas Oppa-Oppa Korea yang seketika bisa bikin salfok. Gantengnya Duta lebih ke pelan-pelan menjerat. Makin dilihat makin ada sesuatu yang unik. Mungkin karena rada menyebalkan, makanya auranya kurang terpancar.Namun, ada juga komentar yang bikin Rindu menghela napas kesabaran.Nuri Ika: Yakin, ini bukan settingan? Kasian cowoknya, terlalu ganteng untuk dijadiin bercandaan.Siti Khamdiatun: Masih memantau.ET Widyastuti: Berasa nonton reality show murahan, yang aktornya dibayar nasi kotak untuk sekali tampil.Maira Khalif: Semoga cowoknya lekas sadar.Lia Zienta: Aku mencium aroma-aroma busuk.Dan masih banyak lagi. Rindu malas membacanya satu per satu. Hanya mengundang aura negatif.Saat keluar dari video itu, beranda YouTube Rindu malah menampilkan salah satu video dari channel Tristan. Video itu rekaman live setahun yang lalu. Demi apa tiba-tiba naik lagi? Ini pasti disengaja oleh Tristan. Dia pasti pakai jasa berbayar untuk mengeksplor video itu lagi. Tujuannya tentu saja untuk menyudutkan, karena di video itulah petaka di hidup Rindu bermula.Setahun yang lalu, tepat di hari ulang tahunnya, Rindu mendapatkan kado pengkhianatan dari sang pacar dan teman sendiri.Hari itu, dengan perasaan berbunga-bunga, Rindu menunggu Tristan di rumahnya. Mereka sudah janjian untuk bikin konten Q&A spesial di hari ulang tahun Rindu. Namun, lewat sejam dari waktu yang ditentukan, Tristan tak kunjung datang. Sedari tadi Rindu sudah gelisah. Dia menelepon berkali-kali, tapi tidak diangkat.Setelah hampir dua jam, tiba-tiba nomor tidak dikenal mengirimi Rindu sebuah link. Kerena penasaran, dia pun langsung mengekliknya. Dan ternyata itu link live dari channel Tristan. Yang bikin syok, Tristan live bareng Arumi, teman sekaligus editor Rindu. Mereka bertingkah seperti sepasang kekasih. Berangkulan, usik-usikan, bahkan sampai cium kening segala.Kolom komentar jangan ditanya lagi bagaimana rusuhnya. Karena 90% subscribers Tristan berasal dari subscribers Rindu. Meski kadang menghujat karena menganggap Tristan yang setampan pangeran-pangeran dari negeri dongeng itu terlalu sempurna untuk Rindu, di sisi lain netizen juga kagum dengan ketulusan yang ditunjukkan cowok itu. Dia tidak pernah peduli dengan komentar negatif orang lain, dan tetap menjadikan Rindu fokusnya. Itu berlaku sampai kemarin, karena hari ini netizen malah disuguhi drama perselingkuhan terang-terangan.Rindu terbakar cemburu. Amarahnya mendidih hingga ke ubun-ubun. Tanpa buang-buang waktu lagi, dia melesat ke garasi mengambil mobil, dan langsung tancap gas ke rumah Tristan.Setibanya di sana, Rindu langsung mengamuk, mengobrak-abrik live mereka. Namun, bukannya bubar, kamerawan mereka malah mencari angle yang pas, seolah-olah kemunculan Rindu adalah bumbu pelengkap yang memang sangat ditunggu dari tadi."Apa-apaan ini?" hardik Rindu."Loh, kamu yang apa-apaan. Datang-datang marah-marah nggak jelas." Tristan tersenyum sinis sambil merangkul Arumi.Arumi tidak kaget seperti seharusnya. Hal itu membuat Rindu semakin geram. Sudah berapa lama kedua orang ini mempermainkannya?"Jadi selama ini kalian main di belakang aku?" Mata Rindu berkaca-kaca."Cuma buat selingan, kok," jawab Tristan dengan wajah tanpa dosa.Rindu melepas sebelah sepatunya dan langsung menimpuk cowok itu. "Bangsat!"Tristan sigap menghindar, lalu tertawa penuh kemenangan.Kamerawan jadi sibuk. Entah harus shoot yang mana, semuanya terlihat menarik."Ternyata benar, ya, kata orang-orang, selama ini kamu hanya manfaatin aku. Numpang tenar lebih tepatnya."Wajah Tristan seketika berubah tegang mendengar kalimat itu. "Jangan sembarangan nuduh ya!" bentaknya."Kalau bukan manfaatin apa namanya, ha?"Tatapan Tristan meruncing. Rahangnya mengetat."Kamu hanya berpura-pura manis sambil diam-diam bikin channel sendiri. Semua yang kamu lakukan ke aku selama ini hanya pemantik agar keberadaan channel kamu disadari orang-orang. Dan setelah berhasil meraih popularitas, begini cara kamu buka topeng? Menjijikkan!""Terserah, deh. Itu hak kamu berpendapat. Tapi asal kamu tahu, aku memperoleh semua ini berkat kerja keras juga. Nggak instan." Tristan mendekat hingga hanya berjarak selangkah dari Rindu. "Dan soal hubungan kita yang harus diakhiri, biasa aja kali. Nggak usah drama. Orang nikah bertahun-tahun aja bisa cerai, kok, apalagi cuma pacaran?" Tristan terkekeh lagi.Rindu mengepalkan kedua tangannya."Lagian hal semacam ini sangat wajar, kok, dalam sebuah hubungan. Ibarat siklus, saat ini aku lagi pengin sama cewek yang bentuknya beda.""Maksud kamu yang langsing?""Kamu sendiri, loh, yang bilang." Tristan menahan tawa.Karena benar-benar tidak tahan lagi, Rindu menonjok wajah cowok itu. Puas banget rasanya."Anjirrr!" umpat Tristan sambil memegang hidungnya."Itu hadiah untuk cowok yang nggak tahu diri!" Tatapan Rindu beralih ke Arumi. "Dan kamu," telunjuknya mengacung tajam, "aku nggak sudi berteman sama penjilat!"Rindu ingin pergi dari tempat itu sebelum air matanya jatuh. Dia tidak ingin terlihat lemah. Namun, baru beranjak selangkah, dia kembali berbalik, menatap Tristan lebih tajam."Jangan mentang-mentang gendut begini kamu seenaknya ngeremehin. Lihat aja, sebelum ulang tahun yang selanjutnya, akan ada cowok yang ngelamar aku. Cowok yang tulusnya murni, nggak modus kayak kamu!""Oke. Aku nggak sabar menanti hari itu tiba." Meski hidungnya masih berdenyut sakit, Tristan sudah kembali bertingkah menyebalkan. "Supaya lebih menarik, gimana kalau kita taruhan?"Taruhan? Kening Rindu berkerut samar."Kalau benar-benar ada cowok yang melamar kamu sebelum ulang tahun selanjutnya, kamu bebas nyuruh aku ngelakuin apa aja."Sekarang bukan waktu yang tepat untuk memikirkan harus diapakan cowok ini, tapi kalau kesempatannya benar-benar ada, pasti akan sangat menyenangkan. "Oke." Rindu pun menyetujuinya, bahkan sebelum Tristan mengungkapkan bagaimana kondisi sebaliknya."Tapi jika ternyata kamu tidak bersama siapa-siapa hingga hari ulang tahun selanjutnya, kamu harus hapus channel kamu.""Ha?" Rindu terbelalak."Kenapa? Mau berubah pikiran? Nggak berani?" Tawa menyudutkan Tristan kembali berderai. "Ini live, loh."Rindu melirik sekilas ke arah kamera. Dia merasa dijebak. Tristan benar-benar bangsat!"Kalau benar kamu punya fans sejati, harusnya nggak sulit, dong, kalaupun harus mulai dari nol lagi."Setelah menarik napas panjang dan menahannya sekian detik, Rindu pun berkata, "Nggak ada alasan untuk mundur dari pengecut kayak kamu!"Dan hari-hari berat pun dimulai.***[Bersambung]Assalamualaikum, sobat readers.Aku mau tahu, dong, sejauh ini ceritanya gimana menurut kalian?Komen, ya.Makasih.Salam santun 😊🙏"Gimana, dong, Rin?" tanya Tasya. Sedari tadi dia mondar-mandir sambil memegang skrip.Saat ini Rindu dan timnya sedang berada di halaman samping basecamp mereka, yang sudah didekor sedemikian rupa hingga tampilannya cukup hangat untuk ukuran tempat perayaan ulang tahun bersama pasangan. Ini ide Tasya, yang memang sudah tidak diragukan lagi."Bisa apa kita selain nunggu?""Kamu yakin Duta bakal datang?""Kalau dia masih mau cincinnya balik, harusnya, sih, datang.""Kalau nggak?"Rindu hanya mengedik. Dia bahkan mulai memikirkan plan B kalau memang Duta benar-benar tidak ingin dilibatkan lagi."Alamat bakal begadang lagi, nih, buat ngedit." Devi masuk ke obrolan. "Besok harus tayang, kan?""Bukannya kamu udah sering begadang buat maraton drakor?" Beni menimpali dengan candaan. Devi langsung menoyor lengannya.Rindu kembali mengecek chat room-nya dengan Duta, sama sekali tidak ada balasan."Atau kita bikin aja vlog tanpa Duta, nanti tinggal alasan dia lagi halangan apa gitu," usul Beni.
"Aku ke sini cuma mau ngambil cincin." Duta bisa melihat sebuah rencana yang terselubung di balik senyum Rindu. Karena itu dia menekankan lebih awal."Bukan berarti nggak mau masuk, dong. Cincinnya di dalam. Yuk!" Rindu mengedikkan kepala, lalu beranjak ke dalam lebih dulu, meski Duta tampak benar-benar tidak berminat untuk berlama-lama.Tadinya Duta mengira dia akan dibawa ke dalam rumah, tahu-tahunya malah ke halaman samping. Duta disambut oleh ketiga teman Rindu. Mereka berbaris rapi seperti anak SD yang sedang periksa kuku sebelum masuk ke kelas.Melihat aura-aura penjajah di wajah mereka, perasaan Duta jadi tidak enak."Mas Duta, kasihanilah aku ini. Cicilan mobilku masih panjang, malu banget kalau sampai disita," ujar Tasya sambil memasang tampang memelas dibuat-buat."Mas Duta, adikku pengin banget jadi dokter, sementara kedua orangtuaku tidak sanggup membiayainya. Karena itu aku banting tulang siang dan malam." Devi berucap begitu sambil menangkupkan kedua tangan di depan dada
Sudah terlalu sering Rindu dimodusin cowok, wajar jika hal itu membuatnya agak sangsi dengan kado dari Duta—yang entah kenapa kehadirannya ini masih terasa ajaib. Namun, di sisi lain dia juga penasaran setengah mati apa isinya."Tapi maaf, ya, hadiahnya ala kadarnya banget. Nggak sempat dibungkus cantik pula. Tadi belinya juga buru-buru. Untung tiba-tiba kepikiran."Rindu makin penasaran. "Boleh dibuka sekarang?" tanyanya dengan wajah ceria.Duta mengangguk.Rindu pun membuka tutup kotak mungil itu. Ternyata isinya gantungan kunci Winnie the Pooh. Rindu mengeluarkannya, menatapnya larut-larut dengan perasaan yang menghangat. Benda itu jadi terasa sangat berharga karena datangnya dari seseorang yang tidak diduga-duga. Dan tampaknya memang tidak ada modus di baliknya."Jadi menurut kamu, aku ini kayak beruang?" tanya Rindu kemudian dengan nada kekehan.Duta mengangguk sambil menahan tawa.Karena sudah sering dihadapkan dengan kepalsuan, kejujuran Duta ini malah membuat hati Rindu terasa
Bahkan setelah tiba di tempat tujuan, Duta masih belum mengerti kenapa tiba-tiba dia merasa perlu mengajak Rindu keluar. Dibilang kasihan, Rindu bukan tipe orang yang benar-benar perlu dikasihani. Secara materi dia cukup melimpah. Dari luar, kehidupannya jenis kehidupan yang diidam-idamkan generasi zaman now. Namun, di balik semua itu ada satu hal yang tak luput dari radar Duta. Dia bisa merasakan kesepian akut melingkupi cewek itu.Rindu tidak menyangka Duta akan mengajaknya ke angkringan. Tempat semacam ini mengingatkannya terhadap sekelumit kenangan beberapa tahun silam. Namun, sebisa mungkin dia menahan diri agar tidak perlu merapuh. Ini hari spesialnya, dan seseorang yang tiba-tiba masuk ke hidupnya tengah mengupayakan bahagia. Dia tidak boleh merusaknya sepihak."Wah, udah pada datang rupanya," sahut Duta sambil mendekat ke arah teman-temannya. Ada delapan orang yang kompak duduk lesehan melingkar beralaskan tikar. Mereka teman-teman kosan Duta, juga sesama pekerja bangunan."Ud
Dalam perjalanan pulang, Rindu kembali berpegangan di pinggang Duta, tapi tidak lagi sekaku tadi."Thanks banget, ya, Ta. Ini salah satu malam ulang tahun paling berkesan di hidupku."Alih-alih membalas dengan satu dua kata, Duta malah menambah kecepatan vespanya.Rindu refleks mengencangkan pegangannya. "Pelan-pelan, Ta!" katanya setengah teriak.Duta seolah tidak menggubris. Dia malah teriak-teriak tidak jelas kayak anak kecil.Rindu menepuk punggung cowok itu. "Apaan, sih, Ta? Malu dilihatin orang.""Motoran sambil teriak gini seru kali," ujar Duta sambil menoleh sekilas. Lalu, dia teriak lagi kayak Tarzan lagi manggil kawan-kawannya.Duta yang teriak, Rindu yang malu.Duta menoleh lagi. "Cobain, deh.""Jangan keseringan lihat ke belakang, ntar nabrak loh." Rindu serius ngeri. Duta melajukan vespanya dengan kecepatan di atas rata-rata, tapi sikapnya pecicilan begitu.Akhirnya Duta pun kembali fokus ke jalanan. Sepertinya Rindu bukan tipe cewek yang gampang dipancing untuk gila-gila
"Maksudnya, aku ngajak dia nikah?" Agak terbata, Rindu memperjelas."Mau nggak mau, kan?" Devi berkata begitu sambil mengangkat sedikit pundaknya."Aku setuju, sih." Tasya menambahkan. "Hitung-hitung tenagaku juga nggak terbuang percuma. Karena konsep konten ala-ala pasutri muda yang tadinya udah aku siapin buat kamu dan Ari jadi bisa dipakai lagi." Cewek bertubuh mungil itu senyum-senyum sendiri. Belum apa-apa konsep untuk video-video lainnya sudah tergambar jelas di benaknya.Rindu mengangkat kedua tangannya, menekan udara dengan gerakan pelan, menahan sedini mungkin agar pikiran kedua temannya ini tidak semakin ke mana-mana. "Aku emang udah setengah waras gara-gara masalah ini, tapi jangan sampai gila beneran, dong." Dia menatap serius kedua temannya bergantian. "Kalian pikir ngajak orang nikah segampang ngajakin makan bakso? Ini Duta, loh. Cowok modelan kayak dia tiba-tiba diajak nikah ...?" Rindu menggeleng samar. "Nggak kebayang pokoknya. Kecuali kalau aku ini cantik, langsing,
Gagal menemukan jawaban di tempat kerja, Rindu bergegas ke rumah Ari. Dia semakin yakin ada yang tidak beres. Dia harus tahu ada apa di balik semua ini. Namun, setibanya di rumah yang berlokasi di kawasan perumahan kelas menengah itu, Rindu tidak mendapati siapa pun di sana. Pintu rumahnya tertutup rapat. Sampah-sampah plastik berserakan di halamannya, seolah rumah itu sudah lama tidak ditinggali.Tidak ingin bingung sendiri, Rindu pun bertanya ke tetangga yang kebetulan sedang mengangkat cucian yang sudah kering. Dia merapat ke sisi pagar seraya mengembangkan senyum."Permisi, Bu. Mau numpang tanya," ujarnya sopan sambil mengangguk ringan."Ya, Mbak." Ibu berdaster merah terang itu menghentikan sejenak aktivitasnya."Pak Rahmat sama keluarganya ke mana, ya?"Ibu itu mengernyit. "Pak Rahmat?""Iya, yang tinggal di sini." Rindu menunjuk dengan jempol rumah di belakangnya tanpa menoleh."Maksud Mbak keluarga yang cuma ngontrak beberapa hari itu?""Cuma beberapa hari?" Kening Rindu berke
Duta lekas membantu Rindu berdiri, sebelum anak buah Juragan Dante menemukannya. Untungnya Rindu tidak mengalami luka serius, hanya goresan kecil di telapak tangannya."Duh, sori banget, ya." Duta meraih tangan Rindu dan memperhatikan luka itu."Emang ada apa, sih, sampai lari-larian segala?" tanya Rindu sambil meringis menahan rasa perih. Kemudian dia celingukan mencari sesuatu. "Vespamu mana?""Itu dia!" Teriakan itu diiringi gemuruh alas sepatu yang beradu dengan aspal.Melihat kemunculan orang-orang itu, Duta gelagapan. "Aku harus pergi sekarang!" katanya sambil ancang-ancang untuk lari.Namun, Rindu malah menahannya. "Masuk!" katanya sambil membuka pintu mobil.Tidak ada waktu untuk berpikir. Duta pun bergegas masuk. Begitu juga dengan Rindu, buru-buru menyalakan mobil dan bergegas pergi dari sana.Orang-orang itu masih berusaha mengejar, sampai akhirnya capek sendiri dan menyerah."Ada apa, sih? Siapa mereka? Ngapain ngejar kamu?" cecar Rindu setelah keluar ke jalan utama.Duta
Ketika menerima pesan dari Rindu yang mengajak bertemu di salah satu taman kota, Duta bingung harus senang atau bagaimana. Mengingat bagaimana reaksi perempuan itu di makan malam kemarin, Duta takut menerka-nerka.Duta tiba 15 menit lebih awal dari jam janjian, tapi ternyata Rindu sudah lebih dulu ada sana."Maaf, aku telat," ujar Duta setibanya di samping perempuan itu. Sekadar basa-basi, karena saat turun dari taksi tadi, dia sempat mengecek jam dan tahu betul ini belum memasuki jam yang ditentukan."Duduk."Respons berupa satu kata itu sempat membuat Duta bergidik. Kesannya sangat dingin, meski nadanya datar-datar saja.Setelah duduk, malah hening. Duta sungguh bingung harus ngomong apa. Masa yang kemarin harus diulang lagi? Daripada kayak patung, akhirnya Duta memindai suasana taman yang sangat sejuk itu. Setapaknya dipagari pohon maple."Ini tempat pertama yang aku kunjungi sendirian di Korea," ujar Rindu akhirnya.Duta mengerjap berkali-kali. Pasalnya, kalimat barusan, nadanya j
Sejak pulang dari Seomyeon Underground Shopping Center, Rindu tidak pernah keluar kamar. Bahkan saat Mama memanggilnya untuk minum teh bersama di sore hari, dia beralasan agak kurang enak badan sehabis jalan. Saat ini lebih menyenangkan rebahan daripada minum teh, katanya.Rasanya masih seperti mimpi tiba-tiba Rindu bertemu Duta hari ini. Sesengaja itukah Tuhan menghadirkan hal yang dihindarinya hingga rela pergi sejauh ini?Kenapa?Tadi, Rindu memilih buru-buru pergi sebelum bertindak konyol. Karena sejujurnya, hampir saja dia menubruk lelaki itu dan membakar gulungan rindu dalam satu dekapan. Untungnya dia masih bisa menahan diri. Meski tetap saja hatinya belum punya ruang untuk memulai episode baru bersama lelaki itu. Dipikir berapa kali pun, rasanya memang lebih baik jika mereka mengakhiri pernikahan settingan itu sesuai ketentuan, sebelum semakin banyak luka yang tercipta.Malamnya, Mama mengetuk pintu kamar Rindu lagi untuk mengajaknya makan malam. Kali ini Rindu tidak mungkin m
"Kok malah bengong?" Duta mencoba untuk nyengir, meski tarikan sudut bibirnya sungguh sangat kaku. "Padahal aku udah berharap kamu akan membalas pakai bahasa Korea juga, biar nggak sia-sia aku hafalinnya.""Apa menurutmu sekarang waktu yang pas untuk bercanda?"Irama luka di kalimat Rindu seketika memadamkan senyum Duta. Kalimat-kalimat yang sudah dipersiapkannya raib entah ke mana. Dari tempatnya berdiri, Duta bisa melihat sepasang manik perempuan di hadapannya—yang semoga masih bisa disebut istrinya—pelan-pelan dihiasi genangan tipis."Kenapa kamu tiba-tiba muncul?"Duta tidak yakin itu jenis pertanyaan yang benar-benar perlu dijawab."Kamu pikir semudah itu aku ke sini?" Rindu menunduk, menatap ujung sepatunya. Dan tanpa sadar, setetes bening jatuh dari sudut matanya. "Aku menerjang banyak hal sendirian. Cuma aku yang paham sakitnya. Aku kalah di tengah pertarungan rasa yang kuciptakan sendiri. Aku benci kenapa tidak bisa baik-baik saja di tempat yang ada kamunya. Dan sekarang, saa
Busan, Korea SelatanDua bulan kemudian ....Mungkin bagi orang-orang di luar sana, Rindu sesantai itu melepas channel-nya. Karena sama sekali tidak ada klarifikasi lanjutan, atau minimal merespons pertanyaan penggemar yang menumpuk di inbox-nya. Namun siapa sangka, dia pernah menangis semalaman diam-diam. Bukan karena menyesal, tapi dia benar-benar kayak merasa kehilangan separuh nyawanya.Keputusan menghapus channel Rindu anggap sebagai langkah pergi pertama. Dan benar, itu belum cukup. Ternyata dia butuh langkah lainnya yang benar-benar membawanya pergi jauh. Maka, seketika saja pikiran untuk ke Korea terlintas. Karena dia memang pernah berjanji untuk mengunjungi Mama suatu hari nanti.Saidah sangat terpukul ketika Rindu menceritakan semuanya. Dia merasa gagal menjadi ibu. Bahkan, pernikahan Rindu yang ternyata berjangka itu, juga pelariannya ke sini, dia anggap turunan darinya, yang juga gagal di pernikahan pertama. Namun, Rindu berusaha menyakinkan bahwa ini murni kesalahannya pr
Penerbangan Jakarta-Makassar memakan waktu sekitar dua jam. Duta mendapatkan kursi di dekat jendela. Dia menatap kerumunan awan dari atas larut-larut, sambil mengenang kembali awal cerita perantauannya hingga takdirnya terpaut dengan Rindu dengan cara yang tidak biasa. Dia berusaha melapangkan dada, meski beberapa hal berjalan tidak sesuai rencana.Ternyata ibu kota jauh lebih keras dari bayangannya selama ini.Bahkan setelah setengah perjalanan, Duta masih belum paham motif kepulangannya kali ini. Pelarian? Penebusan? Penyembuhan? Atau apa? Namun, yang pasti Duta harus lekas menyusun rencana kalau memang berniat menetap kali ini. Dia tidak ingin pulang hanya untuk menyusahkan Ibu. Untuk urusan di Jakarta dia anggap semuanya sudah beres, setidaknya untuk sementara. Kepada ayah mertuanya, Duta pamit pulang ke Makassar sampai Rindu kembali dari Korea. Dan entah kenapa Duta yakin ini akan menjadi jeda yang lama di hubungan tidak jelas mereka, atau malah akhir sekalian. Karena, sama seper
Makan malam dengan anggota KKN yang lengkap berlangsung cukup hangat. Mereka sengaja memilih restoran pinggir kota yang tidak terlalu ramai, tapi dari segi kualitas makanan tetap juara."Sekali lagi makasih, ya, Bams," ujar Duta di sela-sela makan. "Berkat video kamu, prosesku dipermudah."Bams berhenti mengunyah dan tersenyum ke arah Duta. "Sama-sama, Bang.""Aku doain semoga kamu bisa jadi youtuber yang sukses. Soalnya, belum jadi aja videomu udah sangat bermanfaat.""Amin. Makasih, Bang."Yang lain menyimak obrolan itu sambil tetap makan. Sesekali tawa ringan akan meningkahi denting sendok yang bersahutan."Oh ya, Bang, kenapa Kak Rindu tiba-tiba menghapus channel-nya?" Sebenarnya dari tadi sore Bams ingin menanyakan hal ini, tapi kelupaan. "Apa nggak sayang, tuh? Kan, nggak gampang ngumpulin subscribers sebanyak itu."Duta bingung harus jawab apa. Karena pertanyaan serupa pun sedang mendekam di benaknya. Dan sepertinya Bams dan yang lain belum tahu soal kepergian Rindu. Duta menah
Setelah tahu Rindu pergi, Duta merasa tidak pantas lagi pulang ke rumah ini. Namun, dia tidak mungkin menyuruh ayah mertuanya mengantarnya ke tempat lain. Tanpa Rindu, rumah ini tak lebih dari sekadar ruang-ruang beku yang seketika membuat Duta sadar akan satu hal. Di awal-awal mereka kenal, Rindu pernah cerita tentang hidupnya yang lumayan timpang dengan apa yang orang-orang lihat di channel YouTube-nya. Dan hari ini, Duta bisa merasakan salah satu ketimpangan itu, sudut-sudut sepi yang sejatinya tak pernah terjamah.Selama ini Rindu berusaha menghibur orang-orang dengan pembawaan ceria yang khas, meski di fase-fase tertentu dia adalah sosok yang paling kesepian. Duta mengutuk dirinya dalam hati. Bahkan di posisi ini, dia tidak bisa membuat kondisi cewek itu lebih baik, malah memperburuk. Harusnya, sebagai suami—meskipun cuma sementara—dia bisa meluangkan lebih banyak waktu untuk berbagi cerita dengan Rindu."Loh, Ta?"Sapaan itu memutus pandangan Duta dari sofa tunggal di ruang teng
Video pamit Rindu seketika booming. View-nya mencapai 10 juta dalam waktu kurang dari 24 jam. Kolom komentar dibanjiri emoticon menangis. Semuanya tidak rela kehilangan Rindu. Sebagian berkomentar lebih bijak, mendukung apa pun keputusan Rindu dan mendoakan semoga sukses di rencana selanjutnya.Pagi-pagi Devi sudah heboh. Dengan tampang tercengang-cengang dia menujukkan hastag #RinduJanganPergi yang langsung trending satu di Twitter. Ribuan akun memosting potongan video terakhir Rindu dan membubuhkan caption berupa pendapat masing-masing. Akun-akun gosip di Instagram juga berlomba-lomba membagikan kabar mengejutkan ini.Kotak masuk Rindu di semua sosial media tak kalah penuh. Semua orang seolah dibikin penasaran, kenapa Rindu tiba-tiba ingin menghapus channel-nya."Gila, gila!" Devi berdecak sambil terus men-scroll berita tentang Rindu. "Seheboh ini, loh. Kamu yakin bakal ninggalin mereka?"Rindu yang sedang menikmati roti panggang, atau lebih tepatnya hanya menusuk-nusuknya dengan pi
Duta sama sekali tidak mengira akan berhadapan dengan Rindu di ruang besuk ini. Pertama, istri kontraknya itu sedang sakit. Kedua, bagaimana terakhir mereka berselisih. Mengingat marahnya kemarin, serta sorot kekecewaan di matanya, rasa-rasanya pemakluman, maaf, atau apa pun itu tidak akan turun secepat ini.Namun, kini mereka sedang berbagi udara di ruang yang sama. Hal ini membuat Duta teringat dengan perkataan Devi; "Rindu cinta sama kamu.". Benarkah cinta yang membawanya ke sini?Dalam tundukannya yang kian senyap, Rindu seolah sedang menyembunyikan sesuatu, atau berusaha merangkai kalimat yang bisa meleburkan kekakuan di antara mereka. Andai Devi ikut masuk, mungkin suasananya akan beda. Namun, temannya itu malah memilih menunggu di luar. Katanya, untuk saat ini berdua lebih baik daripada bertiga.Di tengah laju waktu yang terus bergulir, Duta setia menelisik setiap pergerakan Rindu, sekecil apa pun itu. Sama, dia juga tengah berjuang menemukan sesuatu untuk membuka suara lebih d