"Bangun, Nona. Nyonya Ana, Tuan Hugo, dan Nona Ariel sudah pulang." ujar Josie membangunkan Valerie.
Valerie menahan rasa kantuknya dan memaksakan diri untuk duduk. Ia sudah menunggu kehadiran keluarganya. Rasa tidak sabar membuat Valerie berlarian ke lantai bawah mengenakan pakaian tidur.
"Ibu?" Valerie berkeliling lantai bawah untuk mencari Ana, ibunya.
Matanya sibuk melihat kesana kemari, tetapi tidak membuahkan hasil. Ia tak melihat batang hidung ibunya.
"Ibu tidak ada di rumah." suara itu adalah suara Ariel, adik angkat Valerie.
Ariel masih berusia sembilan tahun, setahun lebih muda dari Valerie. Ia memiliki rambut berwarna merah terang dan mata yang juga berwarna merah. Tidak lebih tinggi daripada Valerie, tetapi terlihat jauh lebih sehat dari Valerie.
"Kapan kalian pulang, Ariel? Di mana Ibu dan Kakak?" tanya Valerie antusias.
Ariel memutar bola matanya, "Tak usah kau pikirkan. Kau urus saja dirimu sendiri, jangan sampai merepotkan keluargaku."
Ariel segera pergi dari hadapan Valerie setelah berkata seperti itu. Ia langsung menutup pintu kamarnya rapat-rapat dan mengabaikan Valerie. Semua keperluannya disiapkan oleh pelayan pribadinya, sehingga ia tak keluar lagi dari kamarnya.
Valerie terpaku di tempat ia mengobrol bersama Ariel tadi. Merasa bingung karena Ariel yang bersikap ketus padanya. Ia bahkan baru saja mengobrol dengan Ariel untuk pertama kalinya. Apa yang sudah membuat Ariel tidak suka kepadanya?
"Apa salahku, Josie?" tanya Valerie hampir menangis.
Josie mengelus pundak Valerie dan mengajaknya untuk sarapan di kamar saja. Tidak ada satu orang pun di ruang makan yang besar itu, lebih baik sarapan di kamar.
"Semua orang di rumah ini memang jarang makan bersama, Nona. Saya bahkan sudah lupa kapan terakhir kali menyiapkan makan untuk mereka," Josie menyiapkan makanan untuk Valerie dan menuangkan susu madu hangat di gelas yang memiliki ukiran bunga.
"Nyonya besar hampir pergi setiap hari, sedangkan Tuan Hugo akan bermain di tempat keluarga lain dalam waktu yang lama, dan Nona Ariel tidak pernah keluar dari kamarnya." lanjut Josie.
Valerie mengernyitkan dahi. Ia tak menyangka jika keluarga barunya yang ia impikan selama ini sangat berbeda jauh dari ekspektasi. Valerie kecil yang selalu mengidamkan keluarga kecil yang hangat, penuh canda tawa dan kasih sayang, seketika menjadi muram.
"Kemana Ibu pergi, Josie?" tanya Valerie.
Josie menggeleng, "Saya juga tidak tahu pasti, Nona. Tetapi, biasanya Nyonya pergi mendatangi pesta, atau mungkin pergi menginap di suatu tempat."
"Mengapa Ibu tak bisa diam di rumah saja?" mata Valerie berkaca-kaca.
Josie memotong salah satu bagian dari kue madu dan menaruhnya di piring berwarna merah muda dan bermotif ikan.
"Saya tak tahu, Nona. Nyonya sudah seperti itu sejak saya datang ke sini untuk pertama kalinya,"
"Apa Ibu tak pernah mengajak Kakak dan Ariel?"
Josie menghela napas, "Selalu, Nona. Tetapi, Tuan muda dan Nona Ariel sering sekali menolak. Mereka lebih memilih untuk menjalani kegiatan mereka masing-masing, Nona."
"T-tapi.."
"Ini makanan anda, Nona. Silakan sarapan. Saya tidak bisa lagi menjawab pertanyaan anda. Anda bisa bertanya lebih banyak kepada Rocelyn. Permisi, Nona." Josie menghindari pertanyaan dari Valerie dan bergegas pergi dari kamar Valerie.
Josie meninggalkan Valerie yang terdiam memandangi sarapan paginya. Valerie sudah tak tahu harus berkata apa lagi.
Valerie segera mengubur dalam-dalam semua yang dipikirkannya dan menghabiskan sarapannya dalam waktu singkat. Ia berencana untuk pergi ke taman jika Rocelyn mengizinkan.
"Sekarang mari bersiap dan turun ke lantai bawah." gumam Valerie sambil bersiap untuk mandi dan segera pergi ke taman.
***
"Hei, Valerie! Hari ini kau datang cepat sekali!" Harley datang mendekati Valerie yang sedang duduk di seluncuran dengan gaun berwarna kuning dan rambut yang dikepang. Hari ini Valerie pergi sendirian ke taman karena Josie sedang banyak pekerjaan di rumah.
"Ya! Kau datang cepat hari ini. Bukankah keluargamu sudah pulang? Mengapa kau bermain di taman saat keluargamu pulang?" tanya Hailey, adik kembar Harley.
Valerie memeluk Hailey, "Mereka sudah pulang semalam saat aku sudah terlelap. Ibu pergi lagi tadi pagi, Kakak tak tahu di mana, dan Ariel...."
"Mengabaikanmu?" sela Harley.
Valerie membelalak. Ia tak percaya bagaimana bisa Harley menebak dengan benar.
"Bagaimana kau bisa tahu?" tanya Valerie.
"Semua anak sudah mengenalnya, Valerie. Adikmu itu selalu saja mengabaikan anak-anak dari keluarga yang setara dengannya dan berusaha membaur dengan anak-anak dari keluarga bangsawan," jawab Hailey.
"Cih! Padahal dia bukan bagian dari bangsawan!" oceh Harley dengan kesal.
Valerie tampak sedih mendengar pendapat kedua temannya mengenai adik angkatnya itu. Seburuk itukah citra Ariel di mata anak-anak dari keluarga kaya?
"Ah! T-tapi maafkan aku, Valerie. Aku tidak bermaksud untuk menjelek-jelekkan adikmu," ujar Harley sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Tidak apa-apa, Harley. Aku juga belum terlalu mengenal Ariel. Mungkin saja ia tak seperti yang kalian bicarakan," Valerie berusaha berpikiran yang baik tentang Ariel.
"Ah, sudahlah! Mari kita bermain saja!" ajak Hailey mencairkan suasana.
Valerie bermain seharian bersama Harley dan Hailey hingga lupa untuk pulang pada saat jam makan siang. Tetapi, tak ada satupun pelayan yang mencari Valerie karena pelayan di rumah sedang sibuk mengerjakan tugasnya masing-masing dikarenakan adanya Ariel di rumah.
"Ah! Aku tak menyangka jika kita bermain selama ini!" ujar Valerie terkejut ketika melihat langit sudah mulai berwarna jingga dan matahari sudah mulai menenggelamkan dirinya.
Harley memegang perutnya, "Pantas saja aku merasa sangat lapar!"
"Hahaha! Kau kan selalu merasa lapar, Harley! Dasar Si Rakus!" ejek Hailey.
Wajah Harley memerah tanda kesal dan malu. Kesal karena Hailey yang mengejeknya dan juga malu karena fakta itu diketahui oleh Valerie.
"Tak apa, Harley. Aku juga sangat suka makan! Aku harap kita bisa makan bersama-sama nanti!" hibur Valerie.
"Benar juga! Kami akan mengundangmu untuk minum teh di rumah kami, Valerie. Kau akan datang, kan?" tanya Hailey.
"Dengan senang hati! Aku akan bertanya terlebih dahulu kepada Ibu dan Rocelyn." jawab Valerie.
"Kami akan mengirimkan surat undangan untukmu! Um, kalau bisa kau sendirian saja yang datang, tak usah mengajak adikmu." Hailey berkata dengan wajah yang tak enak, takut Valerie merasa sedih.
"Kita undang pun Ariel tak akan datang, Hailey. Kecuali jika kita berasal dari keluarga bangsawan yang diimpikannya itu." sela Harley.
Valerie hanya bisa tersenyum kecil, "Baiklah, aku akan membalas surat kalian! Kalau begitu, sampai jumpa!"
"Sampai jumpa, Valerie!"
***
Valerie sampai di rumah ketika sudah dekat waktu makan malam. Ia melihat beberapa pelayan sedang sibuk berjalan kesana kemari menyiapkan makanan. Sepertinya makanan tersebut milik Ariel.
"Hai, Rocelyn! Apa aku bisa meminta makan malamku sekarang?" tanya Valerie kepada Rocelyn yang sedang memasak.
"Bersihkanlah badanmu dan aku akan menyuruh pelayan untuk mengantarkan makan malammu di kamar, sekaligus makan siangmu. Aku tahu kau bermain dari pagi hingga menjelang malam." ujar Rocelyn.
"Baiklah, Rocelyn!"
Valerie segera pergi ke lantai atas untuk membersihkan badannya dan membawa beberapa buku dari perpustakaan untuk dibaca sebelum tidur nanti.
Tak lama, seorang pelayan masuk mengantarkan makan malam yang berisi kentang dan daging, lalu makan siang yang tadi dilewatinya dengan menu sup jamur.
Valerie segera menghabiskan makanannya karena perutnya sudah berbunyi saking laparnya. Wajar saja karena ia melewatkan jam makan siangnya. Setelah itu, Valerie menghabiskan waktunya dengan membaca buku dan belajar sebelum akhirnya memasuki mimpi indahnya.
Seperti inilah Valerie melewati hari-harinya. Ibu yang tak peduli dengan anak-anaknya, seorang kakak yang jarang pulang ke rumah, dan seorang adik yang bahkan tak ingin melihat wajah Valerie. Lalu, bermain bersama teman dekatnya, Hailey dan Harley hingga menjelang malam dan pulang ke rumah untuk makan, belajar, dan tidur.
Semua masih sama setiap harinya, tak ada masalah bagi Valerie. Ia sudah terbiasa dengan semua hal ini.
Sebelum kejadian buruk itu terjadi.
***
Valerie membuka mata dan melihat langit-langit kamarnya yang berwarna ungu. Kebisingan sudah lalu lalang di depan kamarnya dari pagi tadi. Entah kenapa seperti ramai sekali orang di rumahnya hari ini. Pintu kamar yang memiliki ukiran dan terlihat mahal itu diketuk oleh seseorang tak lama setelah Valerie terbangun. Ketika pintu itu terbuka, terlihat Josie yang berdiri di ambang pintu dengan berlinangan air mata. Sudah lama sekali Valerie tidak melihat Josie. Akhir-akhir ini, Josie bahkan tak menemaninya bermain di taman. Banyak pekerjaan yang harus dilakukan para pelayan ketika ibu dan kedua saudaranya berada di rumah. Josie berjalan menuju Valerie sembari menyeka air matanya. Selangkah lagi menuju Valerie, Josie langsung berlari memeluk Valerie. Air matanya tumpah dari mata yang berwarna kuning dan memiliki bulu mata yang sangat panjang itu. "Ada apa denganmu, Josie?" tanya Valerie sembari membantu Josie menyeka air matanya.&nb
Udara dingin membangunkan Valerie yang tertidur lelap. Hujan turun sangat deras saat dini hari. Valerie menarik selimutnya yang tebal untuk menutupi seluruh tubuhnya yang kecil itu. Malam yang panjang terasa sangat menakutkan bagi Valerie. Di rumah yang besar ini, tak ada siapapun selain dirinya dan Rocelyn. Rasa kesepian dan keheningan memenuhi seluruh ruangan. Valerie bahkan bisa mendengar detak jantungnya sendiri.Bagi anak yang berusia sepuluh tahun, hal ini pasti sangat menakutkan. Sendirian di dalam ruangan yang besar tanpa ada yang menemani. Keluar dari kamar pun tak membuatnya merasa lebih aman, atau bahkan menjadi lebih buruk. Bayangkan saja, jika ia keluar dari kamar dan harus menuruni tangga dengan keadaan gelap karena lampu dimatikan. Lalu, ia harus keluar ke belakang rumah di malam hari hanya untuk bertemu Rocelyn. Memikirkannya saja sudah mengerikan bukan? Harus keluar rumah di tengah malam yang sunyi. Hal inilah yang membuat Valerie memutuskan untuk berse
Rasa lembab dan dingin menyelimuti badan Valerie pagi ini. Di luar sedang hujan deras hingga terdengar suara gemuruh. Aneh, padahal hujannya berada di luar, tetapi badannya terasa lembab seperti habis di siram air. "Hei, mau sampai kapan kau tidur nyenyak seperti itu? Dasar pemalas!" ah, suara yang sangat Valerie kenal. Ariel membangunkan Valerie di pagi hari dengan siraman air dingin. Padahal, biasanya Valerie mencuci wajah dengan air hangat di pagi hari, apalagi jika cuaca sedang sangat dingin seperti minggu ini. Valerie melihat ke arah jam kamarnya yang besar dan berdiri seperti lemari. Waktu menunjukkan pukul lima pagi, masih sangat pagi untuk bangun tidur. Valerie biasanya bangun jam tujuh atau delapan pagi. Valerie terpaksa duduk karena badannya menjadi lembab, "Ada apa, Ariel? Bukankah ini masih terlalu pagi?" "Aku lapar, cepat buatkan aku makanan!" perintah Ariel. "Mengapa kau tidak meminta kepada
Valerie terbangun dari tidurnya. Ia melihat waktu sudah menunjukkan pukul enam pagi. Masih ada satu jam sebelum ia harus pergi ke dapur dan memasak untuk sarapan. Ah, Valerie baru ingat. Ia memimpikan masa lalunya saat terlelap semalam. Merindukan masa-masa di mana ia masih merasakan apa itu bahagia, saat masih ada sedikit kehangatan di rumah ini. Badannya terasa lebih ringan sekarang. Sudah tujuh tahun setelah kepergian semua pelayan di rumah ini, Valerie satu-satunya pengurus rumah yang sangat besar ini. Makan tak teratur dan bekerja tanpa henti setiap hari. Ia harus memprioritaskan makanan untuk ibu dan kedua saudaranya. Sedangkan, ia harus makan sendiri di dapur dengan lauk yang seadanya. Seandainya masih ada Rocelyn, sudah pasti Valerie bisa tumbuh seperti anak-anak lain yang seumuran dengan dirinya. Tumbuh dengan kasih sayang walaupun hanya sedikit, kebahagiaan, dan tubuh yang segar. Valerie selalu merasa lelah memikirkan
Dua kereta kuda berwarna merah dan perak tiba di halaman rumah. Terlihat ada lambang di salah satu kereta kuda, yaitu yang berwarna perak. Sepertinya kereta kuda itu milik bangsawan. Terlihat Ana turun dari kereta kuda berwarna merah. Valerie melihat dari balik jendela kamarnya. Ekspresi Ana saat itu seperti sedang panik dan tergesa-gesa. Tapi yang terpenting bukanlah itu. Kereta kuda berwarna perak dan memiliki lambang. Seperti ada beberapa orang di dalam kereta kuda itu. Valerie tak bisa melihat dengan jelas karena kaca jendela yang tertutup sehingga hanya terlihat samar-samar siapa saja orang yang ada di dalamnya melalui sinar matahari yang menyusup masuk ke jendela kereta kuda itu. 'Cepat sekali Ibu pulang?' Valerie bergegas turun ke lantai bawah untuk membukakan pintu rumah. Setelah itu, Ariel turun dari kereta kuda berwarna merah milik mereka dan menyusul Ana masuk ke dalam rumah. Tatapan Ana mengarah kepada
"Hei, Valerie! Cepat ambilkan minuman untukku!" ujar Ariel, adik angkat Valerie. Valerie yang berpakaian lusuh hanya bisa mengangguk pelan sambil menatap lantai dan berjalan menuju dapur untuk mengambilkan minuman. Saat Valerie berjalan ke dapur, teriakan lain memanggil dirinya. "Valerie! Cepat cuci bajuku!" teriak Ana, seorang janda yang memiliki dua anak kandung dan mengangkat Valerie sebagai anak angkat untuk dijadikan pembantu. Valerie berjalan mendekati ibu angkatnya tersebut dan mengambil beberapa baju yang tergeletak di lantai untuk dicuci. "Setelah cuci baju, jangan lupa memasak untuk makan siang," kata Ana, "makan siang hari ini harus daging sapi." Sekali lagi, Valerie hanya bisa mengangguk dan tidak berani untuk menjawab perkataan Ana. Lalu, ia kembali berjalan dengan tubuhnya yang lemas itu menuju ruang mencuci. Sejak ia bangun tidur pagi tadi, ia belum sempat untuk meneguk air sedikitpun. Setelah menaruh baju, V
Untuk siapa pun yang menemukan surat ini, Saya adalah ibu dari bayi ini. Maafkan saya karena harus menitipkan anak saya. Saya harap, siapa pun yang menemukan anak saya, bisa merawatnya dengan sebaik mungkin. Saya juga berharap, anak saya bisa mendapatkan kasih sayang dan kebahagiaan. Dalam kotak ini, ada beberapa perlengkapan dan juga susu bayi. Tolong rawat dan besarkan anak saya. Terakhir, bayi ini saya beri nama Valerie. Valerie Houston. Catherine. *** "Valerie, ayo bermain!" teriak seorang anak bernama Elijah. Valerie kecil yang saat itu masih berumur sepuluh tahun berlarian ke arah lapangan dimana teman-temannya bermain. "Tunggu aku!" ujar Valerie. Suara tawa dan candaan anak-anak dari panti asuhan itu memenuhi lapangan. Kebahagiaan berkumpul disana. Mereka sudah bagaikan keluarga. "Anak-anak! Waktunya makan siang!" seru Maia, ibu panti
Perjalanan yang ditempuh selama empat jam membuat Valerie kecil tertidur. Selama perjalanan, Ana juga tidak berbicara dengan Valerie.Valerie kecil sampai di rumah barunya pada pukul empat sore. Rumah itu sangat mewah, tapi terlihat sangat suram. Seperti tidak ada kebahagiaan didalamnya."Apa kita sudah sampai, Ibu?" tanya Valerie.Ana tidak menjawab pertanyaan Valerie dan berjalan lurus menuju pintu rumah. Valerie kecil mengikutinya dari belakang dan membawa barang-barangnya.Pintu rumah yang besar terbuka. Valerie melihat ke sekeliling rumah itu. Langit-langitnya sangat tinggi, jauh dari lantai. Ruangan yang sangat banyak, sofa yang besar, kamar mandi lebih dari tiga, ruang tamu yang seperti aula, dan ruang makan yang cukup untuk semua teman-temannya di panti asuhan."Anak-anak, Ibu pulang!" ujar Ana.Dua anak turun dari lantai dua. Satu anak laki-laki yang lebih tua dari Valerie dan satu anak perempuan yang sepertinya le