"Nona, ayo bangun. Hari sudah semakin siang, Nona." ujar Josie membangunkan Valerie.
Valerie membuka sedikit kelopak matanya dan melihat sinar matahari merambat masuk dari balik jendela kamar.
"Aku masih mengantuk sekali, Josie." ujar Valerie.
"Anda harus sarapan, Nona. Bukankah anda bilang ingin bermain bersama teman-teman anda di taman?"
Seketika Valerie langsung bangun dari tidurnya. Ia baru ingat jika harus bangun pagi dan segera sarapan agar bisa bermain lebih lama di taman.
"Anda ingin sarapan dimana, Nona?" tanya Josie.
"Tolong bawakan saja ke kamarku, Josie. Aku akan mandi selama sarapanku dibuat." jawab Valerie.
Josie turun ke lantai bawah untuk menyiapkan sarapan Valerie, sedangkan Valerie bergegas ke kamar mandi. Valerie menghabiskan waktunya dengan cepat di kamar mandi. Ia mempercepat gerakannya sehingga ia selesai lebih dulu daripada sarapannya yang sedang dibuat.
"Josie! Aku sudah siap!" teriak Valerie dari lantai atas.
Josie tergesa-gesa membawa nampan berisi sarapan pagi Valerie. Menu sarapan paginya hari ini adalah cokelat hangat, kue keju, dan beberapa camilan lainnya yang sangat disukai oleh Valerie.
"Jangan terlalu cepat, Nona." ujar Josie.
Valerie menjawab dengan anggukan dan memakan sarapannya dengan cepat tapi tidak tergesa-gesa. Ia sudah tak sabar untuk bertemu Harley dan Hailey, teman-teman barunya.
Dalam sekejap, semua makanan dan camilan tadi sudah masuk ke dalam perut Valerie kecil.
"Aku sudah selesai, Josie. Ayo kita turun!" ajak Valerie.
Valerie berlarian turun ke lantai bawah memakai gaun sederhana berwarna merah muda dengan pita di tengahnya. Ia bergegas menuju dapur untuk menemui Rocelyn.
"Selamat pagi, Rocelyn!" sapa Valerie.
"Selamat pagi, Valerie." jawab Rocelyn.
"Um, apakah aku boleh bermain di taman, Rocelyn?"
"Tentu saja, Valerie. Ajaklah Josie untuk menemanimu. Pulanglah saat makan siang."
"Baik, Rocelyn!"
Valerie menarik tangan Josie dan berlarian menuju luar rumah. Segera setelah itu, ia langsung menuju taman untuk menemui Si Kembar.
Saat sampai taman, Valerie tidak melihat seorang pun disana. Ia menunggu sambil berlari kesana kemari.
Valerie kecil dengan penuh semangat bermain seluncuran, ayunan, roda putar, dan permainan lainnya. Semua itu dilakukannya bersama Josie.
"Dimana semua orang, Josie?" tanya Valerie.
Josie menggeleng tanda tak tahu. Valerie kecil yang tadinya penuh semangat sekarang hanya bisa terduduk lesu karena teman-temannya tak kunjung datang.
Seorang wanita muda yang terlihat seperti berusia dua puluh tahun datang mendekati Valerie. Sepertinya, wanita itu berasal dari salah satu keluarga kaya.
"Um, halo! Mengapa kau berada di sini, nona kecil?" tanya wanita itu.
"Aku sedang menunggu teman-temanku, Nona. Oh ya, namaku Valerie!" jawab Valerie.
"Baiklah, Valerie. Mungkin saja teman-teman yang kau cari sedang menghadiri pesta di kota sebelah. Tapi, mengapa kamu ada disini?"
"Aku tak tahu jika ada pesta di kota sebelah. Ibu dan kedua saudaraku pun tak pulang ke rumah sejak dua hari yang lalu, Nona."
"Memangnya kau berasal dari keluarga mana, Valerie? Aku tak pernah melihatmu sebelumnya."
"Roland. Aku anak angkat keluarga Roland, Nona."
"Baiklah, aku tak tahu jika Roland mengangkat anak lagi."
"Um, apa aku boleh mengetahui namamu Nona?"
Wanita itu tersenyum, "Maria, namaku Maria Carmed."
Setelah itu wanita tersebut pergi dan melambaikan tangan kepada Valerie sebagai tanda perpisahan.
Valerie yang kehilangan semangat karena tidak ada teman-temannya juga sudah tidak ada lagi alasan untuk tetap berada di taman. Valerie memutuskan untuk pulang saja dan menghabiskan waktunya di rumah.
"Ayo kita pulang, Josie. Teman-temanku tak akan datang." ujar Valerie lesu.
"Baiklah, Nona."
***
"Rocelyn, aku sudah pulang!"
Rocelyn yang sedang membereskan ruang tamu merasa heran karena Valerie pulang lebih awal.
"Apa kau sudah puas bermain, Valerie?" tanya Rocelyn.
"Teman-temanku tak datang, Rocelyn. Seorang wanita muda bernama Maria memberitahukanku jika ada pesta di kota sebelah," jawab Valerie.
"Mereka pasti akan pulang besok, Valerie. Kau bisa bermain bersama mereka besok."
"Semoga saja. Bisakah kau membuatkanku kue buah dan mengantarnya ke kamarku, Rocelyn?"
"Dengan senang hati. Beristirahatlah di kamarmu, Valerie."
Valerie pergi ke lantai atas menuju kamarnya. Akan tetapi, ia mengambil beberapa buku terlebih dahulu di perpustakaan dan membawanya ke kamar.
"Aku akan menghabiskan waktuku hari ini dengan membaca buku dan menikmati camilan enak saja," gumam Valerie.
Valerie membuka buku "Family Tree of The Wealthy" yang belum selesai dibacanya waktu itu. Ia mengambil buku itu untuk mengetahui tentang keluarga Carmed.
Dengan cepat Valerie membalik halaman buku untuk menemukan keluarga Carmed dan mencari tahu wanita yang bernama Maria itu.
Keluarga Carmed merupakan salah satu keluarga kaya yang tidak terlalu berpengaruh. Mereka lebih senang mengadakan pesta untuk keluarga mereka sendiri dibandingkan menghadiri pesta keluarga lain.
Kepala keluarga dari keluarga Carmed adalah Lefri Carmed. Lefri Carmed dan istrinya, Marsha Carmed memiliki seorang anak bernama Maria Carmed. Marsha yang melahirkan Maria pada saat berusia empat puluh dua tahun, harus pergi meninggalkan Maria yang masih bayi dikarenakan melahirkan di usia tua.
Setelah kejadian ini, Lefri menjadi sangat depresi dan tidak bisa mengurus keluarga Carmed dengan benar. Hal inilah yang menyebabkan keluarga Carmed hampir bangkrut, mirip seperti keluarga Roland.
Maria Carmed, diurus oleh ibu asuhnya sejak kecil. Ia tak pernah diperhatikan oleh Lefri. Lefri yang depresi, menghabiskan waktunya dengan meminum alkohol dan mengonsumsi obat-obatan terlarang.
Akhirnya, Lefri Carmed dinyatakan meninggal dunia karena overdosis obat-obatan tepat tiga tahun yang lalu. Sekarang, Maria yang menjadi kepala keluarga Carmed.
Maria yang masih muda dan tidak pernah tahu mengenai keluarga Carmed sangat kesulitan dalam mengurus harta keluarganya. Banyak orang yang memanfaatkannya untuk mendapatkan sisa harta keluarga Carmed.
"Kasihan sekali Nona itu," gumam Valerie.
Saat sedang fokus membaca, suara ketukan pintu terdengar. Itu pasti Josie yang ingin mengantarkan camilannya.
"Ini camilan anda, Nona. Saya akan taruh disini," ujar Josie.
"Terima kasih, Josie."
"Saya permisi dulu, Nona."
"Tunggu sebentar! Aku ingin bertanya, Josie!"
"Apa yang ingin anda tanyakan, Nona?"
"Apa yang kau ketahui mengenai Maria Carmed?"
Josie menarik napas panjang, "Maria Carmed adalah nona yang sangat baik yang pernah kukenal sebelum anda, Nona. Tapi, kasihan sekali hidupnya. Nona Maria yang malang harus bertahan dari semua orang yang ingin memanfaatkan dirinya, Nona."
Valerie merasa kasihan kepada Maria. Andai saja ia bisa berteman dengan Maria. Ia akan membantu Maria dan membuatnya tersenyum. Mata sendu itu masih tak bisa lepas dari pikiran Valerie.
"Kalau begitu, terima kasih Josie!
"Baiklah, Nona. Silakan menikmati camilan anda."
Valerie lalu menyantap camilan yang diinginkannya tadi. Ia menghabiskan waktunya sampai sang dewi malam datang hanya dengan membaca buku dan memakan camilan sambil menunggu hari esok dimana ia bisa bertemu teman-temannya.
***
"Bangun, Nona. Nyonya Ana, Tuan Hugo, dan Nona Ariel sudah pulang." ujar Josie membangunkan Valerie. Valerie menahan rasa kantuknya dan memaksakan diri untuk duduk. Ia sudah menunggu kehadiran keluarganya. Rasa tidak sabar membuat Valerie berlarian ke lantai bawah mengenakan pakaian tidur. "Ibu?" Valerie berkeliling lantai bawah untuk mencari Ana, ibunya. Matanya sibuk melihat kesana kemari, tetapi tidak membuahkan hasil. Ia tak melihat batang hidung ibunya. "Ibu tidak ada di rumah." suara itu adalah suara Ariel, adik angkat Valerie. Ariel masih berusia sembilan tahun, setahun lebih muda dari Valerie. Ia memiliki rambut berwarna merah terang dan mata yang juga berwarna merah. Tidak lebih tinggi daripada Valerie, tetapi terlihat jauh lebih sehat dari Valerie. "Kapan kalian pulang, Ariel? Di mana Ibu dan Kakak?" tanya Valerie antusias. Ariel memutar bola matanya, "Tak usah kau pikirkan. Kau uru
Valerie membuka mata dan melihat langit-langit kamarnya yang berwarna ungu. Kebisingan sudah lalu lalang di depan kamarnya dari pagi tadi. Entah kenapa seperti ramai sekali orang di rumahnya hari ini. Pintu kamar yang memiliki ukiran dan terlihat mahal itu diketuk oleh seseorang tak lama setelah Valerie terbangun. Ketika pintu itu terbuka, terlihat Josie yang berdiri di ambang pintu dengan berlinangan air mata. Sudah lama sekali Valerie tidak melihat Josie. Akhir-akhir ini, Josie bahkan tak menemaninya bermain di taman. Banyak pekerjaan yang harus dilakukan para pelayan ketika ibu dan kedua saudaranya berada di rumah. Josie berjalan menuju Valerie sembari menyeka air matanya. Selangkah lagi menuju Valerie, Josie langsung berlari memeluk Valerie. Air matanya tumpah dari mata yang berwarna kuning dan memiliki bulu mata yang sangat panjang itu. "Ada apa denganmu, Josie?" tanya Valerie sembari membantu Josie menyeka air matanya.&nb
Udara dingin membangunkan Valerie yang tertidur lelap. Hujan turun sangat deras saat dini hari. Valerie menarik selimutnya yang tebal untuk menutupi seluruh tubuhnya yang kecil itu. Malam yang panjang terasa sangat menakutkan bagi Valerie. Di rumah yang besar ini, tak ada siapapun selain dirinya dan Rocelyn. Rasa kesepian dan keheningan memenuhi seluruh ruangan. Valerie bahkan bisa mendengar detak jantungnya sendiri.Bagi anak yang berusia sepuluh tahun, hal ini pasti sangat menakutkan. Sendirian di dalam ruangan yang besar tanpa ada yang menemani. Keluar dari kamar pun tak membuatnya merasa lebih aman, atau bahkan menjadi lebih buruk. Bayangkan saja, jika ia keluar dari kamar dan harus menuruni tangga dengan keadaan gelap karena lampu dimatikan. Lalu, ia harus keluar ke belakang rumah di malam hari hanya untuk bertemu Rocelyn. Memikirkannya saja sudah mengerikan bukan? Harus keluar rumah di tengah malam yang sunyi. Hal inilah yang membuat Valerie memutuskan untuk berse
Rasa lembab dan dingin menyelimuti badan Valerie pagi ini. Di luar sedang hujan deras hingga terdengar suara gemuruh. Aneh, padahal hujannya berada di luar, tetapi badannya terasa lembab seperti habis di siram air. "Hei, mau sampai kapan kau tidur nyenyak seperti itu? Dasar pemalas!" ah, suara yang sangat Valerie kenal. Ariel membangunkan Valerie di pagi hari dengan siraman air dingin. Padahal, biasanya Valerie mencuci wajah dengan air hangat di pagi hari, apalagi jika cuaca sedang sangat dingin seperti minggu ini. Valerie melihat ke arah jam kamarnya yang besar dan berdiri seperti lemari. Waktu menunjukkan pukul lima pagi, masih sangat pagi untuk bangun tidur. Valerie biasanya bangun jam tujuh atau delapan pagi. Valerie terpaksa duduk karena badannya menjadi lembab, "Ada apa, Ariel? Bukankah ini masih terlalu pagi?" "Aku lapar, cepat buatkan aku makanan!" perintah Ariel. "Mengapa kau tidak meminta kepada
Valerie terbangun dari tidurnya. Ia melihat waktu sudah menunjukkan pukul enam pagi. Masih ada satu jam sebelum ia harus pergi ke dapur dan memasak untuk sarapan. Ah, Valerie baru ingat. Ia memimpikan masa lalunya saat terlelap semalam. Merindukan masa-masa di mana ia masih merasakan apa itu bahagia, saat masih ada sedikit kehangatan di rumah ini. Badannya terasa lebih ringan sekarang. Sudah tujuh tahun setelah kepergian semua pelayan di rumah ini, Valerie satu-satunya pengurus rumah yang sangat besar ini. Makan tak teratur dan bekerja tanpa henti setiap hari. Ia harus memprioritaskan makanan untuk ibu dan kedua saudaranya. Sedangkan, ia harus makan sendiri di dapur dengan lauk yang seadanya. Seandainya masih ada Rocelyn, sudah pasti Valerie bisa tumbuh seperti anak-anak lain yang seumuran dengan dirinya. Tumbuh dengan kasih sayang walaupun hanya sedikit, kebahagiaan, dan tubuh yang segar. Valerie selalu merasa lelah memikirkan
Dua kereta kuda berwarna merah dan perak tiba di halaman rumah. Terlihat ada lambang di salah satu kereta kuda, yaitu yang berwarna perak. Sepertinya kereta kuda itu milik bangsawan. Terlihat Ana turun dari kereta kuda berwarna merah. Valerie melihat dari balik jendela kamarnya. Ekspresi Ana saat itu seperti sedang panik dan tergesa-gesa. Tapi yang terpenting bukanlah itu. Kereta kuda berwarna perak dan memiliki lambang. Seperti ada beberapa orang di dalam kereta kuda itu. Valerie tak bisa melihat dengan jelas karena kaca jendela yang tertutup sehingga hanya terlihat samar-samar siapa saja orang yang ada di dalamnya melalui sinar matahari yang menyusup masuk ke jendela kereta kuda itu. 'Cepat sekali Ibu pulang?' Valerie bergegas turun ke lantai bawah untuk membukakan pintu rumah. Setelah itu, Ariel turun dari kereta kuda berwarna merah milik mereka dan menyusul Ana masuk ke dalam rumah. Tatapan Ana mengarah kepada
"Hei, Valerie! Cepat ambilkan minuman untukku!" ujar Ariel, adik angkat Valerie. Valerie yang berpakaian lusuh hanya bisa mengangguk pelan sambil menatap lantai dan berjalan menuju dapur untuk mengambilkan minuman. Saat Valerie berjalan ke dapur, teriakan lain memanggil dirinya. "Valerie! Cepat cuci bajuku!" teriak Ana, seorang janda yang memiliki dua anak kandung dan mengangkat Valerie sebagai anak angkat untuk dijadikan pembantu. Valerie berjalan mendekati ibu angkatnya tersebut dan mengambil beberapa baju yang tergeletak di lantai untuk dicuci. "Setelah cuci baju, jangan lupa memasak untuk makan siang," kata Ana, "makan siang hari ini harus daging sapi." Sekali lagi, Valerie hanya bisa mengangguk dan tidak berani untuk menjawab perkataan Ana. Lalu, ia kembali berjalan dengan tubuhnya yang lemas itu menuju ruang mencuci. Sejak ia bangun tidur pagi tadi, ia belum sempat untuk meneguk air sedikitpun. Setelah menaruh baju, V
Untuk siapa pun yang menemukan surat ini, Saya adalah ibu dari bayi ini. Maafkan saya karena harus menitipkan anak saya. Saya harap, siapa pun yang menemukan anak saya, bisa merawatnya dengan sebaik mungkin. Saya juga berharap, anak saya bisa mendapatkan kasih sayang dan kebahagiaan. Dalam kotak ini, ada beberapa perlengkapan dan juga susu bayi. Tolong rawat dan besarkan anak saya. Terakhir, bayi ini saya beri nama Valerie. Valerie Houston. Catherine. *** "Valerie, ayo bermain!" teriak seorang anak bernama Elijah. Valerie kecil yang saat itu masih berumur sepuluh tahun berlarian ke arah lapangan dimana teman-temannya bermain. "Tunggu aku!" ujar Valerie. Suara tawa dan candaan anak-anak dari panti asuhan itu memenuhi lapangan. Kebahagiaan berkumpul disana. Mereka sudah bagaikan keluarga. "Anak-anak! Waktunya makan siang!" seru Maia, ibu panti
Dua kereta kuda berwarna merah dan perak tiba di halaman rumah. Terlihat ada lambang di salah satu kereta kuda, yaitu yang berwarna perak. Sepertinya kereta kuda itu milik bangsawan. Terlihat Ana turun dari kereta kuda berwarna merah. Valerie melihat dari balik jendela kamarnya. Ekspresi Ana saat itu seperti sedang panik dan tergesa-gesa. Tapi yang terpenting bukanlah itu. Kereta kuda berwarna perak dan memiliki lambang. Seperti ada beberapa orang di dalam kereta kuda itu. Valerie tak bisa melihat dengan jelas karena kaca jendela yang tertutup sehingga hanya terlihat samar-samar siapa saja orang yang ada di dalamnya melalui sinar matahari yang menyusup masuk ke jendela kereta kuda itu. 'Cepat sekali Ibu pulang?' Valerie bergegas turun ke lantai bawah untuk membukakan pintu rumah. Setelah itu, Ariel turun dari kereta kuda berwarna merah milik mereka dan menyusul Ana masuk ke dalam rumah. Tatapan Ana mengarah kepada
Valerie terbangun dari tidurnya. Ia melihat waktu sudah menunjukkan pukul enam pagi. Masih ada satu jam sebelum ia harus pergi ke dapur dan memasak untuk sarapan. Ah, Valerie baru ingat. Ia memimpikan masa lalunya saat terlelap semalam. Merindukan masa-masa di mana ia masih merasakan apa itu bahagia, saat masih ada sedikit kehangatan di rumah ini. Badannya terasa lebih ringan sekarang. Sudah tujuh tahun setelah kepergian semua pelayan di rumah ini, Valerie satu-satunya pengurus rumah yang sangat besar ini. Makan tak teratur dan bekerja tanpa henti setiap hari. Ia harus memprioritaskan makanan untuk ibu dan kedua saudaranya. Sedangkan, ia harus makan sendiri di dapur dengan lauk yang seadanya. Seandainya masih ada Rocelyn, sudah pasti Valerie bisa tumbuh seperti anak-anak lain yang seumuran dengan dirinya. Tumbuh dengan kasih sayang walaupun hanya sedikit, kebahagiaan, dan tubuh yang segar. Valerie selalu merasa lelah memikirkan
Rasa lembab dan dingin menyelimuti badan Valerie pagi ini. Di luar sedang hujan deras hingga terdengar suara gemuruh. Aneh, padahal hujannya berada di luar, tetapi badannya terasa lembab seperti habis di siram air. "Hei, mau sampai kapan kau tidur nyenyak seperti itu? Dasar pemalas!" ah, suara yang sangat Valerie kenal. Ariel membangunkan Valerie di pagi hari dengan siraman air dingin. Padahal, biasanya Valerie mencuci wajah dengan air hangat di pagi hari, apalagi jika cuaca sedang sangat dingin seperti minggu ini. Valerie melihat ke arah jam kamarnya yang besar dan berdiri seperti lemari. Waktu menunjukkan pukul lima pagi, masih sangat pagi untuk bangun tidur. Valerie biasanya bangun jam tujuh atau delapan pagi. Valerie terpaksa duduk karena badannya menjadi lembab, "Ada apa, Ariel? Bukankah ini masih terlalu pagi?" "Aku lapar, cepat buatkan aku makanan!" perintah Ariel. "Mengapa kau tidak meminta kepada
Udara dingin membangunkan Valerie yang tertidur lelap. Hujan turun sangat deras saat dini hari. Valerie menarik selimutnya yang tebal untuk menutupi seluruh tubuhnya yang kecil itu. Malam yang panjang terasa sangat menakutkan bagi Valerie. Di rumah yang besar ini, tak ada siapapun selain dirinya dan Rocelyn. Rasa kesepian dan keheningan memenuhi seluruh ruangan. Valerie bahkan bisa mendengar detak jantungnya sendiri.Bagi anak yang berusia sepuluh tahun, hal ini pasti sangat menakutkan. Sendirian di dalam ruangan yang besar tanpa ada yang menemani. Keluar dari kamar pun tak membuatnya merasa lebih aman, atau bahkan menjadi lebih buruk. Bayangkan saja, jika ia keluar dari kamar dan harus menuruni tangga dengan keadaan gelap karena lampu dimatikan. Lalu, ia harus keluar ke belakang rumah di malam hari hanya untuk bertemu Rocelyn. Memikirkannya saja sudah mengerikan bukan? Harus keluar rumah di tengah malam yang sunyi. Hal inilah yang membuat Valerie memutuskan untuk berse
Valerie membuka mata dan melihat langit-langit kamarnya yang berwarna ungu. Kebisingan sudah lalu lalang di depan kamarnya dari pagi tadi. Entah kenapa seperti ramai sekali orang di rumahnya hari ini. Pintu kamar yang memiliki ukiran dan terlihat mahal itu diketuk oleh seseorang tak lama setelah Valerie terbangun. Ketika pintu itu terbuka, terlihat Josie yang berdiri di ambang pintu dengan berlinangan air mata. Sudah lama sekali Valerie tidak melihat Josie. Akhir-akhir ini, Josie bahkan tak menemaninya bermain di taman. Banyak pekerjaan yang harus dilakukan para pelayan ketika ibu dan kedua saudaranya berada di rumah. Josie berjalan menuju Valerie sembari menyeka air matanya. Selangkah lagi menuju Valerie, Josie langsung berlari memeluk Valerie. Air matanya tumpah dari mata yang berwarna kuning dan memiliki bulu mata yang sangat panjang itu. "Ada apa denganmu, Josie?" tanya Valerie sembari membantu Josie menyeka air matanya.&nb
"Bangun, Nona. Nyonya Ana, Tuan Hugo, dan Nona Ariel sudah pulang." ujar Josie membangunkan Valerie. Valerie menahan rasa kantuknya dan memaksakan diri untuk duduk. Ia sudah menunggu kehadiran keluarganya. Rasa tidak sabar membuat Valerie berlarian ke lantai bawah mengenakan pakaian tidur. "Ibu?" Valerie berkeliling lantai bawah untuk mencari Ana, ibunya. Matanya sibuk melihat kesana kemari, tetapi tidak membuahkan hasil. Ia tak melihat batang hidung ibunya. "Ibu tidak ada di rumah." suara itu adalah suara Ariel, adik angkat Valerie. Ariel masih berusia sembilan tahun, setahun lebih muda dari Valerie. Ia memiliki rambut berwarna merah terang dan mata yang juga berwarna merah. Tidak lebih tinggi daripada Valerie, tetapi terlihat jauh lebih sehat dari Valerie. "Kapan kalian pulang, Ariel? Di mana Ibu dan Kakak?" tanya Valerie antusias. Ariel memutar bola matanya, "Tak usah kau pikirkan. Kau uru
"Nona, ayo bangun. Hari sudah semakin siang, Nona." ujar Josie membangunkan Valerie. Valerie membuka sedikit kelopak matanya dan melihat sinar matahari merambat masuk dari balik jendela kamar. "Aku masih mengantuk sekali, Josie." ujar Valerie. "Anda harus sarapan, Nona. Bukankah anda bilang ingin bermain bersama teman-teman anda di taman?" Seketika Valerie langsung bangun dari tidurnya. Ia baru ingat jika harus bangun pagi dan segera sarapan agar bisa bermain lebih lama di taman. "Anda ingin sarapan dimana, Nona?" tanya Josie. "Tolong bawakan saja ke kamarku, Josie. Aku akan mandi selama sarapanku dibuat." jawab Valerie. Josie turun ke lantai bawah untuk menyiapkan sarapan Valerie, sedangkan Valerie bergegas ke kamar mandi. Valerie menghabiskan waktunya dengan cepat di kamar mandi. Ia mempercepat gerakannya sehingga ia selesai lebih dulu daripada sarapannya yang sedang dibuat. "Josie!
Dewi malam muncul menggantikan raja siang. Valerie kecil terbangun dari tidur lelapnya. Saat ia turun ke lantai bawah, keluarga barunya tak kunjung pulang. Sepertinya benar yang dikatan Rocelyn, keluarganya tak akan pulang dalam beberapa hari. Tok! Tok! Terlihat Rocelyn yang berada di depan pintu dengan membawa makan malam Valerie. "Apakah sudah waktunya makan malam?" tanya Valerie. "Benar, Valerie. Menu makan malammu adalah sup daging. Aku harap kamu menyukainya." jawab Rocelyn. "Terima kasih, Rocelyn." ujar Valerie "Jangan terlalu sedih. Mungkin saja ibu dan kedua saudaramu akan pulang besok atau lusa." hibur Rocelyn. Valerie hanya bisa tersenyum. Ia terlalu sedih untuk mengobrol sekarang. Tapi kesedihannya itu sirna saat ia mencoba sesuap sup daging. Rasanya sangat lezat sampai ingin menangis. Andai saja ia bisa memakan sup daging ini setiap hari. "Apa yang harus aku la
Perjalanan yang ditempuh selama empat jam membuat Valerie kecil tertidur. Selama perjalanan, Ana juga tidak berbicara dengan Valerie.Valerie kecil sampai di rumah barunya pada pukul empat sore. Rumah itu sangat mewah, tapi terlihat sangat suram. Seperti tidak ada kebahagiaan didalamnya."Apa kita sudah sampai, Ibu?" tanya Valerie.Ana tidak menjawab pertanyaan Valerie dan berjalan lurus menuju pintu rumah. Valerie kecil mengikutinya dari belakang dan membawa barang-barangnya.Pintu rumah yang besar terbuka. Valerie melihat ke sekeliling rumah itu. Langit-langitnya sangat tinggi, jauh dari lantai. Ruangan yang sangat banyak, sofa yang besar, kamar mandi lebih dari tiga, ruang tamu yang seperti aula, dan ruang makan yang cukup untuk semua teman-temannya di panti asuhan."Anak-anak, Ibu pulang!" ujar Ana.Dua anak turun dari lantai dua. Satu anak laki-laki yang lebih tua dari Valerie dan satu anak perempuan yang sepertinya le