Untuk siapa pun yang menemukan surat ini,
Saya adalah ibu dari bayi ini. Maafkan saya karena harus menitipkan anak saya. Saya harap, siapa pun yang menemukan anak saya, bisa merawatnya dengan sebaik mungkin. Saya juga berharap, anak saya bisa mendapatkan kasih sayang dan kebahagiaan. Dalam kotak ini, ada beberapa perlengkapan dan juga susu bayi. Tolong rawat dan besarkan anak saya.
Terakhir, bayi ini saya beri nama Valerie. Valerie Houston.
Catherine.
***
"Valerie, ayo bermain!" teriak seorang anak bernama Elijah.
Valerie kecil yang saat itu masih berumur sepuluh tahun berlarian ke arah lapangan dimana teman-temannya bermain.
"Tunggu aku!" ujar Valerie.
Suara tawa dan candaan anak-anak dari panti asuhan itu memenuhi lapangan. Kebahagiaan berkumpul disana. Mereka sudah bagaikan keluarga.
"Anak-anak! Waktunya makan siang!" seru Maia, ibu panti asuhan.
Anak-anak berlarian masuk ke dalam gedung menuju aula. Setiap hari mereka makan bersama di aula jika sudah tiba waktu makan.
"Apa menu makanan hari ini, Bu?" tanya salah satu anak.
Maia tersenyum dan segera meminta para pekerja panti untuk menyiapkan makan siang anak-anak.
"Hwek! Aku tidak suka ini!" ujar Elijah.
Sebagian anak panti mendorong piring yang sudah disajikan di depan mereka. Piring itu berisi nasi, ayam, dan sayuran. Sayuran lah yang menjadi masalahnya.
Berbeda dari anak-anak lain, Valerie sangat menyukai sayuran. Sayuran membuat tubuhnya menjadi lebih segar dan sehat. Apalagi sayuran hari ini sebagian besar adalah wortel. Rasanya manis menurut Valerie.
"Ini enak sekali!" ujar Valerie dengan semangat memakan sayuran tersebut.
Maia tersenyum melihat Valerie, "Nah anak-anak, kalian bisa melihat Valerie. Bukankah Valerie sangat menyukai sayuran tersebut? Sudah pasti rasanya enak jika Valerie memakannya!"
"Tapi Bu, Valerie memang menyukai sayuran!" bantah Elijah.
"Kalau begitu, artinya sayuran memang enak sehingga Valerie menyukainya," ucap Maia.
Valerie terkekeh geli melihat teman-temannya memasang raut muka masam karena harus memakan sayuran tersebut.
"Oh ayolah teman-teman, kalian harus makan ini! Sayuran ini rasanya manis dan juga bisa membuat tubuh kalian merasa segar. Kalian pasti bisa bermain sampai malam jika memakannya." bujuk Valerie.
Beberapa anak menuruti perkataan Valerie dan mencoba untuk memakan wortel. Sebagian dari mereka mulai menyukai wortel dan membuat anak-anak lain ikut memakan wortel tersebut.
Valerie tersenyum senang melihat teman-temannya menyukai wortel tersebut. Anak yang berambut cokelat tua dan mempunyai warna mata biru ini memang selalu membawa pengaruh baik untuk teman-temannya. Hal inilah yang membuat Maia sangat menyayangi Valerie.
***
"Oek! Oek!"
Suara tangisan bayi bagai warna abu-abu dengan suara derasnya hujan pada hari senin saat malam hari. Bayi kecil yang sangat tidak berdaya berada di bawah pohon besar yang sangat lebat.
Maia yang saat itu sedang memeriksa area dekat panti, menemukan Valerie dalam kotak kayu bertutupkan kain merah muda.
"Kasihan sekali bayi ini," gumam Maia.
Ia membawa bayi kecil itu masuk ke dalam panti asuhan untuk dirawat semalaman. Ia berencana untuk menemukan orang tua dari bayi tersebut pada keesokan harinya, sebelum akhirnya ia menemukan surat.
"Bagaimana bisa seorang Ibu seperti ini?" Maia bertanya-tanya.
Ia tidak menyangka jika dari sekian banyak orang yang mengadopsi anak dari panti, ada orang tua yang ingin membuang anaknya.
Maia tidak kuasa menahan air matanya, "kasihan sekali bayi ini, kasihan sekali, anak yang malang."
Sebagian besar anak dari panti asuhan yang dijaga oleh Maia adalah anak yang ditinggal mati oleh orang tuanya. Baru kali ini ia menemukan bayi yang dibuang.
Seiring berjalannya waktu, bayi kecil itu tumbuh menjadi anak yang aktif, pandai, dan rajin. Bayi kecik bernama Valerie itu menjadi primadona di panti asuhan tersebut.
Semua orang di panti asuhan sangat menyukai dan menyayangi Valerie. Valerie dibesarkan dengan sangat baik di sana dan membuatnya tumbuh dengan kepribadian yang sangat baik.
Sehari-harinya, Valerie sering membantu orang-orang di panti. Mulai dari mengelap piring, mengajak main anak yang lebih muda darinya, mengajarkan pelajaran, dan membantu mengajak anak-anak untuk belajar.
Pekerjaan Maia di panti asuhan tersebut menjadi lebih ringan sejak kehadiran Valerie. Valerie membuat keadaan di panti asuhan menjadi benar-benar hidup. Hampir tidak ada kesedihan disana.
***
"Hei, jangan berisik!"
"Jalannya pelan-pelan saja jangan sampai terdengar!"
"Ayo buka pintunya pelan-pelan!"
Waktu menunjukkan pukul dua belas malam, Valerie yang saat itu baru saja akan terlelap, terganggu karena kebisingan di depan kamarnya.
Brak!
"Kejutan!"
Semua anak dan pengurus panti berkumpul di depan pintu kamar Valerie dan membawa dua buah kue buah kesukaan Valerie.
"Selamat ulang tahun, Valerie!"
Hari ini adalah hari ulang tahun Valerie yang ke 10 tahun. Setiap tahun, Valerie pasti mendapatkan kejutan dari semua orang di panti asuhan.
"Terima kasih semuanya! Aku sayang kalian!" ujar Valerie.
"Nah, sekarang ayo buat permintaan dan tiup lilinnya. Yang lain juga bisa membuat permintaan." ucap Maia.
Valerie memejamkan mata dan mulai membuat permintaan. Ia berharap jika suatu hari akan ada orang yang mengadopsi dirinya. Bukan tak sayang dengan orang di panti, akan tetapi Valerie juga ingin merasakan apa itu keluarga yang sebenarnya.
"Aku berharap keinginan Valerie terkabul." gumam Elijah.
Valerie tersenyum senang karena permintaan teman-temannya adalah tentang kebahagiaan dirinya. Mungkin inilah yang membuatnya sangat menyayangi teman-temannya.
"Sekarang sudah saatnya tidur. Besok kita akan makan kuenya bersama-sama." ujar Maia.
Semua anak menuruti perkataan Maia dan kembali ke kamar mereka masing-masing, begitu juga dengan Valerie. Valerie melanjutkan tidurnya yang sempat tertunda tadi. Betapa bahagianya berada disini.
***
Kaca jendela berembun karena hujan semalam. Udara dingin menyeruak ke dalam kamar Valerie. Valerie kecil terbangun karena udara dingin yang tak bisa ditahannya.
Valerie pergi keluar kamar untuk melihat apakah pemanas ruangan sudah hidup. Valerie harus melewati ruang tamu jika harus ke tempat dimana tersimpannya pemanas ruangan.
Kebisingan terdengar di depan ruang tamu. Beberapa teman Valerie berkumpul di depan pintu ruang tamu. Valerie berjalan pelan mendekati mereka.
"Ada apa ini?" tanya Valerie.
Semua anak menatap Valerie dengan mimik wajah seperti ingin menangis, tak terkecuali Elijah, teman dekat Valerie.
"Sepertinya kamu akan di adopsi, Val." ujar Elijah.
Valerie membelalak tanda tak percaya. Rasa senang dan sedih bercampur di dalam hatinya. Senang karena ia akan mendapat keluarga baru dan sedih karena harus berpisah dengan semua orang yang sudah dianggapnya keluarga.
Lamunan Valerie buyar saat Maia memegang gagang pintu dan mulai membukanya. Valerie dan teman-temannya segera bersembunyi agar tidak ketahuan.
"Valerie! Valerie, ayo kesini nak!" panggil Maia.
Valerie berjalan pelan seolah tidak tahu apa-apa. Ia berjalan dengan hati yang berbunga - bunga.
"Ada apa, Bu?" tanya Valerie.
Maia tersenyum, "kamu akan mendapatkan keluarga baru, Valerie."
Maia menggandeng tangan Valerie untuk masuk ke dalam ruang tamu. Valerie melihat seorang wanita yang berusia sekitar tiga puluh tahun duduk di sofa dan melihat dirinya.
"Nah, ini Bu. Anak ini bernama Valerie, Valerie Houston. Valerie adalah anak yang sangat pandai dan rajin. Semua orang di tempat ini sangat menyukainya." jelas Maia.
Wanita tersebut mendekati Valerie dan mengangkat tangan untuk berjabat.
"Hai, Valerie. Aku Anastasia Roland, kau bisa memanggilku Ana. Tapi, sebentar lagi kau akan memanggilku Ibu." ujar wanita yang bernama Ana tersebut.
Valerie semringah. Ia merasa seperti ada kupu-kupu di dadanya. Ia berharap semoga saja Ana benar-benar mengadopsinya.
"Valerie, kamu bisa kembali lagi ke kamar. Nanti Ibu akan datang ke kamarmu." ujar Maia.
Valerie mengangguk dan berlarian pergi dari tempat tersebut. Ia benar-benar tidak bisa menahan kupu-kupu yang berada di dadanya itu. Kupu-kupu yang menyeruak ingin keluar.
***
Tok! Tok!
"Valerie, Ibu boleh masuk?" tanya Maia.
Maia mengelus kepala Valerie yang sedang berbaring di ranjangnya karena sudah bersiap untuk tidur.
"Selamat ya, Valerie. Kamu akan mendapatkan keluarga baru," ujar Maia.
Valerie tersenyum lebar, "aku benar-benar di adopsi kan, Bu?"
"Benar, Valerie. Besok kamu akan berpamitan dengan semua orang di tempat ini. Dan juga, ibu sudah membereskan beberapa barang untuk kamu bawa." ujar Maia.
Maia mengelus kepala Valerie sekali lagi. Ia sangat menyayangi Valerie seperti anaknya sendiri. Valerie yang baik hati dan juga pandai.
"Selamat tidur, Valerie." ucap Maia.
"Selamat tidur, Bu." jawab Valerie.
***
Sejak pagi hari tadi, semua anak sudah berkumpul di kamar Valerie. Mereka mengucapkan salam perpisahan dan memberikan beberapa hadiah untuk Valerie.
"Valerie, aku menyayangimu. Aku berharap kamu bahagia, Valerie," ujar Elijah.
"Aku juga menyayangimu, El." jawab Valerie.
"Ini hadiah untukmu. Aku benar-benar berharap kau bahagia. Jangan pernah lupakan aku, Valerie."
Valerie memeluk teman dekatnya yang sudah hampir menangis itu dan memeluk teman-teman yang lainnya juga. Ia juga mengucapkan perpisahan kepada Maia, orang yang sudah mengurusnya dari saat ia masih bayi.
"Aku menyayangimu, Bu Maia." ucap Valerie.
Maia berlinangan air mata, "Aku juga sangat menyayangimu, Valerie. Hiduplah dengan bahagia."
Ana memegang tangan Valerie untuk mengajaknya masuk ke dalam kereta kuda. Mereka akan pergi ke rumah baru Valerie yang berada di kota.
"Ayo kita pulang, Valerie." ajak Ana.
Valerie mengangguk, "sampai jumpa semuanya!"
Valerie melambaikan tangan dari balik kaca jendela kereta kuda. Kereta kuda itu pun melaju membawa Valerie ke tempat baru. Tempat yang akan menjadi rumah bagi Valerie.
***
Perjalanan yang ditempuh selama empat jam membuat Valerie kecil tertidur. Selama perjalanan, Ana juga tidak berbicara dengan Valerie.Valerie kecil sampai di rumah barunya pada pukul empat sore. Rumah itu sangat mewah, tapi terlihat sangat suram. Seperti tidak ada kebahagiaan didalamnya."Apa kita sudah sampai, Ibu?" tanya Valerie.Ana tidak menjawab pertanyaan Valerie dan berjalan lurus menuju pintu rumah. Valerie kecil mengikutinya dari belakang dan membawa barang-barangnya.Pintu rumah yang besar terbuka. Valerie melihat ke sekeliling rumah itu. Langit-langitnya sangat tinggi, jauh dari lantai. Ruangan yang sangat banyak, sofa yang besar, kamar mandi lebih dari tiga, ruang tamu yang seperti aula, dan ruang makan yang cukup untuk semua teman-temannya di panti asuhan."Anak-anak, Ibu pulang!" ujar Ana.Dua anak turun dari lantai dua. Satu anak laki-laki yang lebih tua dari Valerie dan satu anak perempuan yang sepertinya le
Dewi malam muncul menggantikan raja siang. Valerie kecil terbangun dari tidur lelapnya. Saat ia turun ke lantai bawah, keluarga barunya tak kunjung pulang. Sepertinya benar yang dikatan Rocelyn, keluarganya tak akan pulang dalam beberapa hari. Tok! Tok! Terlihat Rocelyn yang berada di depan pintu dengan membawa makan malam Valerie. "Apakah sudah waktunya makan malam?" tanya Valerie. "Benar, Valerie. Menu makan malammu adalah sup daging. Aku harap kamu menyukainya." jawab Rocelyn. "Terima kasih, Rocelyn." ujar Valerie "Jangan terlalu sedih. Mungkin saja ibu dan kedua saudaramu akan pulang besok atau lusa." hibur Rocelyn. Valerie hanya bisa tersenyum. Ia terlalu sedih untuk mengobrol sekarang. Tapi kesedihannya itu sirna saat ia mencoba sesuap sup daging. Rasanya sangat lezat sampai ingin menangis. Andai saja ia bisa memakan sup daging ini setiap hari. "Apa yang harus aku la
"Nona, ayo bangun. Hari sudah semakin siang, Nona." ujar Josie membangunkan Valerie. Valerie membuka sedikit kelopak matanya dan melihat sinar matahari merambat masuk dari balik jendela kamar. "Aku masih mengantuk sekali, Josie." ujar Valerie. "Anda harus sarapan, Nona. Bukankah anda bilang ingin bermain bersama teman-teman anda di taman?" Seketika Valerie langsung bangun dari tidurnya. Ia baru ingat jika harus bangun pagi dan segera sarapan agar bisa bermain lebih lama di taman. "Anda ingin sarapan dimana, Nona?" tanya Josie. "Tolong bawakan saja ke kamarku, Josie. Aku akan mandi selama sarapanku dibuat." jawab Valerie. Josie turun ke lantai bawah untuk menyiapkan sarapan Valerie, sedangkan Valerie bergegas ke kamar mandi. Valerie menghabiskan waktunya dengan cepat di kamar mandi. Ia mempercepat gerakannya sehingga ia selesai lebih dulu daripada sarapannya yang sedang dibuat. "Josie!
"Bangun, Nona. Nyonya Ana, Tuan Hugo, dan Nona Ariel sudah pulang." ujar Josie membangunkan Valerie. Valerie menahan rasa kantuknya dan memaksakan diri untuk duduk. Ia sudah menunggu kehadiran keluarganya. Rasa tidak sabar membuat Valerie berlarian ke lantai bawah mengenakan pakaian tidur. "Ibu?" Valerie berkeliling lantai bawah untuk mencari Ana, ibunya. Matanya sibuk melihat kesana kemari, tetapi tidak membuahkan hasil. Ia tak melihat batang hidung ibunya. "Ibu tidak ada di rumah." suara itu adalah suara Ariel, adik angkat Valerie. Ariel masih berusia sembilan tahun, setahun lebih muda dari Valerie. Ia memiliki rambut berwarna merah terang dan mata yang juga berwarna merah. Tidak lebih tinggi daripada Valerie, tetapi terlihat jauh lebih sehat dari Valerie. "Kapan kalian pulang, Ariel? Di mana Ibu dan Kakak?" tanya Valerie antusias. Ariel memutar bola matanya, "Tak usah kau pikirkan. Kau uru
Valerie membuka mata dan melihat langit-langit kamarnya yang berwarna ungu. Kebisingan sudah lalu lalang di depan kamarnya dari pagi tadi. Entah kenapa seperti ramai sekali orang di rumahnya hari ini. Pintu kamar yang memiliki ukiran dan terlihat mahal itu diketuk oleh seseorang tak lama setelah Valerie terbangun. Ketika pintu itu terbuka, terlihat Josie yang berdiri di ambang pintu dengan berlinangan air mata. Sudah lama sekali Valerie tidak melihat Josie. Akhir-akhir ini, Josie bahkan tak menemaninya bermain di taman. Banyak pekerjaan yang harus dilakukan para pelayan ketika ibu dan kedua saudaranya berada di rumah. Josie berjalan menuju Valerie sembari menyeka air matanya. Selangkah lagi menuju Valerie, Josie langsung berlari memeluk Valerie. Air matanya tumpah dari mata yang berwarna kuning dan memiliki bulu mata yang sangat panjang itu. "Ada apa denganmu, Josie?" tanya Valerie sembari membantu Josie menyeka air matanya.&nb
Udara dingin membangunkan Valerie yang tertidur lelap. Hujan turun sangat deras saat dini hari. Valerie menarik selimutnya yang tebal untuk menutupi seluruh tubuhnya yang kecil itu. Malam yang panjang terasa sangat menakutkan bagi Valerie. Di rumah yang besar ini, tak ada siapapun selain dirinya dan Rocelyn. Rasa kesepian dan keheningan memenuhi seluruh ruangan. Valerie bahkan bisa mendengar detak jantungnya sendiri.Bagi anak yang berusia sepuluh tahun, hal ini pasti sangat menakutkan. Sendirian di dalam ruangan yang besar tanpa ada yang menemani. Keluar dari kamar pun tak membuatnya merasa lebih aman, atau bahkan menjadi lebih buruk. Bayangkan saja, jika ia keluar dari kamar dan harus menuruni tangga dengan keadaan gelap karena lampu dimatikan. Lalu, ia harus keluar ke belakang rumah di malam hari hanya untuk bertemu Rocelyn. Memikirkannya saja sudah mengerikan bukan? Harus keluar rumah di tengah malam yang sunyi. Hal inilah yang membuat Valerie memutuskan untuk berse
Rasa lembab dan dingin menyelimuti badan Valerie pagi ini. Di luar sedang hujan deras hingga terdengar suara gemuruh. Aneh, padahal hujannya berada di luar, tetapi badannya terasa lembab seperti habis di siram air. "Hei, mau sampai kapan kau tidur nyenyak seperti itu? Dasar pemalas!" ah, suara yang sangat Valerie kenal. Ariel membangunkan Valerie di pagi hari dengan siraman air dingin. Padahal, biasanya Valerie mencuci wajah dengan air hangat di pagi hari, apalagi jika cuaca sedang sangat dingin seperti minggu ini. Valerie melihat ke arah jam kamarnya yang besar dan berdiri seperti lemari. Waktu menunjukkan pukul lima pagi, masih sangat pagi untuk bangun tidur. Valerie biasanya bangun jam tujuh atau delapan pagi. Valerie terpaksa duduk karena badannya menjadi lembab, "Ada apa, Ariel? Bukankah ini masih terlalu pagi?" "Aku lapar, cepat buatkan aku makanan!" perintah Ariel. "Mengapa kau tidak meminta kepada
Valerie terbangun dari tidurnya. Ia melihat waktu sudah menunjukkan pukul enam pagi. Masih ada satu jam sebelum ia harus pergi ke dapur dan memasak untuk sarapan. Ah, Valerie baru ingat. Ia memimpikan masa lalunya saat terlelap semalam. Merindukan masa-masa di mana ia masih merasakan apa itu bahagia, saat masih ada sedikit kehangatan di rumah ini. Badannya terasa lebih ringan sekarang. Sudah tujuh tahun setelah kepergian semua pelayan di rumah ini, Valerie satu-satunya pengurus rumah yang sangat besar ini. Makan tak teratur dan bekerja tanpa henti setiap hari. Ia harus memprioritaskan makanan untuk ibu dan kedua saudaranya. Sedangkan, ia harus makan sendiri di dapur dengan lauk yang seadanya. Seandainya masih ada Rocelyn, sudah pasti Valerie bisa tumbuh seperti anak-anak lain yang seumuran dengan dirinya. Tumbuh dengan kasih sayang walaupun hanya sedikit, kebahagiaan, dan tubuh yang segar. Valerie selalu merasa lelah memikirkan