Dewi malam muncul menggantikan raja siang. Valerie kecil terbangun dari tidur lelapnya. Saat ia turun ke lantai bawah, keluarga barunya tak kunjung pulang. Sepertinya benar yang dikatan Rocelyn, keluarganya tak akan pulang dalam beberapa hari.
Tok! Tok!
Terlihat Rocelyn yang berada di depan pintu dengan membawa makan malam Valerie.
"Apakah sudah waktunya makan malam?" tanya Valerie.
"Benar, Valerie. Menu makan malammu adalah sup daging. Aku harap kamu menyukainya." jawab Rocelyn.
"Terima kasih, Rocelyn." ujar Valerie
"Jangan terlalu sedih. Mungkin saja ibu dan kedua saudaramu akan pulang besok atau lusa." hibur Rocelyn.
Valerie hanya bisa tersenyum. Ia terlalu sedih untuk mengobrol sekarang. Tapi kesedihannya itu sirna saat ia mencoba sesuap sup daging. Rasanya sangat lezat sampai ingin menangis. Andai saja ia bisa memakan sup daging ini setiap hari.
"Apa yang harus aku lakukan setelah ini?" tanya Valerie kepada dirinya sendiri.
Ia memikirkan apa yang harus dilakukan selama memakan sup daging yang lezat itu. Mungkinkah harus bermalas-malasan saja?
"Tidak mungkin! Lebih baik aku belajar. Mungkin saja ada beberapa buku pelajaran di perpustakaan." gumam Valerie.
Segera setelah menghabiskan sup daging itu, Valerie membawa bekas peralatan makannya ke dapur dan berlarian menuju perpustakaan sebelum Rocelyn memarahi dirinya kareba membawa sendiri bekas peralatan makan.
Valerie membuka pintu perpustakaan secara pelan-pelan. Ia tak ingin menimbulkan kebisingan karena hari sudah malam. Ia mengambil buku yang berjudul "Family Tree of The Wealthy". Di buku itu, Valerie menemukan silsilah dan sejarah keluarga Graffin, keluarga teman barunya yaitu Hailey dan Harley.
Keluarga Graffin merupakan salah satu keluarga kaya terpandang. Mereka memiliki banyak perkebunan di negara ini maupun negara lain. Keluarga mereka juga memiliki reputasi yang baik dan memang kebanyakan memiliki anak kembar. Pantas saja jika Harley dan Hailey yang kembar berasal dari keluarga itu.
Selain kaya dan reputasi yang baik, Keluarga Graffin juga terkenal akan keturunannya yang memiliki wajah rupawan. Hal itu juga sudah dipastikan oleh Valerie, mengingat saat bertemu dengan Hailey dan Harley, mereka benar-bear memiliki wajah yang tidak biasa. Harley dengan rambut pirang dan mata berwarna hijau muda, kulit halus, tubuh yang tinggi untuk anak seumuran mereka. Hailey yang memiliki warna mata yang sama dengan Harley, rambut pirang panjang yang berkilauan dan halus seperti kapas, kulit yang sangat lembut.
"Mereka benar-benar dari keluarga terpandang," gumam Valerie.
Valerie membalik halaman buku tersebut dan menemukan silsilah dan sejarah keluarganya, keluarga Roland. Di halaman tersebut, terdapat wajah Ana, Hugo, dan juga Ariel.
Keluarga Roland terkenal dengan keluarga yang kaya karena masih satu garis keturunan dengan keluarga Duke Flad. Selain itu, Sam Roland juga merupakan sahabat baik Robin Flad.
Berbeda dengan keluarga Graffin, keluarga Roland tidak memiliki reputasi yang cukup baik. Keluarga Roland kecuali Sam, terkenal akan kesombongannya. Setiap ada pesta atau pertemuan, banyak keluarga yang menghindari keluarga Roland. Selain sombong, mereka juga angkuh.
Valerie tentu saja terkejut melihat fakta ini. Walau pertemuan pertamanya dengan keluarganya itu tidak berjalan baik, ia tak menyangka jika reputasi keluarganya sangat buruk. Bahkan, di buku itu tertulis jika Ana dan Ariel sangat senang berfoya-foya. Mereka juga tidak menangis saat melepas kepergian Sam Roland, orang yang seharusnya menjadi ayah angkatnya.
Tidak hanya itu saja, keluarga Roland sangat sering terlibat skandal atau perkelahian. Orang yang paling sering menyebabkan hal itu adalah Hugo. Hugo merasa dirinya yang menjadi penguasa, di atas segala-galanya.
Valerie sangat bersyukur karena Harley dan Hailey tidak memandang buruk dirinya. Ia sangat takut jika Harley dan Hailey akan menjauhi dirinya karena ia merupaka bagian dari keluarga Roland. Valerie sangat ingin tidak mempercayai isi buku itu, tetapi buku itu sendiri dicetak di bawah naungan keluarga kerajaan dan selesai dicetak bulan lalu.
Saat membaca buku tersebut, Valerie mengetahui bahwa setiap anak di keluarga kaya juga harus debut di pergaulan kelas atas saat berusia lima belas tahun. Apakah itu artinya ia akan debut juga lima tahun lagi?
"Tidak mungkin. Aku kan anak angkat." gumam Valerie.
Valerie juga menyadari bahwa ia juga tidak memiliki gaun dan tidak pernah pergi ke pesta. Bagaimana bisa ia debut di pergaulan kelas atas?
Saat sedang fokus membaca, Josie datang dengan membawa camilan yaitu kue stroberi yang lembut dan memiliki bau yang manis.
"Silakan dimakan, Nona." ujar Josie.
"Terima kasih, Josie. Kau bisa menemaniku disini." ucap Valerie.
Valerie memakan sesendok kue stroberi tersebut. Rasa manis memenuhi lidahnya, kue itu meleleh dalam mulutnya.
"Ini enak sekali, Josie!" seru Valerie.
Josie tertawa kecil, "Tentu saja, Nona."
Buku yang ia pegang dari tadi dihempaskan begitu saja ketika sudah mencicipi sesendok kue stroberi itu. Valerie terpaku pada kue stroberi itu. Ia tak bisa berpaling.
"Pelan-pelan saja, Nona. Saya bisa membawakannya lagi jika anda mau," ujar Josie.
"Sepertinya aku ingin lagi, Josie." ucap Valerie dengan penuh semangat.
Josie pergi mengambil sepotong kue stroberi lagi di dapur, meninggalkan Valerie kecil yang memakan kue stroberi tadi dengan bahagia.
Sambil menunggu Josie, Valerie melanjutkan membaca bukunya tadi. Lalu, ia mengetahui fakta bahwa harta murni keluarga Roland tidak sebanyak itu. Bahkan, bisa dibilang hampir seperti rakyat biasa yang bekerja di perkebunan orang kaya.
Keluarga Roland memiliki banyak hutang budi dengan keluarga Duke Flad. Hampir tujuh puluh lima persen harta keluarga Roland merupakan pemberian dari keluarga Duke Flad. Ternyata, ada juga beberapa yang merupakan pemberian keluarga Graffin.
Keluarga Graffin dan keluarga Roland putus hubungan baik ketika Ana memfitnah Callista Graffin, istri dari Hamel Graffin.
"Mengapa Ibu seperti ini?" guman Valerie.
Josie datang dengan dua potong kue stroberi yang sangat lembut dan membuyarkan pikiran Valerie.
"Apa yang anda baca, Nona?" tanya Valerie.
"Silsilah dan sejarah keluarga kaya, Josie. Aku melihat keluarga kita disini." jawab Valerie.
Raut wajah Josie berubah, "T-tapi Nona, anda tak seharusnya membaca itu,"
"Tak apa, Josie. Menurutku keluarga kita tidak seburuk itu, benar kan?"
Josie tidak menjawab satu katapun dan hanya bisa tersenyum dengan ekspresi wajah yang tidak bisa dimengerti.
"Baiklah, jika kue itu sudah habis, mari kita ke kamar anda, Nona. Hari sudah mulai larut." ajak Josie.
"Baiklah, Josie. Aku juga sudah lelah." ujar Valerie.
Sebelum beranjak ke kamar, Valerie mengambil beberapa buku cerita. Nanti ia akan meminta Josie untuk membacakan buku cerita tersebut.
"Ayo kita pergi ke kamar, Josie." ujar Valerie.
Sebelum ke kamar, Valerie pergi ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya terlebih dahulu, lalu langsung menaiki kasur dan menarik selimut.
"Josie, bisakah kau membacakan buku cerita ini untukku sambil mengelus kepalaku?" pinta Valerie.
"Dengan senang hati, Nona." jawab Josie.
Josie membacakan buku cerita yang diminta oleh Valerie. Belum sampai setengah, Valerie sudah merasa sangat mengantuk.
"Aku sudah sangat mengantuk, Josie. Tidak perlu dilanjutkan lagi." ujar Valerie.
"Baiklah. Selamat malam, Nona." ucap Josie.
"Selamat malam, Josie."
***
"Nona, ayo bangun. Hari sudah semakin siang, Nona." ujar Josie membangunkan Valerie. Valerie membuka sedikit kelopak matanya dan melihat sinar matahari merambat masuk dari balik jendela kamar. "Aku masih mengantuk sekali, Josie." ujar Valerie. "Anda harus sarapan, Nona. Bukankah anda bilang ingin bermain bersama teman-teman anda di taman?" Seketika Valerie langsung bangun dari tidurnya. Ia baru ingat jika harus bangun pagi dan segera sarapan agar bisa bermain lebih lama di taman. "Anda ingin sarapan dimana, Nona?" tanya Josie. "Tolong bawakan saja ke kamarku, Josie. Aku akan mandi selama sarapanku dibuat." jawab Valerie. Josie turun ke lantai bawah untuk menyiapkan sarapan Valerie, sedangkan Valerie bergegas ke kamar mandi. Valerie menghabiskan waktunya dengan cepat di kamar mandi. Ia mempercepat gerakannya sehingga ia selesai lebih dulu daripada sarapannya yang sedang dibuat. "Josie!
"Bangun, Nona. Nyonya Ana, Tuan Hugo, dan Nona Ariel sudah pulang." ujar Josie membangunkan Valerie. Valerie menahan rasa kantuknya dan memaksakan diri untuk duduk. Ia sudah menunggu kehadiran keluarganya. Rasa tidak sabar membuat Valerie berlarian ke lantai bawah mengenakan pakaian tidur. "Ibu?" Valerie berkeliling lantai bawah untuk mencari Ana, ibunya. Matanya sibuk melihat kesana kemari, tetapi tidak membuahkan hasil. Ia tak melihat batang hidung ibunya. "Ibu tidak ada di rumah." suara itu adalah suara Ariel, adik angkat Valerie. Ariel masih berusia sembilan tahun, setahun lebih muda dari Valerie. Ia memiliki rambut berwarna merah terang dan mata yang juga berwarna merah. Tidak lebih tinggi daripada Valerie, tetapi terlihat jauh lebih sehat dari Valerie. "Kapan kalian pulang, Ariel? Di mana Ibu dan Kakak?" tanya Valerie antusias. Ariel memutar bola matanya, "Tak usah kau pikirkan. Kau uru
Valerie membuka mata dan melihat langit-langit kamarnya yang berwarna ungu. Kebisingan sudah lalu lalang di depan kamarnya dari pagi tadi. Entah kenapa seperti ramai sekali orang di rumahnya hari ini. Pintu kamar yang memiliki ukiran dan terlihat mahal itu diketuk oleh seseorang tak lama setelah Valerie terbangun. Ketika pintu itu terbuka, terlihat Josie yang berdiri di ambang pintu dengan berlinangan air mata. Sudah lama sekali Valerie tidak melihat Josie. Akhir-akhir ini, Josie bahkan tak menemaninya bermain di taman. Banyak pekerjaan yang harus dilakukan para pelayan ketika ibu dan kedua saudaranya berada di rumah. Josie berjalan menuju Valerie sembari menyeka air matanya. Selangkah lagi menuju Valerie, Josie langsung berlari memeluk Valerie. Air matanya tumpah dari mata yang berwarna kuning dan memiliki bulu mata yang sangat panjang itu. "Ada apa denganmu, Josie?" tanya Valerie sembari membantu Josie menyeka air matanya.&nb
Udara dingin membangunkan Valerie yang tertidur lelap. Hujan turun sangat deras saat dini hari. Valerie menarik selimutnya yang tebal untuk menutupi seluruh tubuhnya yang kecil itu. Malam yang panjang terasa sangat menakutkan bagi Valerie. Di rumah yang besar ini, tak ada siapapun selain dirinya dan Rocelyn. Rasa kesepian dan keheningan memenuhi seluruh ruangan. Valerie bahkan bisa mendengar detak jantungnya sendiri.Bagi anak yang berusia sepuluh tahun, hal ini pasti sangat menakutkan. Sendirian di dalam ruangan yang besar tanpa ada yang menemani. Keluar dari kamar pun tak membuatnya merasa lebih aman, atau bahkan menjadi lebih buruk. Bayangkan saja, jika ia keluar dari kamar dan harus menuruni tangga dengan keadaan gelap karena lampu dimatikan. Lalu, ia harus keluar ke belakang rumah di malam hari hanya untuk bertemu Rocelyn. Memikirkannya saja sudah mengerikan bukan? Harus keluar rumah di tengah malam yang sunyi. Hal inilah yang membuat Valerie memutuskan untuk berse
Rasa lembab dan dingin menyelimuti badan Valerie pagi ini. Di luar sedang hujan deras hingga terdengar suara gemuruh. Aneh, padahal hujannya berada di luar, tetapi badannya terasa lembab seperti habis di siram air. "Hei, mau sampai kapan kau tidur nyenyak seperti itu? Dasar pemalas!" ah, suara yang sangat Valerie kenal. Ariel membangunkan Valerie di pagi hari dengan siraman air dingin. Padahal, biasanya Valerie mencuci wajah dengan air hangat di pagi hari, apalagi jika cuaca sedang sangat dingin seperti minggu ini. Valerie melihat ke arah jam kamarnya yang besar dan berdiri seperti lemari. Waktu menunjukkan pukul lima pagi, masih sangat pagi untuk bangun tidur. Valerie biasanya bangun jam tujuh atau delapan pagi. Valerie terpaksa duduk karena badannya menjadi lembab, "Ada apa, Ariel? Bukankah ini masih terlalu pagi?" "Aku lapar, cepat buatkan aku makanan!" perintah Ariel. "Mengapa kau tidak meminta kepada
Valerie terbangun dari tidurnya. Ia melihat waktu sudah menunjukkan pukul enam pagi. Masih ada satu jam sebelum ia harus pergi ke dapur dan memasak untuk sarapan. Ah, Valerie baru ingat. Ia memimpikan masa lalunya saat terlelap semalam. Merindukan masa-masa di mana ia masih merasakan apa itu bahagia, saat masih ada sedikit kehangatan di rumah ini. Badannya terasa lebih ringan sekarang. Sudah tujuh tahun setelah kepergian semua pelayan di rumah ini, Valerie satu-satunya pengurus rumah yang sangat besar ini. Makan tak teratur dan bekerja tanpa henti setiap hari. Ia harus memprioritaskan makanan untuk ibu dan kedua saudaranya. Sedangkan, ia harus makan sendiri di dapur dengan lauk yang seadanya. Seandainya masih ada Rocelyn, sudah pasti Valerie bisa tumbuh seperti anak-anak lain yang seumuran dengan dirinya. Tumbuh dengan kasih sayang walaupun hanya sedikit, kebahagiaan, dan tubuh yang segar. Valerie selalu merasa lelah memikirkan
Dua kereta kuda berwarna merah dan perak tiba di halaman rumah. Terlihat ada lambang di salah satu kereta kuda, yaitu yang berwarna perak. Sepertinya kereta kuda itu milik bangsawan. Terlihat Ana turun dari kereta kuda berwarna merah. Valerie melihat dari balik jendela kamarnya. Ekspresi Ana saat itu seperti sedang panik dan tergesa-gesa. Tapi yang terpenting bukanlah itu. Kereta kuda berwarna perak dan memiliki lambang. Seperti ada beberapa orang di dalam kereta kuda itu. Valerie tak bisa melihat dengan jelas karena kaca jendela yang tertutup sehingga hanya terlihat samar-samar siapa saja orang yang ada di dalamnya melalui sinar matahari yang menyusup masuk ke jendela kereta kuda itu. 'Cepat sekali Ibu pulang?' Valerie bergegas turun ke lantai bawah untuk membukakan pintu rumah. Setelah itu, Ariel turun dari kereta kuda berwarna merah milik mereka dan menyusul Ana masuk ke dalam rumah. Tatapan Ana mengarah kepada
"Hei, Valerie! Cepat ambilkan minuman untukku!" ujar Ariel, adik angkat Valerie. Valerie yang berpakaian lusuh hanya bisa mengangguk pelan sambil menatap lantai dan berjalan menuju dapur untuk mengambilkan minuman. Saat Valerie berjalan ke dapur, teriakan lain memanggil dirinya. "Valerie! Cepat cuci bajuku!" teriak Ana, seorang janda yang memiliki dua anak kandung dan mengangkat Valerie sebagai anak angkat untuk dijadikan pembantu. Valerie berjalan mendekati ibu angkatnya tersebut dan mengambil beberapa baju yang tergeletak di lantai untuk dicuci. "Setelah cuci baju, jangan lupa memasak untuk makan siang," kata Ana, "makan siang hari ini harus daging sapi." Sekali lagi, Valerie hanya bisa mengangguk dan tidak berani untuk menjawab perkataan Ana. Lalu, ia kembali berjalan dengan tubuhnya yang lemas itu menuju ruang mencuci. Sejak ia bangun tidur pagi tadi, ia belum sempat untuk meneguk air sedikitpun. Setelah menaruh baju, V