Bukannya mendapat sebuah jawaban atas pertanyannya, Jesika justru akan dihadapakan dengan sebuah perjanjian. Antonio berdiri dengan tatapan tegas, bicara dengan jelas sampai rasanya ebrgema di ruangan kamar luas ini.
“Kamu yang masuk sendiri ke sini. Jadi jangan harap kamu minta lepas.”
“Apa maksud Tuan?” Jesika menatap pasrah.
“Kamu sendiri yang datang padaku, kan? Aku mana mungkin melepaskan kamu begitu saja. Setidaknya kamu balas budi karena dengan masuk ke dalam mobilku kamu bisa berhasil kabur dari pernikahanmu.”
Jesika ingin sekali mengumpat Kasar. Memang jelas Jesika berhasil kabur dari pernikahannya sendiri, namun bukan berarti malah masuk ke dalam pernikahan lain sebagai pengantinnya. Belum lagi pernikahan yang terjadi kemarin, seperti sebuah pernikahan yang sangat tertutup. Hanya orang-orang tertentu yang datang.
“Tapi, Tuan …”
“Kamu tidak mau masuk penjara karena masuk ke dalam mobil orang tanpa izin kan?”
Jesika harus apa? tidak ada pilihan lain, bukan? Lalu sekarang apa?
Jesika menghela nafas panjang, lalu menengadahkan wajah. Jesika menatap pria itu dengan enkpresi wajah yang sulit diartikan, tapi yang Jelas hatinya begitu dongkol dan ingin memaki diri sendiri.
“Kalau begitu katakana, aku harus apa sekarang?”
Ada senyum licik pada wajah pria tampan di hadapan Jesika. Dia kemudian sedikit merendahkan badan sampai wajahnya cukup dekat dengan wajah Jesika. Oke, Jesika sudah menelan ludah sekarang. mata tajam milik lawan bicaranya terlihat jelas menyipit karena menyungging senyum.
“Kamu punya hutang padaku sekarang. kita buat kesepakatan besok.”
“Apa maksud, Tuan?”
Antonio berdiri sambil mendesah pelan. “Kamu milikku sekarang. sebagai seorang istri, tentunya kamu harus patuh pada suamimu, kan?”
“Lalu?”
Tiba-tiba Antonio kembali membungkuk dan mencengkeram kedua pipi Jesika. “Tidak usah banyak tanya. Diam dan ikuti saja bagaimana aku memerintah kamu.”
Tenggorokan terasa sesak ketika Jesika menelan salivanya. Sorot mata itu begitu tajam, membuatnya langsung mengalihkan pandangan. Ketika tangan itu sudah melepaskan cengkeramnya, Jesika hanya bisa terbengong memandangi punggung lebar yang kini melenggak meninggalkan kamar.
Sampai di luar kamar, Antonio meraup kasar wajahnya. Bukan biasanya dia mengancam atau bersikap terlalu tegas pada seseorang. Namun, sekarang ini masalah sungguh sangat banyak. Kepala terasa pening, dipijat pun sama sekali tidak ada perubahan.
Antonio menoleh ke samping kanan dan berjalan ke sana. Dia menuju sebuah ruangan yang penuh dengan buku-buku yang tersusun rapi di dalam rak kayu yang menujulan tinggi. Bisa dikatakan sebuah ruangan perpustakan pribadi.
“Apa sekarang?” desah Antonio sambil mencengekram kepalanya. Rambutnya yang memiliki potongan comma hair, tampak berantakan dan kusut karena keringat.
Antonio menarik satu kursi kayu lalu mendaratkan pantat di sana. Dia menyangga kepalanya mencoba untuk berpikir lebih jernih.
Oih! Sialan!
Pada akhirnya Antonio kembali mengamuk. Dia memukul meja dengan kepalan tangannya sampai siku jarinya memerah. Berita yang tersebar luas, membuat kepalanya hampir meledak. Belum lagi dia harus membatalkan semua acara hanya karena berita pernikahannya yang sembunyi-sembunyi.
Sebenarnya ada untungnya pernikahan berlangsung secara tertutup, setidaknya para wartawan tidak bisa mengambil gambar siapa pengantin dari Antonio setelah calon pengantin yang asli kabur. Cukup mencurigakan karena sosok penyanyi terkenal sampai harus menyembunyikan pernikahannya. bukan wartawan namanya kalau tidak membuat berita yang semakin heboh.
Antonio memutar pandangan ke samping. Dia melihat sebuah computer di atas meja sudut. Dia beranjak ke sana, untuk melihat bagaimana keadaan diluar sana sekarang. semua media pasti memberitakannya dan menunggu kemunculannya.
“GEMPAR! Penyanyi bersuara serak gagal menikah!”
“ANTONIO REDCLIFFE DITINGGAL KABUR KEKASIHNYA!”
“SCADAL ARTIS SEMAKIN MERAJALELA. Antonio Reccluffe melecehkan seorang Wanita.”
Brengsek!
Satu umpatan lolos dari mulunya. Sekali lagi Antonio menggembrak meja. Untungnya dia bisa menahan untuk tidak sampai melempar komputenya yang masih menyala itu.
Berita-berita bodoh semakin bersliweran. Bukan hanya di internet. Tentunya juga pada siaran televisi. Antonio memang belum melihatnya, akan tetapi kedua orang tuanya yang tengah duduk di depan tv sudah menontonnya.
“Media memang mengerikan,” ucap Jack dengan wajah prihatin. “Antonio pasti pusing dengan masalah ini.”
“Dia sudah banyak berita buruk, harusnya nggak perlu nikah sama orang asing, gimana kalau media terus mencari tahu? Bukankah semakin rumit?”
“Mulut kamu yang semakin rumit.”
Mereka berdua spontan menoleh ke asal suara itu. Megan berdiri di sana, melintas menuju ruangan lain. Agatha seketika merengut dan langsung memukul lengan suaminya.
“Lihat, ibumu memang selalu seperti itu padaku,” protesnya kesal.
“Begitu bagaimana?”
“Ibumu tidak pernah menyukaiku.”
“Kata siapa? Ibu selalu menyukaimu. Hanya saja kadang kamu memang susah diatur. Terlalu terobsesi dengan sesuatu yang berakhir buruk.”
“Kamu menyalahkanku?” Agatha menyalak tak terima.
Jack hanya bisa mendesah berat supaya tetap bicara dengan nada rendah. “Bukan begitu, aku hanya tidak mau kamu terus melawan ibu. Kamu tahu kan, ibuku sangat keras.”
Agatha melipat kedua tangan sambil mendengkus kesal. Dia tidak memiliki kuasa di rumah ini. sekalipun sang suami mengurus sebuah perusahaan besar, tapi perusahaan tersebut masih atas nama Megan. Sebuah agensi besar, yang berdiri kokoh dengan nama Star Group juga menjadikan Megan berkuasa lebih tinggi di keluarga ini.
***
Malam semakin larut, Antonio mulai jengah berada di ruang perpustakaan. Entah datang dari mana, sebuah botol wine ada di atas meja dengan gelas kosong. Gelas itu memang sudah kosong, tapi terlihat basah yang artinya pria itu sudah meneguk beberapa kali.
Kepala terasa berat, tapi Antonio masih setengah sadar. Dia tidak mabuk, hanya saja rasanya seluruh badan terasa begitu lelah.
Setelah tegukan terakhir dari botolnya langsung, Antonio mendorong kursi mundur lalu berdiri. Kepalanya benar-benar kliyengan sekarang. Antonio setengah berdiri bersangga tangan menekan pada meja.
“Sial! kenapa pening sekali sih!” desahnya berat.
Antonio mencoba menyeimbangkan badannya lalu perlahan mulai melajuka kakinya satu persatu. Sambil bergidik, Antonio menekan kepalanya yang berat. Satu botol wine, tidak akan membuat Antonio melayang sebenarnya, namun kali ini terlalu pusing karena masalah yang berat.
Bugh!
Jesika yang tengah duduk meremas tangan seketika terkesiap. Wajahnya mengarah pada pintu yang tertutup rapat itu. Jesika dengan jelas mendengar ada sesuatu yang menabrak pintu tersebut.
“Siapa?” tanya Jesika ragu-ragu.
Tidak ada sahutan dari luar sana, selain mendengar pukulan pada pintu lagi. Jesika sampai terjungkat dan mendaratkan tangan pada dada. Mendengar satu pukulan lagi, membuat Jesika spontan berdiri. Degup jantung mendadak meningkat bercampur rasa wasa-was.
“Siapa?” sekali lagi Jesika bertanya.
Pukulan itu berhenti menjadi hening. Kening Jesika yang sudah berkerut, lalu bibirnya meringis lalu mulai melangkahkan kaki untuk memastikan. Pintu tidak dikunci, jika itu pemilik kamar ini, seharusnya tinggal masuk tanpa harus menggedor pintu lagi.
Jesika mengendap-endap dengan badan membungkuk. Ini rumah yang sangat besar dan dijaga ketat mulai dari pintu gerbang, seharusnya tidak ada tidak kejahatan, kan?
Ragu-ragu, Jesika mengulurkan tangan untuk meraih knop pintu ketika langkah sudah tinggal selangkah lagi. Meski tangannya gemetaran, Jesika berhasil meraih dan memutar knop pintu tersebut. Dengan sangat hati-hati dan menahan rasa takut, Jesika mulai menarik pintu tersebut sampai terbuka. Perlahan kepalanya maju lebih dulu, lalu mengedarkan pandangan ke luar sana.
Tidak ada siapa pun. Kening Jesika berkerut, sedikit menelengkan kepala.
“Nggak ada siapa-siapa,” gumamnya sesaat, sebelum akhirnya Jesika mengatupkan mulutnya dengan telapak tangan.
Dua matanya membulat sempurna, hampir lepas dari engselnya. Jesika menahan beberapa detik ketika melihat tubuh besar meringkuk di atas lantai, dengan kepala bersandar pada bibir pintu sebelah kanan.
“Astaga, kenapa ini?” Jesika langsung panik sendiri sekarang. dia refleks melompati kaki yang menghalangi jalan kemudian berjongkok. “Tuan, Tuan bangun!”
Jesika menepuk pelan pipi Antonio dengan pelan. “Bangun, Tuan. Tuan kenapa?”
Tubuh itu bereaksi. Tangannya bergerak lalu punggung sedikit terangkat. Beberapa detik kemudian, terdengar lenguhan dan mulut bicara, meminta untuk dibantu berdiri.
“Bawa aku ke kamar,” pintanya lemah.
Jesika membuka lengan Antonio, lalu meletakkan pada pundaknya untuk membantu memapah Antonio yang teler.
***
Kelopak mata terbuka perlahan menyambut sorot matahari yang mengintip dari balik tirai tipis yang terpasang pada jendela kaca. Antonio melengkuh sebelum kemudian membuka mata dengan lebar. Yang ia lihat sekarang langit-langit kamar yang berwarna putih. Pandangannya menoleh ke samping, lalu dengan cepat turun dengan kepala sedikit terangkat masih dalam posisi berbaring telentang. Antonio melihat selimut menutupi setengah badannya. “Sshht!” Antonio mendesis ketika hendak mengangkat badannya. Kepalanya masih sedikit pening. Memperkuat tenaga di tangannya, Antonio mencoba duduk tegak. Wajahnya masih merengut sampai mata menyipit menahan pening dan kantuk yang belum hilang. “Jam berapa sekarang? kenapa kepalaku pening sekali? Apa yang terjadi semalam?” Antonio bertanya-tanya sambil terus mengingat-ingat, sampai tiba-tiba sosok cantik keluar dari dalam kamar mandi. Mata Antonio menyipit menapat jeli, sementara yang ditatap masih belum menayadari sepasang netra mengawasi. Jesika membung
Jesika termenung diam memandangi tangannya yang memerah. Sesaat dia sempat mengedarkan pandangan, lalu kembali menunduk sambil tersenyum getir. Hidupnya selucu ini ternyata. Membayangkan bagaimana kemarin dia kabur, membuat Jesika hampir setengah gila. Gaun pengantin yang menyentuh tanah, ia angkat untuk memudahkan kedua kakinya berjalan cepat tanpa suara. Para tamu yang Jesika intip dari balik jendela kamarnya, membuat jantung semakin berdegup.Jesika tidak sengaja mendengar obrolan kedua orang tuanya dan satu adik permpuannya di ruang makan. Mulanya tidak ada yang serius, tapi betapa terkejutnya ketika secara jelas mereka mengatakan kalau seseorang akan menikahi Jesika minggu depan.Dari balik dinding, Jesika tertegun mematung. Dengan siapa menikah? Pacar saja sudah tidak punya. Ya, satu bulan yang lalu hubungan baru saja berakhir.“Kenapa tidak turun ke bawah.”Suara dari belakang menegur, membuat Jesika langsung terkesiap. Jesika memandangi pria itu saksama seperti tengah membandi
“Baca dan cermati!”Selembaran kertas melayang lalu mendarat di atas meja. Jesika yang baru masuk beberapa detik yang lalu, tampak tertegun melihat kertas tersebut.“Apa ini?” tanya Jesika penasaran.“Aturan yang harus kamu patuhi selama menjadi istriku.”Kening Jesika berkerut, kemudian ragu-ragu membungkuk meraih kertas tersebut. Sebelum mulai menyusuri setiap hurup yang tertata rapi pada lembaran tersebut, Jesika sempat menatap Antonio sekilas.Jesika mengibas sekali kertas tersebut supaya menegak. Bola matanya mulai bergerak menyusuri setiap huruf di sana. Wajahnya begitu tenang, sampai perlahan ada raut wajah menyipit.“Apa harus seperti ini?” tanya Jesika usai membaca bagian tengah di mana terdapat nomor lima di dan enam.Turuti semua perintah pihak pertama. Dilarang membantah, patuhi semua.Lakukan tugas layaknya seorang istri pada umumnya.Sungguh konyol.“Anda tidak salah tulis kan, Tuan?”Antonio mengangkat pundaknya. “Tentu saja tidak. semua sudah aku pikirkan matang-matang
Sebagai cucu pemilik sebuah agensi, seharusnya Antonio tidak harus bersembunyi lama-lama mengenai kasusnya sekarang ini. Kalian tahu bagaimana uang bisa berkata segalanya. Uang akan menang, begitulah kata orang-orang. Namun, untuk saat ini Antonio belum bisa focus dengan kasusnya. Setelah menikah dengan gadis di dalam bagasi, seharusnya sekarang memang harus lebih focus untuk hal itu, apalagi nenek malah mendukung.Dua koper besar sudah berada teras rumah. Jesika tidak tahu kapan dan siapa yang menatap semua barang-barang tersebut sampai masuk semua ke dalam koper. Bukan hanya baju dalam koper saja yang siap untuk dibawa, melainkan juga barang-barang lain seperti tas berisi perlatan wajah, ponsel dompet dan lain sebagainya.“Jadi nenek membiarkan pelayan masuk ke ruang gantiku?” tanya Antonio dengan nada kesal.Megan terlihat santai. “Kalau tidak begitu, kamu pasti akan sengaja mengulur waktu.”Antonio berdecak sambil menyugar kasar rambutnya. Pria itu membuang muka lantas duduk di so
Perjalanan berlangsung sekitar dua jam setengah untuk sampai di tempat tujuan. Sebuah mobil mengantar mereka setelah turun dari persawat menuju sebuah hotel yang tentunya sudah dipesan oleh nenek sebagai tempat singgah bulan madu. Sheraton Resort menjadi pilihan yang cocok untuk mereka sebagai pasangan pengantin baru.Disisi lain karena tempatnya yang mewah, Megan juga mengenal siapa pemilik hotel tersebut. Pernah juga ikut bergabung beberapa kali setiap ada perayaan tahunan di hotel tersebut.Sampai di hotel, mereka langsung diantar oleh dua orang Bellboy menuju kamar yang sudah dipesan. Sepanjang berjalan menyusuri Lorong, Jesika tidak berhenti terkagum-kagum dengan horel ini. di depan dia sudah di manjakan dengan pemandangan yang indah, bangunan mewah, lalu masuk ke dalam disambut layaknya seorang tamu special, hingga sampai diantar ke kamar.Jadi seperti inikah menginap di sebuah hotel?Jesika menoleh ke belakang sebelum pintu kamar dengan nomor 106 terbuka. Beberapa pintu berdere
“Jadi apa kamu sudah menemukan wanitamu yang kabur?”“Belum. Sial! aku hampir gila mencarinya.”“Aku kirim gambar padamu. Sebaiknya kamu melihatnya.”Panggilan masih tersambung, pria itu melihat sebuah pesan gambar yang masuk. Keningnya mulai berkerut ketika melihat seroang Wanita cantik dengan rambut digulung, dengan poni belah samping. Model rambut yang biasa menjadi tren di Korea.Pria itu kembali menempelkan ponsel pada telinganya. “Di mana kamu melihatnya.”“Jalanan dekat pantai kuta. Bukankah sangat mirip?”“Aku matikan telpon dulu. Kita bisara lagi nanti.”Saat panggilan sudah selesai, pria dengan rambut Buzz cut itu menepi menuju sebuah apartemen. Dia berjalan cepat menuju apartemennya yang berada di lantai dua puluh. Hari cukup melelahkan karena pekerjaan kantor sangat banyak.Sampai di dalam apartemnnya, Joseph langsung duduk di sofa dengan punggung bersandar. Dia menyelunjrkan kedua kakinya ke atas sofa, lalu membuka ponselnya lagi.Tatapan mata pada layar yang menyala itu
“Seharusnya kita segera pindah setelah mendapatkan uang itu, Pa!” decak Sera. “Dia sunggu menakutkan!”Atiqah manarik sang putri dalam pelukannya, sementara matanya menatap sedih bercampr kesal pada sang suami.“Seharusnya kamu mengawasinya lebih ketat supaya dia tidak kabur.”Sanjaya meraup wajah sambil mendesah berat. Bisnisnya mulai berkembang sebenarnya. “Jesika sudah di rumah itu sebelum kabur. Seharusnya pengawal Joseph yang lebih ketat penjagaannya.”“Memang benar, tapi kalau sudah begini, kita yang repot juga. Dia sampai mengancam akan membawa Sera.”Sanjaya meraup kasar wajahnya yang kusam. “Besok kita pindah. Toh sekarang bisnis kita sudah mulai berkembang. kita tidak akan lagi kekurangan. Kalian tenang saja.”Sanjaya berlalu meninggalkan sang istri dan putrinya yang masih berada di dalam kamar. Melihat ponselnya yang tergeletak di atas meja berlaci, Sanjaya mendekat ke sana. Dia ingat kalau Joseph mengirimkan sesuatu di sana,Sebelum duduk, Sanjaya mengambil kaca mata lebih
Dia tidak sungguh tidur di sampingku, kan?Jesika masih tidur seperti posisi semula. Niatnya akan beranjak ketika Antonio berada di dalam kamar mandi, tapi siapa sangka kalau pria itu bahkan tidak ada dua menit di dalam sana. Terpaksa Jesika yang sudah membuka mata, kembali mengatupkannya pura-pura tidur lagi.Samar-samar Jesika mendengar suara tapak kaki semakin mendekat. Jantung yang semula berdetak teratur, mendadak bergejolak lebih cepat.Apa dia datang ke sini?Antonio berdiri tepat di hadapan Jesika hanya dengan terhalang sofa panjang tanpa sandaran. Kening Antonio terlihat berkerut. Kepala miring, dia mengamati Jesika yang masih terlelap.Antonio mendesah berat lalu melempar handuk ke sembarang tempat. Dia paling malas melihat orang tidur tanpa posisi yang semenstinya. Kalau bukan karena rasa kantuk yang amat sangat, Antonio enggan sekali mengangkat tubuh Jesika—memindahkan—ke sebelah atas bahkan sampai menatakan bantal.“Apa kamu jarang makan? Kenapa ringan sekali,” seloroh An
Di dalam otaknya, Antonio pernah berpikir untuk membantu keuangan Luna yang sedang merosot. Kabar rumah yang disita waktu itu, bahkan membuat Antonio merasa khawatir. Namun, rasa peduli itu nyatanya tidak dibalas dengan baik. Luna justru memainkan perannya sebagai orang yang licik penuh tipu muslihat. Keluar dari restoran, Antonio langsung meminta Tian untuk membawanya segera pergi. Antonio bahkan meninggalkan meja tanpa menunggu Luna kembali. Antonio tidak mau kalau sampai terjadi pertengkaran di sana, karena memang amarah Antonio sedang berada dipuncaknya. “Ada apa, Tuan?” tanya Tian ketika mobil sudah melaju. Wajah Antonio benar-benar merah padam. Kedua tangan tampak mengepal seperti ingin melayangkan tinju. Melihatnya saja membuat Tian bergidik ngeri. “Antar aku menemui Selena.” Kening Tian berkerut, namun akhrinya tetap menganggukkan kepala. Mobil melaku ke sebuah kompleks perumahan mewah. Sekarang sudah pukul dua siang, sialnya Selena sedang tidak du rumah. “Tian, kamu kump
Jesika mengatur pertemuan dengan rekan-rekannya di sebuah restoran berlantai dua di dekat danau. Jaraknya memang cukup jauh dengan kantor, tapi tidak masalah menurt Jesika karena datang beramai-ramai diantar mobil kantor. Setidaknya sekaran juga menjelang hari minggu, jadi berada diluar kantor cukup panjang tidak terlalu masalah.Sementara di kantor sendiri, Antonio dan beberapa infestor mulai kembali membahas tentang dana yang hilang. Pembahasan ini juga langsung teruju pada sebuah cctv yang Tian dapatkan dari setiap ruangan di sini.Siapa sangka kalau ternyata Luna pernah duduk di kursi ruangan kerja Antonio ketika Antonio tengah keluar sebentar untuk mengambil sesuatu kala itu. Antonio tidak pernah manaruh rasa curiga sebelumnya, karena memang yang dia pikir Luna adalah rekan yang baik.“Kamu yakin itu Luna?” tanya Antonio.“Jadi Tuan tidak percaya kalau ini Nona Luna?”Antonio menelan ludah dengan pertanyaan itu. memang sikap Antonio terlalu menyebalkan akhir-akhir ini karena terl
Masuk ke dalam kamar, Antonio melihat sang istri meringkuk di atas ranjang tanpa mengenakan selimut. Antonio meletakkan jas yang tersampir pada lengannya di atas sandaran sofa. Selepas itu, dia mendekati ranjang memeriksa keadaan sang istri. Melihat posisi Jesika, sepertinya Wanita itu ketiduran saat menunggu Antonio pulang.“Kenapa kamu tidak mengenakan selimut? Kamar dingin sekali.” Antonio membungkuk lalu meraij selimut.Namun, ketika hendak menutupkan pada Sebagian tubuh Jesika, Jesika malah terbangun. Wanita itu merangkuk lalu membalikkan badan.“Kamu sudah pulang?”Antonio tersenyum, kemudian duduk membantu sang istri yang beranjak duduk. “Kamu ketiduran?”Masih dengan mata sayu belum terbuka sempurna, Jesika mengangguk. “Kenapa baru pulang?” sekarang Jesika mencoba menatap jam dinding yang menunjukkan pukul sepuluh malam.Antonio tersenyum tipis, mengelus lembut pucuk kepala sang istri. “Maaf, hari ini lumayan sibuk.”Jadi dia tidak mau mengatakannya padaku?Jesika terdiam mema
Sebelumnya saya minta maaf karena mungkin banyak typo. saya belum sempat untuk mengoreksinya kembali.***Jesika mungkin harus menunggu hingga malam tiba untuk bisa bertemu dengan sang suami. Di kantor, Jesika hanya sempat bertemu ketika tadi nyelonong masuk ke dalam ruangan, tapi setelah itu Jesika tidak melihat lagi bahkan hingga jam pulang kerja. Jesika bahkan pulang lebih dulu karena kata Tian pekerjaan Antonio belum selesai.“Kamu pulang sendiri, Jes?” tanya mama yang menyambutnya di depan pintu ruang tamu.Jesika mengangguk lalu mencium punggung telapak tangan mama mertuanya itu.“Antonio di mana?”Mereka berdua berjalan bersama masuk ke dalam.“Kata Tian, Antonio masih ada kerjaan.”“Tumben?”“Iya, aku juga kurang tahu, Ma. Aku tidak sempat bicara dengannya di kantor.”Menjelang makan malam, Antonio masih belum juga kunjung pulang ke rumah. dia menyempatkan diri menelpon Jesika dengan mengatakan kalau sebentar lagi akan pulang, namun meski begitu tatap saja merasa khawatir kare
Jesika tidak mau peduli mengenai Selena, tapi ketika dia hendak pergi membeli beberapa lembar kertas di sebuah toko, dia tidak sengaja melihat Selena tengah berdebat dengan seseorang. Jesika mengamati dari kejauhan.“Aku sudah mengirim banyak pada ayah. Ayah tidak perlu menemuiku ke sini!”“Ayah butuh lebih. Kalau sampai siang ini ayah tidak mendapatkan uang, ayah bisa mati.”“Apa peduliku?”“Anak kurang ajar!”Selena langsung menyingkir ketika tangan itu melayang hendak menampar dirinya. Jesika yang melihat dari kejauhan sampai membelalakkan mata dan menutup mulut.“Ayah jangan macam-macam denganku di tempat umum. Aku sudah beberapa kali memperingati ayah untuk tidak menemuiku di tempat umum. Ayah tahu resikonya, kan?”Pria berjenggot itu berdecak, menghempas tangan lalu berlalu pergi dengan sia-sia tanpa mendapatkan uang. sementara Selena, dia hanya bisa menghela nafas lalu menyapu ke area sekitar berharap tidak ada yang melihat perdebata baru saja.Jesika yang langsung bersembunyi,
Memang siapa yang sangka kalau Selena bisa melakukan hal sekeji itu hanya demi karirnya? Terkadang memang hal kotor bisa dilakukan demi sesuatu yang ingin sekali digapai, hanya saja cara Selena benar-benar di luar nalar walaupun pada kenyataannya banyak yang begitu di luar sana.“Aku benar-benar tidak menyangka kalau Antonio melupakanku demi Wanita yang jauh di bawahku.” Selena menyulut rokoknya sampai asap mengepul tinggi ke udara.“Jangan bilang sebenarnya kamu masih mengharapkan Amtonio?” Pemela menebak-nebak denga mata sinis. “Kamu masih belum move on?”“Oh come on! Ini sudah satu tahun lebih. Tentu saja aku sudah move on.”Pamela tersenyum miring. “Kamu yakin? Jangan kamu pikir aku tidak tahu kalau kamu masih sering memantaunya dari jauh. Kamu bahkan meminta Luna untuk bisa lebih dekat dengan Antonio. Kamu Cuma menggunakannya sebagai alat untuk mengetahui tentang mereka kan?”“Brengsek kamu!” umpat Selena. “Aku tidak ada maksud seperti itu. setidaknya Luna lebih tinggi dari istri
Ketika Antonio berjalan mendekat setelah turun dari panggung, dengan bangganya Jesika bertepuk tangan. Bibirnya tersenyum menunjukkan deretan gigi yang putih. Reaksi Antonio yang langsung mengusap pucuk kepala Jesika, tentunya membuat siapa pun akan merasa iri.“Ah, kasihan sekali Selena. Pria seperhatian itu malah ditinggal kabur dulu.”“Benar juga. Jesika sangat beruntung mendapatkan Antonio.”Selena yang berdiri hampir di di paling ujung mendengar percakapan tamu undangan itu, tapi dia hanya menarik satu ujung bibir ke atas dengan wajah acuh sambil menenggak minumannya.“Kalau bukan karena keluarganya yang tak merestui, aku juga tidak mungkin meninggalkan Antonio. Mereka pikir sangat mudah menjadi diriku yang tidak disambut di keluarga Antonio. Brengsek!”Selena meletakkan gelasnya lalu beranjak pergi ke toilet.“Kamu ngobrol sama nenek dulu, aku mau ke toilet dulu sebentar.”“Oke.”Jesika menghampiri nenek yang tengah ngobrol dengan rekan-rekan dan beberapa artis di sana. ketika J
Entah kapan Antonio terakhir kali menginjakkan kaki di gedung agensi milik neneknya. Setiap langkah, ketika melihat beberapa poster dan layar monitor di beberapa titik dinding gedung, terkadang membuat rasa rindu untuk kembali lagi ke sini. Namun, Antonio lebih merasa nyaman ketika sudah meninggalkan agensi. Rasanya bisa berekspresi lebih luas lagi, dan juga tidak terlalu banyak tututan.“Ada apa?” tegur Jesika ketika melihat wajah sendu sang suami.Antonio bergidik lalu tersenyum. “Tidak, aku hanya sedikit rindu ketika masih di sini.”Jesika mengusap lengan Antonio lalu menggandengnya dengan erat. Beberapa orang atau tamu lain berjalan di belakang mereka, tapi tentunya tidak terlihat heboh karena memang ini sudah aturannya bagi siapa pun yang ingin datang ke acara tahunan agensi.Mereka menuju lantai tiga di mana acara akan berlangsung. Papa dan mama tidak bisa datang, jadi hanya nenek yang berangkat bersama Antonio dan Jesika. ada Tian dan Bitt juga pastinya.Sampai di ruanga acara,
“Wanita itu menemui Antonio lagi?”“Iya, Nona.”Jesika yang tengah mengunyah makanan, memegang ponselnya dengan tangan kiri.“Kamu menelpon siapa, Sayang?” tanya nenek yang duduk di hadapannya dengan dibatasi meja bulat.“Tian, Nek.”Megan mengangguk-angguk melanjutkan makan lagi, sementara Jesika membali bicara dengan Tian.“Mau apa dia datang lagi? sudah berapa kali dia datang menemui Antonio?”Nada bicara Jesika membuat Megan menatap penasaran.“Sayang kurang tahu, Nona. Mereka bicara di ruang tamu kantor. Saya hanya bisa melihat dari luar saja.Ruang tamu memang didesain dengan dinding kaca. Tidak ada privasi di sini memang, jadi akan jauh lebih netral untuk bicara dan tidak membuat siapapun salah sangka.“Biarkan saja mereka bicara. perempuan itu tidak akan menyerah sepertinya. Kamu bantu awasi saja. Aku takut dia ada campur tangan dengan klaim karya waktu itu.”“Baik, Nona.”Pemikiran Jesika sepertinya sama dengan Tian. sejujurnya Tian sudah melihat cctv di parkiran belakang ged