Sebagai cucu pemilik sebuah agensi, seharusnya Antonio tidak harus bersembunyi lama-lama mengenai kasusnya sekarang ini. Kalian tahu bagaimana uang bisa berkata segalanya. Uang akan menang, begitulah kata orang-orang. Namun, untuk saat ini Antonio belum bisa focus dengan kasusnya. Setelah menikah dengan gadis di dalam bagasi, seharusnya sekarang memang harus lebih focus untuk hal itu, apalagi nenek malah mendukung.
Dua koper besar sudah berada teras rumah. Jesika tidak tahu kapan dan siapa yang menatap semua barang-barang tersebut sampai masuk semua ke dalam koper. Bukan hanya baju dalam koper saja yang siap untuk dibawa, melainkan juga barang-barang lain seperti tas berisi perlatan wajah, ponsel dompet dan lain sebagainya.
“Jadi nenek membiarkan pelayan masuk ke ruang gantiku?” tanya Antonio dengan nada kesal.
Megan terlihat santai. “Kalau tidak begitu, kamu pasti akan sengaja mengulur waktu.”
Antonio berdecak sambil menyugar kasar rambutnya. Pria itu membuang muka lantas duduk di sofa mengabaikan neneknya. Sementara Jesika, dia sendiri sedang melipat selimut semalam.
“Lain kali jangan begitu,” ucap Antonio masih acuh.
Jesika dan Megan saling pandang. Sekarang Jesika mengerti kenapa Antonio meminta dirinya untuk selalu menyiapkan segala kebutuhannya di dalam kamar ini, ternyata karena memang pria itu tidak mau ada orang lain yang masuk ke dalam kamarnya lebih jauh.
“Bagaimana dengan Jesika? Aoa kamu juga melarangnya?”
Antonio memutar pandangan, tidak lama kemudian mendesah melihat Jesika. “Kalau dia terserah. Toh ia tinggal dikamar ini.”
Jesika meringis getir. Nada bicara yang terdengar tidak mengenakkan meski terdengar pelan.
“Sekarang kalian bersiap-siap. Oh ya Antonio …” Megan menunjuk Antonio dengan sorror mata. “Nenek tidak mau tahu. Kamu harus nikmati bulan madu di sana. Kamu yang memilih Jesika, perlakukan dia dengan baik.”
Peringatan yang membuat Antonio menghela nafas pendek. Antonio tahu nenek belum tahu bagaimana dirinya bisa menikah dengan Jesika, tapi entah kenapa Wanita tua itu langsung cocok begitu saja.
“Siapkan baju untukku!” perintah Antonio selepas nenek pergi. “Kamu sudah melihat daftar bagaimana aku berpakain setiap hari kan?”
Jesika mengangguk. Dalam hati berkata, “Apa semua orang kaya begini? Selalu banyak aturan?”
Jesika melenggak menuju ruang pakaian. Dia memilih sebuah kemeja katun lengan pendek, lalu celana cargo pendek. Untuk alas kaki, Jesika mengambil sebuah sepatu sneaker warna putih.
Selepas menyiapkan pakaian untuk sang suami, sekarang giliran Jesika yang bingung memilih baju. Bulan mad uke bali, biasanya identic dengan pantai bukan? Kalau begitu baju mana yang cocok untuk dikenakan?
Jesika masih belum memegang ponsel untuk saat ini, jadi tidak bisa untuk browsing melihat recomnedasi yang cocok.
Di luar, Antonio sudah siap dengan tampilannya, tapi di ruang ganti Jesika masih sibuk berdiri di depan lemari sambil terbengong sambil mengetuk-ngetuk dagunya dengan jari telunjuk.
“Aku pakai baju apa ya?” gumamnya masih sambil memilah. Membuka beberapa kali dress yang menggantung dan juga yang berada di tumpukan.
“Aku tunggu di luar. Aku tidak suka orang yang bertele-tele.”
Jesika langsung menelan ludah mendengar itu. saat pintu kamar ditutup, dadanya jadi berdegup lebih cepat, lalu buru-buru menyambar pakaian asal. Setelah menemukan pakaian yangs ekiranya cocok, Jesika juga masih harus berdandan, kan?
Jesika berdiri di depan cermin panjang, melihat bagaimana tampilan dirinya sendiri yang begitu mewah. Bukan mewah yang glamour, melainkan begitu cantik dan elegan. Pakaian ini pas di badan. Floral dress sepertinya memang cocok menjadi pilihan disaat sedang buru-buru.
Dari pada terlalu khawatir karena Antonio sudah lebih dulu ke bawah, Jesika hanya menggulung rambutnya asal. Dia mengikat rambut menyisakan beberapa helai di bagian kening dan pelipis. Tanpa riasan lain, Jesika menambahkan liptint sebagai mwarna bibirnya saja.
“Cantik sekali cucu nenek!” Megan menyambut Jesika yang baru sampai di lantai satu.
Wanita tua itu memberi pelukan singkat yang membuat Jesika sedikit bersemangat. Meskipun merasa asing di sini, setidaknya ada satu orang yang menganggapnya ada. Jelas sekali, satu orang yang berada di ambang pintu sudah menatapnya sinis sekarang. siapa lagi kalau bukan ibu mertua.
Megan menggandeng tangan Jesika ketika melenggak keluar. Sekarang Antonio berdiri di samping badan mobil dengan pintu yang sudah terbuka. Mulanya dia sedang mengetik sesuatu di ponselnya, tapi ketika wajahnya yang menunduk melihat sebuah kaki berfalsshoes, jari-jari yang mengetik itu berhenti bergerak.
Mata Antonio sejenak berhenti di mata kaki yang terlihat itu, perlahan naik menemukan kaki jenjang karena rok yang tersingkap tertiup angin pagi. Sebuah kaki yang begitu bersih walau hanya melihat sekilas.
Wajah Antonio sudah sejajar lurus ke depan. Dia melihat Wanita cantik dengan wajah natural di hadapannya. Rasanya jadi kikuk ketika ditatap, karena Jesika merasa mungkin pakaian dan tampilannya saat ini kurang cocok.
“Bagaimana? Cantik, kan?” tanya Megan sambil menaikkan satu alis menatap Antonio.
“Hm.” Antonio langsung melengos masuk ke dalam mobil, lalu berkata, “Aku tidak suka orang terlambat.”
Wajah Jesika seketika datar. Dia tersenyum pada nenek sebelum ikut masuk ke dalam mobil. Tentunya setelah menjabat tangan berpamitan.
Sebelum kaca mobil dinaikkan, nenek membungkuk dan mendekat ke sana. Beliau meminta Antonio untuk sedikit bergeser lebih ke pinggir, untuk membisikkan sesuatu.
“Mungkin di sana akan banyak wartawan, seharusnya kamu bisa menjaga Jesika dengan baik. Kamu paham?”
Antonio hanya berdehem lirih lagi.
Kenapa yang dikhawatirkan malah Jesika? Yang cucunya itu siapa?
“Seharusnya kamu bisa memanfaatkan keadaan ini sebagai mengalihan isu yang ada.”
Terdiam sejenak, Antonio coba untuk memahami perkataan neneknya barusan. Sebenarnya, mau sembunyi di mana pun, yang Namanya seorang pablik figure pasti akan ditemukan oleh paparazzi. Seharusnya Antonio siap dengan hal itu. toh selama ini dia sudah hidup di dunia entertain yang di mana selalu dikelilingi wartawan.
“Ini.”
Jesika menoleh, menatap sebuah kotak persegi panjang yang diulurkan Antonio. “Apa ini?” tanyanya.
“Kamu buta? Terlihat jelas ini apa, kan?”
Jesika menelan saliva sampai kepalanya sedikit mengangguk. “Untukku?”
“Memang untuk siapa lagi? aku akan kesusahan menghubungi kamu kalau tidak ada ponsel. Dan juga … mungkin kamu bisa menelpon orang tuamu. Cih! Itu juga kalau mereka peduli.”
Tubuhnya membisu beberapa saat, meski tangannya berhasil meraih kotak tersebut. Jesika tidak berpikir kalau mungkin Antonio tahu tentangnya, tapi yang ada dipikirannya saat ini memang kedua orang tuanya yang dengan tega menjualnya pada seorang pria. Sedari kemarin, Jesika mencoba melupakan hal itu, tapi mendadak kembali teringat.
Bagaimana kalau mereka menemukanku? Apa mereka akan menyeretku?”
Jesika malah jadi kepikiran. Dia masih menunduk menatap gambar ponsel pada kardus tersebut sampai tidak terasa tangannya gemetaran.
“Tuan …”
Antonio yang baru melajukan mobilnya menoleh. “Ada apa?”
“Bagaimana jika aku bertemu mereka?”
“Mereka siapa?”
“Orang tuaku.”
“Tergantung. Kamu mau di sini atau ikut mereka?”
Apa yang Antonio maksud? Apa dia melepaskan Jesika begitu saja?
Jesika menggigit bibirnya, sampai tidak sadar tangannya sudah merepas kotak ponsel. Dia belum mengatakan semua tentang dirinya yang bisa masuk ke dalam bagasi, dan mungkin seharusnya memang tidak perlu bercerita.
“Aku bole minta sesuatu jika tetap berada di samping anda, kan?”
“Ya.”
“Bolehkan saya memakai nama samaran?”
Antonio refleks menoleh sampai membuat laju mobil melambat.
“A-aku hanya, aku hanya takut bertemu mereka.”
Antonio mengerutkan kening. Dia tidak berkata apa-apa, melainkan justru mempercepat laju mobilnya.
***
Perjalanan berlangsung sekitar dua jam setengah untuk sampai di tempat tujuan. Sebuah mobil mengantar mereka setelah turun dari persawat menuju sebuah hotel yang tentunya sudah dipesan oleh nenek sebagai tempat singgah bulan madu. Sheraton Resort menjadi pilihan yang cocok untuk mereka sebagai pasangan pengantin baru.Disisi lain karena tempatnya yang mewah, Megan juga mengenal siapa pemilik hotel tersebut. Pernah juga ikut bergabung beberapa kali setiap ada perayaan tahunan di hotel tersebut.Sampai di hotel, mereka langsung diantar oleh dua orang Bellboy menuju kamar yang sudah dipesan. Sepanjang berjalan menyusuri Lorong, Jesika tidak berhenti terkagum-kagum dengan horel ini. di depan dia sudah di manjakan dengan pemandangan yang indah, bangunan mewah, lalu masuk ke dalam disambut layaknya seorang tamu special, hingga sampai diantar ke kamar.Jadi seperti inikah menginap di sebuah hotel?Jesika menoleh ke belakang sebelum pintu kamar dengan nomor 106 terbuka. Beberapa pintu berdere
“Jadi apa kamu sudah menemukan wanitamu yang kabur?”“Belum. Sial! aku hampir gila mencarinya.”“Aku kirim gambar padamu. Sebaiknya kamu melihatnya.”Panggilan masih tersambung, pria itu melihat sebuah pesan gambar yang masuk. Keningnya mulai berkerut ketika melihat seroang Wanita cantik dengan rambut digulung, dengan poni belah samping. Model rambut yang biasa menjadi tren di Korea.Pria itu kembali menempelkan ponsel pada telinganya. “Di mana kamu melihatnya.”“Jalanan dekat pantai kuta. Bukankah sangat mirip?”“Aku matikan telpon dulu. Kita bisara lagi nanti.”Saat panggilan sudah selesai, pria dengan rambut Buzz cut itu menepi menuju sebuah apartemen. Dia berjalan cepat menuju apartemennya yang berada di lantai dua puluh. Hari cukup melelahkan karena pekerjaan kantor sangat banyak.Sampai di dalam apartemnnya, Joseph langsung duduk di sofa dengan punggung bersandar. Dia menyelunjrkan kedua kakinya ke atas sofa, lalu membuka ponselnya lagi.Tatapan mata pada layar yang menyala itu
“Seharusnya kita segera pindah setelah mendapatkan uang itu, Pa!” decak Sera. “Dia sunggu menakutkan!”Atiqah manarik sang putri dalam pelukannya, sementara matanya menatap sedih bercampr kesal pada sang suami.“Seharusnya kamu mengawasinya lebih ketat supaya dia tidak kabur.”Sanjaya meraup wajah sambil mendesah berat. Bisnisnya mulai berkembang sebenarnya. “Jesika sudah di rumah itu sebelum kabur. Seharusnya pengawal Joseph yang lebih ketat penjagaannya.”“Memang benar, tapi kalau sudah begini, kita yang repot juga. Dia sampai mengancam akan membawa Sera.”Sanjaya meraup kasar wajahnya yang kusam. “Besok kita pindah. Toh sekarang bisnis kita sudah mulai berkembang. kita tidak akan lagi kekurangan. Kalian tenang saja.”Sanjaya berlalu meninggalkan sang istri dan putrinya yang masih berada di dalam kamar. Melihat ponselnya yang tergeletak di atas meja berlaci, Sanjaya mendekat ke sana. Dia ingat kalau Joseph mengirimkan sesuatu di sana,Sebelum duduk, Sanjaya mengambil kaca mata lebih
Dia tidak sungguh tidur di sampingku, kan?Jesika masih tidur seperti posisi semula. Niatnya akan beranjak ketika Antonio berada di dalam kamar mandi, tapi siapa sangka kalau pria itu bahkan tidak ada dua menit di dalam sana. Terpaksa Jesika yang sudah membuka mata, kembali mengatupkannya pura-pura tidur lagi.Samar-samar Jesika mendengar suara tapak kaki semakin mendekat. Jantung yang semula berdetak teratur, mendadak bergejolak lebih cepat.Apa dia datang ke sini?Antonio berdiri tepat di hadapan Jesika hanya dengan terhalang sofa panjang tanpa sandaran. Kening Antonio terlihat berkerut. Kepala miring, dia mengamati Jesika yang masih terlelap.Antonio mendesah berat lalu melempar handuk ke sembarang tempat. Dia paling malas melihat orang tidur tanpa posisi yang semenstinya. Kalau bukan karena rasa kantuk yang amat sangat, Antonio enggan sekali mengangkat tubuh Jesika—memindahkan—ke sebelah atas bahkan sampai menatakan bantal.“Apa kamu jarang makan? Kenapa ringan sekali,” seloroh An
Jesika meminta berjalan saja untuk sampai di pantai. Jaraknya terlihat jelas jika terlihat dari kamar hotel, tapi kalau dilalui dengan jalan kaki cukup jauh sekitar ratusan meter. Tian sudah menawarkan untuk mengendarai mobil saja, tapi Jesika menolaknya. Sepertinya berjalan menyusuri trotoar sambil melihat-lihat area sekitar menjadi lebih seru, toh tidak akan melelahkan.Wajah Jesika sangat sumringah bahkan hampir setiap orang yang berpapasan dengannya diberi senyuman merekah. Menganggukan kepala, juga sempat lambai telapak tangan.Sementara di belakang, Tian yang sedari tadi mengikuti diam-diam mulai merekam. Entah sudah medapatkan durasi berapa, tapi sepertinya cukup panjang karena dimulai dari ketika mendekati jalanan yang penuh dengan bunga dan pepohonan.“Ya Tuhan! Apa itu?” Jesika melihat sebuah toko aksesoris di sebelah kiri. “Ayo ke sana sebentar!” ajak Jesika pada Tian.Tian menurut saja.Jesika masuk ke dalam melenggak penuh kagum seperti anak kecil di diajak berbelanja ole
Tian membukakan pintu cukup lebar, lantas mempersilahkan Jesika masuk lebih dulu. Melihat kamar yang kosong, kening Jesika tampak berkerut. “Apa Tuan Antonio sedang pergi?” “Ya. Tuan pergi menemui temannya.” Jesika manggut-manggut. Cukup menyenangkan tidak ada Antonio di sini. Senyum bibir pun terlihat merekah sambil menatap boneka pikachu dan dua paper bag yang di bawa Tian. “Ini, Nona.” “Oke, terima kasih.” Jesika menerima belanjaannya lalu masuk ke dalam usai pintu ditutup. Senyumnya masih mengembang girang, lalu tanpa pergi mandi atau membersihkan diri lebih dulu, Jesika duduk dan mulai membongkar belanjaannya. Kedua kaki terangkat lalu duduk terlipat. Dia menuang satu paper bag hingga beberapa aksesoris seperti bando, gelang dan juga ikat rambut berjatuhan di atas sofa. “Astaga! ini sangat lucu-lucu sekali!” bibir sampai monyong menggoyangkan pundak betapa gemasnya dengan beberapa barang yang ia beli. Entah kapan Jesika terakhir kali memakai aksesoris Wanita. Dia punya, t
Jesika baru selesai mandi. Udara tidak terlalu dingin di sini, meski ac menyala. Mungkin bulan ini sedang musim panas, Jesika tidak terlalu mengerti hal itu. Masih mengenakan jubah handuk, Jesika berjalan menuju kopernya. Antonio belum pulang, setidaknya cukup santai untuk berganti pakaian. “Apa hanya ini yang ada di koperku?” decak Jesika ketika menemukan sebuah piama yang kesekian kalinya. Ini bukan hanya sekedar piama, tapi lebih tepatnya pakaian dinas malam seperti yang orang katakana. Modelnya tidak terlalu terbuka di bagian dada karena memiliki lengan sampai bawah pundak. Panjangnya juga pas selutut, tidak begitu menerawang. Namun, satu hal yang cukup membuat risih yaitu, bagian punggung yang terbuka dengan hiasan tali menyilang. Bagian terbuka itu bahkan hampir sampai ke pinggang. “Kenapa modelnya seperti ini semua, sih!” protes Jesika lagi. “Nenek sengaja, kah?” Ya, yang berkemas kemarin bukanlah Jesika sendiri melainkan Megan. Wanita tua berambut putih itu yang dengan seng
Selepas mandi, Jesika tidak menemukan keberadaan Antonio di kamar. Pria itu menghilang entah kemana tanpa berpamitan.“Aku harus apa sekarang?”Jesika bengong sambil mencoba memikirkan sesuatu. Menit berikutnya setelah pantat mendarat pada sofa yang menghadap pada layar tv lebar, Jesika teringat kalau dia belum menyentuh ponsel lagi sejak kemarin diberi oleh Antonio.Jesika menoleh ke belakang, lalu mengedarkan pandangan. “Di mana ya aku meletakkan ponselnya?”Jesika akhirnya beranjak karena teringat kalau ponselnya masih di dalam kardusnya. Jesika menuju tas jinjing yang kemarin ia bawa. Di sana ada beberapa keperluannya seperti pasta gigi dan sabun mandi.“Astaga! aku belum menyiapkan sabun mandi!” pekik Jesika tiba-tiba ketika tangannya yang merogog tas menemukan sabun Batangan.Dia buru-buru mengambilnya, lalu meletakkan di rak kamar mandi. Jesika keluar dari sana, dengan wajah terheran-heran.“Kenapa ya, kok dia harus ganti sabun setiap mandi? Kenapa tidak pakai sabun botolan saj
Di dalam otaknya, Antonio pernah berpikir untuk membantu keuangan Luna yang sedang merosot. Kabar rumah yang disita waktu itu, bahkan membuat Antonio merasa khawatir. Namun, rasa peduli itu nyatanya tidak dibalas dengan baik. Luna justru memainkan perannya sebagai orang yang licik penuh tipu muslihat. Keluar dari restoran, Antonio langsung meminta Tian untuk membawanya segera pergi. Antonio bahkan meninggalkan meja tanpa menunggu Luna kembali. Antonio tidak mau kalau sampai terjadi pertengkaran di sana, karena memang amarah Antonio sedang berada dipuncaknya. “Ada apa, Tuan?” tanya Tian ketika mobil sudah melaju. Wajah Antonio benar-benar merah padam. Kedua tangan tampak mengepal seperti ingin melayangkan tinju. Melihatnya saja membuat Tian bergidik ngeri. “Antar aku menemui Selena.” Kening Tian berkerut, namun akhrinya tetap menganggukkan kepala. Mobil melaku ke sebuah kompleks perumahan mewah. Sekarang sudah pukul dua siang, sialnya Selena sedang tidak du rumah. “Tian, kamu kump
Jesika mengatur pertemuan dengan rekan-rekannya di sebuah restoran berlantai dua di dekat danau. Jaraknya memang cukup jauh dengan kantor, tapi tidak masalah menurt Jesika karena datang beramai-ramai diantar mobil kantor. Setidaknya sekaran juga menjelang hari minggu, jadi berada diluar kantor cukup panjang tidak terlalu masalah.Sementara di kantor sendiri, Antonio dan beberapa infestor mulai kembali membahas tentang dana yang hilang. Pembahasan ini juga langsung teruju pada sebuah cctv yang Tian dapatkan dari setiap ruangan di sini.Siapa sangka kalau ternyata Luna pernah duduk di kursi ruangan kerja Antonio ketika Antonio tengah keluar sebentar untuk mengambil sesuatu kala itu. Antonio tidak pernah manaruh rasa curiga sebelumnya, karena memang yang dia pikir Luna adalah rekan yang baik.“Kamu yakin itu Luna?” tanya Antonio.“Jadi Tuan tidak percaya kalau ini Nona Luna?”Antonio menelan ludah dengan pertanyaan itu. memang sikap Antonio terlalu menyebalkan akhir-akhir ini karena terl
Masuk ke dalam kamar, Antonio melihat sang istri meringkuk di atas ranjang tanpa mengenakan selimut. Antonio meletakkan jas yang tersampir pada lengannya di atas sandaran sofa. Selepas itu, dia mendekati ranjang memeriksa keadaan sang istri. Melihat posisi Jesika, sepertinya Wanita itu ketiduran saat menunggu Antonio pulang.“Kenapa kamu tidak mengenakan selimut? Kamar dingin sekali.” Antonio membungkuk lalu meraij selimut.Namun, ketika hendak menutupkan pada Sebagian tubuh Jesika, Jesika malah terbangun. Wanita itu merangkuk lalu membalikkan badan.“Kamu sudah pulang?”Antonio tersenyum, kemudian duduk membantu sang istri yang beranjak duduk. “Kamu ketiduran?”Masih dengan mata sayu belum terbuka sempurna, Jesika mengangguk. “Kenapa baru pulang?” sekarang Jesika mencoba menatap jam dinding yang menunjukkan pukul sepuluh malam.Antonio tersenyum tipis, mengelus lembut pucuk kepala sang istri. “Maaf, hari ini lumayan sibuk.”Jadi dia tidak mau mengatakannya padaku?Jesika terdiam mema
Sebelumnya saya minta maaf karena mungkin banyak typo. saya belum sempat untuk mengoreksinya kembali.***Jesika mungkin harus menunggu hingga malam tiba untuk bisa bertemu dengan sang suami. Di kantor, Jesika hanya sempat bertemu ketika tadi nyelonong masuk ke dalam ruangan, tapi setelah itu Jesika tidak melihat lagi bahkan hingga jam pulang kerja. Jesika bahkan pulang lebih dulu karena kata Tian pekerjaan Antonio belum selesai.“Kamu pulang sendiri, Jes?” tanya mama yang menyambutnya di depan pintu ruang tamu.Jesika mengangguk lalu mencium punggung telapak tangan mama mertuanya itu.“Antonio di mana?”Mereka berdua berjalan bersama masuk ke dalam.“Kata Tian, Antonio masih ada kerjaan.”“Tumben?”“Iya, aku juga kurang tahu, Ma. Aku tidak sempat bicara dengannya di kantor.”Menjelang makan malam, Antonio masih belum juga kunjung pulang ke rumah. dia menyempatkan diri menelpon Jesika dengan mengatakan kalau sebentar lagi akan pulang, namun meski begitu tatap saja merasa khawatir kare
Jesika tidak mau peduli mengenai Selena, tapi ketika dia hendak pergi membeli beberapa lembar kertas di sebuah toko, dia tidak sengaja melihat Selena tengah berdebat dengan seseorang. Jesika mengamati dari kejauhan.“Aku sudah mengirim banyak pada ayah. Ayah tidak perlu menemuiku ke sini!”“Ayah butuh lebih. Kalau sampai siang ini ayah tidak mendapatkan uang, ayah bisa mati.”“Apa peduliku?”“Anak kurang ajar!”Selena langsung menyingkir ketika tangan itu melayang hendak menampar dirinya. Jesika yang melihat dari kejauhan sampai membelalakkan mata dan menutup mulut.“Ayah jangan macam-macam denganku di tempat umum. Aku sudah beberapa kali memperingati ayah untuk tidak menemuiku di tempat umum. Ayah tahu resikonya, kan?”Pria berjenggot itu berdecak, menghempas tangan lalu berlalu pergi dengan sia-sia tanpa mendapatkan uang. sementara Selena, dia hanya bisa menghela nafas lalu menyapu ke area sekitar berharap tidak ada yang melihat perdebata baru saja.Jesika yang langsung bersembunyi,
Memang siapa yang sangka kalau Selena bisa melakukan hal sekeji itu hanya demi karirnya? Terkadang memang hal kotor bisa dilakukan demi sesuatu yang ingin sekali digapai, hanya saja cara Selena benar-benar di luar nalar walaupun pada kenyataannya banyak yang begitu di luar sana.“Aku benar-benar tidak menyangka kalau Antonio melupakanku demi Wanita yang jauh di bawahku.” Selena menyulut rokoknya sampai asap mengepul tinggi ke udara.“Jangan bilang sebenarnya kamu masih mengharapkan Amtonio?” Pemela menebak-nebak denga mata sinis. “Kamu masih belum move on?”“Oh come on! Ini sudah satu tahun lebih. Tentu saja aku sudah move on.”Pamela tersenyum miring. “Kamu yakin? Jangan kamu pikir aku tidak tahu kalau kamu masih sering memantaunya dari jauh. Kamu bahkan meminta Luna untuk bisa lebih dekat dengan Antonio. Kamu Cuma menggunakannya sebagai alat untuk mengetahui tentang mereka kan?”“Brengsek kamu!” umpat Selena. “Aku tidak ada maksud seperti itu. setidaknya Luna lebih tinggi dari istri
Ketika Antonio berjalan mendekat setelah turun dari panggung, dengan bangganya Jesika bertepuk tangan. Bibirnya tersenyum menunjukkan deretan gigi yang putih. Reaksi Antonio yang langsung mengusap pucuk kepala Jesika, tentunya membuat siapa pun akan merasa iri.“Ah, kasihan sekali Selena. Pria seperhatian itu malah ditinggal kabur dulu.”“Benar juga. Jesika sangat beruntung mendapatkan Antonio.”Selena yang berdiri hampir di di paling ujung mendengar percakapan tamu undangan itu, tapi dia hanya menarik satu ujung bibir ke atas dengan wajah acuh sambil menenggak minumannya.“Kalau bukan karena keluarganya yang tak merestui, aku juga tidak mungkin meninggalkan Antonio. Mereka pikir sangat mudah menjadi diriku yang tidak disambut di keluarga Antonio. Brengsek!”Selena meletakkan gelasnya lalu beranjak pergi ke toilet.“Kamu ngobrol sama nenek dulu, aku mau ke toilet dulu sebentar.”“Oke.”Jesika menghampiri nenek yang tengah ngobrol dengan rekan-rekan dan beberapa artis di sana. ketika J
Entah kapan Antonio terakhir kali menginjakkan kaki di gedung agensi milik neneknya. Setiap langkah, ketika melihat beberapa poster dan layar monitor di beberapa titik dinding gedung, terkadang membuat rasa rindu untuk kembali lagi ke sini. Namun, Antonio lebih merasa nyaman ketika sudah meninggalkan agensi. Rasanya bisa berekspresi lebih luas lagi, dan juga tidak terlalu banyak tututan.“Ada apa?” tegur Jesika ketika melihat wajah sendu sang suami.Antonio bergidik lalu tersenyum. “Tidak, aku hanya sedikit rindu ketika masih di sini.”Jesika mengusap lengan Antonio lalu menggandengnya dengan erat. Beberapa orang atau tamu lain berjalan di belakang mereka, tapi tentunya tidak terlihat heboh karena memang ini sudah aturannya bagi siapa pun yang ingin datang ke acara tahunan agensi.Mereka menuju lantai tiga di mana acara akan berlangsung. Papa dan mama tidak bisa datang, jadi hanya nenek yang berangkat bersama Antonio dan Jesika. ada Tian dan Bitt juga pastinya.Sampai di ruanga acara,
“Wanita itu menemui Antonio lagi?”“Iya, Nona.”Jesika yang tengah mengunyah makanan, memegang ponselnya dengan tangan kiri.“Kamu menelpon siapa, Sayang?” tanya nenek yang duduk di hadapannya dengan dibatasi meja bulat.“Tian, Nek.”Megan mengangguk-angguk melanjutkan makan lagi, sementara Jesika membali bicara dengan Tian.“Mau apa dia datang lagi? sudah berapa kali dia datang menemui Antonio?”Nada bicara Jesika membuat Megan menatap penasaran.“Sayang kurang tahu, Nona. Mereka bicara di ruang tamu kantor. Saya hanya bisa melihat dari luar saja.Ruang tamu memang didesain dengan dinding kaca. Tidak ada privasi di sini memang, jadi akan jauh lebih netral untuk bicara dan tidak membuat siapapun salah sangka.“Biarkan saja mereka bicara. perempuan itu tidak akan menyerah sepertinya. Kamu bantu awasi saja. Aku takut dia ada campur tangan dengan klaim karya waktu itu.”“Baik, Nona.”Pemikiran Jesika sepertinya sama dengan Tian. sejujurnya Tian sudah melihat cctv di parkiran belakang ged