Jesika mengatur pertemuan dengan rekan-rekannya di sebuah restoran berlantai dua di dekat danau. Jaraknya memang cukup jauh dengan kantor, tapi tidak masalah menurt Jesika karena datang beramai-ramai diantar mobil kantor. Setidaknya sekaran juga menjelang hari minggu, jadi berada diluar kantor cukup panjang tidak terlalu masalah.Sementara di kantor sendiri, Antonio dan beberapa infestor mulai kembali membahas tentang dana yang hilang. Pembahasan ini juga langsung teruju pada sebuah cctv yang Tian dapatkan dari setiap ruangan di sini.Siapa sangka kalau ternyata Luna pernah duduk di kursi ruangan kerja Antonio ketika Antonio tengah keluar sebentar untuk mengambil sesuatu kala itu. Antonio tidak pernah manaruh rasa curiga sebelumnya, karena memang yang dia pikir Luna adalah rekan yang baik.“Kamu yakin itu Luna?” tanya Antonio.“Jadi Tuan tidak percaya kalau ini Nona Luna?”Antonio menelan ludah dengan pertanyaan itu. memang sikap Antonio terlalu menyebalkan akhir-akhir ini karena terl
Di dalam otaknya, Antonio pernah berpikir untuk membantu keuangan Luna yang sedang merosot. Kabar rumah yang disita waktu itu, bahkan membuat Antonio merasa khawatir. Namun, rasa peduli itu nyatanya tidak dibalas dengan baik. Luna justru memainkan perannya sebagai orang yang licik penuh tipu muslihat. Keluar dari restoran, Antonio langsung meminta Tian untuk membawanya segera pergi. Antonio bahkan meninggalkan meja tanpa menunggu Luna kembali. Antonio tidak mau kalau sampai terjadi pertengkaran di sana, karena memang amarah Antonio sedang berada dipuncaknya. “Ada apa, Tuan?” tanya Tian ketika mobil sudah melaju. Wajah Antonio benar-benar merah padam. Kedua tangan tampak mengepal seperti ingin melayangkan tinju. Melihatnya saja membuat Tian bergidik ngeri. “Antar aku menemui Selena.” Kening Tian berkerut, namun akhrinya tetap menganggukkan kepala. Mobil melaku ke sebuah kompleks perumahan mewah. Sekarang sudah pukul dua siang, sialnya Selena sedang tidak du rumah. “Tian, kamu kump
“Siapa kamu? kenapa keluar dari bagasi mobilku?”Suara bariton seorang pria menghentikan wanita yang tengah kesulitan mengatur gaun pernikahan yang dipakainya.Hari ini seharusnya jadi hari pernikahan Jesika, tetapi wanita itu memilih kabur dengan memasuki bagasi sebuah mobil dengan asal. Mobil tersebut sempat pergi, Jessika tahu karena dia merasakan beberapa kali terguncang di dalam bagasi. Untuk itu, ketika akhirnya mobil berhenti, tanpa pikir panjang dia segera keluar dan mencoba kabur lagi.Namun, sayang … pria pemilik mobil itu lebih dulu melihatnya.“A-aku, aku hanya—”“Ikut aku.”Pria itu mencengkeram pergelangan tangannya, lalu menyeretnya ke dekat dengan tangga tinggi menuju pintu masuk ke dalam sebuah gedung.“Kamu sudah menyusup ke dalam mobilku. Aku bisa saja melaporkanmu ke polisi sekarang juga!”Jesika jelas panik. Cepat-cepat, ia memohon pada pria tersebut yang kini tengah menatapnya tajam, “Bukan begitu. Maaf, aku hanya … tolong jangan laporkan aku.”Dia menangkup kedu
“Cantik sekali istrimu, Antonio.”Salah satu wanita dengan rambut yang sudah memutih seutuhnya itu memuji penampilan Jesika. Wanita tua itu menggenggam kedua tangan Jesika dengan sorot mata penuh kekaguman. Setelah upacara pernikahan selesai, satu persatu tamu menghampiri dan menyapa mereka.Dan, tidak ada yang bisa Jesika lakukan selain mengangguk dan tersenyum.‘Sial! Aku bahkan kehilangan suaraku sekarang!’“Nenek tidak menyangka kalau pengantinmu secantik ini. Nenek akan sangat kecewa kalau kamu menikahi wanita sialan itu.”“Nenek!” hardik Antonio pelan.‘Apa yang sebenarnya terjadi? Apa pengantinnya juga kabur?’Jesika terus bertanya-tanya dalam hati. Bibirnya masih melengkung meski terasa kaku karena bingung dengan perasaannya sekarang. Semua orang terlihat bahagia dengan pernikahan ini, tapi tidak dengan dirinya. Ini seperti mimpi buruk, bukan?Setelah acara pernikahan penuh kepalsuan itu selesai, Jesika masih tidak bisa pergi, sebab Antonio membawanya masuk ke mobil pengantin.
“Apa kamu akan terus-terusan memakai gaun itu?” Antonio keluar dari kamar mandi dengan handuk yang melingkar di pinggangnya.Jesika yang tengah duduk di sofa dekat ranjang langsung memalingkan wajahnya yang memerah. “A-aku….”“Mandilah. Setelah itu kita turun makan malam.”“Tapi …”“Pakaian kamu ada di lemari,” ucap Antonio sambil menunjuk ke sebuah lemari putih besar.Jesika menatap ke arah sana. Cukup lama dia terdiam memandangi lemari putih itu, sampai-sampai tidak sadar jika Antonio telah selesai berpakaian.Lalu, saat terdengar langkah Antonio yang nyaris menggapai pintu, Jesika berteriak panik. “Tunggu!”Antonio menghentikan langkahnya lalu menoleh. “Kenapa?”Jesika bingung cara mengatakannya, tapi dia kemudian mengangkat tangan ke belakang, lalu memutar tubuh dan menunjukkan resleting gaunnya yang susah dijangkau.Antonio tidak bereaksi apa-apa selain mendekat. Bibir itu mengatup rapat, tapi kakinya perlahan semakin dekat.Jesika sudah berdiri sambil memunggungi sejak tadi. Dia
“Kemari, Sayang!”Sambutan hangat dari Nenek yang sudah menunggu di meja makan, diikuti tatapan kedua orang tua Antonio yang tidak bisa ditebak maksudnya itu benar-benar membuat Jesika gugup.Seorang pelayan menggeser bangku makan untuk Jesika. Malu-malu, gadis itu menurut dan menghampiri Nenek Megan. Meski telah mengetahui Nenek memperlakukannya dengan baik, tetap saja membuat badannya terasa panas dingin. Kedua tangannya gemetaran dan basah. “Sini, Sayang,” ucap Megan lagi. “Duduk dekat Nenek.”Jesika tersenyum, tapi jelas sekali sebuah senyum yang berbetuk seperti sebuah kepanikan yang disembunyikan.Makan malam pun berlangsung. Tidak ada obrolan selama proses makan malam. Mereka semua terdiam menikmati hidangan yang ada. Suasan hening yang terasa, justru membuat Jesika semakin merasa gugup.Ketika tiba waktunya menyantap hidangan penutup, Agatha berdehem membuat yang lain terkesiap sesaat. “Antonio, kamu tidak mau sedikit bercerita tentang istrimu sama nenekmu?” tanyanya.Antonio
“Aku tidak mau masuk ke dalam sana. Sebaiknya aku turun.”Selepas perbincangan tiket bulan madu yang tidak disukai Antonio, Jesika memilih keluar dari kamar. Pasalnya, pria itu tidak membantah lagi perintah Nenek Megan, tetapi justru mengamuk di dalam kamar.Sayang, keberadaannya yang seorang diri itu dilihat oleh seseorang.“Jesika? Kenapa di sini sendirian? Mana Antonio?”Jesika langsung melompat kecil. Badannya spontan berbalik, bertemu dengan sosok yang baru saja memanggil namanya. “Ne-nenek …” celetuknya gagap. Jesika hampir mendesis ketika bibirnya mendadak kaku saat bicara dengan Megan. “A-Antonio, di kamar, Nek.”“Apa Antonio memarahimu?”Nenek Megan kembali bertanya.“Tidak,” jawab Jesika dengan cepat sampai nadanya sedikit melengking, membuatnya dengan cepat mengatupkan bibir lalu menunduk malu.Megan tersenyum, lalu menepuk kedua pundak Jesika. “Tidurlah, kamu pasti capek. Susul suamimu. Kalau dia macam-macam, kamu bisa katakan pada Nenek.”Jesika tersenyum kecil, lalu meng
Bukannya mendapat sebuah jawaban atas pertanyannya, Jesika justru akan dihadapakan dengan sebuah perjanjian. Antonio berdiri dengan tatapan tegas, bicara dengan jelas sampai rasanya ebrgema di ruangan kamar luas ini.“Kamu yang masuk sendiri ke sini. Jadi jangan harap kamu minta lepas.”“Apa maksud Tuan?” Jesika menatap pasrah.“Kamu sendiri yang datang padaku, kan? Aku mana mungkin melepaskan kamu begitu saja. Setidaknya kamu balas budi karena dengan masuk ke dalam mobilku kamu bisa berhasil kabur dari pernikahanmu.”Jesika ingin sekali mengumpat Kasar. Memang jelas Jesika berhasil kabur dari pernikahannya sendiri, namun bukan berarti malah masuk ke dalam pernikahan lain sebagai pengantinnya. Belum lagi pernikahan yang terjadi kemarin, seperti sebuah pernikahan yang sangat tertutup. Hanya orang-orang tertentu yang datang.“Tapi, Tuan …”“Kamu tidak mau masuk penjara karena masuk ke dalam mobil orang tanpa izin kan?”Jesika harus apa? tidak ada pilihan lain, bukan? Lalu sekarang apa?
Di dalam otaknya, Antonio pernah berpikir untuk membantu keuangan Luna yang sedang merosot. Kabar rumah yang disita waktu itu, bahkan membuat Antonio merasa khawatir. Namun, rasa peduli itu nyatanya tidak dibalas dengan baik. Luna justru memainkan perannya sebagai orang yang licik penuh tipu muslihat. Keluar dari restoran, Antonio langsung meminta Tian untuk membawanya segera pergi. Antonio bahkan meninggalkan meja tanpa menunggu Luna kembali. Antonio tidak mau kalau sampai terjadi pertengkaran di sana, karena memang amarah Antonio sedang berada dipuncaknya. “Ada apa, Tuan?” tanya Tian ketika mobil sudah melaju. Wajah Antonio benar-benar merah padam. Kedua tangan tampak mengepal seperti ingin melayangkan tinju. Melihatnya saja membuat Tian bergidik ngeri. “Antar aku menemui Selena.” Kening Tian berkerut, namun akhrinya tetap menganggukkan kepala. Mobil melaku ke sebuah kompleks perumahan mewah. Sekarang sudah pukul dua siang, sialnya Selena sedang tidak du rumah. “Tian, kamu kump
Jesika mengatur pertemuan dengan rekan-rekannya di sebuah restoran berlantai dua di dekat danau. Jaraknya memang cukup jauh dengan kantor, tapi tidak masalah menurt Jesika karena datang beramai-ramai diantar mobil kantor. Setidaknya sekaran juga menjelang hari minggu, jadi berada diluar kantor cukup panjang tidak terlalu masalah.Sementara di kantor sendiri, Antonio dan beberapa infestor mulai kembali membahas tentang dana yang hilang. Pembahasan ini juga langsung teruju pada sebuah cctv yang Tian dapatkan dari setiap ruangan di sini.Siapa sangka kalau ternyata Luna pernah duduk di kursi ruangan kerja Antonio ketika Antonio tengah keluar sebentar untuk mengambil sesuatu kala itu. Antonio tidak pernah manaruh rasa curiga sebelumnya, karena memang yang dia pikir Luna adalah rekan yang baik.“Kamu yakin itu Luna?” tanya Antonio.“Jadi Tuan tidak percaya kalau ini Nona Luna?”Antonio menelan ludah dengan pertanyaan itu. memang sikap Antonio terlalu menyebalkan akhir-akhir ini karena terl
Masuk ke dalam kamar, Antonio melihat sang istri meringkuk di atas ranjang tanpa mengenakan selimut. Antonio meletakkan jas yang tersampir pada lengannya di atas sandaran sofa. Selepas itu, dia mendekati ranjang memeriksa keadaan sang istri. Melihat posisi Jesika, sepertinya Wanita itu ketiduran saat menunggu Antonio pulang.“Kenapa kamu tidak mengenakan selimut? Kamar dingin sekali.” Antonio membungkuk lalu meraij selimut.Namun, ketika hendak menutupkan pada Sebagian tubuh Jesika, Jesika malah terbangun. Wanita itu merangkuk lalu membalikkan badan.“Kamu sudah pulang?”Antonio tersenyum, kemudian duduk membantu sang istri yang beranjak duduk. “Kamu ketiduran?”Masih dengan mata sayu belum terbuka sempurna, Jesika mengangguk. “Kenapa baru pulang?” sekarang Jesika mencoba menatap jam dinding yang menunjukkan pukul sepuluh malam.Antonio tersenyum tipis, mengelus lembut pucuk kepala sang istri. “Maaf, hari ini lumayan sibuk.”Jadi dia tidak mau mengatakannya padaku?Jesika terdiam mema
Sebelumnya saya minta maaf karena mungkin banyak typo. saya belum sempat untuk mengoreksinya kembali.***Jesika mungkin harus menunggu hingga malam tiba untuk bisa bertemu dengan sang suami. Di kantor, Jesika hanya sempat bertemu ketika tadi nyelonong masuk ke dalam ruangan, tapi setelah itu Jesika tidak melihat lagi bahkan hingga jam pulang kerja. Jesika bahkan pulang lebih dulu karena kata Tian pekerjaan Antonio belum selesai.“Kamu pulang sendiri, Jes?” tanya mama yang menyambutnya di depan pintu ruang tamu.Jesika mengangguk lalu mencium punggung telapak tangan mama mertuanya itu.“Antonio di mana?”Mereka berdua berjalan bersama masuk ke dalam.“Kata Tian, Antonio masih ada kerjaan.”“Tumben?”“Iya, aku juga kurang tahu, Ma. Aku tidak sempat bicara dengannya di kantor.”Menjelang makan malam, Antonio masih belum juga kunjung pulang ke rumah. dia menyempatkan diri menelpon Jesika dengan mengatakan kalau sebentar lagi akan pulang, namun meski begitu tatap saja merasa khawatir kare
Jesika tidak mau peduli mengenai Selena, tapi ketika dia hendak pergi membeli beberapa lembar kertas di sebuah toko, dia tidak sengaja melihat Selena tengah berdebat dengan seseorang. Jesika mengamati dari kejauhan.“Aku sudah mengirim banyak pada ayah. Ayah tidak perlu menemuiku ke sini!”“Ayah butuh lebih. Kalau sampai siang ini ayah tidak mendapatkan uang, ayah bisa mati.”“Apa peduliku?”“Anak kurang ajar!”Selena langsung menyingkir ketika tangan itu melayang hendak menampar dirinya. Jesika yang melihat dari kejauhan sampai membelalakkan mata dan menutup mulut.“Ayah jangan macam-macam denganku di tempat umum. Aku sudah beberapa kali memperingati ayah untuk tidak menemuiku di tempat umum. Ayah tahu resikonya, kan?”Pria berjenggot itu berdecak, menghempas tangan lalu berlalu pergi dengan sia-sia tanpa mendapatkan uang. sementara Selena, dia hanya bisa menghela nafas lalu menyapu ke area sekitar berharap tidak ada yang melihat perdebata baru saja.Jesika yang langsung bersembunyi,
Memang siapa yang sangka kalau Selena bisa melakukan hal sekeji itu hanya demi karirnya? Terkadang memang hal kotor bisa dilakukan demi sesuatu yang ingin sekali digapai, hanya saja cara Selena benar-benar di luar nalar walaupun pada kenyataannya banyak yang begitu di luar sana.“Aku benar-benar tidak menyangka kalau Antonio melupakanku demi Wanita yang jauh di bawahku.” Selena menyulut rokoknya sampai asap mengepul tinggi ke udara.“Jangan bilang sebenarnya kamu masih mengharapkan Amtonio?” Pemela menebak-nebak denga mata sinis. “Kamu masih belum move on?”“Oh come on! Ini sudah satu tahun lebih. Tentu saja aku sudah move on.”Pamela tersenyum miring. “Kamu yakin? Jangan kamu pikir aku tidak tahu kalau kamu masih sering memantaunya dari jauh. Kamu bahkan meminta Luna untuk bisa lebih dekat dengan Antonio. Kamu Cuma menggunakannya sebagai alat untuk mengetahui tentang mereka kan?”“Brengsek kamu!” umpat Selena. “Aku tidak ada maksud seperti itu. setidaknya Luna lebih tinggi dari istri
Ketika Antonio berjalan mendekat setelah turun dari panggung, dengan bangganya Jesika bertepuk tangan. Bibirnya tersenyum menunjukkan deretan gigi yang putih. Reaksi Antonio yang langsung mengusap pucuk kepala Jesika, tentunya membuat siapa pun akan merasa iri.“Ah, kasihan sekali Selena. Pria seperhatian itu malah ditinggal kabur dulu.”“Benar juga. Jesika sangat beruntung mendapatkan Antonio.”Selena yang berdiri hampir di di paling ujung mendengar percakapan tamu undangan itu, tapi dia hanya menarik satu ujung bibir ke atas dengan wajah acuh sambil menenggak minumannya.“Kalau bukan karena keluarganya yang tak merestui, aku juga tidak mungkin meninggalkan Antonio. Mereka pikir sangat mudah menjadi diriku yang tidak disambut di keluarga Antonio. Brengsek!”Selena meletakkan gelasnya lalu beranjak pergi ke toilet.“Kamu ngobrol sama nenek dulu, aku mau ke toilet dulu sebentar.”“Oke.”Jesika menghampiri nenek yang tengah ngobrol dengan rekan-rekan dan beberapa artis di sana. ketika J
Entah kapan Antonio terakhir kali menginjakkan kaki di gedung agensi milik neneknya. Setiap langkah, ketika melihat beberapa poster dan layar monitor di beberapa titik dinding gedung, terkadang membuat rasa rindu untuk kembali lagi ke sini. Namun, Antonio lebih merasa nyaman ketika sudah meninggalkan agensi. Rasanya bisa berekspresi lebih luas lagi, dan juga tidak terlalu banyak tututan.“Ada apa?” tegur Jesika ketika melihat wajah sendu sang suami.Antonio bergidik lalu tersenyum. “Tidak, aku hanya sedikit rindu ketika masih di sini.”Jesika mengusap lengan Antonio lalu menggandengnya dengan erat. Beberapa orang atau tamu lain berjalan di belakang mereka, tapi tentunya tidak terlihat heboh karena memang ini sudah aturannya bagi siapa pun yang ingin datang ke acara tahunan agensi.Mereka menuju lantai tiga di mana acara akan berlangsung. Papa dan mama tidak bisa datang, jadi hanya nenek yang berangkat bersama Antonio dan Jesika. ada Tian dan Bitt juga pastinya.Sampai di ruanga acara,
“Wanita itu menemui Antonio lagi?”“Iya, Nona.”Jesika yang tengah mengunyah makanan, memegang ponselnya dengan tangan kiri.“Kamu menelpon siapa, Sayang?” tanya nenek yang duduk di hadapannya dengan dibatasi meja bulat.“Tian, Nek.”Megan mengangguk-angguk melanjutkan makan lagi, sementara Jesika membali bicara dengan Tian.“Mau apa dia datang lagi? sudah berapa kali dia datang menemui Antonio?”Nada bicara Jesika membuat Megan menatap penasaran.“Sayang kurang tahu, Nona. Mereka bicara di ruang tamu kantor. Saya hanya bisa melihat dari luar saja.Ruang tamu memang didesain dengan dinding kaca. Tidak ada privasi di sini memang, jadi akan jauh lebih netral untuk bicara dan tidak membuat siapapun salah sangka.“Biarkan saja mereka bicara. perempuan itu tidak akan menyerah sepertinya. Kamu bantu awasi saja. Aku takut dia ada campur tangan dengan klaim karya waktu itu.”“Baik, Nona.”Pemikiran Jesika sepertinya sama dengan Tian. sejujurnya Tian sudah melihat cctv di parkiran belakang ged