“Apa kamu akan terus-terusan memakai gaun itu?” Antonio keluar dari kamar mandi dengan handuk yang melingkar di pinggangnya.
Jesika yang tengah duduk di sofa dekat ranjang langsung memalingkan wajahnya yang memerah. “A-aku….”
“Mandilah. Setelah itu kita turun makan malam.”
“Tapi …”
“Pakaian kamu ada di lemari,” ucap Antonio sambil menunjuk ke sebuah lemari putih besar.
Jesika menatap ke arah sana. Cukup lama dia terdiam memandangi lemari putih itu, sampai-sampai tidak sadar jika Antonio telah selesai berpakaian.
Lalu, saat terdengar langkah Antonio yang nyaris menggapai pintu, Jesika berteriak panik. “Tunggu!”
Antonio menghentikan langkahnya lalu menoleh. “Kenapa?”
Jesika bingung cara mengatakannya, tapi dia kemudian mengangkat tangan ke belakang, lalu memutar tubuh dan menunjukkan resleting gaunnya yang susah dijangkau.
Antonio tidak bereaksi apa-apa selain mendekat. Bibir itu mengatup rapat, tapi kakinya perlahan semakin dekat.
Jesika sudah berdiri sambil memunggungi sejak tadi. Dia sedikit menundukkan kepala sambil menggigit bibir bawah. Rasa takut dan was-was menyerang. Ketika tangan Antonio menyentuh resleting, kedua mata Jesika terpejam erat. Dia masih menggigit bibirnya sampai memerah, menahan debaran jantung yang menggila.
Hingga resleting itu mencapai satu posisi yang dia yakini bisa diraihnya, Jesika berteriak tiba-tiba. “Cukup!”
Tangan Antonio berhenti lalu ia bergerak mundur. Satu alisnya terlihat turun, menunggu Jesika berbalik badan.
Namun, wanita itu tidak berbalik dan masih menunduk. “Terima kasih.”
“Hm.”
Setelahnya, Antonio ke luar meninggalkan kamar. Setelah berada di luar, pria itu terdiam sejenak.
Antonio tahu Jesika merasakan kegugupan tadi. Pun, hal itu dirasakannya, terlebih saat dia melihat bagaimana punggung putih bersih milik Jesika yang dihiasi dengan satu tahi lalat di belakang leher.
Namun, tidak ingin terbawa perasaan lebih jauh, Antonio memutuskan segera turun ke lantai satu.
Sementara itu, di dalam kamar Jesika kembali didera perasaan gelisah. Dia mungkin bisa bernapas lega karena berhasil lari dari pernikahan paksaan yang dirancang orang tuanya. Namun, dia belum akan bisa tenang, karena pelariannya justru berakhir dengan dia terjerat pernikahan ini bersama orang asing yang baru dikenalnya.
‘Apa pernikahanku kali ini bernasib lebih baik?’
**
“Di mana istrimu?”Oh astaga! Antonio melupakan status barunya jika dia sudah menjadi seorang suami, dan memiliki seorang istri.Antonio berdeham mencoba tenang. “Dia sedang mandi.”
“Kenapa tidak kamu tunggu?”
Sebelum perselisihan antara Megan dan Antonio terjadi, Ibu Antonio lebih dulu melerai. “Ibu, biarlah … nanti juga menyusul ke sini.”
Raut wajah Megan terlihat datar usai berdecak. “Dia itu orang baru di sini. Seharusnya kamu tunggu.” Wanita tua itu seolah tuli pada pembelaan Agatha—Ibu Antonio tadi.
“Iya, Nek,” desah Antonio.
Antonio mendesah berat sebelum mengangkat pantatnya. Dia terpaksa naik lagi ke lantai dua untuk menjemput wanita asing yang sekarang resmi menjadi istrinya.
Seharusnya tidak masalah jika Antonio langsung nyelonong masuk tanpa mengetuk pintu. Itu adalah kamarnya sendiri. Tak ada siapa pun di dalam sini.
Namun, Antonio seolah kembali lupa bahwa ada Jesika yang juga akan menghuni kamar itu bersama dirinya. Saat pria itu masuk, terlihat Jesika sedang menatap lekat pada dressing room yang memang telah lengkap terisi.
Tatapan heran, bercampur dengan kekaguman terpancar dari binar mata gadis itu. Namun, hingga lebih dari 5 menit, tidak ada satu pun yang diambil Jesika untuk dipakai … hingga akhirnya membuat Antonio menggeram, “Apa tidak bisa cepat sedikit?!”
Jesika terlonjak begitu saja ketika mendengar suara Antonio. Jesika yang hanya mengenakan handuk, sebisa mungkin memeluk tubuhnya sendiri.
“Kenapa Anda bisa ada di sini?”
“Ini kamarku.”
“Oh, maaf.” Jesika langsung menunduk. Dia benar-benar malu sekarang.
Antonio tidak ada niatan untuk tertarik menatap kemolekan tubuh Jesika, tapi dua matanya berkhianat. Aroma segar yang menguar dari tubuh Jesika bahkan mampu tercium olehnya.
Pria itu meneguk kasar salivanya. “Pakai bajumu. Aku tidak suka menunggu lama.”
“Bisakah Anda keluar dulu?”
Antonio masih mematung untuk beberapa detik sebelum kemudian melenggang keluar menunggu di atas ranjang. Dia duduk di sana, membuka ponselnya—melihat— seberapa banyak pesan yang masuk hari ini.
Pesan dari teman-temannya membuat ponselnya terasa penuh. Mereka menanyakan tentang pernikahan dadakan yang dengan teganya tidak mengundangnya. Antonio orang yang berpengaruh, semua akan menjadi topik hangat jika berita tentang pernikahannya tersebar luas.
Sayangnya, kenyatannya memang begitu. Berita sudah bersliweran muncul di televisi sejak kemarin.
[Siapa wanita yang sebenarnya dinikahi oleh Antonio—penyanyi tampan yang dikabarkan tengah mengalami keuangan yang sulit??]
“Berita sialan!” umpatnya sambil melempar ponsel ke tengah ranjang.
Orang tidak akan tahu siapa Antonio sebenarnya. Mereka sekaligus teman satu agensinya, hanya tahu kalau Antonio seorang penyanyi berbakat. Dia juga pernah bermain dalam serial televisi.
Sayanganya berita tidak mengenakkan kemudian tersebar. Antonio diduga terlibat sebuah skandal melecehkan seseorang. Seolah penilaian media yang buruk terhadapnya belum cukup, Antonio kembali dihujam ujian manakala kekasihnya kabur saat hari pernikahan tanpa kejelasan.
“Media memang benar-benar brengsek!” umpatnya sekali lagi.
Di balik dinding, diam-diam Jesika menguping. Dia mencoba mengingat-ingat sesuatu tentang pria aneh yang duduk di atas ranjang itu. “Wajahnya memang tidak asing, tapi siapa ya?”
Jesika mengeluarkan kakinya kemudian berdeham. Antonio langsung mengangkat wajahnya. Tatapannya terlihat datar sekaligus angkuh. “Kenapa ada Wanita selelet dirimu?”
Jesika hanya diam sambil memanyunkan bibir.
Antonio berdiri dengan memasukkan tangan ke dalam saku celana. Tatapannya semakin tajam pada lawan bicara. “Jangan katakan macam-macam ketika Nenek bicara. Dan jangan berani menjawab, itu tugasku!”
Jesika mengangguk. Dari nada bicara dan raut wajah Antonio, Jesika menduga jika wanita tua itulah yang paling berkuasa di rumah mewah ini.‘Haruskah aku dekati nenek itu?’
“Kemari, Sayang!”Sambutan hangat dari Nenek yang sudah menunggu di meja makan, diikuti tatapan kedua orang tua Antonio yang tidak bisa ditebak maksudnya itu benar-benar membuat Jesika gugup.Seorang pelayan menggeser bangku makan untuk Jesika. Malu-malu, gadis itu menurut dan menghampiri Nenek Megan. Meski telah mengetahui Nenek memperlakukannya dengan baik, tetap saja membuat badannya terasa panas dingin. Kedua tangannya gemetaran dan basah. “Sini, Sayang,” ucap Megan lagi. “Duduk dekat Nenek.”Jesika tersenyum, tapi jelas sekali sebuah senyum yang berbetuk seperti sebuah kepanikan yang disembunyikan.Makan malam pun berlangsung. Tidak ada obrolan selama proses makan malam. Mereka semua terdiam menikmati hidangan yang ada. Suasan hening yang terasa, justru membuat Jesika semakin merasa gugup.Ketika tiba waktunya menyantap hidangan penutup, Agatha berdehem membuat yang lain terkesiap sesaat. “Antonio, kamu tidak mau sedikit bercerita tentang istrimu sama nenekmu?” tanyanya.Antonio
“Aku tidak mau masuk ke dalam sana. Sebaiknya aku turun.”Selepas perbincangan tiket bulan madu yang tidak disukai Antonio, Jesika memilih keluar dari kamar. Pasalnya, pria itu tidak membantah lagi perintah Nenek Megan, tetapi justru mengamuk di dalam kamar.Sayang, keberadaannya yang seorang diri itu dilihat oleh seseorang.“Jesika? Kenapa di sini sendirian? Mana Antonio?”Jesika langsung melompat kecil. Badannya spontan berbalik, bertemu dengan sosok yang baru saja memanggil namanya. “Ne-nenek …” celetuknya gagap. Jesika hampir mendesis ketika bibirnya mendadak kaku saat bicara dengan Megan. “A-Antonio, di kamar, Nek.”“Apa Antonio memarahimu?”Nenek Megan kembali bertanya.“Tidak,” jawab Jesika dengan cepat sampai nadanya sedikit melengking, membuatnya dengan cepat mengatupkan bibir lalu menunduk malu.Megan tersenyum, lalu menepuk kedua pundak Jesika. “Tidurlah, kamu pasti capek. Susul suamimu. Kalau dia macam-macam, kamu bisa katakan pada Nenek.”Jesika tersenyum kecil, lalu meng
Bukannya mendapat sebuah jawaban atas pertanyannya, Jesika justru akan dihadapakan dengan sebuah perjanjian. Antonio berdiri dengan tatapan tegas, bicara dengan jelas sampai rasanya ebrgema di ruangan kamar luas ini.“Kamu yang masuk sendiri ke sini. Jadi jangan harap kamu minta lepas.”“Apa maksud Tuan?” Jesika menatap pasrah.“Kamu sendiri yang datang padaku, kan? Aku mana mungkin melepaskan kamu begitu saja. Setidaknya kamu balas budi karena dengan masuk ke dalam mobilku kamu bisa berhasil kabur dari pernikahanmu.”Jesika ingin sekali mengumpat Kasar. Memang jelas Jesika berhasil kabur dari pernikahannya sendiri, namun bukan berarti malah masuk ke dalam pernikahan lain sebagai pengantinnya. Belum lagi pernikahan yang terjadi kemarin, seperti sebuah pernikahan yang sangat tertutup. Hanya orang-orang tertentu yang datang.“Tapi, Tuan …”“Kamu tidak mau masuk penjara karena masuk ke dalam mobil orang tanpa izin kan?”Jesika harus apa? tidak ada pilihan lain, bukan? Lalu sekarang apa?
Kelopak mata terbuka perlahan menyambut sorot matahari yang mengintip dari balik tirai tipis yang terpasang pada jendela kaca. Antonio melengkuh sebelum kemudian membuka mata dengan lebar. Yang ia lihat sekarang langit-langit kamar yang berwarna putih. Pandangannya menoleh ke samping, lalu dengan cepat turun dengan kepala sedikit terangkat masih dalam posisi berbaring telentang. Antonio melihat selimut menutupi setengah badannya. “Sshht!” Antonio mendesis ketika hendak mengangkat badannya. Kepalanya masih sedikit pening. Memperkuat tenaga di tangannya, Antonio mencoba duduk tegak. Wajahnya masih merengut sampai mata menyipit menahan pening dan kantuk yang belum hilang. “Jam berapa sekarang? kenapa kepalaku pening sekali? Apa yang terjadi semalam?” Antonio bertanya-tanya sambil terus mengingat-ingat, sampai tiba-tiba sosok cantik keluar dari dalam kamar mandi. Mata Antonio menyipit menapat jeli, sementara yang ditatap masih belum menayadari sepasang netra mengawasi. Jesika membung
Jesika termenung diam memandangi tangannya yang memerah. Sesaat dia sempat mengedarkan pandangan, lalu kembali menunduk sambil tersenyum getir. Hidupnya selucu ini ternyata. Membayangkan bagaimana kemarin dia kabur, membuat Jesika hampir setengah gila. Gaun pengantin yang menyentuh tanah, ia angkat untuk memudahkan kedua kakinya berjalan cepat tanpa suara. Para tamu yang Jesika intip dari balik jendela kamarnya, membuat jantung semakin berdegup.Jesika tidak sengaja mendengar obrolan kedua orang tuanya dan satu adik permpuannya di ruang makan. Mulanya tidak ada yang serius, tapi betapa terkejutnya ketika secara jelas mereka mengatakan kalau seseorang akan menikahi Jesika minggu depan.Dari balik dinding, Jesika tertegun mematung. Dengan siapa menikah? Pacar saja sudah tidak punya. Ya, satu bulan yang lalu hubungan baru saja berakhir.“Kenapa tidak turun ke bawah.”Suara dari belakang menegur, membuat Jesika langsung terkesiap. Jesika memandangi pria itu saksama seperti tengah membandi
“Baca dan cermati!”Selembaran kertas melayang lalu mendarat di atas meja. Jesika yang baru masuk beberapa detik yang lalu, tampak tertegun melihat kertas tersebut.“Apa ini?” tanya Jesika penasaran.“Aturan yang harus kamu patuhi selama menjadi istriku.”Kening Jesika berkerut, kemudian ragu-ragu membungkuk meraih kertas tersebut. Sebelum mulai menyusuri setiap hurup yang tertata rapi pada lembaran tersebut, Jesika sempat menatap Antonio sekilas.Jesika mengibas sekali kertas tersebut supaya menegak. Bola matanya mulai bergerak menyusuri setiap huruf di sana. Wajahnya begitu tenang, sampai perlahan ada raut wajah menyipit.“Apa harus seperti ini?” tanya Jesika usai membaca bagian tengah di mana terdapat nomor lima di dan enam.Turuti semua perintah pihak pertama. Dilarang membantah, patuhi semua.Lakukan tugas layaknya seorang istri pada umumnya.Sungguh konyol.“Anda tidak salah tulis kan, Tuan?”Antonio mengangkat pundaknya. “Tentu saja tidak. semua sudah aku pikirkan matang-matang
Sebagai cucu pemilik sebuah agensi, seharusnya Antonio tidak harus bersembunyi lama-lama mengenai kasusnya sekarang ini. Kalian tahu bagaimana uang bisa berkata segalanya. Uang akan menang, begitulah kata orang-orang. Namun, untuk saat ini Antonio belum bisa focus dengan kasusnya. Setelah menikah dengan gadis di dalam bagasi, seharusnya sekarang memang harus lebih focus untuk hal itu, apalagi nenek malah mendukung.Dua koper besar sudah berada teras rumah. Jesika tidak tahu kapan dan siapa yang menatap semua barang-barang tersebut sampai masuk semua ke dalam koper. Bukan hanya baju dalam koper saja yang siap untuk dibawa, melainkan juga barang-barang lain seperti tas berisi perlatan wajah, ponsel dompet dan lain sebagainya.“Jadi nenek membiarkan pelayan masuk ke ruang gantiku?” tanya Antonio dengan nada kesal.Megan terlihat santai. “Kalau tidak begitu, kamu pasti akan sengaja mengulur waktu.”Antonio berdecak sambil menyugar kasar rambutnya. Pria itu membuang muka lantas duduk di so
Perjalanan berlangsung sekitar dua jam setengah untuk sampai di tempat tujuan. Sebuah mobil mengantar mereka setelah turun dari persawat menuju sebuah hotel yang tentunya sudah dipesan oleh nenek sebagai tempat singgah bulan madu. Sheraton Resort menjadi pilihan yang cocok untuk mereka sebagai pasangan pengantin baru.Disisi lain karena tempatnya yang mewah, Megan juga mengenal siapa pemilik hotel tersebut. Pernah juga ikut bergabung beberapa kali setiap ada perayaan tahunan di hotel tersebut.Sampai di hotel, mereka langsung diantar oleh dua orang Bellboy menuju kamar yang sudah dipesan. Sepanjang berjalan menyusuri Lorong, Jesika tidak berhenti terkagum-kagum dengan horel ini. di depan dia sudah di manjakan dengan pemandangan yang indah, bangunan mewah, lalu masuk ke dalam disambut layaknya seorang tamu special, hingga sampai diantar ke kamar.Jadi seperti inikah menginap di sebuah hotel?Jesika menoleh ke belakang sebelum pintu kamar dengan nomor 106 terbuka. Beberapa pintu berdere
Di dalam otaknya, Antonio pernah berpikir untuk membantu keuangan Luna yang sedang merosot. Kabar rumah yang disita waktu itu, bahkan membuat Antonio merasa khawatir. Namun, rasa peduli itu nyatanya tidak dibalas dengan baik. Luna justru memainkan perannya sebagai orang yang licik penuh tipu muslihat. Keluar dari restoran, Antonio langsung meminta Tian untuk membawanya segera pergi. Antonio bahkan meninggalkan meja tanpa menunggu Luna kembali. Antonio tidak mau kalau sampai terjadi pertengkaran di sana, karena memang amarah Antonio sedang berada dipuncaknya. “Ada apa, Tuan?” tanya Tian ketika mobil sudah melaju. Wajah Antonio benar-benar merah padam. Kedua tangan tampak mengepal seperti ingin melayangkan tinju. Melihatnya saja membuat Tian bergidik ngeri. “Antar aku menemui Selena.” Kening Tian berkerut, namun akhrinya tetap menganggukkan kepala. Mobil melaku ke sebuah kompleks perumahan mewah. Sekarang sudah pukul dua siang, sialnya Selena sedang tidak du rumah. “Tian, kamu kump
Jesika mengatur pertemuan dengan rekan-rekannya di sebuah restoran berlantai dua di dekat danau. Jaraknya memang cukup jauh dengan kantor, tapi tidak masalah menurt Jesika karena datang beramai-ramai diantar mobil kantor. Setidaknya sekaran juga menjelang hari minggu, jadi berada diluar kantor cukup panjang tidak terlalu masalah.Sementara di kantor sendiri, Antonio dan beberapa infestor mulai kembali membahas tentang dana yang hilang. Pembahasan ini juga langsung teruju pada sebuah cctv yang Tian dapatkan dari setiap ruangan di sini.Siapa sangka kalau ternyata Luna pernah duduk di kursi ruangan kerja Antonio ketika Antonio tengah keluar sebentar untuk mengambil sesuatu kala itu. Antonio tidak pernah manaruh rasa curiga sebelumnya, karena memang yang dia pikir Luna adalah rekan yang baik.“Kamu yakin itu Luna?” tanya Antonio.“Jadi Tuan tidak percaya kalau ini Nona Luna?”Antonio menelan ludah dengan pertanyaan itu. memang sikap Antonio terlalu menyebalkan akhir-akhir ini karena terl
Masuk ke dalam kamar, Antonio melihat sang istri meringkuk di atas ranjang tanpa mengenakan selimut. Antonio meletakkan jas yang tersampir pada lengannya di atas sandaran sofa. Selepas itu, dia mendekati ranjang memeriksa keadaan sang istri. Melihat posisi Jesika, sepertinya Wanita itu ketiduran saat menunggu Antonio pulang.“Kenapa kamu tidak mengenakan selimut? Kamar dingin sekali.” Antonio membungkuk lalu meraij selimut.Namun, ketika hendak menutupkan pada Sebagian tubuh Jesika, Jesika malah terbangun. Wanita itu merangkuk lalu membalikkan badan.“Kamu sudah pulang?”Antonio tersenyum, kemudian duduk membantu sang istri yang beranjak duduk. “Kamu ketiduran?”Masih dengan mata sayu belum terbuka sempurna, Jesika mengangguk. “Kenapa baru pulang?” sekarang Jesika mencoba menatap jam dinding yang menunjukkan pukul sepuluh malam.Antonio tersenyum tipis, mengelus lembut pucuk kepala sang istri. “Maaf, hari ini lumayan sibuk.”Jadi dia tidak mau mengatakannya padaku?Jesika terdiam mema
Sebelumnya saya minta maaf karena mungkin banyak typo. saya belum sempat untuk mengoreksinya kembali.***Jesika mungkin harus menunggu hingga malam tiba untuk bisa bertemu dengan sang suami. Di kantor, Jesika hanya sempat bertemu ketika tadi nyelonong masuk ke dalam ruangan, tapi setelah itu Jesika tidak melihat lagi bahkan hingga jam pulang kerja. Jesika bahkan pulang lebih dulu karena kata Tian pekerjaan Antonio belum selesai.“Kamu pulang sendiri, Jes?” tanya mama yang menyambutnya di depan pintu ruang tamu.Jesika mengangguk lalu mencium punggung telapak tangan mama mertuanya itu.“Antonio di mana?”Mereka berdua berjalan bersama masuk ke dalam.“Kata Tian, Antonio masih ada kerjaan.”“Tumben?”“Iya, aku juga kurang tahu, Ma. Aku tidak sempat bicara dengannya di kantor.”Menjelang makan malam, Antonio masih belum juga kunjung pulang ke rumah. dia menyempatkan diri menelpon Jesika dengan mengatakan kalau sebentar lagi akan pulang, namun meski begitu tatap saja merasa khawatir kare
Jesika tidak mau peduli mengenai Selena, tapi ketika dia hendak pergi membeli beberapa lembar kertas di sebuah toko, dia tidak sengaja melihat Selena tengah berdebat dengan seseorang. Jesika mengamati dari kejauhan.“Aku sudah mengirim banyak pada ayah. Ayah tidak perlu menemuiku ke sini!”“Ayah butuh lebih. Kalau sampai siang ini ayah tidak mendapatkan uang, ayah bisa mati.”“Apa peduliku?”“Anak kurang ajar!”Selena langsung menyingkir ketika tangan itu melayang hendak menampar dirinya. Jesika yang melihat dari kejauhan sampai membelalakkan mata dan menutup mulut.“Ayah jangan macam-macam denganku di tempat umum. Aku sudah beberapa kali memperingati ayah untuk tidak menemuiku di tempat umum. Ayah tahu resikonya, kan?”Pria berjenggot itu berdecak, menghempas tangan lalu berlalu pergi dengan sia-sia tanpa mendapatkan uang. sementara Selena, dia hanya bisa menghela nafas lalu menyapu ke area sekitar berharap tidak ada yang melihat perdebata baru saja.Jesika yang langsung bersembunyi,
Memang siapa yang sangka kalau Selena bisa melakukan hal sekeji itu hanya demi karirnya? Terkadang memang hal kotor bisa dilakukan demi sesuatu yang ingin sekali digapai, hanya saja cara Selena benar-benar di luar nalar walaupun pada kenyataannya banyak yang begitu di luar sana.“Aku benar-benar tidak menyangka kalau Antonio melupakanku demi Wanita yang jauh di bawahku.” Selena menyulut rokoknya sampai asap mengepul tinggi ke udara.“Jangan bilang sebenarnya kamu masih mengharapkan Amtonio?” Pemela menebak-nebak denga mata sinis. “Kamu masih belum move on?”“Oh come on! Ini sudah satu tahun lebih. Tentu saja aku sudah move on.”Pamela tersenyum miring. “Kamu yakin? Jangan kamu pikir aku tidak tahu kalau kamu masih sering memantaunya dari jauh. Kamu bahkan meminta Luna untuk bisa lebih dekat dengan Antonio. Kamu Cuma menggunakannya sebagai alat untuk mengetahui tentang mereka kan?”“Brengsek kamu!” umpat Selena. “Aku tidak ada maksud seperti itu. setidaknya Luna lebih tinggi dari istri
Ketika Antonio berjalan mendekat setelah turun dari panggung, dengan bangganya Jesika bertepuk tangan. Bibirnya tersenyum menunjukkan deretan gigi yang putih. Reaksi Antonio yang langsung mengusap pucuk kepala Jesika, tentunya membuat siapa pun akan merasa iri.“Ah, kasihan sekali Selena. Pria seperhatian itu malah ditinggal kabur dulu.”“Benar juga. Jesika sangat beruntung mendapatkan Antonio.”Selena yang berdiri hampir di di paling ujung mendengar percakapan tamu undangan itu, tapi dia hanya menarik satu ujung bibir ke atas dengan wajah acuh sambil menenggak minumannya.“Kalau bukan karena keluarganya yang tak merestui, aku juga tidak mungkin meninggalkan Antonio. Mereka pikir sangat mudah menjadi diriku yang tidak disambut di keluarga Antonio. Brengsek!”Selena meletakkan gelasnya lalu beranjak pergi ke toilet.“Kamu ngobrol sama nenek dulu, aku mau ke toilet dulu sebentar.”“Oke.”Jesika menghampiri nenek yang tengah ngobrol dengan rekan-rekan dan beberapa artis di sana. ketika J
Entah kapan Antonio terakhir kali menginjakkan kaki di gedung agensi milik neneknya. Setiap langkah, ketika melihat beberapa poster dan layar monitor di beberapa titik dinding gedung, terkadang membuat rasa rindu untuk kembali lagi ke sini. Namun, Antonio lebih merasa nyaman ketika sudah meninggalkan agensi. Rasanya bisa berekspresi lebih luas lagi, dan juga tidak terlalu banyak tututan.“Ada apa?” tegur Jesika ketika melihat wajah sendu sang suami.Antonio bergidik lalu tersenyum. “Tidak, aku hanya sedikit rindu ketika masih di sini.”Jesika mengusap lengan Antonio lalu menggandengnya dengan erat. Beberapa orang atau tamu lain berjalan di belakang mereka, tapi tentunya tidak terlihat heboh karena memang ini sudah aturannya bagi siapa pun yang ingin datang ke acara tahunan agensi.Mereka menuju lantai tiga di mana acara akan berlangsung. Papa dan mama tidak bisa datang, jadi hanya nenek yang berangkat bersama Antonio dan Jesika. ada Tian dan Bitt juga pastinya.Sampai di ruanga acara,
“Wanita itu menemui Antonio lagi?”“Iya, Nona.”Jesika yang tengah mengunyah makanan, memegang ponselnya dengan tangan kiri.“Kamu menelpon siapa, Sayang?” tanya nenek yang duduk di hadapannya dengan dibatasi meja bulat.“Tian, Nek.”Megan mengangguk-angguk melanjutkan makan lagi, sementara Jesika membali bicara dengan Tian.“Mau apa dia datang lagi? sudah berapa kali dia datang menemui Antonio?”Nada bicara Jesika membuat Megan menatap penasaran.“Sayang kurang tahu, Nona. Mereka bicara di ruang tamu kantor. Saya hanya bisa melihat dari luar saja.Ruang tamu memang didesain dengan dinding kaca. Tidak ada privasi di sini memang, jadi akan jauh lebih netral untuk bicara dan tidak membuat siapapun salah sangka.“Biarkan saja mereka bicara. perempuan itu tidak akan menyerah sepertinya. Kamu bantu awasi saja. Aku takut dia ada campur tangan dengan klaim karya waktu itu.”“Baik, Nona.”Pemikiran Jesika sepertinya sama dengan Tian. sejujurnya Tian sudah melihat cctv di parkiran belakang ged