Beranda / Romansa / Mendadak Jadi Istri Presdir / Bab 4 - Atasan Macam Apa Kamu?!!

Share

Bab 4 - Atasan Macam Apa Kamu?!!

Penulis: Creative Words
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-10 15:49:48

Mata Aruna membelalak setelah mendengar titah abangnya. Sebelum menyahut, ia sempat berpaling ke belakang dan bertemu pandang dengan mata dingin milik Rafael.

“Bang, sepertinya nggak bisa,” tukas Aruna dengan jantung yang kian berdegup kencang.

“Kenapa begitu? Abang ingin tahu bagaimana suami yang kamu pilih itu. Jadi, nggak ada tapi-tapian!! Pokoknya abang tunggu!”

Tut.

“Tapi, Bang!─halo?!”

Sambungan telepon yang sudah diputus sepihak oleh Nathan membuat bahu Aruna langsung berangsur turun. 

Tanpa bisa dilihat Rafael, Aruna memejamkan mata rapat sambil menekuk wajah. Amat frustasi dengan hal mengejutkan yang ia hadapi pagi-pagi begini.

“Siapa?” Sebuah suara berat dari belakang membangunkan kesadaran Aruna dan membuatnya terlonjak.

Gadis itu lantas cepat-cepat menoleh dan mendapati Rafael yang tengah menatapnya intens. 

“Barusan abang saya menelpon, Pak.”

Bukannya lega, Aruna justru bertambah panik karena setelah melayangkan jawaban tersebut, dua alis tebal Rafael menyatu sempurna. 

“Abang?” tanya Rafael lagi.

“Iya, abang kandung. Namun, abang saya sudah menikah kok. Jadi, sudah seharusnya kami tinggal berpisah.”

Aruna takut jika Rafael salah mengira kalau abangnya memperlakukannya dengan kejam dan tak peduli dengan nasib adiknya yang luntang-lantung di jalan. 

Mendengar itu, Rafael mengangguk pelan dan memberikan secercah kelegaan pada diri Aruna. 

Sepertinya bosnya itu akan berhenti bertanya.

“Berarti abangmu baru saja memastikan kamu tinggal di mana? Begitu?” tebak Rafael lagi.

Ternyata Aruna salah, karena Rafael belum putus asa dan masih ingin bertanya. Jadi, mau tak mau Aruna tetap meladeni rasa ingin tahu Rafael dengan mengangguk.

“Lalu, kenapa kamu pucat begitu?”

Aruna terdiam. Tentu saja karena dia ingin menutupi permintaan abangnya dan membereskan masalahnya sendiri tanpa campur tangan bosnya! 

Namun, kalau pandangan Rafael sudah menuntut seperti itu, maka itu artinya pria itu akan terus mengejar jawabannya hingga ke ujung bumi!!

Oleh karena itu, Aruna pun menyerah dan mengatakan hal sebenarnya.

“Sejujurnya, abang ingin saya membawa Anda ke rumahnya, Pak. Dia ingin tahu seperti apa pria yang saya nikahi.” Suara pagi harinya yang terdengar parau, membuat Aruna malu sendiri. 

Tidak adanya reaksi dari Rafael membuat Aruna buru-buru melanjutkan, “Namun, Anda hari ini memiliki jadwal yang padat. Jadi, sebaiknya tidak perlu–”

“Tidak masalah. Kapan kita ke sana?”

Aruna terperangah di tempat. Ternyata, tanpa dia duga, Rafael ternyata merespons secara positif! Padahal, pria itu biasanya paling cerewet soal perubahan jadwal. Apalagi perubahan mendadak seperti ini.

“Abang saya minta sekarang, sebelum masuk jam kantor.” ungkap Aruna ragu usai menimbang-nimbang.

“Kalau begitu segera bersiap. Biar saya yang menghubungi klien terkait pembatalan jadwal hari ini.”

Aruna langsung terpegun mendapati jawaban barusan dari bibir Rafael. Tatapannya masih terpaku pada punggung pria itu yang pergi menjauh, menyambar handuk, lantas berderap memasuki kamar mandi.

Kini Aruna juga sudah membersihkan diri. Ia keluar, tapi tak sengaja menangkap perbincangan yang dilakukan oleh Rafael melalui telepon. 

Sambil menghadap laptop, pria itu tampak sibuk menelepon ke sana kemari. “Saya mohon maaf karena harus membatalkan pertemuan ini, Pak Anggara. Iya, benar. Pasalnya sejumlah rapat internal perusahaan juga harus diundur. Sekali lagi saya minta maaf.”

Rafael mengakhiri sambungan telepon, lantas menguap. Secepat kilat tangan kekar itu teralihkan pada keyboard dan mengetik tangkas. Aruna jadi merasa tidak enak.

Setelah bersiap, mobil yang mereka tumpangi kemudian meluncur ke sebuah perumahan. Berkat petunjuk dan arahan Aruna, mereka akhirnya tiba di salah satu rumah minimalis dengan cat putih gading. 

Setelah disambut dengan basa-basi, kini mereka duduk saling berhadapan di sebuah meja makan minimalis yang hanya muat diisi empat orang. 

Sedari kedatangan mereka, Nathan tetap menancapkan tatapannya pada Rafael yang duduk di depannya. Bagai sipir mengawasi tahanan. Sedangkan Rafael menyesap teh hangat dengan tenang.

“Siapa nama kamu?” kata Nathan tiba-tiba.

Rafael menghentikan minum, lalu meletakkan cangkir teh dengan gerak elegan. “Rafael, Mas.”

“Berapa usiamu?”

“33 tahun.”

“Oh, hanya selisih setahun. Aku umur 34 tahun ini.”

Kali ini Aruna mendongak menatap abangnya dan merasa gugup, karena baru kali ini dia melihat ekspresi Nathan yang begitu serius. 

Sementara itu, Rafael menanggapi respons kakak iparnya itu dengan senyum simpul.

“Lalu, apa pekerjaanmu? Tinggal di mana?” kejar Nathan lagi.

“Abang!” Aruna menegur.

“Saya karyawan di salah satu perusahaan.” Rafael tiba-tiba menoleh memandang Aruna, lalu meneruskan, “Dan sekarang tinggal di satu apartemen dengan Aruna.”

Mendengar itu Aruna tertegun dan keduanya kini saling berpandangan. Tetapi, momen itu segera dirusak oleh Nathan yang mendadak memukul meja.

“Tunggu! Bukannya kata Aruna kamu ini orang yang super sibuk sampai pergi ke luar kota? Karyawan apa yang begitu? Kamu bohong ya?!” tuding Nathan.

Aruna berusaha menjelaskan, tapi Rafael sudah lebih dulu mengoreksi. “Sama sekali tidak bohong, Mas. Saya bukan staf, melainkan pimpinannya Aruna.”

Mendengar itu, alih-alih merasa senang rahang Nathan justru tampak semakin kesal. 

“Pimpinan apa yang seperti ini?! Sikap kamu ini keterlaluan! Bagaimana bisa kamu menikahi adik saya tanpa izin?!” hardiknya. 

Aruna menahan napas dan melirik Rafel dan abangnya dengan khawatir. Namun, sebelum dia sempat bicara, tanpa Aruna duga, Livia berusaha memadamkan amarah suaminya yang menggelegak. 

Kedua tangannya mengusap lembut bahu Nathan dan berkata pelan. “Sudahlah, Sayang. Jangan marah-marah. Kamu harusnya bersyukur karena sekarang Aruna punya suami. Lagipula, Rafael sepertinya pria yang bertanggung jawab.”

“Dengan begitu kan artinya Aruna sudah bisa hidup mandiri dengan suaminya.” lanjut Livia lagi.

Awalnya Aruna sempat tercengang saat melihat Livia membantunya, tapi setelah mendengar alasan itu, dia hanya bisa ber-oh ria. 

Aruna lupa kalau Livia sangat ingin dirinya keluar dari rumah dan tidak menjadi beban di rumah tangga mereka. 

Sementara Nathan mulai mengatur napasnya, Livia langsung sigap menuju dapur demi mengambil beberapa makanan yang sempat ia masak tadi pagi.

Aruna pun akhirnya turut membantu, meski sesekali mengawasi Nathan yang masih menatap Rafael sinis.

Ketegangan itu terus berlanjut hingga mereka makan bersama. Mata Nathan masih tajam mengawasi tiap gerakan Rafael, tapi diam-diam Livia berbisik ke telinga suaminya.

“Sepertinya dia pria yang tepat untuk Aruna, Sayang. Mapan pula. Aruna nggak akan kekurangan. Lebih baik kamu terima saja.  Aruna itu beruntung.”

Livia mengangguk satu kali sembari menerbitkan senyum penuh keyakinan. Kemudian Nathan menghela napas. 

Mau tak mau ia juga harus memikirkan jaminan kesejahteraan ekonomi Aruna juga.

“Makan yang banyak, Rafael. Aruna selalu suka kalau kubuatkan opor ayam,” papar Livia ramah. Ia lalu menyikut pelan Nathan yang ada di sampingnya.

“Ya, kamu harus makan banyak. Biar kuat mengurusi adikku. Kalau ada apa-apa dengannya, kamu akan kuhajar,” sambar Nathan. Tangannya mengambil potongan ayam paling besar untuk Rafael.

Mendengar itu, Rafael mengangguk pelan dan mulai menyantap makanannya dengan tenang.

“Sebelum menikah, saya hanya tinggal berdua dengan Aruna, karena orangtua kami meninggal akibat kecelakaan.” Tiba-tiba Nathan bersuara lagi. 

“Meskipun jarak umur kami terpaut lumayan jauh, tapi aku sangat menyayanginya, kami begitu dekat. Bahkan aku nggak pernah melewati sedetikpun tahap pertumbuhan Aruna dari kecil,” tambahnya. 

Mata Nathan sempat beradu dengan Rafael. “Jadi, tolong bersikap baik kepada adikku. Kalau kamu sudah tidak menyukainya lagi, silakan kembalikan dia padaku.”

Perkataan Nathan membuat atmosfer berubah.  Meski tersentuh, Aruna diam-diam merasa bersalah. 

Bagaimana kalau abangnya tahu kalau pernikahan ini terjadi dadakan dan tidak ada cinta di antara mereka?

Namun, saat melirik Rafael, Aruna tertegun. Sebab, bosnya itu sedang tersenyum lembut sambil menatap lurus pada mata Nathan.

“Pasti, Mas. Terima kasih”.

Berikutnya, ekspresi Nathan berubah drastis. 

“Ah, aku ingat ada cerita lucu tentang Aruna!” Mula-mula Nathan mencondongkan tubuhnya sambil tersenyum kecil. Membuat Rafael akhirnya turut bergerak mendekat. 

Perasaan Aruna mulai tak enak.

“Aruna dulu pernah naksir dengan tetangga yang umurnya lebih tua tiga tahun. Suatu hari dia rela tahan pipis saat mengawasi lelaki incarannya itu bermain basket. Namun, karena tidak kuat lagi, akhirnya dia mengompol di celana!”

“Abang!” 

Bab terkait

  • Mendadak Jadi Istri Presdir   Bab 5 - Sederhana, tapi Cantik!

    Perkataan Nathan membuat Aruna mendadak kesal. Menguap sudah rasa haru dan bersalahnya barusan.Bagaimana bisa abangnya membongkar kejadian memalukan itu di depan Rafael? Di pertemuan pertama mereka pula?!Rasaya dia ingin mengubur diri saja! Dengan malu Aruna mengangkat kakinya dan menginjak kaki Nathan di bawah meja. “Bang!!” seru Aruna lagi. Kini wajahnya sudah memerah sempurna.Namun, pria itu malah tertawa terbahak-bahak sambil menunjuk muka Aruna yang sekarang sudah memerah bagai tomat. Namun, bukannya berhenti, Nathan malah semakin kencang menggoda Aruna.“Lihat, Rafael. Lihat wajah anak itu! Salah sendiri kamu ngeyel tidak mau ke kamar mandi. Setelah ketahuan ngompol, malah lari. Padahal lelaki yang kamu sukai itu melihat kejadian itu lho!”Ingin rasanya Aruna pergi dan menyumpal mulut Nathan dengan serbet dapur. Namun, tak mungkin ia melakukan itu di depan Rafael yang notabene adalah bosnya kan?!Perilaku Nathan dan cerita-ceritanya membuat Aruna tak lagi memiliki muka untu

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-10
  • Mendadak Jadi Istri Presdir   Bab 6 - Keluarga Pranandaru

    “Jangan lupa, panggil saya ‘sayang’ agar mereka tak mencurigai pernikahan kita ini.”Rafael berbisik di telinga Aruna dan menggandeng tangan gadis itu erat saat mereka baru saja tiba di kediaman Pranandaru.Perkataan itu membuat Aruna terkejut, tapi dia langsung tersenyum dan balas menggandeng tangan Arjuna hingga membuat pria itu turut tersentak. Begitu mereka tiba di ruang makan, Ibu Rafael, Rianty langsung menghampiri mereka dan hendak memeluk Rafael seperti biasa. Namun, mata wanita paruh baya itu membelalak bingung kala menyaksikan Aruna, sekretaris Rafael yang kini tengah berdiri di samping putranya. Tangan mereka bahkan saling bergenggaman!“Kenapa Aruna bisa ikut ke sini?” Rianty bertanya tanpa basa-basi.“Sebelumnya aku bilang kalau akan menikah dengan perempuan pilihanku sendiri, kan?” Rafael berkata sambil melirik singkat ke arah Aruna. “Aruna ini adalah istriku sekarang.”“Kamu jangan bercanda, Rafael?!” Rianty memekik kaget.“Lebih baik kami duduk dulu.” Rafael melepas

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-12
  • Mendadak Jadi Istri Presdir   Bab 7 - Kamu?!

    Perkataan Rianty membuat gerakan tangan Aruna yang tengah mencuci piring terhenti. Perlahan ia menoleh dan mendapati wanita itu tengah menyunggingkan senyum puas.“Asal kamu tahu saja, aku sudah mempersiapkan istri yang lebih baik untuk Rafael.” Rianty mengucapkannya dengan membusungkan dada.Kalau sudah begini, Aruna tak boleh lengah. Rianty saja sudah menyatakan ultimatum untuk mengajaknya berperang, itu berarti ia harus melakukan aktingnya secara rapi juga.Bagaimanapun ia tak mau mengecewakan Rafael.Aruna lalu meletakkan sebuah piring yang baru saja ia cuci bersih dan berhadapan langsung dengan Rianty.“Tapi, Ma. Saya sudah menjadi istri sah Rafael. Pernikahan kami pun sudah tercatat resmi di kantor catatan sipil,” tegas Aruna.Mata Rianty melebar. Ia tampak membeku di tempat dengan sorot tatapan tak percaya.“Apa katamu? Jangan panggil aku ‘mama’ karena aku belum menyetujui kamu jadi istri Rafael!”Aruna menghela napas. “Ma, tidak apa-apa kok kalau Mama belum menganggap saya menj

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-13
  • Mendadak Jadi Istri Presdir   Bab 8 - Wanita Masa Lalu

    “Siapa perempuan itu? Beraninya dia memeluk bos kita!!”"Seumur-umur mimpiku adalah untuk berjabat tangan dengan Pak Rafael, tapi kenapa tiba-tiba ada perempuan asing yang meraba-raba tubuhnya begitu saja?!""Tapi Pak Rafael diam saja tuh!! Apa mereka saling kenal ya?!"Setelah menyadari perhatian semua orang tertuju ke arah mereka, Rafael segera melepas pelukan wanita itu dengan setengah mendorongnya.“Apa yang kamu lakukan, Melania?” Rafael berkata tertahan saat melihat sosok wanita itu ada di sana.“Memangnya kenapa? Bukannya Kak Rafael juga sering kupeluk?” ujar sosok wanita manis bertubuh ramping itu kini merengut karena perlakuan Rafael. Melania lagi-lagi ingin menyambar Rafael dengan pelukannya, tapi pria itu sudah lebih dulu melepaskan tangan wanita itu dari pinggangnya dan membawanya pergi dari sana.Sepeninggal Rafael, suara di sekitar mereka kembali berkasak-kusuk dan tubuh Aruna masih menegak kaku.Entah kenapa, perasaan Aruna mendadak terasa tidak nyaman dan ada rasa nyer

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-14
  • Mendadak Jadi Istri Presdir   Bab 9 - Merasa Bersalah

    Saat Rafael melangkah masuk ke dalam apartemen, dia melihat Aruna yang tengah sibuk di dapur. Melihat itu, Rafael semakin merasa bersalah, karena setelah semua yang dilakukannya: meninggalkan Aruna berjam-jam dan melupakan janjinya, istrinya itu masih mau menyiapkan makan malam untuk mereka. Rafael kemudian berdehem pelan sambil menghampiri Aruna yang sedang menata masakannya di atas meja.“Kapan kamu sampai rumah?” tanya Rafael memulai obrolan. Lelaki itu menatap Aruna yang terlihat santai. Apakah gadis itu tidak marah? “Sekitar setengah jam yang lalu, Pak.” jawab Aruna. Mendengar itu, perasaan bersalah semakin menggelayuti hati Rafael. Sebab, itu berarti Aruna telah menunggunya selama lebih dari dua jam tanpa kepastian apa pun.Bahkan gadis itu tidak menghubunginya!“Maafkan saya.” Rafael berkata pelan.“Kenapa, Pak?” Aruna bertanya.“Saya lupa menjemputmu dan membuat kamu menunggu hingga lebih dari dua jam..”“Oh, tidak apa-apa, Pak. Saya bisa pulang sendiri, kok. Bapak juga

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-16
  • Mendadak Jadi Istri Presdir   Bab 10 - Kamu Hiper Juga, ya!

    “Apartemen besar juga ya, Adik Ipar!”Dari depan pintu, baik Nathan maupun Livia sama-sama melongokkan kepala untuk menyaksikan ruang apartemen milik Rafael dari luar. Bibir mereka menganga lebar penuh kekaguman.“Ini serius kami boleh masuk?” tanya Nathan menyipitkan mata. “Nanti jangan-jangan kamu mengusir kami.”Rafael tergelak sambil sesekali menyeka keringat di dahi. Napasnya masih memburu karena baru saja ia melakukan kerja kelompok memindahkan barang Aruna lagi ke kamarnya.“Masuk saja, Mas. Silakan.” Rafael semakin menyibakkan pintunya, mempersilakan kedua orang itu masuk.Nathan dan Livia melewati Rafael dengan masih terpana melihat ruang apartemen yang tengah mereka masuki. Netra mereka terlempar ke sana-kemari penuh takjub.Mereka kemudian bertemu Aruna di ruang tengah. Aruna kala itu tepergok sedang mengipasi wajahnya karena kegerahan.“Abang kok bilangnya mendadak kalau mau ke sini?” protes Aruna.Nathan yang masih repot membantu Livia mengatur dan menaruh tas belanja mere

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-17
  • Mendadak Jadi Istri Presdir   Bab 11 - Ingin Lihat Saya Buka Baju?

    Apa yang dibahas oleh abangnya kemarin benar-benar membuat Aruna tidak bisa berpikir lebih jernih.Apalagi kalimat ‘verifikasi’ tambahan dari Rafael semakin berhasil membuat kedua orang itu salah paham.Gadis itu lalu menggeleng cepat untuk mencoba menepis rasa malu yang menyergap sebelum kemudian berdehem pelan.“Aruna, bisa buatkan saya kopi?”Suara berat Rafael membuyarkan lamunan Aruna dan membuatnya menatap ke arah pria itu. Di meja kerjanya, Rafael memijat kepala dan terlihat tertekan.“Baik, Pak,” jawab Aruna cepat.Ia bergegas menuju pantry, mencoba mengalihkan fokus dengan memilih kemasan kopi favorit Rafael. Namun, saat tangannya sibuk menakar, isi pikirannya kembali melayang ke perkataan Rafael kemarin.‘Pro di ranjang.’Wajah Aruna kembali memerah dan kini dia benar-benar tak habis pikir. Bagaimana mungkin Rafael bisa bersikap santai setelah mengatakan hal itu?Ia sendiri bahkan masih sulit bernapas normal hanya dengan mengingatnya!Setelah kopi Rafael selesai dibuat, Aruna

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-17
  • Mendadak Jadi Istri Presdir   Bab 12 - Alergi Hujan

    Hujan deras mengguyur kota siang itu. Langit ditudungi awan pekat.Aruna berdiri di bawah emperan Butik kecil di pinggir jalan, menggigil sambil merapatkan tangannya. Di sampingnya, Rafael berdiri dan terus mengetuk-ngetukkan jarinya ke layar ponsel.“Ck, kenapa lama sekali?!” celetuk Rafael mulai tak sabar. Sesekali ia melirik ke arah Aruna.“Nggak apa-apa kok, Pak. Hujan begini biasanya arus di jalan juga meningkat,” sahut Aruna mencoba menenangkan. Suaranya gemetar karena dingin.Rafael berdecak sekali lagi. “Katanya sudah di jalan, tapi nggak bisa dihubungi sekarang,” Rafael menjawab dengan nada jengkel, lalu mematikan layar ponselnya.“Kamu tidak membawa jaket atau sesuatu untuk menghangatkan badanmu?”Aruna menggeleng pelan. “Saya nggak kepikiran bakal hujan sederas ini, Pak,” akunya pelan.Rafael menghela napas panjang. Ia mendekat, lantas menyodorkan jasnya. “Pakai ini. Saya tidak mau kamu tambah kedinginan dan alergimu semakin parah.”Aruna terkesima, tapi buru-buru menggeleng

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-17

Bab terbaru

  • Mendadak Jadi Istri Presdir   Bab 34 - Oma Tini

    Oma Tini tampak sangat bersemangat. Langkah rentanya ringan menggandeng Aruna menuju ke butik langganan keluarga Pranandaru di pusat perbelanjaan mewah.Di belakang mereka, Rafael berjalan santai dengan ekspresi datar sambil sesekali mendengus sebal. Sebab, belum apa-apa tangannya sudah sibuk membawa dua buah tas berwarna coklat dan hitam. Milik neneknya dan Aruna.“Rafael, tangan kamu menganggur kan? Bawakan tas oma.” Oma Tini berkata sambil menyerahkan tas tangannya kepada Rafael. “Nih, sekalian punya istrimu juga.” Mengingat itu, Rafael menghela napas. “Untung sayang.”“Oma suka warna apa? Pastel atau mungkin warna-warna netral?” Aruna bertanya sambil memegang sebuah blouse berwarna biru langit.Oma Tini merengut. “Kenapa jadi pilih punya Oma duluan? Kan kita mau mencari kado ulang tahun kamu.”“Gak harus punyaku duluan kok, Oma. Ini aku ketemu blus yang cocok untuk Oma duluan.” Aruna membalas. “Gimana, Oma?”“Yasudah.” Jawab Oma Tini.Wanita tua itu lalu berpikir sejenak, sebelu

  • Mendadak Jadi Istri Presdir   Bab 33 - Kenapa Nggak Kasih Tahu Oma?!

    “Terima kasih sudah melakukannya dengan baik.”Aruna yang baru saja membuka minuman kaleng dari vending machine tertegun sebelum kemudian menelan sisa minuman di mulutnya. “Apanya, Pak?”“Presentasi tadi.”“Oh.” Aruna tersenyum. “Kalau begitu terima kasihh juga kepada Pak Rafael.”“Kenapa saya?” Rafael mengangkat alisnya dan memasukkan tangannya ke saku celana.“Bapak gak ingat berapa kali Bapak memarahi saya saat saya baru pertama kali jadi asisten Bapak?” Aruna berkata dengan mata yang menerawang jauh. Masih sambil minum, dia berkata lagi. “Dulu Bapak galak dan sama sekali nggak pernah tersenyum.”“Presentasi itu harus tegap lurus, tapi jangan membelakangi audiens, Aruna!”“Gestur! Gunakan gestur!! Lebih bagus lagi kalau ada alat peraga!”Aruna berkata sambil menirukan wajah Rafael yang menurutnya datar. “Hahaha. Lucu sekali, tapi terima kasih banyak, Pak. Berkat Pak Rafael, saya bisa menjadi Aruna yang seperti ini.”“Begitu. Berarti saya sekarang sudah gak galak dan sudah sering se

  • Mendadak Jadi Istri Presdir   Bab 32 - Rencana yang Gagal

    Hari ini adalah hari untuk melakukan presentasi penting mengenai pemenangan proyek resort, dan Aruna sudah berada di ruang rapat satu jam sebelumnya.Di ruangan itu, Aruna dengan teliti meletakkan materi berkas berisi rencana proyek dan meletakkannya di setiap meja, agar peserta rapat dapat langsung melihat ke arah materi sembari mendengarkan penjelasannya.Proyek ini merupaka proyek besar yang memungkinkan perusahaan mendapat untung ratusan miliar, sehingga sudah sejak dua minggu lalu Aruna menyiapkan semua data dan menyusun materi dengan hati-hati.Dia harus memastikan semuanya berjalan sempurna agar para pemegang saham dan ivestor mau menggelontorkan uangnya ke dalam pendanaan.Setelah selesai, Aruna melihat ke arah jam tangannya dan merasa masih ada waktu untuknya pergi memperbaiki penampilan. Jadi, dia buru-buru pergi ke toilet tanpa sadar bahwa ada seseorang yang masuk ke dalam ruang rapat setelah ia pergi dari sana.Setengah jam kemudian, setelah semua anggota rapat, termasuk k

  • Mendadak Jadi Istri Presdir   Bab 31 - Hadiah Untukmu

    “Pergi malam-malam begini? Ke mana?” Aruna menatap Rafael dengan bingung.Rafael mengangguk pelan, tapi ada sesuatu dalam tatapannya yang membuat Aruna tak berani bertanya lebih lanjut.“Baiklah, tolong tunggu sebentar ya” sahut Aruna akhirnya. “Aku akan berganti pakaian dulu.”Tanpa banyak bicara lagi, Aruna masuk ke kamar untuk bersiap. Ia memilih dress satin sederhana berwarna krem yang jarang ia kenakan dan memoles wajahnya agar tak terlihat pucat.Aruna lalu keluar kamar dan menatap Rafael yang sudah berdiri di depan pintu. “Kita mau ke mana?” tanyanya lagi sambil meraih tas.“Kamu akan tahu nanti,” balas Rafael singkat.Setelah turun ke lobi apartemen, sebuah mobil sudah menunggu dan Rafael membukakan pintu untuk Aruna. Dengan sedikit bingung, Aruna masuk dan duduk diam di kursi penumpang, sementara Rafael mengarahkan mobil keluar dari area apartemen menuju jalanan kota yang mulai lengang.Aruna diam, mencoba menebak-nebak ke mana Rafael akan membawanya.Setelah sekitar 30 men

  • Mendadak Jadi Istri Presdir   Bab 30 - Rencana yang (Hampir) Berantakkan

    Malam itu, setelah turun dari taksi, seorang perempuan berdiri di depan gedung apartemen sembari menatap gedung tinggi itu dengan rasa iri. Tangannya terkepal erat di sisi tubuhnya saat dia menggumam pelan. "Seharusnya aku yang tinggal di sini.”Pikirannya berkecamuk. Bayangan Aruna yang tinggal bersama Rafael di apartemen mewah ini membuat darahnya mendidih."Aruna tidak pantas mendapatkan semua ini!" ujar Melania sebelum melangkah masuk ke lobi dengan mata yang menatap tajam.Melania lalu menaiki lift menuju lantai apartemen Rafael dan berjalan menyusuri lorong. Hingga saat dia sampai di depan sebuah pintu, Melania berhenti sejenak.Menurutnya, apartemen di depannya ini benar milik Rafael. Setidaknya begitulah yang disampaikan informannya kepadanya.Kali ini adalah kesempatannya untuk memperingatkan Aruna sekali lagi. Mumpung Rafael tak ada karena masih menemui rekan kerjanya di luar jam kantor.Namun, sebelum sempat menekan bel, suara langkah kaki terdengar dari ujung koridor. Seor

  • Mendadak Jadi Istri Presdir   Bab 29 - Saat Rafael Effort

    Pagi itu cahaya matahari menerobos celah tirai kamar. Suara alarm dari ponsel Aruna membuyarkan tidur nyenyaknya. Ia menggeliat pelan, lalu meraih ponsel di meja samping tempat tidur.[Selamat Ulang Tahun, Aruna!]Tulisan itu menyala di layar ponsel, dari Nathan.Melihat itu, Aruna terdiam sebelum kemudian menghela napas panjang. “27 tahun ya. Waktu benar-benar cepat berlalu.”Sesaat kemudian, Aruna bangkit, melipat selimut dengan rapi dan melangkah menuju kamar mandi. Dalam hatinya, ia berdoa semoga tahun ini menjadi tahun yang lebih baik dari sebelumnya.Di kantor, suasana berbeda dari biasanya, karena beberapa karyawan di lantainya menghampiri Aruna ketika perempuan itu tengah melewati koridor.“Selamat ulang tahun, Bu Aruna!” salah seorang karyawan berkata sambil tersenyum lebar sembari menjabat tangannya.“Bu Aruna, happy birthday ya~” seru yang lain sambil menyerahkan sekotak kecil brownies.Terdapat dua lilin yang menyembul di atas kue tersebut sehingga nyala api di sana menari-

  • Mendadak Jadi Istri Presdir   Bab 28 - Kesukaan Rafael

    “Kalau kamu datang hanya untuk bertengkar dengan cucu menantuku, maka sebaiknya kamu pulang saja. Paham, Melania?!” kali ini Oma Tini tak lagi menahan diri dan benar-benar menatap Melania dengan kesal.Namun, alih-alih mengakui kesalahannya, Melania malah berusaha untuk membela diri. “Tapi, Oma juga lihat sendiri kan kalau dia–”“Melania!” Oma Tini memperingatkan lagi yang langsung membuat Melania terdiam dan dengan kesal membantu mengayak tepung.Melihat itu, Aruna segera menenangkan Oma Tini setelah menggeser keranjang telur itu ke tempat semula. “Aku nggak kenapa-napa, Oma. Telurnya juga baik-baik saja. Aku yang akan memecahkan telur kan?”Melihat perkataan Aruna, Oma Tini kembali tersenyum dan mengangguk sehingga proses pembuatan kue itu pun bisa benar-benar dimulai.“Bagus sekali, Aruna. Kamu memang teliti,” puji Oma Tini saat membimbing keduanya untuk mengaduk adonan. Akhirnya, Oma Tini memutuskan untuk mengubah rencananya. Dari membimbing Aruna membuat butterscotch, menjadi me

  • Mendadak Jadi Istri Presdir   Bab 27 - Membuat Butterscotch Pie

    “Yakin tidak mau kutemani?” Suara Rafael menghentikan Aruna yang bersiap membuka pintu mobil. Wajah pria itu datar, tapi Aruna bisa merasakan kekhawatiran dari nada bicara dan sorot matanya.Oleh karena itu, Aruna segera menggeleng sambil menyunggingkan senyum. “Tidak perlu, Pak. Bukankah Anda memiliki urusan? Pergilah. Saya bisa mengatasi ini. Toh ada Oma Tini.” Mendengar itu, Rafael mengangguk dan berkata tegas. “Segera beritahu saya apabila ada yang terjadi.”Aruna kembali mengangguk, tapi kali ini sambil memperlihatkan jempol sebagai tanda persetujuan.Setelah mobil Rafael melaju pergi, Aruna baru melangkah masuk ke area mansion Pranandaru dan menekan bel.Tak berapa lama, seorang pelayan membukakan pintu dan mempersilakannya masuk untuk pergi ke ruang utama.Tujuan Aruna datang hari ini adalah untuk memenuhi undangan dari Oma Tini yang hendak mengajarinya membuat kue. Oleh karena itu, dia berekspektasi bahwa akan langsung menemui Oma Tini di tujuan. Namun, ekspekspektasinya it

  • Mendadak Jadi Istri Presdir   Bab 26 - Undangan dari Oma Tini

    Rafael mengerutkan kening sewaktu mendapati beberapa panggilan tak terjawab dari Rianty.Saat panggilan itu akhirnya dijawab, hanya satu kata yang disebut oleh Rianty. Itu pun dengan nada yang putus-putus dan terlihat sesak. Mendengar itu, Rafael langsung menduga kalau penyakit ibunya kumat lagi. Sebab, Rianty memang memiliki penyakit asma yang mudah untuk kambuh. Terlebih setelah kelelahan atau ada alergen sebagai pemicunya.Tanpa menunggu lebih lama, Rafael segera mengenakan jasnya dan buru-buru melangkahkan kaki keluar dari kantor.“Saya pulang dulu. Segera hubungi saya jika ada apa-apa dan kirim berkas yang saya minta melalui email.” tukasnya kepada Aruna yang masih tenggelam dalam pekerjaannya.Tindakan Rafael itu membuat Aruna menatap dengan heran, tapi tanpa menjawab lebih jauh, dia mengangguk tegas. “Baik, Pak. Hati-hati.”Bayangan Rianty yang terbaring di kasur membuat Rafael mengebut, hingga hanya dalam waktu setengah jam, dia sudah mencapai pinggiran kota dan tiba di mansio

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status