3 Minggu kemudian
Tepat sebulan Zidan dan Reva melangsungkan pernikahan dan tinggal bersama. Kehidupan pernikahan mereka berjalan dengan baik atau lebih tepatnya kehidupan pernikahan di depan orangtua mereka. Zidan dan Reva memang tinggal satu atap tapi tidak satu kamar dan sibuk mengurusi kehidupan pribadi masing-masing.Beberapa hari yang lalu Reva sudah mendaftar ujian seleksi masuk perguruan tinggi dan ujian akan dilaksanakan hari ini jam 9 pagi. Jam telah menunjukkan pukul setengah 9 pagi, ia bangun kesiangan tadi gara-gara semalam begadang nonton drama korea favoritenya sehingga membuatnya harus melakukan segala sesuatunya secara terburu-buru. Sementara Zidan terlihat sudah rapi dengan setelan jas biru tua dengan dalaman kemeja putih dilengkapi dengan dasi dan rompi dengan warna senada. Ia tengah duduk bersantai di ruang keluarga sembari menyesap segelas kopi susu di pagi hari. Sebentar lagi ia akan berangkat kerja.Beberapa saat kemudian, Reva datang ke ruang keluarga, hendak memakai sepatu. Ia tampak sudah rapi dengan pakaian hitam putih dan tas selempang yang sudah menggantung cantik di lengan kanannya.“Om, cepetan ngopinya. Nanti aku telat,” celetuk Reva seraya melirik Zidan yang duduk di hadapannya. Kopinya terlihat masih sisa setengah.Setelah menandatangani perjanjian pernikahan itu Reva memang sudah terbiasa memanggil Zidan dengan panggilan itu karena jarak usia mereka yang terpaut jauh sekitar 12 tahun namun itu tidak berlaku saat di hadapan orangtua mereka. Saat di depan Orangtua mereka, biasanya Reva memanggil Zidan dengan sebutan Mas.“Siapa yang mau ngantarin kamu? aku mau berangkat kerja.”Reva mendongak, menatap Zidan yang sudah berdiri. “Oh ayolah Om, antarin aku sebentar aja. Kalau mencari kendaraan umum dulu nanti aku bisa telat.”“Salah sendiri kenapa bangun telat.”Zidan berbalik, baru saja ingin melangkah pergi, Reva dengan cepat menarik lengan Zidan. “Please antarin aku Om. Sebentar lagi ujiannya akan dimulai, kalau aku enggak bisa ikut ujian nanti aku enggak bisa lanjut kuliah kalau aku enggak bisa lanjut kuliah nanti aku enggak bisa gapai cita-citaku. Tega banget kamu."Zidan melirik sinis orang di sebelahnya, menarik tangannya hingga tautan tangan mereka terlepas. “Lebay banget kamu. Kalau kamu enggak bisa ikut ujian yang ini, ikut jadwal ujian yang selanjutnya. Itu aja kok repot,” tutur Zidan lalu melangkah pergi.Reva sontak memeriksa jam tangannya yang telah menunjukkan pukul 8.40 pagi. “Aduh, gimana nih,” gumamnya seraya mengigit kuku jari-jarinya. Perut sudah mules gara-gara mau ujian eh ditambah bangun kesiangan sampai membuatnya kemungkinan akan terlambat mengikuti ujian. Namun ia tak pantang menyerah, kembali mengejar Zidan yang sudah berada di luar.Ia melihat Zidan sudah masuk ke mobil. Dengan langkah cepat, ia ikut masuk ke mobil Zidan dan langsung memasang seatbelt.“Ngapain kamu?”“Please antarin aku ya Om, pleasee ....” Reva terus memohon dengan wajah diimut-imutkan, berharap suaminya luluh.“Tidak.”“Ayolah Om tolong aku, tega banget sih kamu. Aku bakal ngelakuin apa pun deh asal kamu mau antarin aku sekarang.”“Apa pun?” tanya Zidan seperti tertarik dengan tawaran dari Reva. Reva mengangguk.Setelah berpikir sebentar, Zidan akhirnya memperbolehkan. “Oke, aku bakal antar kamu tapi dengan satu syarat, aku mau kamu melakukan sesuatu untukku nanti malam. Bagaimana?”“Melakukan apa?”“Jawab saja mau apa enggak?”“Ya udah iya-iya,” jawab Reva tanpa berpikir panjang, yang penting sekarang adalah sampai di kampus sebelum ujian di mulai. “Ayo berangkat sekarang.”“Kunci dulu pintu rumah.”“Oh iya, sebentar ya Om. Jangan ke mana-mana.”“Hm.”Saat mengunci pintu, Reva melamun, memikirkan perkataan Zidan barusan. ‘Om Zidan mau minta apa ya nanti malam? kenapa harus malam-malam?’ matanya sontak melebar ketika terbesit sesuatu di pikirannya. ‘Hah jangan-jangan ....”Setelah mengunci pintu, Reva kembali masuk ke mobil. Zidan pun menjalankan mobilnya meninggalkan rumah.Setibanya di kampus, Reva bergegas melepas seatbeltnya. “Makasih Om,” lalu turun dari mobil. Zidan yang melihat Reva berlari menuju ruangannya sontak menggeleng-gelengkan kepalanya kemudian melanjutkan perjalanan menuju perusahaan.***MalamnyaReva tengah duduk di lantai ruang keluarga dengan beberapa kertas yang berserakan di atas meja. Ia sedang belajar mengenai soal-soal yang keluar di tes masuk perguruan tinggi tadi. Sambil menunggu hasil tes keluar, yang mungkin akan keluar beberapa Minggu lagi, ia akan terus belajar. Bila ia gagal nanti setidaknya ia sudah ada persiapan yang lebih matang untuk mengikuti ujian selanjutnya. Namun tiba-tiba Zidan datang dan langsung mengambil duduk di sofa. “Kamu lagi ngapain?”“Lagi belajar.”“Ohh. Tolong buatin aku creme brulee latte dong," ujar Zidan santai.“Hah! cream apa?”“Creme brulee latte. Minuman kopi yang kekinian itu.”Reva menggaruk kepalanya yang tak gatal, jangankan tahu bentuknya, namanya saja ia tidak pernah dengar, maklum karena ia memang bukan pecinta kopi. “Kenapa minta buatin sama aku? aku enggak tahu cara buatnya. Kenapa enggak pesan online aja? biasanya juga pesan online,” tutur Reva lalu kembali menulis.“Tapi malam ini aku maunya kamu yang buat. Kamu enggak ingat sama janji kamu tadi pagi? Katanya kamu bakal lakuin apapun untukku. Kamu lupa?”Reva menatap Zidan kesal. “Tapi aku enggak tahu cara buatnya Om. Bahan-bahannya untuk buatnya juga kayaknya enggak ada.”“Kamu ‘kan bisa lihat resepnya di hp. Untuk bahan-bahannya, aku udah beli tadi. Tuh, ada di dapur.”Reva kaget, seniat itu ternyata suaminya demi minuman kopi favoritenya. Ia menghela napas pasrah lalu berdiri. “Oke. Tunggu sebentar.”Zidan menganggukkan kepalanya, setelah istrinya pergi ke dapur, ia melipat tangan di atas dada seraya tersenyum menang.Sementara itu Reva di dapur menemukan sekantong plastik belanjaan di atas pantry. Saat membongkarnya ia mendapati ada bubuk espresso, sirup vanilla, bubuk whipped cream, susu cair, gula, bubuk creamer dan lainnya.Ia kembali menggaruk kepalanya.“Duh, ini apa aja sih? Kenapa banyak banget bahannya. Apa aja yang harus diapke?” mulutnya berdecak sebelum akhirnya kembali ke ruang keluarga.“Sudah selesai?” tanya Zidan.“Apanya yang udah selesai. Aku baru mau lihat resepnya di hp.”“Kenapa enggak dari tadi sih? lama banget,” ujar Zidan namun Reva tidak menjawab karena ia tampak fokus menatap layar ponselnya.“Kamu maunya dingin atau hangat Om?” tanyanya tanpa mengalihkan pandangannya.“Yang hangat aja.”“Oke.” Reva kembali ke dapur.Sambil melihat ponsel, ia mencocokan bahan-bahannya, memisahkannya dari bahan lain yang tidak terpakai lalu mulai membuatnya.20 menit kemudian dua cangkir creme brulee latte ala Reva akhirnya jadi. Satu cangkir untuk Zidan dan satu cangkir lagi untuk dia, dia ‘kan juga pengen ngerasain karena minuman itu kelihatannya enak tapi dia sengaja memasukkan punyanya ke kulkas karena ia suka yang dingin-dingin.Ia pun membawa kopi satunya lagi ke ruang keluarga. “Ini. Silakan di minum Tuan!” ucap Reva seraya tersenyum lebar dan sengaja menekankan kata Tuan.“Sedotannya mana?”“Hah?”“Tadi aku beli sedotan juga. Kamu enggak lihat di belakang? ambil sekarang. Aku mau minumnya pake sedotan.”Reva mengepalkan tangannya, rasanya ingin menjitak kepala suaminya itu namun apa daya ia harus memenuhi janjinya. Ia pun menyunggingkan senyumnya. “Oke, sebentar ya Tuan.”Tak lama kemudian Reva memberikan sedotan kepada Zidan. “Eum lumayan juga. Ternyata kamu cepat belajar ya.”“Oh iya jelas dong Om. Aku memang cewek yang cerdas dan serba bisa,” ucap Reva berbangga diri. Setelah itu Reva pun hendak kembali duduk di tempatnya semula, di lantai yang dingin favoritenya pasalnya ia tidak terlalu suka duduk di sofa, ia lebih suka duduk di lantai.Saat melewati Zidan, ia tak sengaja tersandung kaki besar Zidan sehingga membuat tubuhnya oleng dan mendarat mulus di pangkuan Zidan. Reflek Zidan melingkarkan tangannya di pinggang Reva. Reva menoleh, menatap wajah suaminya yang hanya berjarak beberapa cm darinya. Zidan menatap mata Reva sejenak lalu turun ke bibir pink kenyal itu. Dada keduanya berdebar sampai akhirnya Reva bangkit dari pangkuan Zidan, membasahi bibirnya gugup. "Hmm, a-aku ... aku ke belakang dulu ya," ucapnya tanpa menatap Zidan lalu melangkah cepat ke belakang.Bersambung“Jadi mau sampai kapan kita di sini Rian? sebulanan ini aku sudah berusaha untuk menghindari kontak dengan keluargaku. Keluargaku pasti marah besar padaku terutama adikku karena dia terpaksa harus menggantikanku untuk menikah,” omel seorang wanita berwajah kecil dengan rambut pendek berponi. “Loh, kok kamu malah jadi nyalahin aku? rencana kabur itu ‘kan rencana kita berdua, kamu juga terlibat dalam rencana ini Risa,” ucap seorang pria berwajah bulat dengan rambut pendek belah tengah. Sebenarnya pria itu lebih muda dari wanita itu namun pria itu agak risih bila harus memanggil dengan sebutan kakak karena mereka berpacaran walaupun kekasihnya lebih tua 2 tahun darinya dan kekasihnya juga tidak masalah dengan itu.Risa dan Rian, sepasang kekasih yang saling mencintai itu kabur dari rumah karena salah satunya akan dijodohkan. Mereka kini tengah terlibat pertengkaran kecil di sebuah kafe yang terletak di kota Surabaya. “Iya. Itu karena awalnya aku pikir kamu bakal nikahin aku secepatnya k
“Perkenalkan saya Riri dan ini Pak Anton. Kami diperintahkan Bu Eva untuk bekerja di sini,” jawab wanita muda berambut panjang lurus berponi itu.‘Disuruh mama Eva? tapi kenapa Mama Eva enggak ngabarin aku dulu ya sebelumnya?’ batin Reva. “Hm, Mbak, Pak. Maaf saya permisi ke dalam sebentar ya.” “Oh iya Mbak, silakan.” Reva pun bergegas kembali ke kamarnya, mengambil ponsel dan pas sekali ada panggilan masuk dari mamanya Zidan. “Halo, assalamualaikum Ma,”“Waalaikumussaalam. Kamu ke mana aja Rev? Mama telepon dari tadi, enggak diangkat-angkat.” “Ya, Ma tadi aku lagi enggak megang hp, maaf ya Ma. Ada apa ya Ma?” “Ini Mama cuma mau kasih tahu kalau nanti ada seorang ART sama seorang satpam yang datang ke rumah kalian. Mama udah bayar mereka untuk kerja jaga rumah sama bantu-bantu kamu. Kasihan kalau kamu harus ngurus rumah sendirian. Mama sengaja memperkerjakan ART yang muda biar bisa akrab sama kamu, bisa jadi teman atau kakak untuk kamu jadi kamu enggak merasa kesepian di rumah k
Seminggu kemudian“Rosa, hasilnya udah keluar belum sih?” tanya Reva di telepon. Ia sedang duduk di kamarnya, bersandar di sandaran ranjang, menghubungi sahabatnya sejak SMA, menanyakan hasil ujian seleksi masuk perguruan tinggi yang akan keluar sore ini. Mereka memang sudah berencana untuk masuk ke kampus dan fakultas yang sama.“Belum. Katanya sih jam 3 keluarnya."Reva melirik jam dinding di kamarnya yang baru menunjukkan pukul 2 siang. “Oh, masih 1 jam lagi dong. Kita ketemuan aja yuk, biar meriksanya bareng nanti.” “Ayo! ke kafe biasa ya~” “Oke, aku siap-siap dulu. Sampai jumpa di sana ya bye-bye~” “Bye~” Setelah memutuskan sambungan, Reva beranjak dari kasur, berdiri di depan lemari, memeriksa koleksi pakaiannya cukup lama sampai pilihannya jatuh kepada celana highwaist snowblack dengan atasan blouse crinckle putih lengan panjang, ada hiasan pita di bagian dadanya. Setelah mengenakan pakaian, ia duduk di depan meja hias, menata rambutnya. Ia membuka kotak yang berisi banyak a
“Tumben belum berangkat, Om? biasanya cepat,” celetuk Reva yang terus memandang Zidan sampai duduk di kursi yang berhadapan dengan Zidan.Zidan mendongak menatap Reva datar. “Kamu enggak lihat aku masih makan?”“Wes santai dong Om, nanya doang padahal,” ucap Reva seraya menyendokkan nasi goreng ke atas piringnya. Zidan pun hanya diam.Setelah menyendokkan nasi, Reva kembali menatap orang di hadapannya. “Ehem!” Reva berdehem sekali namun Zidan tak terganggu sama sekali. “Hmm semalam siapa ya yang ngasih lampu hias ke aku?” sambung Reva kembali berbicara dengan pandangan mata yang pura-pura melirik ke arah lain.Zidan kembali menatap Reva. Reva ikut melirik Zidan. “Kamu lagi ngomong sama siapa?”Reva menghela napas kesal. “Ya, sama kamu lah Om. Memangnya di ruang makan ini ada siapa saja selain kita berdua?”“Oh, kirain kamu ngomong sendiri. Anak remaja kayak kamu ‘kan hobi ngomong sendiri.”Reva menyipitkan matanya, menatap sinis suaminya yang enggak jelas itu. “Dih, apaan sih. Udah ng
Hari terus berganti sampai tibalah saat mahasiswa baru menjalani pengenalan kehidupan kampus dan disinilah Reva, di kediamannya sudah sibuk bersiap-siap pagi-pagi sekali pasalnya pkkmb akan dilaksanakan jam 7 pagi, mau tak mau Reva, si calon mahasiswa baru harus datang sebelum jam 7. Tok tok tok!“Om, buka pintunya!”Reva mengedor pintu kamar Zidan, berseru membangunkannya.Ceklek! “Kenapa sih? Pagi-pagi udah ribut aja kamu.” Zidan keluar dengan muka kusut, dan mata yang belum sepenuhnya terbuka.“Om cepat mandi, antarin aku ke kampus. Hari ini, hari pertama aku pkkmb.”“Kamu ‘kan ada motor. Kenapa enggak berangkat sendiri?” tanya Zidan setelah menguap lebar.“Kalau lagi pkkmb enggak dibolehin bawa kendaraan sendiri Om. Ayolah cepat pleasee, udah jam 6 lewat ini. Kamu aja belum siap-siap, aku masuknya jam 7.”“Ya udah iya-iya. Kamu tunggu di bawah aja, aku mau siap-siap dulu.”“Oke. Jangan lama-lama tapi, awas aja kalau lama,” ucap Reva seraya menunjuk wajah Zidan, mengancamnya.“Hm
‘Hah, siapa ini? kok mesra banget. Apa Om Zidan punya pacar?’ batin Reva bertanya-tanya namun ia kembali pada posisi semula ketika Zidan kembali.Zidan sontak menoleh ketika Reva duduk menjauh darinya. “Kenapa kamu?”“Enggak apa-apa.”Zidan sebenarnya menaruh curiga namun ia tidak mau ambil pusing dan kembali menonton.Reva pun meraih ponselnya dan sibuk sendiri dengan ponselnya. “Ya ampun! cakep-cakep banget sih aktor korea ini. Udah ganteng, tinggi, putih, kaya, berbakat lagi!” celetuk Reva sengaja dengan suara keras, melirik Zidan yang tak bergeming. Itupun membuat Reva kesal, ia menggembungkan pipinya kesal. “Mana sifatnya juga baik, lembut, gentleman ke lawan mainnya," sambung Reva namun Zidan tetap bersikap tidak perduli. Karena tidak mendapatkan reaksi yang diinginkan, Reva akhirnya mendekati Zidan. “Om, lihat deh aktor korea ini cakep-cakep banget ya. Kira-kira aku cocoknya sama siapa ya di antara 3 cowok ini?” tanya Reva seraya menunjukkan beberapa foto aktor korea di depan
“Kevin,” ucap Reva ketika melihat orang itu.Kevin, pria itu mengangkat sudut bibirnya sedikit. “Aku terharu ternyata kamu masih mengingatku. Aku pikir kamu sudah melupakanku.” melangkah mendekati Reva.“Hm, aku rasa kamu enggak banyak berubah jadi aku masih mengingatmu,” jawab Reva seadanya. Sebenarnya ia tidak terlalu akrab dengan salah satu teman SMP-nya itu tapi namanya bertemu teman lama, tidak mungkin ia bersikap pura-pura tidak tahu.“Oh iya aku udah denger kabar kalau kamu udah nikah dengan seorang CEO terkenal dari perusahaan manufaktur ternama.”Reva mengalihkan pandangannya ketika Kevin menatapnya intens setelah berbicara. “Hm, iya. Aku di jodohin. Jadi, mau tidak mau, aku harus nikah,” jawabnya tanpa menatap sang lawan bicara.“Ohh. Tapi enak dong jadi istri CEO kaya raya dan tampan. Tinggal ongkang-ongkang kaki aja terus terima duit banyak. Hidup mewah."Reva sontak melirik Kevin tajam. “Aku rasa itu bukan urusanmu. Kenapa kamu kelihatan sibuk sekali mengurus rumah tangga
“Mama~” Reva keluar dari kamar dan langsung menghambur ke dalam pelukan mamanya.“Reva, mama kangen banget sama kamu. Kamu kangen enggak sama Mama?”Reva mendongak menatap wajah mamanya tanpa melepas pelukan. “Kangen banget Ma~” lalu kembali memeluk erat mamanya. Mamanya tersenyum sambil menutup mata, hatinya menghangat bertemu dengan anak bungsunya.“Pagi Mama Dina!” sapa Zidan yang baru muncul dengan senyum ramah membuat kedua wanita cantik itu melepas pelukannya.“Eh, Zidan. Pagi!” Zidan tak lupa menyalim tangan mertuanya. “Kamu mau berangkat kerja ya?” sambung Dina ketika memperhatikan pakaian Zidan yang sudah rapi.“Iya Ma.”“Aku juga mau berangkat kuliah Ma. Mama enggak apa-apa ‘kan sendirian dulu di rumah? Eh, tapi ada Mbak Riri kok,” timpal Reva.“Iya enggak apa-apa. Eh, tapi kalian enggak keberatan ‘kan kalau Mama nginap di sini selama beberapa hari?”“Enggak lah Ma, kami malah senang,” ucap Zidan.“Iya apalagi aku senang banget lah Mama ada di sini."Dina menarik sudut bibir