Reva kembali ke bawah untuk mengambil selimut di kamarnya. Perlahan ia melangkah, mengendap-endap sambil memperhatikan sekitar, jangan sampai mamanya tahu kalau selama ini ia dan Zidan sebenarnya tidak tidur satu kamar.Setelah memastikan keadaan aman, Reva membuka pintu kamarnya pelan-pelan pasalnya kamar mamanya juga berada di lantai bawah, takutnya mamanya dengar dan memergokinya. Ia mengambil selimut bulu lembut berwarna soft pink kesayangannya yang berada di atas kasur lalu bergegas keluar namun siapa sangka mamanya telah berdiri di depan pintu kamarnya. “Aaa!” pekik Reva kaget. Dina reflek menutup telinganya. “Reva! jangan teriak-teriak. Udah malam ini.”“Mama ngejutin aku sih. Mama ngapain di sini?”“Harusnya Mama yang tanya sama kamu, ngapain kamu ke kamar ini? Ini kamar kamu sama Zidan? tapi kok Mama lihat tadi Zidan ke atas?” tanya Dina, berusaha untuk mengintip ke dalam kamar.Reva langsung menutup pintu rapat. “Enggak Ma. Ini bukan kamar kami. Kamar kami memang ada di at
Sepulang kuliah, Reva langsung pulang ke rumah. “Mbak, mama ke mana? sepi banget rumah,” ujar Reva saat baru saja tiba di rumah. “Mama Non lagi tidur siang.”“Ohh oke.” “Ya udah kalau gitu saya ke belakang ya non,” Reva mengangguk lalu pergi ke kamarnya, mengganti pakaian yang lebih santai kemudian pergi ke dapur untuk mengambil minum.“Mbak lagi masak buat makan malam ya?” tanya Reva yang sedang berdiri di depan kulkas. Riri sontak menoleh, “Iya Non. Apa Non mau request sesuatu buat makan malam?" Riri menawarkan.“Enggak. Tapi saya pengen buat pie susu deh sekarang, buat Mama,” jawab Reva setelah meneguk air putih dingin di kursi lalu berdiri, mendekati Riri. “Bahan-bahannya ada enggak ya Mbak di rumah?” memperhatikan ke sekitar pantry.“Bahan-bahan buat pie susu itu apa aja ya Non?”“Sebentar,” Reva mengeluarkan ponsel dari saku celananya untuk mencari resep membuat pie susu. “Ini Mbak.” Riri mendekat, menatap layar ponsel Reva yang sedang menampilkan resep pie susu. “Oh nanti
“Om, aku mau tanya sesuatu deh sama kamu,” Reva mengubah posisinya menjadi miring, memandang Zidan di sebelahnya yang sedang sibuk bermain ponsel. Sekarang sudah jam 11 malam tapi keduanya belum berniat untuk tidur. Sedari tadi Zidan hanya memainkan ponselnya sementara Reva hanya duduk melamun sambil bertopang dagu.Zidan melirik sekilas. “Nanya mah tinggal nanya, enggak perlu basa-basi,” ucapnya lalu kembali menatap layar ponsel.“Hm, kamu sebenarnya suka enggak sih sama Kak Risa?” pertanyaan itu sukses membuat Zidan berhenti dari kegiatannya, menatap Reva lama dengan wajah datar. Sebenarnya pertanyaan itu sudah lama ingin Reva tanyakan, namun baru bisa di tanyakannya sekarang. “A-aku cuma nanya doang. Kenapa kamu menatapku seperti itu?” Reva menjadi gugup bila ditatap intens seperti itu.Zidan pun mengalihkan pandangannya. “Aku tidak tahu. Tapi, sepertinya aku tidak punya perasaan padanya. Kenapa tiba-tiba bertanya seperti itu?” “Enggak apa-apa, aku cuma penasaran aja. Terus kalau
“Enggak diangkat Ma,” ucap Reva ketika menghubungi suaminya. Ia baru saja pulang dari kampus dan hendak menghubungi Zidan untuk menyuruhnya pulang. Mamanya akan pulang hari ini dan Reva mau Zidan yang mengantarkannya.“Ya udah Mama pulang naik taksi aja. Mungkin Zidan lagi sibuk.”“Enggak apa-apa sendirian Ma? atau aku temenin aja ya?”“Enggak usah. Kamu ‘kan juga baru pulang kuliah, pasti capek.”"Tapi Ma--"Tin tin!“Eh, siapa itu?” tanya Dina, Reva menggeleng kemudian keduanya bergegas memeriksa ke depan.Ceklek!“Papa!” seru Reva ketika papanya baru keluar dari sebuah mobil sedan hitam. Reno menyunggingkan senyumnya, merentangkan kedua tangannya menyambut Reva yang berlari ke arahnya. Dari jauh Dina tersenyum melihat interaksi seorang papa dan anak itu.“Huaahh anak bungsu Papa udah makin gede aja,” ujar Reno setelah melepaskan pelukan memperhatikan badan Reva yang semakin berisi.“Iya dong Papa, Reva ‘kan udah nikah. Udah pasti dia makin dewasa,” timpal Dina seraya mengusap rambu
“Reva mana Mbak?” pertanyaan pertama yang keluar dari mulut Zidan setelah tiba di rumah.“Udah di kamar sejak habis makan malam tadi Tuan.”Dahi Zidan berkerut, tidak biasanya Reva seperti itu. “Hm, tadi ada tamu yang datang?”“Ada Tuan, sepasang suami istri dan anaknya.”“Itu Kakak saya sama suami dan anaknya.”“Oh maaf saya tidak tahu Tuan.”“Iya enggak apa-apa.”“Iya, kalau begitu saya permisi.” Zidan mengangguk.Zidan melanjutkan langkahnya, saat tiba di depan pintu kamar Reva, ia berhenti, menatap pintu kayu itu cukup lama. Perlahan ia bergerak mendekati pintu, berdiri lama di depan pintu. Ia menggelengkan kepalanya saat tangannya berniat mengetuk pintu itu hingga akhirnya memilih untuk pergi ke kamarnya.“Halo Kak,” Zidan langsung menghubungi kakaknya saat tiba di kamarnya.“Halo, kenapa nelpon malam-malam begini?”“Hm, aku minta maaf karena enggak bisa menemui kalian hari ini. Mungkin besok aku akan ke rumah.”“Ohh, enggak apa-apa. Aku tahu kamu orang yang sibuk. Kamu nelpon ak
“Semuanya, maaf aku harus pulang sekarang. Aku pamit ya."“Eh, mau ke mana—“ belum juga Eva menyelesaikan kata-katanya, Zidan sudah hilang dari ruang makan, bergerak cepat keluar dari rumah sampai semua orang kebingungan.Satpam yang melihat Zidan keluar rumah dengan terburu-buru, langsung dengan cepat membuka pagar kembali.Tin tin! Zidan hanya membunyikan klakson tanpa menurunkan jendela mobil. Ia tampak buru-buru.Setibanya di rumah, ia memencet bel berkali-kali sampai Riri membukakan pintu. “Reva mana?” satu pertanyaan keluar dari bibir Zidan saat baru tiba di rumah.“Di kamarnya Tuan,” jawab Riri menunduk. Zidan langsung menerobos masuk dan pergi ke kamar Reva yang tidak dikunci.Ceklek!Reva yang sedang duduk bersandar sontak menoleh. Keduanya berpandangan. “Om Zidan."“Kamu enggak apa-apa? katanya kamu kepleset di kolam berenang. Kamu itu kalau mau ngapa-ngapain tuh hati-hati. Ceroboh banget sih jadi orang!”Reva kaget. Ini sebenarnya dia lagi di khawatirin atau di marahin si
“Ternyata Zidan buru-buru pergi tadi karena istrinya terpleset terus kakinya terkilir. Mama baru tahu dia bisa bersikap semanis itu,” ucap Eva setelah mengakhiri sambungannya dengan Evan. Ia, anak dan menantunya sekarang sedang duduk di ruang tamu sehabis makan siang.“Jadi, tadi dia pulang ke rumahnya, Ma?” tanya Devi. “Iya. Dia udah bawa Reva berobat juga. Mama kayaknya nanti sore mau ke sana, jenguk Reva. Kalian mau ikut?” “Enggak deh Ma.” Daniel sontak menoleh, memasang wajah bingung ketika istrinya spontan berkata seperti itu. “Loh, kenapa?” “Aku jaga rumah aja sekalian mau packing barang, lusa ‘kan kami balik Ma.” “Masih lama lagi, kenapa mesti packing sekarang. Besok ‘kan juga bisa.” “Enggak apa-apa Ma, aku enggak mau apa-apa terburu-buru, dari pada nanti repot. Lagi pula Kayana lagi tidur sekarang, kasihan kalau dibangunin. Ya ‘kan ay?” ujar Devi seraya menyenggol lengan suaminya, agar membantunya bicara. Devi biasanya memanggil Daniel dengan sebutan ayang.“I-iya Ma,” j
“Kenapa tadi enggak jadi makan siang di rumah Mama, Om? Padahal ‘kan ada Kakakmu juga yang udah jauh-jauh dari luar negeri.”Zidan sontak mendongak, menatap Reva dengan mata bulat. “Kamu udah tahu?”“Udah. Tadi, Mama Eva ke sini.”“Ya, ‘kan aku balik ke rumah karena kamu jatuh.” “Tapi ‘kan aku enggak ada minta kamu pulang. Itu aja Mbak Riri bukan aku yang nyuruh ngehubungi kamu.” Zidan sontak mengedip-ngedipkan matanya gugup. “Ayo, ketahuan ‘kan kamu peduli sama aku? kamu udah mulai suka sama aku ya?” sambung Reva menggoda suaminya. “Apaan sih kamu? itu tuh cuma karena aku masih punya hati nurani. Ngarep aku sukain?”“Udah lah enggak usah sok cool gitu Om, padahal kalau tidur aja ngorok dan suka buat gaya nyeleneh.”Baru saja ingin menyuap sesendok nasi ke dalam mulutnya, sontak ia urungkan. Ia kembali menatap Reva dengan mata melotot. “Apa katamu?!”“Ups, keceplosan,” ucap Reva seraya menutup mulutnya.“Kamu tahu dari mana?” Sebenarnya Zidan dengar yang Reva ucapkan tapi dia pura-p