Tok tok tok!“Cepat dong! katanya mau pergi!” seru Zidan di depan kamar Reva. Sesuai kesepakatan, malam ini mereka akan makan malam bersama di rumah orangtua Zidan dan orangtua Zidan pun tidak keberatan dengan itu. Zidan akhirnya menuruti permintaan Reva agar foto aibnya dihapus.Namun hampir jam 7, Reva belum juga keluar dari kamar sementara Zidan sudah siap dari tadi. “Sabar Om! sebentar lagi siap!” sahut Reva dari dalam. Zidan memeriksa jam di tangan kirinya yang telah menunjukkan pukul 7 kurang 10 menit. Ia hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya padahal tadi mereka janji sama Mama Eva akan datang jam 7 tapi jam segini saja Reva belum siap. Tak kunjung dibukakan pintu, Zidan akhirnya menyerahkan dan lebih memilih menunggu di ruang tamu. Malam ini Zidan kelihatan tampan dan lebih muda karena pakaian yang dikenakan terlihat kasual dan trendi. Atasan turtleneck hitam dibalut dengan jaket kulit coklat dan bawahan celana jeans biru laut, rambutnya yang masih sedikit basah ditata
Hari ini adalah hari Senin, hari tersibuk telah datang kembali. Semua yang sekolah kembali sekolah, semua yang kuliah kembali kuliah dan semua yang bekerja kembali bekerja dan begitupula dengan Zidan, sang CEO muda yang hari ini memiliki perjalanan bisnis ke Surabaya.Setelah sarapan, Reva dan Riri mengantarkan Zidan ke depan. Riri juga membawakan koper Zidan karena kemungkinan Zidan akan berada di sana selama 4-5 harian.“Hati-hati ya,” ucap Reva. Zidan mengangguk. “Kamu juga jangan ceroboh selama aku enggak ada.” “Iya.” Reva lalu menadahkan tangannya untuk salim, Zidan memberikan tangannya. Riri yang sedari tadi menyimak hanya bisa tersenyum canggung. Menurutnya pasangan suami istri ini masih tampak canggung satu sama lain jadi membuatnya ikut canggung namun sesaat kemudian sesuatu terjadi yang membuat Riri sontak melebarkan matanya. Zidan mengecup kening Reva. Reva sebenarnya sama shocknya dengan Riri. Dia tuh masih kaget kalau dapat serangan mendadak gitu namun si pelaku alias Z
“Kayaknya benar ini rumahnya,” gumam Kevin di dalam sebuah mobil sedan merah. Ia tampak sedang berhenti di depan pagar rumah Reva dan Zidan sampai membuat Pak Anton yang sedang duduk di pos berdiri celingak-celinguk ketika melihat ada mobil berhenti di depan pagar.Setelah yakin, ia keluar dari mobilnya sambil menenteng sebungkus plastik hitam yang berisi sesuatu. “Permisi!” “Ya, mau cari siapa Dek?” tanya Pak Anton. “Saya—“ ia sengaja menggantung ucapannya saat tak sengaja melihat ada sebuah motor di halaman rumah Reva yang enggak asing di matanya. “Hm, apa benar ini rumahnya Reva Queen Arabella?”“Iya benar Dek. Adek ini siapa dan ada perlu apa?” Setelah berpikir sejenak, Kevin akhirnya menyodorkan bawaannya pada Anton. “Saya temannya Reva, Pak. Boleh minta tolong berikan ini padanya? saya enggak bisa lama-lama di sini soalnya saya masih ada urusan lain.” “Ohh, boleh Dek. Ngomong-ngomong nama adek siapa? Biar kalau non Reva tanya, saya bisa kasih tahu.” “Bilang saja dari teman
Hari terus berganti, sudah 4 hari Reva tidak masuk kuliah dan sudah 4 hari pula Zidan di luar kota. Hari ini, Reva akan kembali kuliah, kakinya sudah sembuh dan bisa berjalan normal kembali seperti biasa.“Non, yakin kuliah hari ini? tanggung Non. Kenapa enggak Senin aja mulai kuliah lagi?” tanya Riri yang sedang menyiapkan bekal untuk Reva. Reva yang memintanya sendiri.“Enggak apa-apa Mbak. Saya udah sembuh kok, udah bisa jalan normal juga,” jawab Reva setelah meneguk air putihnya hingga habis.“Ya udah kalau gitu, tapi hati-hati ya Non.”“Iya, Mbak. Ya udah kalau gitu, saya berangkat.” Reva berdiri, menyimpan kotak bekal yang telah disiapkan Riri ke dalam tas totebagnya yang terbuat dari jeans.Riri ikut mengantar Reva sampai ke depan. “Hati-hati ya Non.”“Iya Mbak.” Reva pergi ke kampus menaiki motornya.Setibanya di kampus, Reva langsung menuju ruang kuliahnya yang berada di lantai 2. “Reva! sayangku! akhirnya kamu balik kuliah lagi!” seru Rosa yang langsung menghampiri Reva di
Tok tok tok! Tok tok tok!Sudah berkali-kali, Zidan mengetuk pintu namun tak ada satu pun orang yang membukakan pintu untuknya sampai ia sesekali menepuk lengan dan kakinya karena dikerubungi nyamuk.Tok tok tok!“Ke mana sih orang-orang.” Zidan mulai kesal namun orang rumah juga tidak bisa disalahkan mengingat ia baru tiba di rumah pukul setengah 4 pagi. Sudah pasti orang-orang masih terlelap sekarang.Zidan akhirnya mencoba menghubungi Riri dan akhirnya diangkat.“Halo! Tolong buka pintu, saya sudah di depan sekarang.”“Oh, Tuan Zidan. Maaf, saya tidak tahu, saya ketiduran.”“Ya, enggak apa-apa. Tapi sekarang tolong buka pintunya.”“Baik Tuan.”Tak lama setelah sambungan terputus, pintu rumah akhirnya dibuka dan Zidan bisa masuk.“Sekali lagi saya minta maaf Tuan.”“Ya, enggak apa-apa,” jawab Zidan lalu melewati Riri. Saat tiba di depan pintu kamar Reva, ia berhenti, meletakkan tangannya di gagang pintu dan menekannya perlahan, ternyata kamarnya tidak terkunci. Ia pun masuk, berja
Setelah semua orang pulang, Reva merasa kesepian lagi. Rumah kembali sepi dan anehnya suaminya, orang yang seharusnya ada saat perayaan ulang tahun istrinya malah belum menunjukkan tanda-tanda akan pulang. Jam telah menunjukkan pukul 9 malam, beberapa jam lagi sudah mau berganti hari.Ia menghela napas panjang, benar-benar sudah tidak ada harapan lagi. Ia beranjak dari sofa setelah mematikan tv, berniat untuk langsung tidur saja namun,Ting! Ting! Bel rumah berbunyi membuat Reva sontak menatap ke arah pintu depan. Kakinya tergerak melangkah ke depan.Ceklek! Ia bisa melihat suaminya sedang berdiri di hadapannya dengan kepala tertunduk dan tangan yang berada di dahinya.“Om, kamu kenapa? kamu baik-baik saja?"Zidan mendongak, matanya tampak sayu, pipinya merah seperti orang yang habis mabuk. “Aku baik-baik saja.” Zidan menerobos masuk, melangkah agak sempoyongan.“Kamu habis mabuk ya Om?” Zidan berbalik, menatap Reva lama lalu menggeleng. “Enggak. Aku enggak mabuk, aku cuma minum du
Zidan pulang sore hari ini. Hari ini tidak banyak kerjaan di perusahaan sehingga ia bisa pulang lebih cepat. Ting! Ting!Ceklek! Ketika Zidan masuk, ia bisa melihat Reva dan Riri sedang sibuk menggeledah ruang tamu. “Kalian lagi ngapain?” tanya Zidan.“Lagi nyari hardiskmu lah,” jawab Reva yang tampak ngos-ngosan, keringat tampak mengalir dari dahinya menetes hingga ke bawah. “Belum ketemu juga?” “Belum.” “Saya benar-benar tidak tahu Tuan, Non. Seingat saya, saya simpan hardisknya di laci meja nakas di kamar Tuan, tidak ada saya pindahkan lagi setelah itu,” ungkap Riri, Reva melirik Riri tidak percaya ketika ART itu menjelaskan pada Zidan. Bagaimana bisa Riri berkata seperti itu sementara Reva sama sekali tidak menyentuh hardisk itu, sudah pasti dia yang memindahkannya.“Terus kalian pikir hardisk itu punya kaki? Kalau di kamarku sudah tidak ada lagi, berarti di antara kalian berdua ada yang mindahin. Enggak mungkin ‘kan Pak Anton yang mindahin?"Reva semakin kesal ketika Zidan
“Oke. 1 kelompok terdiri dari dua orang ya. Ibu enggak mau 1 kelompok terdiri dari banyak orang karena kalau gitu pasti bakalan banyak yang enggak kerja. Ibu maunya semuanya bekerja jadi paham dengan tugasnya. Mengerti?” “Mengerti Bu!” “Oke. Sekarang Ibu akan bagi kelompoknya ya,” ucap sang dosen seraya memakai kacamatanya lalu menatap ke kertas absen.“Duh, kenapa enggak milih sendiri aja sih kelompoknya,” bisik Rosa ke Reva di sebelahnya. “Iya, enakkan milih sendiri. Tapi, ya udah lah.”“Di catat ya. Kelompok 1, Sinta dan Caca, kelompok 2 Rosa dan Nana."“Yes, kita barengan.” Rosa dan Nana berpegangan tangan sebentar, sementara Reva di tengah di antara mereka cemberut karena otomatis tidak sekelompok dengan salah satu temannya.“Kelompok 3, Gio dan Serli, kelompok 4 Brian dan Ali. Kelompok 6 Reva dan Kevin.”Mata Reva terbuka lebar ketika mendengar nama teman sekelompoknya lalu saling pandang dengan temannya yang berada di kiri dan kanannya. Setelah dosen membagi semua kelompok
Ceklek! Dina membuka pintu kamar Reva yang sekarang ada penghuninya lagi. Reva sendiri lah orang yang mengisi kamarnya sekarang. Ia memutuskan untuk menginap di rumah orangtuanya selama beberapa hari ke depan. Dari dulu Reva tidak pernah mengunci kamarnya jadi orang rumah bisa masuk tanpa perlu izin dan sampai sekarang Reva masih melakukan kebiasaan itu di rumahnya. Dina masuk hendak membangunkan Reva. Ia bisa melihat anak bungsunya yang sebentar lagi menjadi seorang ibu masih terlelap dan merasa tak terganggu saat orang membuka pintu kamarnya. “Reva, nak bangun. Udah pagi,” kata Dina seraya menggoyang-goyangkan badan anaknya pelan. “Euunngg.” Reva melenguh dalam tidurnya namun sepersekian detik kemudian matanya perlahan terbuka, mengedipkan matanya beberapa kali hingga matanya terbuka sempurna. “Sarapan yuk, mama udah siapin sarapan.” Reva bangun dan masih mengucek matanya. “Iya Ma.” “Mama tunggu di luar ya,” ucap Dina setelah mengusap kepala Reva dengan sayang. Ting!
Zidan sampai di perusahaan, beberapa orang yang melewatinya seperti biasa menegurnya namun ia tampak tidak meresponnya dengan baik membuat berbagai pertanyaan dan asumsi tercipta di benak karyawan.“Pak Zidan kenapa ya hari ini? kelihatan tidak ramah.”“Lagi ada masalah kali.”“Kasihan banget ya padahal baru aja ada masalah di perusahaan, ditambah ada masalah rumah tangga pula.”“Dari mana kamu tahu kalau itu masalah rumah tangga?”“Soalnya aku lihat kemarin istrinya nangis pas pulang dari perusahaan.”Begitulah cuitan beberapa karyawan yang bergosip setelah berpapasan dengan Zidan, beruntung Zidan tidak mendengarnya. Kalau tidak, bisa dipecat mereka.Zidan duduk di ruangannya, bersandar dengan tangan di belakang kepala seraya menutup matanya. Permasalahan yang di hadapinya belakangan ini membuatnya sakit kepala. Jujur ia ingin percaya pada istrinya namun entah kenapa hatinya masih janggal, dia tidak bisa mempercayai Reva 100%. Tapi itu membuat masalah tercipta di antara mereka
Zidan pulang lebih awal hari ini, ia menyelesaikan kerjaan dengan cepat. Jujur, ia kepikiran dengan istrinya, ia merasa bersalah telah membuat istrinya menangis. Zidan tiba di rumah pukul 7 malam, ia langsung masuk ke kamar untuk mencari Reva karena ia tidak menemukan istrinya di ruang tamu maupun ruang tv. Saat masuk kamar, Reva tidak ada juga di sana. Zidan bergegas ke belakang dan menemukan Bik Juleha sedang masak air di dapur.“Bik, Reva di mana?”“Saya lihat tadi Non Reva ke lantai atas Tuan.”“Oh. Apa dia udah makan malam?”“Belum Tuan, dari tadi saya ketuk pintu kamar di atas tapi tidak ada yang nyahut. Sepertinya non Reva sudah tidur.” Zidan mengangguk paham lalu bergegas menaiki tangga menuju lantai 2.Ia berdiri di depan pintu yang Zidan yakini bila Reva berada di dalam.Tok tok tok!“Reva, kamu udah tidur?” tanya Zidan namun tidak ada jawaban dari dalam.Tok tok tok!“Reva!” tetap tidak ada jawaban dari dalam. Zidan kemudian bergerak mendekatkan telinganya ke pin
Keesokan paginya, Reva bangun telat dan saat ia bangun, Zidan sudah tidak berada di sisinya. Setelah mencuci wajahnya, ia langsung pergi ke ruang makan dan mendapati Zidan sedang sarapan. Zidan tampak sudah rapi dengan setelan jas kerjanya, seperti biasa.“Mas, kamu kok enggak bangunin aku?” celetuk Reva, mengambil duduk di hadapan Zidan.Zidan mendongak, menatap Reva sekilas sebelum kembali fokus pada makanannya. “Aku lihat kamu tidurnya nyenyak jadi enggak aku bangunin.”Reva terus memperhatikan orang di hadapannya sambil menopang dagu. Tapi Zidan seolah tak peduli dan terus saja makan, tanpa menoleh ke arah lain. Reva akhirnya menyerah, suaminya tidak peka, ia pun memilih untuk ikut makan saja.“Aku sudah selesai. Kalau gitu aku pergi ya,” ucap Zidan setelah menghabiskan minumnya. Tanpa menunggu jawaban dari Reva, ia meninggalkan ruang makan. Tidak ada salim, tidak ada kecup jidat dari Zidan. Ada apa dengan Zidan hari ini?Reva menoleh ke belakang setelah Zidan pergi, masih ti
Flashback on Reva baru saja selesai mandi dan berganti pakaian. Ia kembali memeriksa barang belanjaannya. Jadi setelah makan di mall tadi Reva sempat membeli jaket tweed dan juga gelang, tentu saja Zidan yang membayar semua itu. “Aduh cantik banget gelangnya. Suka banget lihatnya,” gumamnya setelah memasang gelang clover berantai emas. Matanya berbinar dengan senyum lebar menghiasi wajah cantiknya. Setelah itu ia mengeluarkan jaket tweed berwarna pink itu lalu mencobanya. Ia berdiri di depan cermin sambil berpose bak model majalah papan atas. “Cantik banget aku. Akhirnya nambah juga koleksi jaket tweed aku.” Setelah itu, Reva hendak menyimpan jaket tweed ke dalam lemari. Namun saat membuka lemari, beberapa pakaian jatuh akibat terlalu penuh. Sebenarnya bukan karena penuh melainkan pakaiannya tidak tertata dengan rapi sehingga membuatnya seperti memenuhi lemari. “Aduh, kayaknya udah lama juga aku enggak merapikan baju. Apa aku rapikan sekarang aja ya?” pikir Reva.Setelah berpikir
“Non Reva kenapa Tuan?” tanya Bik Juleha panik ketika mendapati Zidan pulang sambil membopong Reva. Zidan merebahkan Reva di sofa ruang tamu dengan hati-hati. “Bik tolong ambilkan minyak angin dan air putih hangat.” “Baik Tuan.” Bik Juleha bergegas ke belakang mengambilkan pesanan Zidan. Sedangkan Zidan tampak melirik ke arah meja, mengambil sebuah buku yang tertata di atas meja lalu mengipas-ngipaskannya ke depan wajah Reva. “Ini minyak anginnya Tuan.” Bik Juleha memberikan minyak angin lebih dulu pada Zidan kemudian kembali ke belakang untuk mengambil minum. Zidan lalu mendekatkan minyak angin itu ke hidung Reva. “Reva, bangun.” “Eummm ....” perlahan Reva membuka matanya, mengedipkan matanya beberapa kali, mengedarkan pandangannya ke sekitar dengan mata memicing. “Reva, kamu baik-baik saja?” Suara familiar masuk ke pendengaran Reva. Ia melirik Zidan dengan ekor matanya dan sedetik kemudian ia langsung bangun dan memeluk Zidan sambil menangis. “Mas, kamu percaya
Ting! Ting!Ceklek!“Kak Risa!”Plak!Reva sontak menyentuh pipinya yang memanas, menatap kakaknya tak percaya. “Kakak kok datang-datang langsung nampar aku. Memangnya aku salah apa?”“Kamu itu memang enggak tahu diri ya! Udah punya suami tapi masih main belakang juga sama cowok lain parahnya dengan pacar kakaknya sendiri lagi.”“Hah!” Reva tidak mengerti dengan maksud perkataan kakaknya, semua ini terasa mendadak baginya. “Kakak ngomong apa sih? Aku enggak paham.”“Enggak usah sok polos. Ayo ngaku, senarnya kamu punya hubungan ‘kan sama Rian?”“Apa?!” Zidan muncul dari belakang Reva, melirik Risa dengan tatapan sinis. “Kamu ngapain di sini? dan kalau datang ke rumah orang itu baik-baik, jangan malah nuduh orang sembarangan.”“Saya enggak berbicara sama anda. Saya berbicara dengan adik saya.” Risa berbicara secara formal namun dingin pada Zidan.“Tapi adik anda adalah istri saya. Jadi, urusan adik anda adalah urusan saya juga,” balasnya tak kalah dingin.“Ah, terserah.” Ris
3 minggu kemudian Plak!Rian menyentuh pipinya yang memanas, menatap tak percaya orang yang baru saja mengayunkan tangan ke pipinya. “Risa, ada apa?” Dia bingung kenapa kekasihnya tiba-tiba datang ke kosannya pagi-pagi sekali ditambah menghadiahinya dengan tamparan keras.Mata Risa tampak berkaca-kaca dengan wajah memerah, dadanya kembang kempis seperti menahan kesal. “Aku kecewa sama kamu! Aku benci sama kamu!” kesal Risa seraya memukul-mukul tubuh Rian.“Aduh, aduh sakit Risa. Kamu kenapa sih?” Rian berusaha menggapai tangan Risa, mencoba membuatnya berhenti.“Kamu itu yang kenapa?! dasar cowok bangs*t! Bisa-bisanya kamu pacarin aku tapi kamu malah suka sama adikku sendiri!”“Hah?!” Rian kaget bukan main, matanya terbelalak ketika mendengarnya.“Enggak usah pura-pura kaget kamu. Coba kamu jelasin ini apa?” Risa menunjukkan ponselnya ke depan wajah Rian. Terlihat sebuah foto yang menunjukkan Rian dan Reva sedang makan di sebuah tempat makan dan yang membuat Risa semakin jengkel adal
“Mas Zidan,” gumam Reva. Ia mengucek matanya, merasa tak percaya dengan apa yang dilihatnya sekarang.“Kenapa gitu reaksinya? memangnya kamu pikir aku ini makhluk tak kasat mata?”“Bukan.” Reva hampir saja tertawa mendengarnya. “Kamu kok bisa di sini?”“Tanyain aja sama status WA kamu itu.”Reva baru teringat kalau setengah jam yang lalu dia baru saja memperbarui status WA yang intinya tentang kesendiriannya di kampus, sepi dan dia bosan.“Ya, terus kenapa kamu di sini? kamu enggak kerja?” “Sebentar lagi jam makan siang jadi aku keluar sebentar untuk makan siang.”“Hm, kalau gitu ayo ke mall!” Reva dengan antusias mengajak suaminya ke mall. "Kita makan sambil main."“Jadi kamu mau ke mall? kenapa enggak bareng teman-teman kamu? Ke mana teman-teman kamu?”“Mereka pulang duluan soalnya ada urusan,” jawab Reva sambil menunduk dengan bibir mengerucut. Zidan jadi merasa tidak tega.“Kamu udah enggak ada kuliah lagi nanti?”“Ada. Tapi jam 2 siang nanti, masih lama.”“Ya udah ayo.”“Kamu ma