“Halo Kak,” Zidan tengah duduk seorang diri di ruang makan pagi ini. Sambil mengoles roti, ia menerima panggilan dari Kakak perempuannya yang menetap di Inggris bersama suaminya.
“Zidan, kamu beneran nikah sama mempelai wanita pengganti? aku baru sempat lihat kabar pernikahanmu di sosial media.”“Kakak ke mana saja? aku udah nikah seminggu yang lalu dan seharusnya kalau adik kandung nikah itu, kakak kandungnya wajib datang," jawab Zidan sekaligus menyindir kakaknya yang sudah lama tidak pulang ke Indonesia.“Maafin kakak ya Zidan, bukannya kakak enggak mau datang. Kakak enggak bisa datang waktu itu karena kamu tahu ‘kan suami kakak itu sibuk, enggak bisa libur. Kakak juga harus ngurus Kayana, dia masih kecil.”“Oke, aku paham,” ucap Zidan seraya menyantap roti yang sudah dioles selai coklat tadi.“Terus itu yang kakak tanyain tadi benar?”“Iya, yang mau dijodohin sama aku itu kabur saat hari pernikahan jadi adiknya yang menggantikannya.”“Hah! serius? jadi benar istri kamu itu remaja yang baru lulus SMA? kok kamu mau sih?”“Ya mau bagaimana lagi Kak, dia kabur di hari pernikahan, tidak mungkin semua yang sudah dipersiapkan dibatalkan begitu saja. Bisa rugi besar. Oh, iya kamu tahu dari mana soal istriku baru lulus SMA?”“Dari berita-berita media. Orang-orang berusaha menggali informasi tentang istrimu.”Zidan menghela napas seraya memutar bola matanya malas. Sekeras apapun ia menghindar untuk diwawancarai pihak media, semakin gencar pula orang-orang berusaha menggali informasi dan berasumsi sendiri. “Ternyata beritanya udah sampai ke mana-mana ya, padahal di hari pernikahanku, aku sudah melarang pihak media masuk dan aku juga udah berusaha menghindar untuk diwawancarai.”“Kamu seperti tidak tahu pihak media saja. Berita saja bisa dibuat-buat hanya dengan asumsi pribadi. Oh iya btw istri kamu itu gimana sifatnya? dia baik?”“Aku enggak tahu Kak. Aku baru menikah dadakan seminggu yang lalu tanpa berkenalan sebelumnya.”“Oh, ya udah kalau gitu kapan-kapan kakak pulang ke Indonesia deh, kakak mau lihat istri kamu, udah kangen juga sama Mama.”“Sama aku enggak kangen?”“Enggak. Udah dulu ya bye!”Zidan menatap ponselnya seraya menggeleng-gelengkan kepalanya setelah sambungan terputus. Kakak perempuannya itu memang orangnya to the point dan gengsi sekali.“Om lagi makan apa?” celetuk Reva santai. Ia baru saja keluar dari kamarnya setelah mandi, langsung mengambil duduk di hadapan Zidan.Zidan sontak mendongak, menatap orang yang baru datang dengan alis menukik. “Panggilan macam apa itu?”“Loh emang salah? jarak umur kita ‘kan beda jauh Om terus kata kamu ‘kan kalau di belakang orangtua kita, kita bukan pasangan suami istri jadi enggak masalah dong mau manggil apa aja."“Okay. Kalau gitu mulai sekarang aku akan manggil kamu bocah.”“Hah, memangnya aku anak kecil apa? aku ini udah lulus SMA, sebentar lagi akan masuk perguruan tinggi.”“Loh, kamu saja bisa manggil aku Om, kenapa aku enggak bisa manggil kamu bocah,” ujar Zidan seraya menyunggingkan senyum mengejek lalu beranjak dari sana. Reva melirik sinis punggung Zidan yang semakin menjauh namun ia tidak terlalu peduli dan memilih menyantap sarapan pagi yaitu roti tawar dengan selai coklat dan segelas susu vanila.“Bocah!”“Uhuk! Uhuk!” teriakan Zidan berhasil membuat Reva tersedak. Ia buru-buru meneguk air putih sebelum menghampiri Zidan di teras rumah.“Kenapa sih Om? teriak-teriak segala, udah kayak manggil pembantu aja."“Kunci pintu, aku mau berangkat kerja. Jangan sampai karena kelalaianmu, rumah kemalingan ya.”“Om pikir aku satpam apa? cari satpam dan ART dong. Masa rumah segede gini, aku sendirian yang ngurus. Gimana kalau nanti aku udah mulai kuliah?”Zidan menghela napas. “Iya nanti aku pikirkan. Jangan banyak mengeluh, sakit kepalaku.”“Siapa juga yang mengeluh ye,” jawab Reva sewot namun Zidan tidak dapat mendengarnya karena ia sudah meninggalkan Reva menuju mobilnya.***Setibanya di perusahaan, seperti biasa ia menghentikan mobilnya di depan perusahaan dan selanjutnya diteruskan oleh satpam untuk diparkirkan.“Ini kuncinya Pak,” ucap satpam bernama Asep setelah memarkirkan mobil Zidan.“Terima kasih Pak Asep,”“Sama-sama Pak.”Setelah menerima kunci mobilnya, ia memasuki perusahaan dengan langkah tegap dan berwibawa.“Selamat pagi Pak!” sapa karyawan yang kebetulan berpapasan dengan Zidan.Zidan hanya menyunggingkan senyumnya seraya mengangguk dan terus melangkahkan kakinya sampai memasuki sebuah ruangan di lantai 4.Ia menduduki kursi kekuasaannya yang sudah kurang lebih 3 tahun ini ia tempati setelah menggantikan kedudukan Papanya yang telah meninggal 3 tahun yang lalu.Tok tok tok!Zidan melirik pintu ruangannya yang baru saja diketuk. “Masuk!”“Permisi Pak,” terlihat seorang wanita cantik berambut panjang lurus sebatas dada memasuki ruangan dengan senyum manis terpasang di wajahnya. “Saya mau memberitahukan 15 menit lagi rapat bulanan perusahaan akan dimulai Pak.”Zidan sontak memeriksa jam tangannya yang menunjukkan pukul 8.45 pagi.“Di ruang rapat mana?”“Di ruang rapat lantai 2 Pak.”“Oke, kamu duluan saja. Sebentar lagi saya nyusul.”“Siap Pak. Permisi,”Setelah mengeluarkan laptopnya, Zidan pergi ke ruang rapat di lantai 2.Jam 9 tepat rapat bulanan perusahaan di mulai. Ruang rapat di lantai 2 itu dihadiri oleh beberapa orang di antaranya ada direktur operasional, direktur umum & SDM, direktur pemasaran, direktur keuangan, direktur teknologi dan beberapa anggota rapat lainnya. Mereka yang mengikuti rapat mengatur ponsel menjadi mode silent agar tidak mengganggu jalannya rapat.Rapat bulanan yang biasanya dilakukan 6 bulan sekali di perusahaan ini akan membahas tentang hasil pencapaian perusahaan dari bulan-bulan sebelumnya, membahas masalah yang terjadi dan solusinya serta target bulan depan yang harus dicapai.Beberapa saat kemudian, Zidan melirik ponselnya yang menyala, terlihat nama 'bocah' di sana. Ia baru mengganti nama Reva di kontak telepon tadi pagi setelah Reva menyebutnya dengan sebutan Om. Sebelumnya ia memberikan nama kontak istrinya dengan nama 'Reva'. Tanpa berpikir panjang, ia langsung menekan tombol reject.Baru saja kembali menyimak presentasi dari direktur keuangan, Zidan kembali menoleh tatkala ponselnya kembali menyala, Reva kembali menghubunginya. Zidan menghela napas, kembali menolak panggilan dari istrinya.Setelah dua kali ditolak, Zidan pikir, Reva akan berhenti menghubunginya. Reva memang berhenti menghubunginya tapi gantinya, ia mengirimkan pesan kepada Zidan.Reva: Om, kenapa teleponku enggak diangkat? kamu sibuk ya? aku cuma mau minta izin, aku mau keluar ketemu temanku untuk membahas tentang pendaftaran ujian masuk perguruan tinggi. Boleh enggak?Zidan meraih ponselnya, membalas pesan dari Reva dengan cepat.Zidan: Pergi saja, tidak perlu minta izin. Jangan lupa kunci pintu rumah dan pagar sebelum kamu pergi.Reva: Siap Om! thank you! semangat kerjanya ya Om!Reva juga mengirimkan emoji hormat dan senyum pada Zidan.Zidan reflek menggeleng-gelengkan kepalanya lalu mendongak dan mendapati semua orang tengah menatapnya termasuk direktur keuangan yang sedang melakukan presentasi.“Ehem!” Zidan sengaja berdehem. “Silakan lanjutkan,”Bersambung3 Minggu kemudianTepat sebulan Zidan dan Reva melangsungkan pernikahan dan tinggal bersama. Kehidupan pernikahan mereka berjalan dengan baik atau lebih tepatnya kehidupan pernikahan di depan orangtua mereka. Zidan dan Reva memang tinggal satu atap tapi tidak satu kamar dan sibuk mengurusi kehidupan pribadi masing-masing. Beberapa hari yang lalu Reva sudah mendaftar ujian seleksi masuk perguruan tinggi dan ujian akan dilaksanakan hari ini jam 9 pagi. Jam telah menunjukkan pukul setengah 9 pagi, ia bangun kesiangan tadi gara-gara semalam begadang nonton drama korea favoritenya sehingga membuatnya harus melakukan segala sesuatunya secara terburu-buru. Sementara Zidan terlihat sudah rapi dengan setelan jas biru tua dengan dalaman kemeja putih dilengkapi dengan dasi dan rompi dengan warna senada. Ia tengah duduk bersantai di ruang keluarga sembari menyesap segelas kopi susu di pagi hari. Sebentar lagi ia akan berangkat kerja. Beberapa saat kemudian, Reva datang ke ruang keluarga, hendak
“Jadi mau sampai kapan kita di sini Rian? sebulanan ini aku sudah berusaha untuk menghindari kontak dengan keluargaku. Keluargaku pasti marah besar padaku terutama adikku karena dia terpaksa harus menggantikanku untuk menikah,” omel seorang wanita berwajah kecil dengan rambut pendek berponi. “Loh, kok kamu malah jadi nyalahin aku? rencana kabur itu ‘kan rencana kita berdua, kamu juga terlibat dalam rencana ini Risa,” ucap seorang pria berwajah bulat dengan rambut pendek belah tengah. Sebenarnya pria itu lebih muda dari wanita itu namun pria itu agak risih bila harus memanggil dengan sebutan kakak karena mereka berpacaran walaupun kekasihnya lebih tua 2 tahun darinya dan kekasihnya juga tidak masalah dengan itu.Risa dan Rian, sepasang kekasih yang saling mencintai itu kabur dari rumah karena salah satunya akan dijodohkan. Mereka kini tengah terlibat pertengkaran kecil di sebuah kafe yang terletak di kota Surabaya. “Iya. Itu karena awalnya aku pikir kamu bakal nikahin aku secepatnya k
“Perkenalkan saya Riri dan ini Pak Anton. Kami diperintahkan Bu Eva untuk bekerja di sini,” jawab wanita muda berambut panjang lurus berponi itu.‘Disuruh mama Eva? tapi kenapa Mama Eva enggak ngabarin aku dulu ya sebelumnya?’ batin Reva. “Hm, Mbak, Pak. Maaf saya permisi ke dalam sebentar ya.” “Oh iya Mbak, silakan.” Reva pun bergegas kembali ke kamarnya, mengambil ponsel dan pas sekali ada panggilan masuk dari mamanya Zidan. “Halo, assalamualaikum Ma,”“Waalaikumussaalam. Kamu ke mana aja Rev? Mama telepon dari tadi, enggak diangkat-angkat.” “Ya, Ma tadi aku lagi enggak megang hp, maaf ya Ma. Ada apa ya Ma?” “Ini Mama cuma mau kasih tahu kalau nanti ada seorang ART sama seorang satpam yang datang ke rumah kalian. Mama udah bayar mereka untuk kerja jaga rumah sama bantu-bantu kamu. Kasihan kalau kamu harus ngurus rumah sendirian. Mama sengaja memperkerjakan ART yang muda biar bisa akrab sama kamu, bisa jadi teman atau kakak untuk kamu jadi kamu enggak merasa kesepian di rumah k
Seminggu kemudian“Rosa, hasilnya udah keluar belum sih?” tanya Reva di telepon. Ia sedang duduk di kamarnya, bersandar di sandaran ranjang, menghubungi sahabatnya sejak SMA, menanyakan hasil ujian seleksi masuk perguruan tinggi yang akan keluar sore ini. Mereka memang sudah berencana untuk masuk ke kampus dan fakultas yang sama.“Belum. Katanya sih jam 3 keluarnya."Reva melirik jam dinding di kamarnya yang baru menunjukkan pukul 2 siang. “Oh, masih 1 jam lagi dong. Kita ketemuan aja yuk, biar meriksanya bareng nanti.” “Ayo! ke kafe biasa ya~” “Oke, aku siap-siap dulu. Sampai jumpa di sana ya bye-bye~” “Bye~” Setelah memutuskan sambungan, Reva beranjak dari kasur, berdiri di depan lemari, memeriksa koleksi pakaiannya cukup lama sampai pilihannya jatuh kepada celana highwaist snowblack dengan atasan blouse crinckle putih lengan panjang, ada hiasan pita di bagian dadanya. Setelah mengenakan pakaian, ia duduk di depan meja hias, menata rambutnya. Ia membuka kotak yang berisi banyak a
“Tumben belum berangkat, Om? biasanya cepat,” celetuk Reva yang terus memandang Zidan sampai duduk di kursi yang berhadapan dengan Zidan.Zidan mendongak menatap Reva datar. “Kamu enggak lihat aku masih makan?”“Wes santai dong Om, nanya doang padahal,” ucap Reva seraya menyendokkan nasi goreng ke atas piringnya. Zidan pun hanya diam.Setelah menyendokkan nasi, Reva kembali menatap orang di hadapannya. “Ehem!” Reva berdehem sekali namun Zidan tak terganggu sama sekali. “Hmm semalam siapa ya yang ngasih lampu hias ke aku?” sambung Reva kembali berbicara dengan pandangan mata yang pura-pura melirik ke arah lain.Zidan kembali menatap Reva. Reva ikut melirik Zidan. “Kamu lagi ngomong sama siapa?”Reva menghela napas kesal. “Ya, sama kamu lah Om. Memangnya di ruang makan ini ada siapa saja selain kita berdua?”“Oh, kirain kamu ngomong sendiri. Anak remaja kayak kamu ‘kan hobi ngomong sendiri.”Reva menyipitkan matanya, menatap sinis suaminya yang enggak jelas itu. “Dih, apaan sih. Udah ng
Hari terus berganti sampai tibalah saat mahasiswa baru menjalani pengenalan kehidupan kampus dan disinilah Reva, di kediamannya sudah sibuk bersiap-siap pagi-pagi sekali pasalnya pkkmb akan dilaksanakan jam 7 pagi, mau tak mau Reva, si calon mahasiswa baru harus datang sebelum jam 7. Tok tok tok!“Om, buka pintunya!”Reva mengedor pintu kamar Zidan, berseru membangunkannya.Ceklek! “Kenapa sih? Pagi-pagi udah ribut aja kamu.” Zidan keluar dengan muka kusut, dan mata yang belum sepenuhnya terbuka.“Om cepat mandi, antarin aku ke kampus. Hari ini, hari pertama aku pkkmb.”“Kamu ‘kan ada motor. Kenapa enggak berangkat sendiri?” tanya Zidan setelah menguap lebar.“Kalau lagi pkkmb enggak dibolehin bawa kendaraan sendiri Om. Ayolah cepat pleasee, udah jam 6 lewat ini. Kamu aja belum siap-siap, aku masuknya jam 7.”“Ya udah iya-iya. Kamu tunggu di bawah aja, aku mau siap-siap dulu.”“Oke. Jangan lama-lama tapi, awas aja kalau lama,” ucap Reva seraya menunjuk wajah Zidan, mengancamnya.“Hm
‘Hah, siapa ini? kok mesra banget. Apa Om Zidan punya pacar?’ batin Reva bertanya-tanya namun ia kembali pada posisi semula ketika Zidan kembali.Zidan sontak menoleh ketika Reva duduk menjauh darinya. “Kenapa kamu?”“Enggak apa-apa.”Zidan sebenarnya menaruh curiga namun ia tidak mau ambil pusing dan kembali menonton.Reva pun meraih ponselnya dan sibuk sendiri dengan ponselnya. “Ya ampun! cakep-cakep banget sih aktor korea ini. Udah ganteng, tinggi, putih, kaya, berbakat lagi!” celetuk Reva sengaja dengan suara keras, melirik Zidan yang tak bergeming. Itupun membuat Reva kesal, ia menggembungkan pipinya kesal. “Mana sifatnya juga baik, lembut, gentleman ke lawan mainnya," sambung Reva namun Zidan tetap bersikap tidak perduli. Karena tidak mendapatkan reaksi yang diinginkan, Reva akhirnya mendekati Zidan. “Om, lihat deh aktor korea ini cakep-cakep banget ya. Kira-kira aku cocoknya sama siapa ya di antara 3 cowok ini?” tanya Reva seraya menunjukkan beberapa foto aktor korea di depan
“Kevin,” ucap Reva ketika melihat orang itu.Kevin, pria itu mengangkat sudut bibirnya sedikit. “Aku terharu ternyata kamu masih mengingatku. Aku pikir kamu sudah melupakanku.” melangkah mendekati Reva.“Hm, aku rasa kamu enggak banyak berubah jadi aku masih mengingatmu,” jawab Reva seadanya. Sebenarnya ia tidak terlalu akrab dengan salah satu teman SMP-nya itu tapi namanya bertemu teman lama, tidak mungkin ia bersikap pura-pura tidak tahu.“Oh iya aku udah denger kabar kalau kamu udah nikah dengan seorang CEO terkenal dari perusahaan manufaktur ternama.”Reva mengalihkan pandangannya ketika Kevin menatapnya intens setelah berbicara. “Hm, iya. Aku di jodohin. Jadi, mau tidak mau, aku harus nikah,” jawabnya tanpa menatap sang lawan bicara.“Ohh. Tapi enak dong jadi istri CEO kaya raya dan tampan. Tinggal ongkang-ongkang kaki aja terus terima duit banyak. Hidup mewah."Reva sontak melirik Kevin tajam. “Aku rasa itu bukan urusanmu. Kenapa kamu kelihatan sibuk sekali mengurus rumah tangga