Seminggu kemudian
Telah seminggu berlalu sejak pernikahan Zidan dan Reva dilangsungkan. Setelah tinggal bersama di kediaman orangtua masing-masing selama beberapa hari, akhirnya mereka tinggal bersama di sebuah rumah mewah nan mahal yang dihadiahkan oleh Mama Zidan sebagai kado pernikahan.Dan di sinilah mereka baru saja tiba di perkarangan rumah besar itu bersama orangtua mereka yang menaiki mobil yang berbeda. Zidan memarkirkan mobil sedan mewah hitam miliknya di sebelah mobil sedan putih mamanya.Mamanya Zidan tampak keluar lebih dulu bersama kedua orangtua Reva yang ikut bersamanya.Reva keluar lebih dulu tanpa mengeluarkan sepatah katapun. Selama perjalanan, ia memang hanya diam saja. Zidan tidak terlalu peduli karena dia orangnya juga tidak suka banyak bicara.Rumah untuk Zidan dan Reva itu tampak sangat besar nan mewah. Pilar rumah yang terdapat di depan terlihat menjulang tinggi dan kokoh. Rumah bergaya klasik modern itu memiliki 2 lantai. Halamannya pun begitu luas, terlihat asri karena terdapat taman yang ditumbuhi rerumputan hijau dan pepohonan yang rindang.“Ini rumah hadiah dari Mama untuk Zidan dan Reva. Semoga kalian suka ya,” celetuk Eva, mamanya Zidan seraya melirik Zidan dan Reva bergantian.“Terima kasih Ma.”“Eh, jawabnya udah kompak aja nih.” Eva menggoda anak dan mantunya ketika mereka enggak sengaja berbicara berbarengan sementara yang digoda hanya menyunggingkan senyum tipis. “Ya udah kalau gitu ayo kita lihat ke dalamnya,” sambung Eva.Saat tiba di dalam, terlihat rumah sudah berisi perabotan rumah tangga seperti sofa, meja, lemari, kasur dan lain-lain. Sebelum pindah ke sini, mereka memang sudah mengangsur barang-barang untuk mengisi rumah dari jauh-jauh hari. Rumah berlantai 2 ini kelihatan mewah dan elegan, semua ruangan terlihat didominasi dengan warna putih cream dan abu-abu. Lantai full marmer putih. Rumah ini memiliki 5 kamar tidur, 3 di atas dan 2 di bawah, 4 kamar mandi, di antaranya 2 di atas dan 2 di bawah, ruang kerja untuk Zidan di atas, dapur, ruang tamu, ruang keluarga, ruang makan dan kolam renang di samping. Cukup luas untuk ditinggali 2 orang.“Waahh rumahnya luas sekali ya Bu Eva,” celetuk Dina takjub memandang ke sekeliling rumah. Sebenarnya rumah keluarga Reva juga termasuk besar namun tidak sebesar dan semewah ini karena Papa Reva bekerja sebagai manajer di sebuah perusahaan sedangkan Mamanya Reva sendiri bekerja sebagai tukang jahit, kalau dibandingkan dengan keluarga Zidan yang memiliki sebuah perusahaan manufaktur tentu saja kelihatan siapa yang lebih berduit di sini. Lagipula rumah keluarga Zidan sebenarnya lebih besar dan mewah dibandingkan rumah Zidan dan Reva sekarang.“Ah, biasa aja ini Bu, yang penting anak-anak seneng dan bisa hidup nyaman.”Setelah melihat-lihat rumah, mereka pun mengambil duduk di ruang tamu. “Jadi inilah rumah kalian. Di sinilah kalian akan tinggal bersama untuk waktu yang lama, berbagi kasih sayang, saling peduli satu sama lain, saling mengingatkan satu sama lain kalau ada yang salah. Mama harap pernikahan kalian akan berlangsung selamanya.” Eva mulai memberikan wejangan pada pengantin baru.“Betul. Papa sama Mama juga berharap rumah tangga kalian selalu baik. Kalau ada masalah, selesaikan dengan kepala dingin, ada masalah dalam rumah tangga itu wajar, yang penting kalian harus bijak menyelesaikannya. Saling mencintai dan menyayangi satu sama lain untuk waktu yang lama karena pernikahan bukan cuma sebulan, setahun tapi untuk selamanya,” tutur Reno sekaligus mewakili istrinya untuk memberikan nasihat.“Iya, baik-baik ya kalian. Kalau kalian butuh bantuan apapun, jangan sungkan untuk minta bantuan ke orangtua kalian ini ya,” tambah Dina.Zidan dan Reva mengangguk paham.“Terima kasih Ma, Pa untuk nasihatnya. Aku pasti akan selalu ingat nasihat kalian,” ucap Zidan dan diangguki juga oleh Reva yang duduk di sebelahnya.“Aku tidak mau tidur sekamar denganmu,” celetuk Reva setelah orangtua mereka pulang. Mereka bahkan masih berada di halaman depan setelah mengantarkan orangtuanya. Zidan sontak menoleh, menatap istrinya tanpa bersuara. “Maksudku rumah ini punya banyak kamar, tidak masalah ‘kan kita tidur sendiri-sendiri? karena bagaimanapun juga pernikahan ini terjadi tidak sesuai dengan keinginanku,” sambung Reva kembali berbicara.“Jadi kamu pikir pernikahan ini sesuai dengan keinginanku? aku juga sama sepertimu. Aku juga tidak menginginkan pernikahan ini. Jika ada orang yang perlu kamu salahkan, salahkan saja kakakmu sendiri karena dia yang membuat kamu terjebak dalam pernikahan ini,” jelas Zidan lalu hendak pergi dari sana namun baru beberapa langkah ia kembali menghampiri Reva. “Dan satu lagi aku tidak masalah dengan permintaanmu itu.”Setelah itu Zidan pun pergi dengan mobilnya meninggalkan Reva. Reva menatap mobil yang semakin menjauh itu dengan tatapan tanpa ekspresi. Sejujurnya setelah seminggu menikah, hanya dirinya yang sering menunjukkan bila ia tidak menginginkan pernikahan ini sedangkan Zidan jarang sekali menunjukkannya walaupun sebenarnya Reva tahu bila Zidan kemungkinan juga tidak menginginkan pernikahan ini dan hari ini Reva baru mendengarnya langsung dari mulut Zidan.***MalamnyaPasangan baru itu terlihat sedang sibuk sendiri-sendiri setelah makan malam. Rumah terasa sunyi seperti tidak berpenghuni. Reva tampak duduk di ruang keluarga seraya menonton TV sementara Zidan tengah berada di kamar.Tak lama kemudian Zidan datang menghampiri Reva, meletakkan sebuah map berisi kertas dan sebuah pena ke atas meja. Reva meliriknya sejenak. “Apa itu?” tanya Reva pada suaminya.“Baca saja,” jawab Zidan yang sekarang sedang melipat tangannya di depan dada.Reva lalu membaca berkas tersebut yang ternyata adalah sebuah perjanjian pernikahan. Di sana tertulis tentang perjanjian pernikahan selama 1 tahun di mana isi utama perjanjian adalah, dilarang ikut campur dalam urusan pribadi masing-masing dan tidak membuat keturunan sampai masa perjanjian berakhir.“Aku membuat ini karena aku tidak mungkin menceraikanmu dalam waktu dekat. Orangtua kita pasti akan curiga dan tidak mengizinkan jadi aku membuat perjanjian pernikahan ini, setelah setahun aku akan menceraikanmu. Setelah itu kamu bebas untuk melanjutkan pendidikanmu, menggapai cita-citamu dan bertemu seseorang yang memang kamu cintai."Reva berpikir sejenak setelah mendengarkan penjelasan dari Zidan, ia berpikir tidak buruk juga. Ia tidak keberatan dengan isi perjanjian, ia juga belum ingin punya anak dalam waktu dekat, ia masih ingin mengejar cita-citanya menjadi seorang fashion designer dulu.“Untuk biaya hidupmu selama 1 tahun aku akan tanggung, jadi kamu tidak perlu khawatir. Di depan orangtua kita, bersikaplah selayaknya pasangan tapi di belakang mereka, kita bukan pasangan. Bagaimana? jika kamu setuju, silakan tanda tangani berkasnya.”Setelah berpikir lama, Reva akhirnya meraih pena, mengarahkan tangannya ke atas kertas putih tersebut. ‘Maafkan aku Ma, Pa,’ ucapnya dalam hati lalu menandatangani surat perjanjian pernikahan tersebut.Bersambung“Halo Kak,” Zidan tengah duduk seorang diri di ruang makan pagi ini. Sambil mengoles roti, ia menerima panggilan dari Kakak perempuannya yang menetap di Inggris bersama suaminya.“Zidan, kamu beneran nikah sama mempelai wanita pengganti? aku baru sempat lihat kabar pernikahanmu di sosial media.” “Kakak ke mana saja? aku udah nikah seminggu yang lalu dan seharusnya kalau adik kandung nikah itu, kakak kandungnya wajib datang," jawab Zidan sekaligus menyindir kakaknya yang sudah lama tidak pulang ke Indonesia.“Maafin kakak ya Zidan, bukannya kakak enggak mau datang. Kakak enggak bisa datang waktu itu karena kamu tahu ‘kan suami kakak itu sibuk, enggak bisa libur. Kakak juga harus ngurus Kayana, dia masih kecil.”“Oke, aku paham,” ucap Zidan seraya menyantap roti yang sudah dioles selai coklat tadi. “Terus itu yang kakak tanyain tadi benar?” “Iya, yang mau dijodohin sama aku itu kabur saat hari pernikahan jadi adiknya yang menggantikannya.” “Hah! serius? jadi benar istri kamu itu rem
3 Minggu kemudianTepat sebulan Zidan dan Reva melangsungkan pernikahan dan tinggal bersama. Kehidupan pernikahan mereka berjalan dengan baik atau lebih tepatnya kehidupan pernikahan di depan orangtua mereka. Zidan dan Reva memang tinggal satu atap tapi tidak satu kamar dan sibuk mengurusi kehidupan pribadi masing-masing. Beberapa hari yang lalu Reva sudah mendaftar ujian seleksi masuk perguruan tinggi dan ujian akan dilaksanakan hari ini jam 9 pagi. Jam telah menunjukkan pukul setengah 9 pagi, ia bangun kesiangan tadi gara-gara semalam begadang nonton drama korea favoritenya sehingga membuatnya harus melakukan segala sesuatunya secara terburu-buru. Sementara Zidan terlihat sudah rapi dengan setelan jas biru tua dengan dalaman kemeja putih dilengkapi dengan dasi dan rompi dengan warna senada. Ia tengah duduk bersantai di ruang keluarga sembari menyesap segelas kopi susu di pagi hari. Sebentar lagi ia akan berangkat kerja. Beberapa saat kemudian, Reva datang ke ruang keluarga, hendak
“Jadi mau sampai kapan kita di sini Rian? sebulanan ini aku sudah berusaha untuk menghindari kontak dengan keluargaku. Keluargaku pasti marah besar padaku terutama adikku karena dia terpaksa harus menggantikanku untuk menikah,” omel seorang wanita berwajah kecil dengan rambut pendek berponi. “Loh, kok kamu malah jadi nyalahin aku? rencana kabur itu ‘kan rencana kita berdua, kamu juga terlibat dalam rencana ini Risa,” ucap seorang pria berwajah bulat dengan rambut pendek belah tengah. Sebenarnya pria itu lebih muda dari wanita itu namun pria itu agak risih bila harus memanggil dengan sebutan kakak karena mereka berpacaran walaupun kekasihnya lebih tua 2 tahun darinya dan kekasihnya juga tidak masalah dengan itu.Risa dan Rian, sepasang kekasih yang saling mencintai itu kabur dari rumah karena salah satunya akan dijodohkan. Mereka kini tengah terlibat pertengkaran kecil di sebuah kafe yang terletak di kota Surabaya. “Iya. Itu karena awalnya aku pikir kamu bakal nikahin aku secepatnya k
“Perkenalkan saya Riri dan ini Pak Anton. Kami diperintahkan Bu Eva untuk bekerja di sini,” jawab wanita muda berambut panjang lurus berponi itu.‘Disuruh mama Eva? tapi kenapa Mama Eva enggak ngabarin aku dulu ya sebelumnya?’ batin Reva. “Hm, Mbak, Pak. Maaf saya permisi ke dalam sebentar ya.” “Oh iya Mbak, silakan.” Reva pun bergegas kembali ke kamarnya, mengambil ponsel dan pas sekali ada panggilan masuk dari mamanya Zidan. “Halo, assalamualaikum Ma,”“Waalaikumussaalam. Kamu ke mana aja Rev? Mama telepon dari tadi, enggak diangkat-angkat.” “Ya, Ma tadi aku lagi enggak megang hp, maaf ya Ma. Ada apa ya Ma?” “Ini Mama cuma mau kasih tahu kalau nanti ada seorang ART sama seorang satpam yang datang ke rumah kalian. Mama udah bayar mereka untuk kerja jaga rumah sama bantu-bantu kamu. Kasihan kalau kamu harus ngurus rumah sendirian. Mama sengaja memperkerjakan ART yang muda biar bisa akrab sama kamu, bisa jadi teman atau kakak untuk kamu jadi kamu enggak merasa kesepian di rumah k
Seminggu kemudian“Rosa, hasilnya udah keluar belum sih?” tanya Reva di telepon. Ia sedang duduk di kamarnya, bersandar di sandaran ranjang, menghubungi sahabatnya sejak SMA, menanyakan hasil ujian seleksi masuk perguruan tinggi yang akan keluar sore ini. Mereka memang sudah berencana untuk masuk ke kampus dan fakultas yang sama.“Belum. Katanya sih jam 3 keluarnya."Reva melirik jam dinding di kamarnya yang baru menunjukkan pukul 2 siang. “Oh, masih 1 jam lagi dong. Kita ketemuan aja yuk, biar meriksanya bareng nanti.” “Ayo! ke kafe biasa ya~” “Oke, aku siap-siap dulu. Sampai jumpa di sana ya bye-bye~” “Bye~” Setelah memutuskan sambungan, Reva beranjak dari kasur, berdiri di depan lemari, memeriksa koleksi pakaiannya cukup lama sampai pilihannya jatuh kepada celana highwaist snowblack dengan atasan blouse crinckle putih lengan panjang, ada hiasan pita di bagian dadanya. Setelah mengenakan pakaian, ia duduk di depan meja hias, menata rambutnya. Ia membuka kotak yang berisi banyak a
“Tumben belum berangkat, Om? biasanya cepat,” celetuk Reva yang terus memandang Zidan sampai duduk di kursi yang berhadapan dengan Zidan.Zidan mendongak menatap Reva datar. “Kamu enggak lihat aku masih makan?”“Wes santai dong Om, nanya doang padahal,” ucap Reva seraya menyendokkan nasi goreng ke atas piringnya. Zidan pun hanya diam.Setelah menyendokkan nasi, Reva kembali menatap orang di hadapannya. “Ehem!” Reva berdehem sekali namun Zidan tak terganggu sama sekali. “Hmm semalam siapa ya yang ngasih lampu hias ke aku?” sambung Reva kembali berbicara dengan pandangan mata yang pura-pura melirik ke arah lain.Zidan kembali menatap Reva. Reva ikut melirik Zidan. “Kamu lagi ngomong sama siapa?”Reva menghela napas kesal. “Ya, sama kamu lah Om. Memangnya di ruang makan ini ada siapa saja selain kita berdua?”“Oh, kirain kamu ngomong sendiri. Anak remaja kayak kamu ‘kan hobi ngomong sendiri.”Reva menyipitkan matanya, menatap sinis suaminya yang enggak jelas itu. “Dih, apaan sih. Udah ng
Hari terus berganti sampai tibalah saat mahasiswa baru menjalani pengenalan kehidupan kampus dan disinilah Reva, di kediamannya sudah sibuk bersiap-siap pagi-pagi sekali pasalnya pkkmb akan dilaksanakan jam 7 pagi, mau tak mau Reva, si calon mahasiswa baru harus datang sebelum jam 7. Tok tok tok!“Om, buka pintunya!”Reva mengedor pintu kamar Zidan, berseru membangunkannya.Ceklek! “Kenapa sih? Pagi-pagi udah ribut aja kamu.” Zidan keluar dengan muka kusut, dan mata yang belum sepenuhnya terbuka.“Om cepat mandi, antarin aku ke kampus. Hari ini, hari pertama aku pkkmb.”“Kamu ‘kan ada motor. Kenapa enggak berangkat sendiri?” tanya Zidan setelah menguap lebar.“Kalau lagi pkkmb enggak dibolehin bawa kendaraan sendiri Om. Ayolah cepat pleasee, udah jam 6 lewat ini. Kamu aja belum siap-siap, aku masuknya jam 7.”“Ya udah iya-iya. Kamu tunggu di bawah aja, aku mau siap-siap dulu.”“Oke. Jangan lama-lama tapi, awas aja kalau lama,” ucap Reva seraya menunjuk wajah Zidan, mengancamnya.“Hm
‘Hah, siapa ini? kok mesra banget. Apa Om Zidan punya pacar?’ batin Reva bertanya-tanya namun ia kembali pada posisi semula ketika Zidan kembali.Zidan sontak menoleh ketika Reva duduk menjauh darinya. “Kenapa kamu?”“Enggak apa-apa.”Zidan sebenarnya menaruh curiga namun ia tidak mau ambil pusing dan kembali menonton.Reva pun meraih ponselnya dan sibuk sendiri dengan ponselnya. “Ya ampun! cakep-cakep banget sih aktor korea ini. Udah ganteng, tinggi, putih, kaya, berbakat lagi!” celetuk Reva sengaja dengan suara keras, melirik Zidan yang tak bergeming. Itupun membuat Reva kesal, ia menggembungkan pipinya kesal. “Mana sifatnya juga baik, lembut, gentleman ke lawan mainnya," sambung Reva namun Zidan tetap bersikap tidak perduli. Karena tidak mendapatkan reaksi yang diinginkan, Reva akhirnya mendekati Zidan. “Om, lihat deh aktor korea ini cakep-cakep banget ya. Kira-kira aku cocoknya sama siapa ya di antara 3 cowok ini?” tanya Reva seraya menunjukkan beberapa foto aktor korea di depan