Setelah akad dan resepsi usai, Reva langsung mengurung diri di kamarnya. Menangis terisak, meratapi nasibnya yang kini sudah berstatus sebagai seorang istri. Hatinya sangat sakit, di saat anak seumurannya sedang sibuk melanjutkan pendidikan untuk menggapai cita-cita-citanya dan masih bisa bebas bermain dengan anak sebayanya, ia malah terpaksa menikahi pria yang tidak dicintainya, yang bahkan usianya jauh di atasnya. Zidan dan Reva akan tinggal di kediaman mempelai wanita dan kediaman mempelai pria untuk beberapa hari ke depan sebelum pindah ke rumah sendiri.
“Zidan, Mama harap kamu bisa ngertiin Reva ya. Dia pasti belum siap untuk menerima semua ini. Kamu ‘kan juga tahu kalau dia baru saja lulus SMA,” tutur Dina, mamanya Reva meminta pengertian kepada menantunya. Orangtua Reva dan Zidan sekarang tengah berada di ruang tamu kediaman keluarga Reva.“Iya Zidan. Sekali lagi kami juga minta maaf dan mohon pengertian dari kamu atas semua masalah yang terjadi hari ini,” tambah Reno.“Iya Ma, Pa. Aku mengerti. Kalian tidak perlu khawatir.” Orangtua Reva sontak menyunggingkan senyum tulus.“Ya udah kalau gitu kita makan malam dulu yuk,” ajak Dina. Zidan mengangguk lalu mengikuti mertuanya menuju ruang makan.“Ma, Reva nya enggak dipanggil dulu?” tanya Reno ketika tidak melihat Reva sedari tadi.“Iya, sebentar ya.” Dina beranjak dari duduknya, pergi ke kamar anak bungsunya.Tok! Tok! Tok!“Reva! makan dulu yuk nak! Papa sama Zidan udah nungguin itu!” seru Mamanya tapi tidak ada jawaban dari dalam, namun ia bisa mendengar sayup-sayup suara tangisan dari dalam kamar.“Reva! buka pintunya dulu nak! Mama mau bicara,” tetap saja tak ada jawaban. Dina akhirnya hanya bisa menghela napas pasrah lalu memilih kembali ke ruang makan.“Gimana Ma? Reva nya mana?” tanya suaminya. Dina menggeleng dengan sudut bibir turun.“Biar aku aja yang nyamperinnya Ma, Pa.” Zidan berdiri, mengambil segelas air lalu pergi ke kamar Reva.Tok! Tok! Tok!Zidan hanya diam, tak bersuara, mengetuk pintu beberapa kali namun tidak ada jawaban. Ia kembali mengetuk pintu, tetap berusaha sampai akhirnya pintu terbuka.Terlihat Reva berdiri di hadapan Zidan dengan wajah basah karena air mata. Kelopak matanya sedikit membengkak akibat terus menangis.Zidan menyodorkan air putih yang dibawanya, “Aku pikir kamu butuh ini.” Reva melirik sekilas gelas kaca tinggi yang berisi air putih itu. “Banyak menangis bisa menyebabkan kehilangan asupan, kamu bisa dehidrasi. Jadi, aku rasa kamu butuh ini,”Awalnya Reva ragu untuk menerimanya namun karena ia haus, ia pun menerimanya. “Terima kasih."Zidan mengangguk, masih setia dengan ekspresi datarnya. “Aku tidak akan memaksamu. Kalau sudah baikan, keluar lah untuk makan. Jangan menangis terus nanti kamu bisa sakit.” Reva mendongak, menatap lama iris coklat yang sedang menatapnya teduh itu.Zidan menarik sudut bibirnya sedikit sebelum pergi meninggalkan Reva. Reva kembali menutup pintu, bersandar di balik pintu sembari menatap air minum yang diberikan suaminya. Ia kembali terisak, tidak tahu kenapa. Entah kenapa hari ini rasanya hatinya sangat rapuh, bawaannya ingin menangis terus.“Gimana Zidan? Reva masih belum mau keluar?”“Belum. Tapi, aku udah menyuruhnya untuk makan kalau sudah baikan,”“Ya udah kita makan aja duluan,” timpal Reno.“Ayo makan Zidan.”“Iya Ma, Pa.”***Keesokan harinya, Reva bangun kesiangan karena semalam ia tidak bisa tidur dan baru makan setelah tengah malam. Pagi ini tubuhnya terasa pegal, matanya bengkak dan kepalanya terasa berat. Rasanya malas untuk sekedar beranjak dari tempat tidur namun jam telah menunjukkan pukul 10 siang dan ia enggak mungkin terus berada di dalam kamar.Ia bangun, duduk di tepi ranjang seraya menyentuh dahinya yang terasa berdenyut. “Aduh, pusing banget.”Tok tok tok!“Reva, bangun nak! udah jam berapa ini?! ayo sarapan!” Terdengar suara mamanya dari balik pintu. Perlahan Reva berdiri, membukakan pintu.“Kamu pucat banget, kamu sakit?” tanya Dina ketika melihat wajah anaknya pucat.Reva menggeleng lemah. “Aku cuma pusing sedikit Ma, aku enggak apa-apa kok.”“Makanya kamu tuh jangan nangis terus. Jam segini aja kamu belum sarapan. Ya udah sekarang kamu mau mandi dulu atau sarapan dulu?”“Aku sarapan dulu ya Ma, aku lapar,”“Ya udah, ayo.” Reva mengikuti mamanya ke ruang makan sambil celingak-celinguk memperhatikan sekitar. “Sepi banget Ma, yang lain ke mana?”“Papa sama suami kamu udah berangkat kerja dari tadi. Kamu pikir sekarang udah jam berapa?” Reva hanya mengangguk paham. Ia duduk di meja makan. Terlihat hanya tinggal 1 porsi nasi goreng saja yang tersisa di atas meja.“Mama udah sarapan?”“Udah lah. Mama ‘kan biasanya sarapan sebelum jam 9, mana bisa Mama lama-lama sarapan. Ya udah makan gih,”“Iya Ma,” Reva lalu menyantap sarapannya dengan cepat seperti orang kelaparan.“Pelan-pelan makannya Re,” Reva hanya mengangguk sebab mulutnya penuh dengan makanan.Dina memandang iba anak bungsunya yang baru beranjak dewasa itu. Sebenarnya ada rasa tidak tega dan khawatir ketika harus melepas anaknya kepada pria lain secepat ini. Tapi mau bagaimana lagi, mungkin ini memang takdir Reva. Semoga takdir ini memang yang terbaik untuk Reva dan masa depannya. Perlahan Dina mengangkat sudut bibirnya hingga terbentuk senyum kecil.“Reva,” Reva menatap mamanya setelah meneguk air minumnya. Dina meraih punggung tangan Reva, mengusapnya pelan. "Maafin Mama ya,”Mata keduanya sontak berkaca-kaca. “Mama enggak perlu minta maaf, ini bukan salah Mama. Tapi, ini salah Kak Risa.”Dina tersenyum, “Mama harap kamu akan baik-baik selalu sama Zidan ya.” Reva terdiam, mendengarkan. “Ingat, Zidan itu sekarang udah sah menjadi suami kamu. Hormati dia, ikuti perintahnya, jadilah istri yang baik.”Reva kembali meneteskan air mata, seperti belum ikhlas dengan keadaan. “Maafin aku Ma karena belum bisa menerima keadaan sekarang.”“Enggak apa, pelan-pelan aja. Mama tahu ini pasti sangat berat untuk kamu tapi Mama yakin kamu pasti bisa. Besok pagi kamu akan tinggal di rumah Zidan selama beberapa hari sebelum akhirnya akan tinggal dengan Zidan. Kamu harus persiapin diri ya,” ungkap Dina tersenyum, mengusap punggung tangan Reva lagi lalu pergi meninggalkannya karena sudah tidak sanggup menahan tangisnya.***Sementara itu Zidan tampak sedang berhenti di tepi jalan, tidak jauh dari perusahaannya. Ia sudah menepi sejak setengah jam yang lalu, duduk di mobil seraya memainkan ponselnya.“Halo,”“Halo Pak,”“Bagaimana? Apa para wartawan itu sudah pergi sekarang?” tanya Zidan di telepon. Ia sedang berbicara dengan salah satu satpam perusahaan. Alasan ia menepi sedari tadi karena salah satu satpam mengabarinya bila para wartawan sudah berkumpul di perusahaan dan sudah pasti mereka akan mewawancarai Zidan mengenai pernikahannya baru-baru ini apalagi mengingat mempelai wanitanya yang diganti tepat di hari pernikahan pasti membuat publik penasaran dan bertanya-tanya, apa alasan dibalik semua itu? Zidan memang bukan artis namun ia adalah seorang pengusaha muda yang tampan dan sukses karirnya di usia yang terbilang cukup muda apalagi ia juga memiliki Kakak perempuan, mantan model yang sudah menikah 4 tahun yang lalu dan sekarang tinggal bersama suami dan anaknya di Inggris. Otomatis ia dan keluarganya sering mendapatkan sorotan dari media.“Belum Pak. Saya sudah coba menyuruh mereka pulang, tapi mereka tidak mau Pak.”“Kamu sudah coba bilang kalau saya tidak ke perusahaan hari ini?”“Belum Pak.” Zidan sontak menutup matanya lelah ketika mendengar jawaban satpam perusahaan. Maksudnya kenapa para petugas keamanan itu tidak berinisiatif sama sekali untuk membuat para wartawan itu pulang.“Ya coba bilang begitu Pak atau cari cara lain kek. Udah setengah jam loh ini. Pokoknya saya tunggu 10 menit lagi ya, saya mau 10 menit lagi semua wartawan sudah pergi. Saya tidak mau menemui mereka."“Ba-baik Pak.”Zidan memijat pangkal hidungnya setelah memutuskan sambungan. Sambil menunggu ia iseng membuka portal berita dan menemukan beberapa berita tentang dia, salah satunya berita tentang penggantian calon mempelai wanita seorang CEO PT. Adnando Family Tbk tepat di hari pernikahan.BersambungSeminggu kemudianTelah seminggu berlalu sejak pernikahan Zidan dan Reva dilangsungkan. Setelah tinggal bersama di kediaman orangtua masing-masing selama beberapa hari, akhirnya mereka tinggal bersama di sebuah rumah mewah nan mahal yang dihadiahkan oleh Mama Zidan sebagai kado pernikahan.Dan di sinilah mereka baru saja tiba di perkarangan rumah besar itu bersama orangtua mereka yang menaiki mobil yang berbeda. Zidan memarkirkan mobil sedan mewah hitam miliknya di sebelah mobil sedan putih mamanya. Mamanya Zidan tampak keluar lebih dulu bersama kedua orangtua Reva yang ikut bersamanya.Reva keluar lebih dulu tanpa mengeluarkan sepatah katapun. Selama perjalanan, ia memang hanya diam saja. Zidan tidak terlalu peduli karena dia orangnya juga tidak suka banyak bicara.Rumah untuk Zidan dan Reva itu tampak sangat besar nan mewah. Pilar rumah yang terdapat di depan terlihat menjulang tinggi dan kokoh. Rumah bergaya klasik modern itu memiliki 2 lantai. Halamannya pun begitu luas, terlihat
“Halo Kak,” Zidan tengah duduk seorang diri di ruang makan pagi ini. Sambil mengoles roti, ia menerima panggilan dari Kakak perempuannya yang menetap di Inggris bersama suaminya.“Zidan, kamu beneran nikah sama mempelai wanita pengganti? aku baru sempat lihat kabar pernikahanmu di sosial media.” “Kakak ke mana saja? aku udah nikah seminggu yang lalu dan seharusnya kalau adik kandung nikah itu, kakak kandungnya wajib datang," jawab Zidan sekaligus menyindir kakaknya yang sudah lama tidak pulang ke Indonesia.“Maafin kakak ya Zidan, bukannya kakak enggak mau datang. Kakak enggak bisa datang waktu itu karena kamu tahu ‘kan suami kakak itu sibuk, enggak bisa libur. Kakak juga harus ngurus Kayana, dia masih kecil.”“Oke, aku paham,” ucap Zidan seraya menyantap roti yang sudah dioles selai coklat tadi. “Terus itu yang kakak tanyain tadi benar?” “Iya, yang mau dijodohin sama aku itu kabur saat hari pernikahan jadi adiknya yang menggantikannya.” “Hah! serius? jadi benar istri kamu itu rem
3 Minggu kemudianTepat sebulan Zidan dan Reva melangsungkan pernikahan dan tinggal bersama. Kehidupan pernikahan mereka berjalan dengan baik atau lebih tepatnya kehidupan pernikahan di depan orangtua mereka. Zidan dan Reva memang tinggal satu atap tapi tidak satu kamar dan sibuk mengurusi kehidupan pribadi masing-masing. Beberapa hari yang lalu Reva sudah mendaftar ujian seleksi masuk perguruan tinggi dan ujian akan dilaksanakan hari ini jam 9 pagi. Jam telah menunjukkan pukul setengah 9 pagi, ia bangun kesiangan tadi gara-gara semalam begadang nonton drama korea favoritenya sehingga membuatnya harus melakukan segala sesuatunya secara terburu-buru. Sementara Zidan terlihat sudah rapi dengan setelan jas biru tua dengan dalaman kemeja putih dilengkapi dengan dasi dan rompi dengan warna senada. Ia tengah duduk bersantai di ruang keluarga sembari menyesap segelas kopi susu di pagi hari. Sebentar lagi ia akan berangkat kerja. Beberapa saat kemudian, Reva datang ke ruang keluarga, hendak
“Jadi mau sampai kapan kita di sini Rian? sebulanan ini aku sudah berusaha untuk menghindari kontak dengan keluargaku. Keluargaku pasti marah besar padaku terutama adikku karena dia terpaksa harus menggantikanku untuk menikah,” omel seorang wanita berwajah kecil dengan rambut pendek berponi. “Loh, kok kamu malah jadi nyalahin aku? rencana kabur itu ‘kan rencana kita berdua, kamu juga terlibat dalam rencana ini Risa,” ucap seorang pria berwajah bulat dengan rambut pendek belah tengah. Sebenarnya pria itu lebih muda dari wanita itu namun pria itu agak risih bila harus memanggil dengan sebutan kakak karena mereka berpacaran walaupun kekasihnya lebih tua 2 tahun darinya dan kekasihnya juga tidak masalah dengan itu.Risa dan Rian, sepasang kekasih yang saling mencintai itu kabur dari rumah karena salah satunya akan dijodohkan. Mereka kini tengah terlibat pertengkaran kecil di sebuah kafe yang terletak di kota Surabaya. “Iya. Itu karena awalnya aku pikir kamu bakal nikahin aku secepatnya k
“Perkenalkan saya Riri dan ini Pak Anton. Kami diperintahkan Bu Eva untuk bekerja di sini,” jawab wanita muda berambut panjang lurus berponi itu.‘Disuruh mama Eva? tapi kenapa Mama Eva enggak ngabarin aku dulu ya sebelumnya?’ batin Reva. “Hm, Mbak, Pak. Maaf saya permisi ke dalam sebentar ya.” “Oh iya Mbak, silakan.” Reva pun bergegas kembali ke kamarnya, mengambil ponsel dan pas sekali ada panggilan masuk dari mamanya Zidan. “Halo, assalamualaikum Ma,”“Waalaikumussaalam. Kamu ke mana aja Rev? Mama telepon dari tadi, enggak diangkat-angkat.” “Ya, Ma tadi aku lagi enggak megang hp, maaf ya Ma. Ada apa ya Ma?” “Ini Mama cuma mau kasih tahu kalau nanti ada seorang ART sama seorang satpam yang datang ke rumah kalian. Mama udah bayar mereka untuk kerja jaga rumah sama bantu-bantu kamu. Kasihan kalau kamu harus ngurus rumah sendirian. Mama sengaja memperkerjakan ART yang muda biar bisa akrab sama kamu, bisa jadi teman atau kakak untuk kamu jadi kamu enggak merasa kesepian di rumah k
Seminggu kemudian“Rosa, hasilnya udah keluar belum sih?” tanya Reva di telepon. Ia sedang duduk di kamarnya, bersandar di sandaran ranjang, menghubungi sahabatnya sejak SMA, menanyakan hasil ujian seleksi masuk perguruan tinggi yang akan keluar sore ini. Mereka memang sudah berencana untuk masuk ke kampus dan fakultas yang sama.“Belum. Katanya sih jam 3 keluarnya."Reva melirik jam dinding di kamarnya yang baru menunjukkan pukul 2 siang. “Oh, masih 1 jam lagi dong. Kita ketemuan aja yuk, biar meriksanya bareng nanti.” “Ayo! ke kafe biasa ya~” “Oke, aku siap-siap dulu. Sampai jumpa di sana ya bye-bye~” “Bye~” Setelah memutuskan sambungan, Reva beranjak dari kasur, berdiri di depan lemari, memeriksa koleksi pakaiannya cukup lama sampai pilihannya jatuh kepada celana highwaist snowblack dengan atasan blouse crinckle putih lengan panjang, ada hiasan pita di bagian dadanya. Setelah mengenakan pakaian, ia duduk di depan meja hias, menata rambutnya. Ia membuka kotak yang berisi banyak a
“Tumben belum berangkat, Om? biasanya cepat,” celetuk Reva yang terus memandang Zidan sampai duduk di kursi yang berhadapan dengan Zidan.Zidan mendongak menatap Reva datar. “Kamu enggak lihat aku masih makan?”“Wes santai dong Om, nanya doang padahal,” ucap Reva seraya menyendokkan nasi goreng ke atas piringnya. Zidan pun hanya diam.Setelah menyendokkan nasi, Reva kembali menatap orang di hadapannya. “Ehem!” Reva berdehem sekali namun Zidan tak terganggu sama sekali. “Hmm semalam siapa ya yang ngasih lampu hias ke aku?” sambung Reva kembali berbicara dengan pandangan mata yang pura-pura melirik ke arah lain.Zidan kembali menatap Reva. Reva ikut melirik Zidan. “Kamu lagi ngomong sama siapa?”Reva menghela napas kesal. “Ya, sama kamu lah Om. Memangnya di ruang makan ini ada siapa saja selain kita berdua?”“Oh, kirain kamu ngomong sendiri. Anak remaja kayak kamu ‘kan hobi ngomong sendiri.”Reva menyipitkan matanya, menatap sinis suaminya yang enggak jelas itu. “Dih, apaan sih. Udah ng
Hari terus berganti sampai tibalah saat mahasiswa baru menjalani pengenalan kehidupan kampus dan disinilah Reva, di kediamannya sudah sibuk bersiap-siap pagi-pagi sekali pasalnya pkkmb akan dilaksanakan jam 7 pagi, mau tak mau Reva, si calon mahasiswa baru harus datang sebelum jam 7. Tok tok tok!“Om, buka pintunya!”Reva mengedor pintu kamar Zidan, berseru membangunkannya.Ceklek! “Kenapa sih? Pagi-pagi udah ribut aja kamu.” Zidan keluar dengan muka kusut, dan mata yang belum sepenuhnya terbuka.“Om cepat mandi, antarin aku ke kampus. Hari ini, hari pertama aku pkkmb.”“Kamu ‘kan ada motor. Kenapa enggak berangkat sendiri?” tanya Zidan setelah menguap lebar.“Kalau lagi pkkmb enggak dibolehin bawa kendaraan sendiri Om. Ayolah cepat pleasee, udah jam 6 lewat ini. Kamu aja belum siap-siap, aku masuknya jam 7.”“Ya udah iya-iya. Kamu tunggu di bawah aja, aku mau siap-siap dulu.”“Oke. Jangan lama-lama tapi, awas aja kalau lama,” ucap Reva seraya menunjuk wajah Zidan, mengancamnya.“Hm