Episode 6. Playing Victim
********
Mobil Nayra berhenti di parkiran basement rumah sakit, dia tersenyum saat mendapati Noah juga baru turun dari mobilnya.
Hari ini adalah hari pertama mereka bekerja di rumah sakit baru. Rumah sakit ayahnya Rayan, calon ayah mertuanya.
Nayra menghembuskan napas berat, mengingat Rayan yang Kepala Rumah Sakit akan menjadi atasannya. Perasaannya tidak baik. Nayra merasa berkerja di sana akan terasa sulit dibandingkan John Hopkins.
Setelah merasa cukup beristirahat untuk mempersiapkan diri. Dia semakin yakin untuk menghadapinya––memenangkan peperangan dari Rayan untuk membatalkan perjodohan dan kembali ke Amerika atau ke mana pun itu. Nayra akan mencari dunia di mana tidak ada Rayan di dalamya.
“Morning, Doctor Noah.” Sapa Nayra diiringi senyum mengembang. Dia tampil cantik dengan balutan rok span warna kuning beraksen bunga di atas lutut, sangat kontras dengan atasan blouse putih yang dikenakannya.
“See, semua pasien bakalan ngelupain rasa sakit mereka hanya dengan melihat kamu.” Ucap Noah memuji, matanya mengamati Nayra dari atas hingga bawah.
“Hey, aku emang udah ditakdirkan untuk selalu mempesona dalam keadaan apa pun.” Nayra membanggakan diri sambil mengibaskan ujung rambutnya yang dikuncir kuda.
Mereka pun berjalan beriringan untuk kemudian memasuki lift yang akan membawa mereka ke lantai di mana ruangan Kepala Rumah Sakit berada.
Di dalam lift, keduanya menghela napas panjang. Pasti akan banyak pekerjaan menanti untuk mereka. Selain itu, mereka juga harus mulai membentuk tim operasi yang baru, Nayra dan Noah tentu saja tidak ingin sembarangan memilih orang untuk masuk timnya.
Di lantai satu, lift terbuka dan seorang perawat masuk bergabung bersama mereka, Luna. Noah menundukkan kepalanya singkat, sementara Nayra dan Luna saling menatap terkejut satu sama lain, sebelum akhirnya Luna mengakhirinya lebih dulu untuk menekan tombol lantai yang akan dituju.
“Ternyata bener kata Rayan, kamu masuk kerja hari ini.” Kalimat sapaan yang tidak menyenangkan di telinga Nayra. Cih. Kenapa Luna bersikap sok akrab begini padanya? Sementara Noah menyikut Nayra dan menatapnya dengan satu alis terangkat heran.
“Dan. . . .” Luna mengerling pada Noah. “Pasti Dokter Noah yang dibilang Rayan, kan?”
“Maaf, Suster Luna. Aku rasa kita nggak bener-bener dekat untuk berbagi pertanyaan seperti itu. Aku harap, di sini kita bisa bersikap professional, terlepas sedekat apa pun hubungan kamu dengan Rayan.”
Nayra tidak bisa berpura-pura bersikap biasa lagi menghadapi gadis berwajah malaikat di depannya. Aura peperangan yang dipancarkan matanya kepada Nayra kentara sekali. Nayra merasakan itu.
Luna tersenyum kaku, diserang seperti itu membuat wajahnya yang semula ramah terlihat menahan kesal. Sementara Noah hanya menatap bingung dua orang itu secara bergantian.
“Maaf kalau pertanyaan aku menyinggung kamu.” Katanya dengan raut wajah bersalah. “Tapi aku pengin kamu tahu, aku cuma mencoba untuk bisa akrab dengan calon istri sahabat aku. Ternyata kamu nggak semudah itu. Seharusnya aku sadar di sini cuma suster biasa yang nggak seharusnya punya keinginan untuk berteman dengan kamu yang seorang dokter sekaligus calon menantu pemilik rumah sakit ini.”
Nayra mengerjap dengan kening merengut bingung. Perasaan, Nayra tidak menyinggung jabatan. Kenapa rasanya dia seolah jahat sekali?
“Maaf, Luna. Tapi ucapan kamu nggak bener. Aku cuma nggak biasa berbagi hal-hal tertentu dengan orang yang belum lama kenal. Aku juga minta maaf kalau ucapan aku membuat kamu salah paham. Permisi.”
Nayra menarik lengan Noah begitu lift tiba di lantai yang mereka tuju. Dengan setumpuk kesal di hati, dia lalu menyentak tangan Noah dan berjalan cepat menuju Ruang Kepala Rumah Sakit berada.
“Dia yang kamu bicarain kemarin?” Noah menyamai langkah Nayra yang cepat.
“Hmm.”
“Nggak usah cemburu. Kamu, kan, mau lari dari dia.” Goda Norah, membuat Nayra menghentikan langkah dan menatapnya tak terima.
“Siapa juga yang cemburu. Aku cuma kesel, lihat aja, kan, tadi dia ngomongnya kayak gimana? Kata-Rayan-kata Rayan.” Nayra mengolok-olok dengan gerakan bibirnya yang lucusembari melanjutkan langkah.
Noah mendengus geli. “Apa bedanya?”
Nayra tak menghiraukan. Dia hanya terus berjalan sampai menemukan ruangan yang dituju. Keduanya lantas dipersilakan masuk oleh asisten yang berjaga di luar.
Aroma maskulin menyeruak di indra penciuman saat Nayra dan Noah menginjakkan kaki di ruang kerja yang didominasi warna pastel itu.
“Silakan duduk.” Ucap Rayan. Dia berjalan menghampiri mereka.
Jantung Nayra sontak berdebar hebat melihat Rayan yang terlihat menawan dengan balutan jas dokternya, namun sebisa mungkin Nayra mengendalikan diri dengan baik dan memasang ekspresi setenang mungkin.
Tidak. Nayra tidak boleh goyah hanya karena ketampanan si brengsek Rayan. Atau. . . ., haruskah Nayra mengoyak wajah itu agar hilang ketampanannya agar dia tidak terpesona lagi?
“Oke. Dokter Nayra dan Dokter Noah.” Rayan menatap Nayra dan Noah bergantian.
“Iya. Perkenalkan saya No–”
“Saya tahu–” Sela Rayan cepat, membuat Noah menarik uluran tangannya kembali.
Nayra yang melihat itu mengerlingkan matanya sebal.
“Saya nggak mau basa-basi.” Kata Rayan kemudian. “Selamat bergabung di rumah sakit ini. Suatu kehormatan bisa bekerja sama dengan dokter berkualifikasi baik seperti kalian.”
“Suatu kehormatan juga bagi kami karena bisa bergabung di sini.” Balas Noah. Rayan hanya mengangguk. Sesekali pandangannya mendelik sebal pada Nayra karena duduk terlalu menempel dengan Noah.
“Saya harap, kita bisa bekerja dengan profesional.” Tutur Rayan yang dibalas anggukkan oleh Nayra dan Noah.
“Dan satu lagi. Kalian dilarang berpacaran di rumah sakit ini.” Rayan memperingatkan, pandangannya menatap tajam Nayra dan Noah secara bergantian.
Nayra mendelik? Aturan macam apa itu?
“Bukannya itu terlalu membatasi hak orang?” Sahut Nayra. Meski dia tidak punya pacar, tapi aturan tersebut cukup kejam menurutnya.
“Emangnya kamu mau pacaran sama siapa? Calon suami kamu di sini.” Balas Rayan telak sambil menunjuk wajahnya sendiri. Nayra mendengus sebal.
“Kamu bilang harus bersikap professional. Tapi kamu sendiri–”
“Baik, Pak Rayan. Anda tidak perlu khawatir tentang itu.” Sambar Noah cepat sebelum Nayra buka suara untuk mendebat Rayan. “Kalau begitu, kami permisi.” Imbuh Noah beranjak setelah sebelumnya memberi kode cubitan kecil di lengan gadis itu agar ikut berdiri dan segera keluar dari ruangan tersebut.
********
To be continued . . . .
Episode 7. Unknown********Nayra turun dari mobilnya, dia berjalan untuk masuk ke rumah sakit sembari menerima telepon dari ibunya yang mengeluh khawatir karena dia tinggal di apartemen sendirian.Sudah lebih dari satu minggu Nayra bekerja di Rumah Sakit RH. Nayra memilih untuk tinggal di apartemen yang dekat dengan rumah sakit. Jarak rumah sakit yang memakan waktu lebih dari satu jam dari rumah menjadi pertimbangan Nayra memutuskan untuk memilih tinggal di apartemen.“Aku nggak ngelewatin sarapan atau waktu makan lainnya. Bunda tenang aja, aku udah gede.” Sambar Nayra sebelum Bunda membuka suara. Dia sudah hapal karena setiap pagi Bunda selalu mengingatkannya akan hal itu.“Jangan ngerepotin Noah. Langsung pulang kalo udah selesai di rumah sakit. Dan satu lagi, jangan terlalu banyak main dan pulang malem. Inget, kamu nggak lagi di Amerika!” Pesan Bunda di seberang telepon.Nayra memutar bola matanya malas seraya mendengus kesal. Rasanya bosan mendengar Bunda terus mengingatkannya aka
Episode 8. Ancaman********Nayra tiba di private room sebuah restoran. Di dalam ruangan itu, terlihat Om Rendi, Tante Lisa, dan Rayan sudah duduk menunggunya.Sekitar 30 menit yang lalu saat dirinya masih di rumah sakit bersama Hana, Tante Lisa menelepon dan mengajaknya untuk makan siang bersama.Nayra tidak bisa menolak ajakan tersebut meski sangat ingin karena ada Rayan di sana. Tapi karena Tante Lisa merengek dan memohon membuat Nayra mengiyakannya.“Maaf, aku telat.” Sesal Nayra tak enak hati.“Santai aja, Nay. Tante yang salah karena mendadak ngasih tahu kamunya. Ayo sini duduk.” Jawab Tante Lisa sembari menuntun Nayra untuk duduk di sebelah Rayan yang menghunuskan tatapan malas sejak kedatangannya.Tunggu. . . ., seharusnya Nayra yang malas melihat Rayan. Terlebih karena sikap laki-laki itu yang tak menghargainya dan seenak jidat.“Salah Rayan juga, nih, nggak ngajak kamu berangkat bareng.” Imbuh Tante Lisa menyalahkan, tak peduli meski ada pelayan datang membawakan makanan ke
Episode 9. Serangan Balasan********Nayra benar-benar sakit hati, tak percaya Om Rendi bahkan mengancamnya seperti itu. Nayra merasa sendirian. Tak ada seorang pun yang bisa membantunya keluar dari situasi ini.“Pa, jangan gitu, dong, sama Nayra. Papa udah bikin dia takut tahu, nggak?” Tegur Tante Lisa mendapati suaminya terlalu serius dan keras pada Nayra.“Kamu nggak apa-apa, kan, Sayang? Maaf, ya. Om emang kadang nggak kekontrol. Kamu pasti kaget, ya?” Ucap Tante Lisa tak enak hati sambil meraih tangan Nayra dan mengelusnya.Nayra menggeleng pelan seraya menarik napas dalam-dalam guna menahan tangisnya.Om Rendi menghela napas, memejamkan matanya sebentar, lalu menatap Nayra dengan wajah penuh rasa bersalah.“Maafin Om karena bersikap keterlaluan sama kamu. Om hanya nggak mau kamu terus-terusan menolak perjodohan ini.”Nayra hanya tersenyum kecut tanpa membalas ucapan Om Rendi. Lagipula tidak ada gunanya terus berdebat dengan Om Rendi sekarang. Aksi nyata akan lebih berguna untukn
Episode 10. Piala Kebanggaan********Jam sudah menunjukkan pukul 21.30. Nayra baru saja tiba di apartemennya. Buru-buru dia keluar setelah pintu lift terbuka. Nayra lelah, dia ingin mengistirahatkan tubuhnya setelah enam jam lamanya bergelut di ruang operasi. Nayra berjalan gontai menuju unitnya, matanya setengah terpejam. Namun, samar-samar dia melihat ada seseorang yang berdiri sambil bersandar di pintu apartemennya. Gadis itu memicingkan mata dan sosok itu semakin jelas begitu dia mendekat.“Lho, kamu? Ngapain di sini?”“Tempat kamu oke juga.” Komentar Rayan sambil menegakkan tubuhnya.“Dari mana kamu tahu aku tinggal di sini?” Tanya Nayra, merasa tidak pernah memberitahu siapapun tentang tempat tinggal barunya.“Bawel. Cepetan Buka!” Titah Rayan.Nayra mendelik sambil menatapnya protes. Tapi Rayan tak mempedulikan dan malah mengedik ke arah pintu, memberi isyarat agar Nayra lekas membukanya.Gadis itu mendengus sebal, lalu dengan terpaksa membuka pintu apartemennya setelah dia
******** “Terbebani?” Tanya Rayan yang melihat Nayra terus diam di sebelahnya meghembuskan napas berat berulang kali sebab eringat hari pertunangannya dengan Rayan semakin dekat. Saat ini, keduanya dalam perjalanan untuk mengantar Nayra pulang ke apartemen karena permintaan orang tuanya. Padahal, tadi pagi Nayra membawa mobil, dia sudah menolak tapi perintah Om Rendi tak bisa dibantah. Om Rendi ingin Rayan dan Nayra mulai mendekatkan diri kembali. “Jelas, lah.” Jawab Nayra pelan seraya mengalihkan pandangannya yang sejak tadi menatap ke luar jendela kaca mobil. “Harusnya kamu seneng.” “Kamu pikir aku bisa?” Rayan mengedik tanpa mengalihkan pandangannya dari jalanan. “Ya seneng-senengin aja. Kamu, kan, masih cinta sama aku. Foto kita aja masih kamu simpan.” Nayra menghela napas panjang guna menahan kekesalannya terhadap Rayan. “Oke. Aku nggak akan ngelak kalau aku masih cinta sama kamu. Tapi harus kamu tahu, bukan berarti aku mau sama kamu.” Nayra mengucapkan kalimat terakhir
*******Jingga dan Hana berjalan beriringan menyusuri koridor rumah sakit setelah mengunjungi pasien VIP. Mereka nampak berbincang-bincang ringan sambil tertawa renyah. Tapi tawa Nayra menyurut saat dari kejauhan melihat Rayan dan Luna memasuki lift bersama sambil tertawa lepas.“Mereka berdua pacaran, ya?” Tanya Nayra penasaran. Mata Hana bergerak mengikuti arah pandang Nayra, lalu kembali berpaling dan tersenyum penuh arti.“Aku cuma nanya, nggak ada maksud apa-apa.” Seru Nayra kemudian seolah bisa membaca ekspresi Hana.“Santai aja, kali, Dok. Wajar, kok, ngepoin orang yang kita suka.”Nayra mendelik dengan wajah merengut lucu. Hana tergelak pelan.“Mereka emang deket banget, tapi katanya cuma teman baik.” Jelas Hana. “Denger-denger, Suster Luna anak pengasuhnya Dokter Rayan, mereka kenal dari kecil, makanya deket kayak gitu.”“Tapi kayaknya mereka saling suka.” Sahut Nayra, ada nada ketidakrelaan dari ucapannya. Dia merasa tak puas dengan penjelasan Hana, mengingat bagaimana dekat
******** Sore ini Rayan dan Nayra tiba di toko perhiasan untuk mengambil cincin tunangan mereka yang telah Tante Lisa pesan. Keduanya duduk di sofa yang disediakan, menunggu pemilik toko datang membawakan cincin mereka.“Lho, Nayra?”Rayan dan Nayra mendongakkan kepala saat wanita paruh baya dengan gaya elegan menghampiri dan menyapa. Nayra memicingkan matanya seraya mengingat-ingat, wajah wanita ini tampak tak asing.“Tante Fira?”Nayra terkesiap saat memorinya berhasil mengingat wanita paruh baya itu. Wanita paruh baya itu tampak senang dan berhambur memeluk Nayra.“Long time no see. How are you doing?” Tanya Tante Fira yang ternyata pemilik toko perhiasan itu setelah melepaskan pelukannya. Rayan hanya menatap mereka dengan heran.“Baik, Tante. Tante sendiri apa kabar?” Nayra bertanya kembali dengan ramah.“Tante baik, Nay. Kamu makin cantik aja, deh.” Puji Tante Fira kemudian seraya memperhatikan setiap inchi wajah Nayra yang memang enak dipandang.“Haha, Tante bisa aja. Tante leb
********“Kenapa ke sini? Aku mau pulang!” Protes Nayra setelah mengikuti Rayan turun dari mobil.“Kalau mau pulang sekarang, sana sendiri naik taksi.” Dengan santainya Rayan melenggang pergi memasuki taman bermain, meninggalkan Nayra yang menatapnya sebal.Pada akhirnya, Nayra memutuskan mengikuti Rayan memasuki taman itu. Entah kekuatan apa yang menariknya ke sana, padahal hatinya menolak habis-habisan. Terakhir kali dia dan Rayan memiliki janji untuk merayakan hari jadi pertama mereka.14 Februari. Hanya saja, Nayra memilih tak datang untuk memenuhi janji itu dan pergi ke luar negeri. Sebenarnya, Nayra tak pernah ingin kembali ke sana karena hanya akan membangkitkan luka lama.Tak banyak perubahan di taman bermain itu setelah hampir sembilan tahun berlalu. Semua mainan itu masih tampak sama. Pengelola taman bermain hanya memberikan cat lagi agar semua mainan di sana tetap dalam keadaan bagus dan penuh warna. Sedikit perubahan, karena mereka menambah beberapa permainan baru. Nayra