Share

7. Tidak Dikenali

Episode 7. Unknown

********

Nayra turun dari mobilnya, dia berjalan untuk masuk ke rumah sakit sembari menerima telepon dari ibunya yang mengeluh khawatir karena dia tinggal di apartemen sendirian.

Sudah lebih dari satu minggu Nayra bekerja di Rumah Sakit RH. Nayra memilih untuk tinggal di apartemen yang dekat dengan rumah sakit. Jarak rumah sakit yang memakan waktu lebih dari satu jam dari rumah menjadi pertimbangan Nayra memutuskan untuk memilih tinggal di apartemen.

“Aku nggak ngelewatin sarapan atau waktu makan lainnya. Bunda tenang aja, aku udah gede.” Sambar Nayra sebelum Bunda membuka suara. Dia sudah hapal karena setiap pagi Bunda selalu mengingatkannya akan hal itu.

“Jangan ngerepotin Noah. Langsung pulang kalo udah selesai di rumah sakit. Dan satu lagi, jangan terlalu banyak main dan pulang malem. Inget, kamu nggak lagi di Amerika!” Pesan Bunda di seberang telepon.

Nayra memutar bola matanya malas seraya mendengus kesal. Rasanya bosan mendengar Bunda terus mengingatkannya akan hal ini.

“Bun, emang aku anak SMA? Tenang aja, aku bisa ngurus dan jaga diri baik-baik.” Sahut Nayra ketus. “Udah, ahh. Aku ada kunjungan pasien. Love you, Bun.” Lantas dengan cepat mengakhiri percakapan dan menutup sambungan teleponnya.

Lagian siapa juga yang ngerepotin Noah?” Gerutu Nayra dalam hati, mengingat Orang tuanyalah yang menyusahkan Noah dengan meminta sahabat baiknya  itu untuk tinggal di apartemen yang bersebelahan dan mengawasinya.

Baru saja kakinya bergerak beberapa langkah, Nayra dikejutkan oleh Rayan dan Luna yang turun dari mobil bersama. Sejenak Nayra tertegun, pandangannya bertemu dengan Rayan yang kini juga sedang menatapnya dengan tatapan dingin.

Pemandangan yang mulai terbiasa Nayra saksikan. Hal itu membuat Nayra bingung, terlebih sikap Rayan yang berubah tak acuh padanya, kecuali di hadapan Ayah dan Bunda.

Sebagai calon suami, tak pernah ada sapaan ramah, ajakan mengobrol, ajakan berangkat maupun pulang bersama, atau hal normal lainnya yang seharusnya dilakukan pasangan yang akan menikah. Meski sangat dekat, Rayan begitu asing bagi Nayra sekarang.

Nayra. . . ., benar-benar tidak bisa mengenali Rayan lagi.

“Ayo, Ray.” Ajak Luna seraya menggamit lengan Rayan, selama beberapa detik matanya melirik Nayra puas. "Duluan, Nay. . . ." Katanya kemudian dengan lambaian tangan singkat. Nayra bergeming tak membalasnya. Tck, dasar gadis ular.

Laki-laki itu tampak terkejut, namun dia tak menolak ataupun membalas perlakuan Luna. Hati Nayra berdenyut nyeri melihatnya.

Rayan melepaskan pandangannya dari Nayra lebih dulu, kemudian berjalan beriringan dengan Luna, melewatinya begitu saja.

“Aku bener-bener nggak ngerti dia.” Gumam Nayra dalam hati. Dia melihat pungung Rayan yang kian menjauh dari pandangannya.

Raut mukanya berubah sedih, matanya mulai memanas, namun dia tahan agar tidak menangis. Meski sekuat tenaga Nayra berusaha tak mempedulikan kedekatan Rayan dan Luna, tapi tetap saja hatinya sulit menerima.

“Kenapa nggak nikah sama Luna aja kalau kamu suka? Bikin repot aku aja.”

Nayra berjalan di koridor rumah sakit untuk masuk ke ruangannya. Dia tersenyum dan membalas sapaan setiap orang yang menyapanya.

Kehadiran Nayra di rumah sakit itu benar-benar disambut dengan baik, terutama di bagian bedah toraks dan kardiovaskuler. Baru saja satu minggu, dia sudah terkenal di kalangan dokter dan perawat,bahkan tak jarang mereka datang ke bagian bangsal Nayra karena penasaran ingin melihatnya––Nayra, si dokter cantik dengan segala pesona dan keahliannya yang tak bisa di anggap remeh.

********

Nayra berlari ke ruang ICU dengan memakai jas dokternya. Dia lalu bertanya kepada dokter jaga di sana mengenai keadaan pasien. Dokter laki-laki berwajah manis dengan kacamata menjelaskan bahwa pasien tadi mengalami ventricular fibrilation dan peningkatan tekanan pada arteri pulmonaris. Tetapi keadaannya sudah membaik setelah diberi penanganan.

“Maaf, Dok, tadi kami terlalu panik dan langsung menghubungi kamu. Maafkan saya.” Ucap dokter jaga memasang raut wajah bersalah.

“Nggak apa-apa. Hal ini bisa terjadi pasca operasi. Tapi ini bukan masalah umum.” Jelas Nayra, dia lebih suka bicara non formal.

“Kondisinya sekarang udah stabil.” Ucap Nayra kemudian setelah selesai memeriksa kondisi pasien.

Nayra berjalan di koridor rumah sakit untuk memeriksa pasien lainnya, seorang perawat bernama Hana mengikutinya dari belakang. Nayra dan Hana tampak akrab, terlebih dia sengaja meminta semua orang yang bekerja satu tim dengannya untuk tidak bersikap terlalu formal. Hal tersebut semata-mata agar mereka bisa membentuk tim yang hebat dengan suasana pertemanan yang hangat.

Hana berceloteh sepanjang jalan, menceritakan jika Nayra sangat terkenal di rumah sakit. Bahkan semua orang menjulukinya peri cantik.

“Kenapa?” Tanya Nayra geli.

“Karena kamu di atas manusia rata-rata.” Jawab Hana.

Nayra hanya terkekeh geli, tak peduli dengan julukannya dan lebih memilih mengalihkan pembicaraan untuk membahas keadaan pasien.

Mereka masuk ke salah satu ruang VIP, terlihat seorang wanita paruh baya tengah duduk bersandar di ranjang rumah sakit sambil memakan buah yang telah dipotong oleh suaminya. Melihat kedatangan Nayra dan Hana, wanita paruh baya itu menyunggingkan senyum ke arahnya, begitupula dengan suaminya.

“Gimana keadaan Ibu?” Tanya Nayra sembari memeriksa keadaannya.

“Ini lebih baik dari sebelumnya. Terima kasih sudah membuat jantung saya kembali berdetak dan saya bisa hidup sedikit lebih lama sekarang.” Tutur wanita paruh baya itu penuh haru.

Nayra tersenyum dan menggelengkan kepalanya.

“Jangan berterima kasih sama saya. Tapi Ibu harus berterima kasih pada jantung Ibu yang masih setia pada pemiliknya. Dan satu lagi, jangan hidup sedikit lebih lama. Ibu masih muda, jadi hiduplah selama mungkin.” Ucap Nayra cerewet dengan tak menyurutkan senyum dari bibir indahnya.

“Haha, Dokter Nayra bisa aja.” Wanita paruh baya itu terkekeh.

“Ngng…, apa Dokter punya pacar? Atau suami?” Tanya wanita paruh baya itu kemudian. Alis Nayra terangkat heran.

“Kami punya anak laki-laki yang mungkin seumuran dengan Dokter. Dokter mau nggak kami kenalkan?” Kali ini suami dari wanita paruh baya itu menimpali. Nayra terkesiap mendengarnya.

Nayra terkekeh, lalu menjawab dengan sedikit candaan. “Kalian terlambat. Sebentar lagi saya menikah.”

Penuturannya itu membuat Hana memalingkan pandangan dari pasien untuk menahan tawa. Ini bukan yang pertama kali. Ada banyak pasien atau keluarga pasien menanyakan status Nayra.

“Wahh, sayang banget.” Sesal wanita paruh baya itu seraya menghembuskan napasnya. Nayra hanya terkekeh.

“Kondisi Ibu sudah membaik. Ibu bisa pulang besok pagi.” Ucap Nayra kemudian, setelah dia memastikan kondisi wanita paruh baya itu.

Tampak raut bahagia terpancar di wajah suami istri itu. Mereka kemudian berterima kasih pada Nayra sebelum akhirnya Nayra dan Hana keluar dari kamar tersebut.

“Siapa calon suami kamu? Dokter Noah?” Ledek Hana yang kini berjalan bersisian di koridor rumah sakit.

“Aku masih waras untuk bisa cari cowok lain.” Jawab Nayra sambil tersenyum geli.

“Jangan terus-terusan bohong. Nanti dosa kamu numpuk.” Ujar Hana sembari menyikut pelan lengan Nayra.

Nayra tergelak pelan, lalu mengangguk-angguk. “Well, kayaknya habis ini aku harus cari calon suami beneran biar nggak bohong lagi.”

“Kamu cantik. Tinggal tunjuk, habis itu bungkus.” Sahut Hana jenaka diiringi gelak tawa ringan setelahnya.

“Kamu kira makanan take away?” Balas Nayra ikut tergelak.

“Ohh iya, gimana kalo kita makan siang bareng habis ini?” Ajak Nayra kemudian yang langsung dibalas anggukkan oleh Hana.

Di tengah perjalanan, ponsel Nayra berdering. Dia kemudian bergegas pergi dan memisahkan diri dari Hana setelah menjawab panggilan telepon tersebut.

Sebelumnya, Nayra meminta maaf pada Hana karena dia tidak bisa makan siang bersamanya. Nayra juga berjanji lain kali akan mentraktirnya makanan yang mahal sebagai ganti makan siang bersama yang gagal hari ini .

********

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status