******** Sore ini Rayan dan Nayra tiba di toko perhiasan untuk mengambil cincin tunangan mereka yang telah Tante Lisa pesan. Keduanya duduk di sofa yang disediakan, menunggu pemilik toko datang membawakan cincin mereka.“Lho, Nayra?”Rayan dan Nayra mendongakkan kepala saat wanita paruh baya dengan gaya elegan menghampiri dan menyapa. Nayra memicingkan matanya seraya mengingat-ingat, wajah wanita ini tampak tak asing.“Tante Fira?”Nayra terkesiap saat memorinya berhasil mengingat wanita paruh baya itu. Wanita paruh baya itu tampak senang dan berhambur memeluk Nayra.“Long time no see. How are you doing?” Tanya Tante Fira yang ternyata pemilik toko perhiasan itu setelah melepaskan pelukannya. Rayan hanya menatap mereka dengan heran.“Baik, Tante. Tante sendiri apa kabar?” Nayra bertanya kembali dengan ramah.“Tante baik, Nay. Kamu makin cantik aja, deh.” Puji Tante Fira kemudian seraya memperhatikan setiap inchi wajah Nayra yang memang enak dipandang.“Haha, Tante bisa aja. Tante leb
********“Kenapa ke sini? Aku mau pulang!” Protes Nayra setelah mengikuti Rayan turun dari mobil.“Kalau mau pulang sekarang, sana sendiri naik taksi.” Dengan santainya Rayan melenggang pergi memasuki taman bermain, meninggalkan Nayra yang menatapnya sebal.Pada akhirnya, Nayra memutuskan mengikuti Rayan memasuki taman itu. Entah kekuatan apa yang menariknya ke sana, padahal hatinya menolak habis-habisan. Terakhir kali dia dan Rayan memiliki janji untuk merayakan hari jadi pertama mereka.14 Februari. Hanya saja, Nayra memilih tak datang untuk memenuhi janji itu dan pergi ke luar negeri. Sebenarnya, Nayra tak pernah ingin kembali ke sana karena hanya akan membangkitkan luka lama.Tak banyak perubahan di taman bermain itu setelah hampir sembilan tahun berlalu. Semua mainan itu masih tampak sama. Pengelola taman bermain hanya memberikan cat lagi agar semua mainan di sana tetap dalam keadaan bagus dan penuh warna. Sedikit perubahan, karena mereka menambah beberapa permainan baru. Nayra
33. Roller Coaster********Rayan dan Nayra saat ini dalam perjalanan menuju rumah sakit setelah laki-laki itu mendapat telepon dari Luna yang mengabarinya bahwa dia mengalami kecelakaan. Terlihat guratan cemas di wajah Rayan yang saat ini sedang memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi.Tentu saja reaksi Rayan itu sedikit mengganggu hati Nayra. Tapi Nayra segera menepis perasaan tersebut. Untuk apa dia peduli, coba?Sebenarnya tadi Nayra menawarkan dirinya untuk pulang naik taksi dan membiarkan Rayan pergi ke rumah sakit sendiri. Tapi Rayan tidak mengizinkannya.Rayan memintanya untuk ikut ke rumah sakit dan akan mengantar Nayra pulang setelahnya. Nayra akhirnya hanya bisa menuruti permintaan Rayan, itu lebih baik daripada mereka harus berdebat pada akhirnya, sebab Nayra tak pernah menang.Tak sampai satu jam, kini mereka sudah tiba di rumah sakit. Nayra mengekori Rayan yang melangkah dengan tergesa-gesa menuju UGD.Nayra mengernyit heran saat melihat Luna yang tampak baik-baik saja
Pagi harinya, Nayra dibuat terkejut saat Rayan datang menjemputnya bersama Luna yang sudah duduk di kursi bagian depan, tepatnya di samping Rayan.“Maaf, Nay. Kayaknya kehadiran aku udah ganggu kamu. Mobil aku masih di bengkel, jadi tadi aku minta Rayan buat jemput aku, dan dia nggak keberatan.” Jelas Luna saat melihat Nayra berdiri mematung sembari memegang pintu bagian depan mobil yang terbuka.“Kalau gitu, aku bisa pindah ke belakang.” Ucap Luna kemudian, dia hendak menurunkan kakinya, namun Nayra dengan cepat menahannya.“Aku nggak terganggu. Aku tahu Rayan baik hati mau bantuin temannya yang lagi kesusahan.” Balas Nayra tenang, tapi berhasil membuat Luna kesal. “Dan kamu nggak usah pindah, biar aku aja yang duduk di belakang.” Tuturnya kemudian.Nayra sedikit mengulur waktu untuk membuka pintu mobil bagian belakang, berharap Rayan memintanya untuk duduk di depan, tapi itu tidak terjadi. Nayra tersenyum kecewa.Sial. Kenapa dia berharap lagi? Nayra akhirnya duduk di kursi belakan
********Siang harinya, Nayra mengganti seragam scrubnya yang tadi dia gunakan di ruang bedah dengan seragam scrub baru yang biasa digunakan staf medis di luar ruang operasi. Dia memandang dirinya dari pantulan cermin yang ada di ruangannya.“Kenapa kamu cantik banget?” Nayra memuji dirinya sendiri sembari mengetuk-ngetuk cermin yang memantulkan bayangan dirinya “Sayang banget orang secantik kamu kalau harus nikah sama si brengsek Rayan.” Lalu bibirnya merengut lucu.Tak lama, perhatian Nayra teralihkan saat ponselnya berbunyi tanda seseorang menghubunginya. Dengan cepat tangannya meraih benda pipih yang tergeletak di atas meja kerjanya.Wajah Nayra seketika menjadi khawatir, cemas, dan takut menjadi satu setelah menjawab panggilan telepon tersebut. Dia menyambar jas dokter yang tersampir di kursi kerjanya, untuk kemudian berlari turun menuju UGD.Kaki Nayra terus bergerak-gerak tak sabaran saat mendapati pintu lift di depannya tak kunjung terbuka, hingga akhirnya dia memilih untuk me
******** Nayra saat ini duduk berhadapan di sofa ruang kerja Rayan, setelah tadi laki-laki yang kini menjadi atasannya itu meminta untuk ikut ke ruangannya. Nayra menghembuskan napas kasar. Pikirnya Rayan pasti akan meminta bantuannya untuk mengoperasi jantung orang penting. Seperti halnya beberapa hari yang lalu, dia diminta untuk mengoperasi jantung salah satu Dewan Direksi rumah sakit ini, alasannya tentu saja karena Nayra adalah dokter spesialis jantung terbaik di sana. Nayra sebenarnya tidak suka dimintai seperti itu, sebab dia jadi seolah pilih-pilih pasien. Padahal, tujuan Nayra menjadi dokter sepenuhnya adalah untuk kemanusiaan tanpa memandang pasien dari statusnya. Di mata Nayra, semua pasien adalah sama. Tck, otak Rayan memang politik sekali. “Siapa sekarang? Pejabat Pemerintah? Artis? Presiden? Jadwal operasi aku cukup padat. Coba minta dokter lain aja.” Ucap Nayra setelah beberapa saat terdiam. Rayan bergeming. Sejak mereka datang ke ruangan itu, Rayan hanya sibuk mena
********Rayan menarik wajahnya dengan napas yang sama memburu dengan Nayra.Gadis itu membuka mata, menatap Rayan dengan tatapan sayu, dadanya naik turun berusaha mengatur napasnya yang semula berantakan.“Ini yang kedua.” Lirih Nayra dengan suara serak. Sementara Rayan terdiam dengan sebelah tangan turun mengelus pinggang Nayra.“Ke depannya nggak akan terhitung.” Balas Rayan dengan suara tak kalah serak, kemudian memiringkan kepalanya untuk menjangkau bibir Nayra. Tapi belum sempat bibirnya menyentuh, Nayra lebih dulu memalingkan wajah.“T–tunggu.” Cegat Nayra.“Kenapa?” Tanya Rayan lirih.Nayra mendongak untuk menatap Rayan, lalu berucap lirih. “Kenapa kamu ngelakuin ini?”“Karena kamu calon istri aku.” Jawab Rayan. Lalu dengan cepat menempelkan bibirnya pada bibir Nayra. Mengecupnya, memaksa bibir Nayra untuk terbuka hingga bisa leluasa menghisap itu semua.Tangan Nayra yang semula berada di pinggang Rayan terkulai lemas di kedua sisi pahanya. Dia kembali dibuat terkejut atas sik
********“Besok?”Aji dan Bisma serempak berseru tak percaya diiringi pupil mata melebar. Sementara Luna, dia sedang berusaha mengendalikan keterkejutannya setelah Rayan mengatakan bahwa dia dan Nayra akan bertunangan hari Sabtu sore, esok hari.“Gue tahu kalian mau nikah. Tapi nggak nyangka secepet ini. Kalian kecelakaan?”Rayan mendengus sebal saat mendengar celetukan yang keluar dari mulut Bisma tanpa bisa disaring.“Ya elah, Bis. Nggak mungkin kecelakaan. Emang dia brengsek kayak lo?” Sahut Aji dengan tawa meledek. Rayan berdecak kesal melihatnya. Benar-benar menyebalkan sekali teman-temannya ini.“Rayan nggak kayak lo, Bis, yang berani-beraninya uji coba sebelum nikah. Eh, tahu-tahunya malah berhasil.” Sambung Aji lagi. Sontak, hal tersebut langsung mengundang gelak tawa Rayan yang semula terus merengut. Keadaan berbalik begitu saja.Hanya satu orang yang tak menikmati candaan mereka, Luna. Sejak tadi gadis itu hanya bergeming dengan sorot mata sendu. Dunianya seakan berhenti sa
********Sekarang Nayra sudah berada di dalam mobil yang dikendarai Tante Lisa. Entah ke mana wanita paruh baya ini akan membawanya pergi.Sejurus kemudian, Nayra dibuat terkejut saat menyadari jalanan yang dilalui Tante Lisa ternyata menuju ke apartemen Rayan. Benar saja, tak butuh waktu lama mereka sudah sampai di depan gedung apartemen elit tersebut.“Tan?” Nayra menatap Tante Lisa dengan sorot mata penuh tanya.“Maaf, Nay. Kita ke apartemen Rayan sebentar, ya? Ada barang yang mau Tante ambil dari sana.”Nayra terdiam ragu, sebelum kemudian mengangguk terpaksa.“Ohh, ya udah. Tapi aku nunggu di sini ya, Tan?”“Tapi barang yang mau Tante bawa agak banyak. Kamu bisa bantu Tante, kan?” Tante Lisa memasang wajah memelas, membuat Nayra lagi-lagi tak bisa menolak.“Ya-ya udah, Tan, boleh.”Mengehembuskan napas kasar, dengan penuh keterpaksaan Nayra ikut turun dari mobil dan mengekori Tante Lisa untuk masuk ke dalam apartemen Rayan.Sesampainya di depan pintu apartemen, dengan cekatan jar
********“Aku minta maaf karena belum bisa jadi anak yang baik untuk kalian.” Ucap Nayra tulus setelah dia mengutarakan keinginannya untuk mengakhiri semuanya dengan Rayan. Nayra bahkan kini berlutut di hadapan kedua orang tuanya.“Bangun, Nak.”Bunda menuntun Nayra untuk duduk di sebelahnya.“Sebenarnya ada apa, Nay?” Tanya Bunda lembut seraya merapikan anak rambut Nayra yang sedikit menghalangi wajahnya.“Kak Rayan menerima perjodohan ini untuk balas nyakitin aku karena udah ninggalin dia dulu. Dia nggak tulus mau nikahin aku.”Pada akhirnya, Nayra tidak bisa menahan kegundahan hatinya sendirian, meski tidak dia ceritakan secara keseluruhan.“Nggak mungkin. Selama ini Ayah lihat dia baik-baik aja sama kamu.” Sela Ayah tak percaya, mengingat bagaimana Rayan memperlakukan Nayra dengan baik saat di depannya, Ayah juga sangat suka sikap sopan Rayan.“Iya, tapi dia cuma pura-pura, Yah. Di belakang kalian dia nggak sebaik itu. ”“Ayah nggak percaya. Nayra, masa lalu kalian itu hanya cinta
60.******** “Dokter Nayra . . . .”Giselle tersenyum ramah menyapa Nayra.“Om Rendi ada di dalam nggak, Mbak? Maksud aku, beliau nggak lagi sibuk, kan?” Tanya Nayra sedikit ragu.“Enggak, kok. Kamu bisa langsung masuk saja, Dok.” Giselle mempersilakan Nayra masuk tanpa berniat mengantarnya. Mengingat Nayra adalah calon menantu dari atasannya, maka Giselle sedikit membebaskan gadis itu.“Oke. Makasih, Mbak Giselle.” Ucap Nayra dengan senyum mengembang.Tak langsung mengetuk, sejenak Nayra mematung di depan pintu untuk menenangkan dirinya. Dia meremas tangannya yang mulai berkeringat dingin. Nyali Nayra sedikit menciut membayangkan dia akan kena damprat dari Om Rendi di dalam sana nanti.“Huuft.”Nayra menghembuskan napas panjang, untuk kemudian mengetuk pintu kaca di depannya. Nayra lalu masuk dengan kaki gemetar setelah mendapat sahutan.“Selamat siang, Om.” Sapa Nayra gugup, namun dia berusaha menyembunyikannya. Ini kali pertama dia berhadapan dengan Om Rendi, hanya berdua.“Duduk,
********Bulatan matahari yang menguning telur dan semburat jingga di sore hari seperti menghipnotis siapa pun yang memandangnya.Dengan melihat proses matahari kembali ke peraduannya, bisa menciptakan rasa syukur atas ciptaan Tuhan yang maha segalanya. Bersyukur untuk masih tetap diberi kehidupan sampai sekarang.Rayan, laki-laki tampan dan jangkung dengan balutan jas dokternya berdiri dengan tangan bersedekap pada beton pembatas yang berada di atap rumah sakit sambil memperhatikan pemandangan yang ada di bawahnya. Taman rumah sakit yang luas dengan semua aktivitas orang-orang di sana.Terkadang, matanya memicing untuk menghindari cahaya tipis matahahari sore yang tak sengaja mengenai wajah tampan berkarismanya.Rayan memejamkan mata, meraup udara banyak-banyak untuk mengisi paru-parunya yang lapang. Rayan, dia membiarkan angin sore menyapa wajah dan memainkan rambut bergaya quiffnya.Rayan termenung dengan wajah gelisahnya. Kepalanya berisik, kejadian beberapa menit yang lalu berput
********Noah memang selalu tahu bagaimana cara menghibur Nayra. Kini mereka duduk di kursi panjang yang terbuat dari bambu, menikmati pemandangan dari ketinggian di Bukit Bintang. Tempat itu cukup untuk menghibur hati Nayra yang gamang.Nayra berdecak kagum saat matanya disuguhi keindahan bintang yang bertaburan menghiasi langit malam. Belum lagi pemandangan citylight yang tampak mempesona dari puncak bukit tersebut. Pancaran lampu-lampu kota itu juga bisa didefinisikan sebagai bintang yang menambah keindahan panoramanya.“Ehh.”Nayra terkesiap ketika Noah tiba-tiba menyampirkan jacketnya di sepanjang bahu Nayra agar gadis itu tidak kedinginan.“Kalau kamu hipotermia, itu pasti bakal ngerepotin aku.” Noah langsung menyambar sebelum Nayra membuka suaranya.“Ish, dasar. Padahal, kamu, tuh, cukup diem aja, No. Biar kelihatan romantis gitu.” Dengus Nayra seraya merapatkan jacket Noah ketika udara dingin menusuk kulitnya. Nampak bibir gadis itu juga sedikit memucat karena memang udara di
********Sore hari beringsut malam, Nayra baru keluar dari ruang rapat. Rapat tersebut berjalan lancar. Ternyata Aji sangat berbeda saat dia sedang bekerja, dia benar-benar serius, tak banyak tingkah seperti saat Nayra sedang bersamanya di luar pekerjaan.Nayra berjalan menuju ruangannya, sedikit melompat-lompat lucu seperti kelinci. Kebetulan sekali koridor sedikit sepi.Nayra mengulum senyum tipis, merasa beban di hatinya sedikit terangkat. Noah sudah berbaik hati karena tidak menuntut Nayra untuk membalas perasaannya, Nayra tidak akan membiarkan persahabatannya rusak karena perasaan tidak enak. Maka untuk membalas kebaikan hati Noah, Nayra hanya perlu tetap untuk menjadi sahabat terbaik baginya.Baru saja Nayra akan menyentuh handle pintu, seseorang tiba-tiba mencengkeram pergelangan tangannya erat dan menariknya dengan kasar. Dalam hati Nayra menggerutu, karena orang-orang sudah mengejutkannya hari ini.“Ray–”Nayra berusaha melepaskan dirinya dari Rayan yang kini sudah berhasil m
********Nayra duduk terdiam di ruangannya. Matanya menyipit dengan kening berkerut, sesekali sebelah tangannya memijat keningnya yang terasa berdenyut nyeri.“Shit.” Masih jelas dalam ingatanya saat beberapa menit yang lalu Bunda menelepon. Bunda mengatakan kalau Nayra harus segera membereskan barang-barangnya dari apartemen yang dia tinggali saat ini.Ternyata ucapan Rayan yang memintanya pindah itu benar, Nayra kira waktu itu Rayan hanya menggertaknya.“Ayah sama Bunda udah lihat kondisi apartemennya. Rayan bener-bener nyiapin itu buat kamu.”Nayra teringat percakapannya dengan Bunda di telepon tadi. Ternyata Rayan benar-benar licik karena melibatkan orang tuanya.“Kamu cepat beresin barang-barang dan pindah ke sana, Nay. Lagian nggak ada salahnya tinggal di dekat Rayan, biar kalian makin deket. Rayan juga bilang biar dia gampang jagain dan ngawasin kamunya, gitu.” Nayra hanya bisa menahan geram seraya mengepalkan tangannya, Rayan benar-benar telah memanfaatkan orang tuanya untuk
********“Ada masalah?” Hana heran dengan sikap Nayra yang lebih banyak diam dengan wajah murung seharian ini. Sebab, selepas memeriksa pasien biasanya Nayra akan membahas makanan untuk makan siang atau berbagi cerita mengenai drama Korea yang telah dia tonton. Ini tak seperti biasanya.“Ohh? Apa, Han?” Nayra kurang fokus.Hana mengerling, lalu mengulang pertanyaannya. “Kamu lagi ada masalah? Kok diem terus dari tadi?”“Enggak, kok. Aku cuma lagi datang bulan.” “Pantesan.” Hana manggut-manggut mengerti. “Gimana kalau nanti kita cari makanan yang manis atau pedes? Biasanya aku makan itu kalau lagi PMS. Aku jamin nanti mood kamu balik lagi, deh.”“Boleh.” Sahut Nayra tak bersemangat, tapi selipan senyuman tipis tersungging dari bibirnya.Tak ada lagi percakapan setelah itu. hanya terdengar derap kaki mereka yang melangkah menuju ruang ICU untuk memeriksa pasien pasca operasi.Karena fokusnya kurang, Nayra tak memperhatikan keadaan sekitar, hingga akhirnya dia menabrak dan kepalanya m
54.********Keesokan harinya, Nayra datang pagi-pagi sekali ke rumah sakit. Hal itu semata-mata dia lakukan untuk menghindari Noah. Meski Noah mengatakan untuk jangan terbebani, tapi tetap saja Nayra butuh waktu untuk bisa menerima semua ini.Dan di sinilah Nayra sekarang, duduk santai menikmati udara pagi di bawah pohon yang ada di taman samping rumah sakit. Pandangannya menerawang kosong, sementara wajahnya tampak sayu dan lelah karena kurang tidur.Permainan jujur-jujuran itu membuatnya terguncang. Kepalanya pusing dengan segala hal yang belum terselesaikan. Nayra ingin lepas dari Rayan dan belum tahu caranya, namun sekarang malah bertambah karena Nayra tidak tahu bagaimana harus menghadapi Noah.Dalam pandangan yang menerawang kosong itu, nampak lingkaran hitam di bawah mata menyatukan gambaran antara rasa lelah dan kesedihan. Berulang kali Nayra menghembuskan napas berat, berharap semua beban di hatinya terbuang bersamaan dengan itu.Nayra menoleh ketika merasakan seseorang men