Brum! Brum!
Waktu telah menunjukkan pukul 00.00 tengah malam, jalanan mulai sepi dan hanya beberapa kendaraan saja yang masih berlalu lalang. Sebuah mobil sedan yang dikendarai seorang pemuda dari arah selatan berhadapan dengan sebuah motor yang melaju kencang dari arah berlawanan, keduanya memacu kendaraan masing-masing dengan kecepatan yang tinggi. Sang pemilik mobil yang tengah mengantuk tidak dapat mengendalikan kendaraannya membuat pemuda itu hilang kendali, hingga akhirnya tabrakan pun tak dapat dihindari. BRAAAK!! Pemuda yang mengendarai motor terlempar sejauh dua kilo meter dari tempat tabrakan, darah segar terus mengucur dari kepala membuat kesadarannya perlahan menurun hingga tak sadarkan diri. Sedangkan pemilik mobil tak kalah tragisnya, memaksakan diri menyetir ketika mengantuk telah menyebabkan dirinya lalai saat berkendara hingga membuat tangannya terbentur keras karena berusaha melindungi kepalanya. Keduanya pun tak sadarkan diri, beberapa orang yang kebetulan lewat dibantu warga sekitar segera menghubungi ambulance dan juga polisi untuk membantu proses evakuasi kedua korban kecelakaan tersebut. Sesampainya di rumah sakit, keduanya segera dilarikan ke ruang gawat darurat untuk mendapat pertolongan pertama. Namun sayangnya, sebelum sempat mendapat pertolongan, pemuda pengendara motor sudah mengembuskan napas terakhirnya karena kehabisan banyak darah selama dalam perjalanan ke rumah sakit dan ia pun dinyatakan telah meninggal dunia. Sementara itu sang pengendara mobil sedang berjuang melewati masa kritisnya, anggota keluarga keduanya pun mulai berdatangan untuk melihat kondisi mereka. “Tidak! Davian tidak mungkin meninggal! Dia sudah berjanji akan menikahiku bulan depan, dia tidak mungkin pergi secepat ini!” Teriakan dan tangisan histeris dari seorang wanita yang merupakan kekasih dari pengendara motor itu terdengar memilukan setiap orang yang mendengarnya, sang kakak yang menemani hanya bisa memeluk adiknya itu untuk menenangkannya. Sementara itu, keluarga sang pengendara mobil dapat bernapas lega karena anak mereka telah melewati masa kritisnya meski masih harus mendapat perawatan intensif untuk tangannya yang terkena benturan keras. “Tenanglah Ara, kita harus menerima takdir yang telah digariskan oleh Tuhan. Ikhlaskan, Davian sudah bahagia di alam sana,” hibur Yura pada adik kesayangannya. “Tidak Kak, sampai kapan pun aku tidak akan pernah rela Davian pergi dengan cara seperti ini. Aku bersumpah tidak akan memaafkan orang yang telah membuat Davian meninggal,” ucap Kinara dengan kedua tangan yang terkepal, netra indahnya menatap nanar pada jasad sang kekasih yang telah terbujur kaku di hadapannya. Yura hanya dapat terdiam, ia sangat memahami bagaimana perasaan adiknya yang tengah hancur pasca kepergian sang kekasih hati. “Beristirahatlah dengan tenang Sayangku, aku akan membuat perhitungan pada orang yang telah memisahkan kita untuk selamanya,” batin Kinara sambil mengusap kasar air mata yang jatuh membasahi pipinya. Tanpa Kinara tahu, seseorang tengah mengawasi mereka dari kejauhan. Ingin rasanya orang itu menghampiri dan menghibur Kinara namun nyalinya tak sebesar itu, ia pun merasa terpuruk dan takut jika wanita itu tidak mau mendengar penjelasannya dan malah akan mengusirnya. Akhirnya, ia lebih memilih memantau dari kejauhan dengan hati yang juga hancur. "Maafkan aku, aku berjanji suatu saat nanti akan menebus semua ini. Aku akan mengganti air mata itu dengan kebahagiaan yang tak terkira hingga kamu tidak akan merasakan lagi sakitnya hari ini," batin pemuda itu sambil menatap Kinara dari kejauhan. ** Lima tahun telah berlalu... Sepasang suami istri dan seorang wanita tampak berkumpul di sebuah ruang tamu dalam rumah yang bernuansa floral. Tema itu merupakan kegemaran sang pemilik rumah yang sangat menyukai berbagai hal yang berhubungan dengan bunga. Mereka terlihat serius membicarakan suatu rencana untuk masa depan adik mereka satu-satunya. Hal itu dikarenakan sang adik yang menginjak usia ke-25 tahun, namun sama sekali tak berniat untuk mencari kekasih selepas kepergian calon suaminya yang telah meninggal lima tahun silam. “Apa? Dijodohkan?” “Tenang Ara, sabar dulu ya. Biar kak Yura yang menjelaskan,” ucap satu-satunya lelaki yang menjadi penengah di keluarga itu. “Sabar bagaimana, Kak? Kalian asal menjodohkan tanpa minta persetujuanku, sekarang malah aku diminta sabar,” protes Kinara yang merasa tidak terima karena kakak iparnya itu menyuruhnya untuk mendengar penjelasan sang istri terlebih dahulu. “Sudah Mas, masalah ini biar aku dan Ara bicarakan berdua. Mas makan dulu saja ya,” pinta Yura yang merupakan kakak kandung dari Kinara. “Ya sudah, aku ke meja makan dulu,” pamit Dimas pada istrinya kemudian berjalan menuju meja makan. “Ara, jadi begini ya ....” Yura menghela napas panjang dahulu sebelum menjelaskan pada adik tersayangnya. Kinara pun mengangguk patuh mencoba mendengar penjelasan dari kakaknya. Yura meraih jemari Kinara lalu menangkupnya di antara jemarinya. “Kamu tahu kan kalau kakak dan mas Dimas sangat menyayangimu, kami tidak ingin kamu sampai jatuh cinta pada orang yang salah nantinya. Untuk itu, kami berusaha mencarikanmu calon suami yang nantinya akan selalu menjaga dan menyayangi kamu,” terang Yura sambil menepuk perlahan punggung tangan Kinara. “Tidak mungkin kan kamu ikut kakak selamanya, bukan kakak keberatan. Kakak juga ingin kamu menemukan pria yang bisa mendampingi dan membuatmu jatuh cinta lagi,” sambungnya diiringi senyuman yang manis. “Tapi Kak, aku belum ingin menikah,” tolak Kinara tanpa basa basi. Yura tersenyum, wanita itu selain cantik juga kakak yang sangat penyabar untuk Kinara yang sedikit keras kepala. “Ara, kami tidak memaksa kalian untuk segera menikah. Setidaknya kalian bertemu dan saling mengenal dulu, baru nanti seiring berjalannya waktu kalian putuskan ingin bagaimana,” terangnya dengan lembut. Kinara hanya bisa menghela napas perlahan kemudian mengangguk tanda setuju dengan permintaan sang kakak. Sejujurnya ia sedang tidak ingin berkenalan dengan pria lain dalam waktu dekat ini, hatinya masih berduka karena lelaki yang sangat ia cintai telah pergi mendahuluinya. Namun karena rasa sayangnya yang begitu besar pada sang kakak yang telah menjaganya selama ini, ia pun akhirnya menurut agar kakaknya itu tidak kecewa dengannya. "Baiklah, aku...."Tak lama setelahnya, Dimas mengantar Kinara dan sampai di gedung Alva Management&Production yang merupakan kantor tempat agensinya bernaung tepat pukul 09.00 pagi. Setelah berpamitan pada kakak iparnya, Kinara pun segera turun dari mobil. Baru saja tiba di lobi, Shela—sahabat sekaligus manajer Kinara telah menyambutnya dengan rentetan pertanyaan dan juga omelan karena sang artis yang hampir saja terlambat untuk menghadiri rapat penting dengan sang pemilik Alva Management&Production. “Kamu itu benar-benar ya Ara, sudah kubilang kan jangan sampai terlambat. Untung saja pak bos ada urusan mendadak sehingga rapatnya diundur jadi jam 10.00 nanti,” tutur Shela seraya berlari kecil mengikuti Kinara yang telah berjalan mendahuluinya. Kinara menghentikan langkahnya lalu berbalik pada Shela. “Berarti aku tidak terlambat kan? Ya sudah, santai saja,” balasnya santai diiringi senyuman yang membuat wajahnya terlihat semakin cantik. “Ya tapi kan kamu tidak bisa seperti ini terus, sejak kepe
“Shel ... sepertinya aku ingin berhenti saja dari dunia hiburan ini,” celetuk Kinara saat sudah berada di mobil dan sedang dalam perjalanan menuju lokasi syutingnya dengan ditemani oleh sang manajer sekaligus sahabatnya—Shela. Shela yang mendengar ungkapan sang artis itu sontak menoleh dan membulatkan matanya menatap Kinara dengan penuh tanya. “Kenapa tiba-tiba? Apa kamu ada masalah?” tanyanya dengan nada khawatir. Kinara menggeleng pelan lalu tersenyum tipis. “Tidak ... aku hanya ingin hidup lebih tenang tanpa harus berbagi kehidupan pribadiku dengan semua orang.” “Tapi Ara, bukankah ini semua yang kamu inginkan sejak kecil? Kenapa sekarang berubah pikiran?” cecar Shela masih tak terima dengan jawaban yang diberikan Kinara. “Ya memang, tapi setelah aku pikir lagi ... ucapan Davian ada benarnya,” sahut Kinara dengan tersenyum getir. “Davian?” tanya Shela memastikan bahwa ia tidak salah mendengar karena Kinara baru saja menyebutkan nama sang kekasih yang telah meninggal dunia.
Akhirnya Kinara pun mengangguk setuju karena ia tak ingin terlibat perdebatan dengan sang CEO. Wanita itu pun lantas menenteng tasnya lalu turun dari mobil, ia mengikuti Raka hingga sampai di depan mobil pria itu lalu segera masuk setelah dibukakan pintu oleh sang pemilik. “Terima kasih, Pak,” kata Kinara, setelah memastikan Kinara memakai sabuk pengaman Raka segera menyusul masuk lalu melajukan mobilnya menuju rumah Kinara. Sepanjang perjalanan, Kinara dan Raka hanya saling melirik satu sama lain. Tidak ada yang berani membuka pembicaraan di antara mereka, hingga Kinara memberi tahukan alamatnya dan Raka hanya mengangguk sebagai jawaban bahwa ia paham dengan alamat yang wanita itu tunjukkan. “Ya Tuhan, mengapa waktu terasa berjalan lambat sekali. Ingin rasanya melompat dari mobilnya, pria ini sungguh dingin sekali,” batin Kinara yang sedang mengalihkan pandangan ke arah luar jendela. “Ya Tuhan, mengapa debaran ini tidak juga menghilang. Mengapa waktu terasa berjalan begit
Apa kamu sanggup?” tanya Raka sekali lagi karena Kinara tak kunjung menjawab pertanyaan darinya. Kinara mengangguk ragu. “Saya akan berusaha untuk bisa menyelesaikan semua kontrak kerja yang sudah saya sepakati, tapi setelah itu saya tidak bisa lagi menerima kontrak yang baru. Karena selain berhenti dari manajemen dan rumah produksi ini, saya juga akan berhenti dari dunia hiburan,” terang Kinara sambil membalas tatapan Raka yang terasa dingin padanya. “Mengapa mendadak? Apa ada masalah?” “Tidak ada, Pak. Memang keputusan ini sudah saya rencanakan sejak lama, saya harap Bapak bisa mengerti.” “Di saat kita mulai terasa dekat, mengapa kamu malah ingin menjauh dariku, Kinara?” batin Raka sambil menatap lurus ke arah Kinara dengan pandangan kosong. “Maaf, Pak ... Pak Raka ....” Panggilan dari Kinara membuat Raka tersadar akan lamunannya, ia pun sedikit berdeham sebelum kembali melanjutkan percakapan dengan Kinara. “Baiklah, untuk sementara ini saya simpan dulu surat pe
Kinara mengedikkan kedua bahunya, kini ia lebih berani membalas tatapan Raka tak ada lagi keraguan dari netra indahnya itu. “Kalau begitu langsung saja katakan pada kedua orang tua Pak Raka kalau perjodohan ini batal atas kesepakatan kita bersama, saya juga akan berkata demikian pada kedua kakak saya.” “Siapa yang bilang kalau saya sudah sepakat dengan keputusan yang kamu ambil sendiri? Saya tidak mau menerima perjodohan ini, bukan berarti juga saya menolak begitu saja,” balas Raka santai sambil meminum segelas orange juice di hadapannya. Kinara terlihat bingung dengan pria yang sedang duduk di depannya itu, kedua tangannya terkepal, hatinya bergemuruh, namun ia berusaha untuk tidak terbawa emosi meskipun ingin sekali rasanya menelan lelaki di hadapannya itu yang mudah sekali berubah suasana hatinya begitu cepat. Kinara menghela napas perlahan sebelum membalas perkataan Raka. “Baiklah, lalu Pak Raka maunya bagaimana sekarang?” tanyanya dengan selembut mungkin diiringi senyuma
Setelah persiapan yang dilakukan selesai, para wartawan dan media telah berkumpul memenuhi undangan dari Alva Management&Production untuk meliput konferensi pers yang sesaat lagi akan berlangsung. Raka dan Kinara telah duduk di hadapan rekan wartawan dan media yang bersiap meliput mereka, Raka mulai memberi kata sambutan lantas menyampaikan tujuannya menggelar konferensi pers hari ini.“Tujuan kami mengadakan konferensi pers ini adalah untuk mengumumkan bahwa ... artis kami yang bernama Kinara Azalea, akan mengundurkan diri dari dunia hiburan terhitung sejak hari ini,” ucapan Raka membuat semua bertanya-tanya apa alasan dari Kinara sampai mengundurkan diri, lalu salah satu wartawan menanyakan langsung pada mereka.Kinara bersiap untuk menjawab pertanyaan yang telah diajukan oleh wartawan tersebut. Namun sebelum sempat membuka suara, Raka telah terlebih dahulu menjawab pertanyaan itu.“Alasan mengapa Kinara mengundurkan diri atau berhenti dari dunia hiburan ini adalah ...,” ucap Rak
“Baiklah, aku ... aku akan memberi tahu Kinara dan keluarganya untuk mengatur jadwal pertemuan keluarga kita,” jawab Raka dengan muka masamnya.“Terima kasih ya, Nak. Papa dan mama sangat senang jika kalian memang berjodoh nantinya,” ungkap bu Kamila penuh harap, mengingat usia Raka yang sudah menginjak kepala tiga.Mendengar ungkapan sang mama, Raka pun hanya mengangguk pasrah namun penuh harap. “Aku pun sangat ingin hal itu terjadi, Ma. Tapi aku cukup tahu diri jika suatu saat nanti Kinara tahu yang sebenarnya dan dia lebih memilih pergi, meski berat aku akan berusaha untuk melepasnya,” batin Raka dengan wajah yang kini berubah sendu.**Pagi hari yang cerah, Kinara tengah menyirami bunga-bunga yang sedang bermekaran dengan cantik di halaman rumahnya. Hatinya merasa tenang karena tak lagi harus bergelut dengan sorot kamera dan rentetan pertanyaan wartawan yang selama ini membelenggu hidupnya, meski ia senang menjalani semua itu namun tak bisa dipungkiri kini hidupnya terasa jauh
Kinara sedikit ragu memberi tahu tentang identitas Gavi yang sebenarnya, ia hanya tidak ingin terjadi salah paham dengan Raka meski hubungan mereka hanya sebatas pura-pura.“Aku adik dari Davian, calon suami Kinara dulu,” sahut Gavi yang menjawab pertanyaan Raka.“Mantan, karena Davian sudah tidak ada,” ujar Kinara meralat perkataan Gavi.Suasana pun berubah menjadi sedikit canggung, ketiganya saling terdiam dan masih berdiri di ambang pintu.“Kenapa kalian masih berdiri di sana? Ayo kemari, kakak sudah buatkan minuman dan camilan untuk kita semua,” ajak Yura pada mereka bertiga, akhirnya mereka semua pun masuk dan berkumpul di ruang tamu menikmati sajian yang telah dipersiapkan oleh sang tuan rumah.Setelah menikmati minuman dan camilan, akhirnya Raka membuka pembicaraan untuk menyampaikan tujuannya datang ke rumah Kinara.“Boleh saja kalau memang mau bertemu. Ya kan, Ara?” tanya Yura pada Kinara yang sedikit terkejut karena orang tua Raka ingin bertemu dengannya.“Hmmm ... ya
Raka dan Gavi sama-sama menelan kekecewaan saat Kinara memutuskan untuk tak memilih salah satu di antara mereka. Ia tak ingin menjadi bahan pertengkaran kedua pria itu, hingga akhirnya ia memilih untuk pulang sendiri menggunakan taksi online.“Lihat bagaimana egoisnya Anda, Pak Raka? Kinara harus pulang sendiri karena tidak ingin menyakiti salah satu di antara kita. Bagaimana jika terjadi sesuatu dengannya nanti? Apa Anda akan bertanggung jawab!” bentak Gavi kemudian segera pergi menyusul Kinara.“Aku semakin yakin jika ada sesuatu di antara kalian,” gumam Raka dengan tersenyum masam.Sementara itu Kinara sudah tiba di rumah dan segera masuk ke dalam kamarnya. Ia pun merasa kesal dengan dirinya sendiri yang tidak bisa tegas dengan perasaannya. “Harusnya aku bisa langsung memilih Raka, tapi mengapa rasanya begitu sulit mengatakan itu di depan Gavi. Aku tidak boleh seperti ini terus,” sesalnya sambil mengusap air matanya dengan kasar.**Esok paginya, Gavi ingin menepati janji untu
Kinara mencoba mengingat kembali gambar mobil yang Gavi tunjukkan padanya itu, hingga beberapa detik kemudian ia pun mengingat sesuatu. “Aku pernah melihatnya terparkir di depan gedung Alva Management&Production,” terangnya.“Kapan kamu melihatnya?”“Hmmm ... sekitar lima atau enam tahun yang lalu, aku hanya pernah melihatnya sekali itu saja. Setelahnya sudah tidak pernah terlihat lagi,” terang Kinara sambil mengedikkan bahu.“Apa kamu tahu mobil itu milik siapa?”“Mobil itu parkir di depan gedung, setahuku yang boleh parkir di sana hanya untuk pemilik dan para petinggi perusahaan. Tapi aku tidak tahu mobil itu milik siapa,” jelas Kinara panjang lebar membuat Gavi semakin yakin dengan hal yang tengah ia selidiki.“Memangnya ada apa?” tanya Kinara penasaran.“Tidak apa, aku hanya ... hanya menyukai modelnya saja,” kilah Gavi sambil tersenyum menutupi kebohongannya. “Maafkan aku, Kin. Belum saatnya aku memberi tahukan semua ini padamu,” batinnya dalam hati.Kinara menaruh rasa cu
Tak kunjung mendapat jawaban, Raka kembali menawari Kinara dengan penuh perhatian. “Atau mau aku pesankan yang lain?”“Tidak perlu, Mas. Ini semua sudah lebih dari cukup.”“Lalu kenapa kamu tidak menghabiskan makananmu? Apa mau kusuapi?” tanya Raka sambil mengusap lengan Kinara dengan lembut.Perlakuan Raka pada Kinara itu tak luput dari perhatian Gavi yang sedari tadi mengawasi mereka dalam diam. Kinara menggeleng perlahan lalu tersenyum. “Aku sudah kenyang, Mas. Terima kasih, ya.”“Raka terlihat begitu mencintai Kinara, tapi aku harus tetap mengawasinya,” batin Gavi sambil melirik ke arah Kinara dan Raka.Merasa ada yang memperhatikan gerak-geriknya, Raka pun mencoba menegur orang tersebut. “Apa ada sesuatu yang kamu butuhkan?” tanyanya sambil melihat ke arah Gavi.“Ah, tidak ... sudah cukup, terima kasih,” jawab Gavi sambil tersenyum tipis.Usai makan malam bersama, mereka pun berpamitan pada Raka selaku tuan rumah pemilik acara. Shela dan Niko pamit pulang terlebih dahulu
Hari yang ditunggu-tunggu akhirnya telah tiba, Kinara berangkat bersama kedua kakaknya menuju tempat Gala Premiere film terakhirnya akan diputar untuk pertama kali. Setelah memakan waktu hampir 45 menit, akhirnya mereka tiba juga di gedung tempat acara itu berlangsung.Kinara turun dari mobil dengan gaun berwarna navy yang membuatnya terlihat menawan dan elegan, begitu juga dengan make up dan rambut yang ia tata sesuai untuk acara malam ini. Raka menyambut kedatangannya dengan senyuman yang membuatnya semakin tampan dengan balutan jas berwarna senada yang dikenakan oleh Kinara. Keduanya berjalan bergandengan melewati red carpet lalu berfoto di depan para wartawan beberapa pose lantas segera memasuki ruang acara karena pemutaran film akan segera dimulai.“Kamu terlihat sangat cantik malam ini, Sayang,” puji Raka sambil berbisik di telinga sang kekasih.Kinara hanya tersenyum sambil tersipu dengan pujian dari kekasihnya itu. Lantas keduanya segera bergabung dengan Yura, Dimas, Shela,
Gavi berjalan mendekat pada Kinara, keduanya saling menatap dengan pandangan yang sulit diartikan. Hampir saja mereka terhanyut dalam perasaan yang salah, namun Kinara segera menepis rasa itu.“Maaf, aku mau ke kamar dulu,” ujar Kinara lantas segera pergi tanpa menunggu jawaban dari Gavi.Melihat Kinara dengan perasaan kecewa, Gavi berusaha menenangkan hatinya. Pria itu menarik napas dalam-dalam lalu membuangnya perlahan, hatinya terasa sesak. Kinara dengan jelas menolaknya, ia harus sadar diri bahwa wanita itu memang tak ingin terlibat perasaan lebih jauh dengannya.Tanpa ia tahu, Kinara sendiri sedang berperang dengan hatinya. Ia memang mencintai Raka, namun di sisi lain perhatian Gavi perlahan telah membangkitkan perasaan yang dulu pernah berkembang namun segera layu karena tak kunjung mendapat balasan yang sama. Kinara pernah mempunyai rasa yang sama seperti yang Gavi rasakan, namun pria itu tak kunjung menyatakan perasaannya. Hingga akhirnya Kinara memilih menerima cinta Davia
Kinara kembali bertanya karena Raka tak kunjung mengatakan apa yang ingin pria itu sampaikan. “Jadi, ada hal apa sebenarnya yang ingin kamu katakan?”“Sepertinya kita memiliki ikatan batin yang cukup kuat, bisakah kita membicarakannya sambil meminum segelas kopi?” tawarnya.“Baiklah,” sahut Kinara setuju, lalu mereka berdua pun duduk di sofa sambil menunggu kopi yang baru saja Kinara pesan pada pelayannya melalui telepon.Beberapa saat kemudian, kopi sudah terhidang di atas meja. Raka segera meminumnya lalu memulai pembicaraan tentang maksud kedatangannya pada Kinara, ia tak banyak berharap mengingat wanita itu sudah tak ingin lagi menjadi artis. “Kamu hanya perlu hadir saja, jika tidak ingin melakukan wawancara aku akan menyampaikan pada timku nanti. Itu pun jika ... kamu berkenan untuk hadir, aku tak akan memaksa,” ungkap Raka merasa lega karena telah menyampaikannya pada Kinara.Kinara terdiam, wanita itu tampak berpikir. Raka pun mengerti dan memberi waktu sejenak pada kekas
Kinara membiarkan pintu terbuka lantas ia pun melangkah masuk menghampiri Gavi. “Apa kamu mencariku?” tanya Kinara begitu sudah berada di dalam kamar. “Memang ada apa? Kata kak Yura, sepertinya ada hal yang penting,” lanjutnya.“Apa aku harus mengatakannya sekarang? Tapi aku belum memiliki bukti yang cukup kuat, sebaiknya aku selidiki dulu sampai semuanya benar-benar terbukti,” batin Gavi sambil menatap Kinara dengan pandangan kosong.“Gavi ....”Panggilan dari Kinara membuat Gavi kembali tersadar dari lamunannya.“Ah itu, ya ... ehmm ... tidak ada apa-apa, Kin. Aku hanya khawatir karena sudah hampir larut kamu belum pulang, aku takut terjadi sesuatu padamu,” kilah Gavi dengan tersenyum kikuk.“Benar hanya itu? Sepertinya ada hal yang sedang kamu sembunyikan?” tanya Kinara dengan tatapan menyelidik.“Tidak, Kin ... lupakan saja, aku sudah lupa tentang apa yang akan aku tanyakan tadi,” sahut Gavi dengan terkekeh pelan.“Baiklah, kalau memang tidak ada aku akan ke kamarku,” pamit
Kinara dan Raka kini tengah makan malam bersama kedua orang tua Raka, usai menikmati hidangan mereka pun melanjutkan pembicaraan tentang hubungan mereka ke depannya. Orang tua Raka sangat berharap Kinara dan Raka bisa segera menikah, namun hingga kini keduanya hanya bisa meminta waktu karena Kinara merasa belum siap dan masih ingin lebih saling mengenal dengan Raka sebelum memutuskan untuk menghabiskan sisa hidupnya bersama pria itu.“Baiklah kalau memang kalian ingin seperti itu, kami hanya bisa mendoakan agar kabar baik itu segera tiba,” tutur pak Rangga dengan bijak.“Iya, mama juga sebenarnya sudah sangat ingin melihat kalian segera menikah. Tapi mau bagaimana lagi, kami hanya bisa mendoakan dan mendukung yang terbaik untuk kalian,” sambung bu Kamila sambil tersenyum.“Terima kasih Om dan Tante, maaf kalau sudah mengecewakan,” ujar Kinara sambil tersenyum canggung.“Tidak masalah, Nak. Lagi pula kami sudah menganggap kamu seperti anak sendiri, jadi jangan panggil begitu ya,” k
Kinara dan Raka tak menyangka bahwa Yura akan datang dan mendapati mereka tengah bermesraan. Keduanya jadi salah tingkah, begitu pun Yura yang meminta maaf karena tidak tahu jika Kinara sedang bersama dengan Raka.“Maaf ya, aku tidak tahu kalau kalian sedang bersama. Kalau begitu aku keluar dulu saja,” ujar Yura sambil tersenyum tipis.“Tidak perlu, Kak. Lagi pula Mas Raka sudah mau pergi, Kakak masuk saja,” kata Kinara mempersilakan kakaknya untuk masuk.“Ya sudah aku pergi dulu ya, sampai bertemu,” ucap Raka sambil mengelus kepala Kinara lantas berpamitan dengan Yura. “Aku kembali ke kantor dulu, ya. Dan ... maaf soal tadi.”“Iya tidak papa, Raka. Hati-hati di jalan,” sahut Yura.Setelah kepergian Raka, Kinara pun mendapat kuliah dari sang kakak. Membuatnya hanya bisa diam dan mengangguk karena tak ingin terjadi perdebatan dengan kakak tersayangnya itu.“Ingat ya Ara, adikku tersayang ... kalau sampai kakak lihat kamu bermesraan di tempat umum lagi, kakak akan nikahkan kalian