Brum! Brum! Waktu telah menunjukkan pukul 00.00 tengah malam, jalanan mulai sepi dan hanya beberapa kendaraan saja yang masih berlalu lalang. Sebuah mobil sedan yang dikendarai seorang pemuda dari arah selatan berhadapan dengan sebuah motor yang melaju kencang dari arah berlawanan, keduanya memacu kendaraan masing-masing dengan kecepatan yang tinggi. Sang pemilik mobil yang tengah mengantuk tidak dapat mengendalikan kendaraannya membuat pemuda itu hilang kendali, hingga akhirnya tabrakan pun tak dapat dihindari. BRAAAK!! Pemuda yang mengendarai motor terlempar sejauh dua kilo meter dari tempat tabrakan, darah segar terus mengucur dari kepala membuat kesadarannya perlahan menurun hingga tak sadarkan diri. Sedangkan pemilik mobil tak kalah tragisnya, memaksakan diri menyetir ketika mengantuk telah menyebabkan dirinya lalai saat berkendara hingga membuat tangannya terbentur keras karena berusaha melindungi kepalanya. Keduanya pun tak sadarkan diri, beberapa orang yang kebetul
Tak lama setelahnya, Dimas mengantar Kinara dan sampai di gedung Alva Management&Production yang merupakan kantor tempat agensinya bernaung tepat pukul 09.00 pagi. Setelah berpamitan pada kakak iparnya, Kinara pun segera turun dari mobil. Baru saja tiba di lobi, Shela—sahabat sekaligus manajer Kinara telah menyambutnya dengan rentetan pertanyaan dan juga omelan karena sang artis yang hampir saja terlambat untuk menghadiri rapat penting dengan sang pemilik Alva Management&Production. “Kamu itu benar-benar ya Ara, sudah kubilang kan jangan sampai terlambat. Untung saja pak bos ada urusan mendadak sehingga rapatnya diundur jadi jam 10.00 nanti,” tutur Shela seraya berlari kecil mengikuti Kinara yang telah berjalan mendahuluinya. Kinara menghentikan langkahnya lalu berbalik pada Shela. “Berarti aku tidak terlambat kan? Ya sudah, santai saja,” balasnya santai diiringi senyuman yang membuat wajahnya terlihat semakin cantik. “Ya tapi kan kamu tidak bisa seperti ini terus, sejak kepe
“Shel ... sepertinya aku ingin berhenti saja dari dunia hiburan ini,” celetuk Kinara saat sudah berada di mobil dan sedang dalam perjalanan menuju lokasi syutingnya dengan ditemani oleh sang manajer sekaligus sahabatnya—Shela. Shela yang mendengar ungkapan sang artis itu sontak menoleh dan membulatkan matanya menatap Kinara dengan penuh tanya. “Kenapa tiba-tiba? Apa kamu ada masalah?” tanyanya dengan nada khawatir. Kinara menggeleng pelan lalu tersenyum tipis. “Tidak ... aku hanya ingin hidup lebih tenang tanpa harus berbagi kehidupan pribadiku dengan semua orang.” “Tapi Ara, bukankah ini semua yang kamu inginkan sejak kecil? Kenapa sekarang berubah pikiran?” cecar Shela masih tak terima dengan jawaban yang diberikan Kinara. “Ya memang, tapi setelah aku pikir lagi ... ucapan Davian ada benarnya,” sahut Kinara dengan tersenyum getir. “Davian?” tanya Shela memastikan bahwa ia tidak salah mendengar karena Kinara baru saja menyebutkan nama sang kekasih yang telah meninggal dunia.
Akhirnya Kinara pun mengangguk setuju karena ia tak ingin terlibat perdebatan dengan sang CEO. Wanita itu pun lantas menenteng tasnya lalu turun dari mobil, ia mengikuti Raka hingga sampai di depan mobil pria itu lalu segera masuk setelah dibukakan pintu oleh sang pemilik. “Terima kasih, Pak,” kata Kinara, setelah memastikan Kinara memakai sabuk pengaman Raka segera menyusul masuk lalu melajukan mobilnya menuju rumah Kinara. Sepanjang perjalanan, Kinara dan Raka hanya saling melirik satu sama lain. Tidak ada yang berani membuka pembicaraan di antara mereka, hingga Kinara memberi tahukan alamatnya dan Raka hanya mengangguk sebagai jawaban bahwa ia paham dengan alamat yang wanita itu tunjukkan. “Ya Tuhan, mengapa waktu terasa berjalan lambat sekali. Ingin rasanya melompat dari mobilnya, pria ini sungguh dingin sekali,” batin Kinara yang sedang mengalihkan pandangan ke arah luar jendela. “Ya Tuhan, mengapa debaran ini tidak juga menghilang. Mengapa waktu terasa berjalan begit
Apa kamu sanggup?” tanya Raka sekali lagi karena Kinara tak kunjung menjawab pertanyaan darinya. Kinara mengangguk ragu. “Saya akan berusaha untuk bisa menyelesaikan semua kontrak kerja yang sudah saya sepakati, tapi setelah itu saya tidak bisa lagi menerima kontrak yang baru. Karena selain berhenti dari manajemen dan rumah produksi ini, saya juga akan berhenti dari dunia hiburan,” terang Kinara sambil membalas tatapan Raka yang terasa dingin padanya. “Mengapa mendadak? Apa ada masalah?” “Tidak ada, Pak. Memang keputusan ini sudah saya rencanakan sejak lama, saya harap Bapak bisa mengerti.” “Di saat kita mulai terasa dekat, mengapa kamu malah ingin menjauh dariku, Kinara?” batin Raka sambil menatap lurus ke arah Kinara dengan pandangan kosong. “Maaf, Pak ... Pak Raka ....” Panggilan dari Kinara membuat Raka tersadar akan lamunannya, ia pun sedikit berdeham sebelum kembali melanjutkan percakapan dengan Kinara. “Baiklah, untuk sementara ini saya simpan dulu surat pe
Kinara mengedikkan kedua bahunya, kini ia lebih berani membalas tatapan Raka tak ada lagi keraguan dari netra indahnya itu. “Kalau begitu langsung saja katakan pada kedua orang tua Pak Raka kalau perjodohan ini batal atas kesepakatan kita bersama, saya juga akan berkata demikian pada kedua kakak saya.” “Siapa yang bilang kalau saya sudah sepakat dengan keputusan yang kamu ambil sendiri? Saya tidak mau menerima perjodohan ini, bukan berarti juga saya menolak begitu saja,” balas Raka santai sambil meminum segelas orange juice di hadapannya. Kinara terlihat bingung dengan pria yang sedang duduk di depannya itu, kedua tangannya terkepal, hatinya bergemuruh, namun ia berusaha untuk tidak terbawa emosi meskipun ingin sekali rasanya menelan lelaki di hadapannya itu yang mudah sekali berubah suasana hatinya begitu cepat. Kinara menghela napas perlahan sebelum membalas perkataan Raka. “Baiklah, lalu Pak Raka maunya bagaimana sekarang?” tanyanya dengan selembut mungkin diiringi senyuma
Setelah persiapan yang dilakukan selesai, para wartawan dan media telah berkumpul memenuhi undangan dari Alva Management&Production untuk meliput konferensi pers yang sesaat lagi akan berlangsung. Raka dan Kinara telah duduk di hadapan rekan wartawan dan media yang bersiap meliput mereka, Raka mulai memberi kata sambutan lantas menyampaikan tujuannya menggelar konferensi pers hari ini.“Tujuan kami mengadakan konferensi pers ini adalah untuk mengumumkan bahwa ... artis kami yang bernama Kinara Azalea, akan mengundurkan diri dari dunia hiburan terhitung sejak hari ini,” ucapan Raka membuat semua bertanya-tanya apa alasan dari Kinara sampai mengundurkan diri, lalu salah satu wartawan menanyakan langsung pada mereka.Kinara bersiap untuk menjawab pertanyaan yang telah diajukan oleh wartawan tersebut. Namun sebelum sempat membuka suara, Raka telah terlebih dahulu menjawab pertanyaan itu.“Alasan mengapa Kinara mengundurkan diri atau berhenti dari dunia hiburan ini adalah ...,” ucap Rak
“Baiklah, aku ... aku akan memberi tahu Kinara dan keluarganya untuk mengatur jadwal pertemuan keluarga kita,” jawab Raka dengan muka masamnya.“Terima kasih ya, Nak. Papa dan mama sangat senang jika kalian memang berjodoh nantinya,” ungkap bu Kamila penuh harap, mengingat usia Raka yang sudah menginjak kepala tiga.Mendengar ungkapan sang mama, Raka pun hanya mengangguk pasrah namun penuh harap. “Aku pun sangat ingin hal itu terjadi, Ma. Tapi aku cukup tahu diri jika suatu saat nanti Kinara tahu yang sebenarnya dan dia lebih memilih pergi, meski berat aku akan berusaha untuk melepasnya,” batin Raka dengan wajah yang kini berubah sendu.**Pagi hari yang cerah, Kinara tengah menyirami bunga-bunga yang sedang bermekaran dengan cantik di halaman rumahnya. Hatinya merasa tenang karena tak lagi harus bergelut dengan sorot kamera dan rentetan pertanyaan wartawan yang selama ini membelenggu hidupnya, meski ia senang menjalani semua itu namun tak bisa dipungkiri kini hidupnya terasa jauh
Kinara dan Raka tak menyangka bahwa Yura akan datang dan mendapati mereka tengah bermesraan. Keduanya jadi salah tingkah, begitu pun Yura yang meminta maaf karena tidak tahu jika Kinara sedang bersama dengan Raka.“Maaf ya, aku tidak tahu kalau kalian sedang bersama. Kalau begitu aku keluar dulu saja,” ujar Yura sambil tersenyum tipis.“Tidak perlu, Kak. Lagi pula Mas Raka sudah mau pergi, Kakak masuk saja,” kata Kinara mempersilakan kakaknya untuk masuk.“Ya sudah aku pergi dulu ya, sampai bertemu,” ucap Raka sambil mengelus kepala Kinara lantas berpamitan dengan Yura. “Aku kembali ke kantor dulu, ya. Dan ... maaf soal tadi.”“Iya tidak papa, Raka. Hati-hati di jalan,” sahut Yura.Setelah kepergian Raka, Kinara pun mendapat kuliah dari sang kakak. Membuatnya hanya bisa diam dan mengangguk karena tak ingin terjadi perdebatan dengan kakak tersayangnya itu.“Ingat ya Ara, adikku tersayang ... kalau sampai kakak lihat kamu bermesraan di tempat umum lagi, kakak akan nikahkan kalian
Kinara tak menyangka jika tamu yang tak terduga pagi ini adalah Raka, apalagi semalam pria itu mengatakan bahwa janji mereka bertemu adalah nanti siang. Ia khawatir jika sang kekasih sampai salah sangka karena akan mengajak Gavi untuk makan pagi bersama.“Mas, kami di sini? Bukannya pagi ini ada meeting?” tanya Kinara sambil berjalan menghampiri Raka.“Meetingnya diundur setelah makan siang nanti, aku ingin memberimu kejutan tapi sepertinya ... malah aku yang terkejut,” sindir Raka sambil melirik ke arah Gavi.“Maaf ya, aku tidak tahu kalau kamu akan kemari. Sudah sarapan belum? Mau sarapan bersama?” tawar Kinara mencoba mencairkan suasana yang sedikit tegang pagi ini.Raka mengangguk pelan lalu tersenyum tipis. “Apa dia juga ikut?” tanyanya sambil menunjuk Gavi dengan dagunya.“Hmmm ... iya, Mas. Tadi kami tidak sempat sarapan di rumah, jadi aku mengajaknya makan di sini dulu. Apa kamu keberatan?” tanya Kinara hati-hati tak ingin sang kekasih salah paham padanya.“Ya sudah mau
Dimas baru saja keluar dari kamar karena ingin memastikan bahwa semua pintu rumah telah terkunci dengan baik, namun saat akan memeriksa ia malah dikejutkan dengan pemandangan yang tak ia duga sebelumnya. Kinara yang menyadari kehadiran sang kakak ipar segera memutus mie yang masih terhubung antara ia dan Gavi, lalu memalingkan wajahnya. Sementara Gavi berusaha bersikap setenang mungkin untuk menyembunyikan kegugupannya saat ini.“Kalian berdua sedang apa?” tanya Dimas kembali sambil berjalan menghampiri Kinara dan Gavi.“Eh, Kak Dimas ... kami hanya sedang makan mie instan. Kakak mau?” tawar Gavi berbasa-basi sambil memaksakan senyumnya.“Oh, aku pikir kalian sedang ber—““Sedang apa, Kak?” potong Kinara cepat.“Ah, tidak Ara ... Wah, sepertinya enak ya. Tapi terima kasih, aku sudah kenyang tadi saat makan di pesta. Oh ya, kalian makan sepiring berdua?”Gavi menggaruk kepalanya yang tidak gatal seraya terkekeh pelan. “Iya, Kak ... supaya cucian piring tidak banyak,” elaknya.“B
Raka kembali bertanya karena Kinara tak kunjung menjawab pertanyaan darinya.“Sayang ... apa itu benar?” Kinara mengangguk perlahan. “Iya, Mas ... maaf. Bisakah kita kembali duduk saja?” “Sayang, kenapa tidak bilang sejak tadi? Tentu Sayang, kalau kamu memang mau kembali duduk katakan saja,” tutur Raka yang merasa khawatir lantas menggandeng Kinara kembali duduk ke meja mereka.Gavi yang melihat kedatangan Kinara ke meja mereka segera memberikan minum pada wanita itu. “Kamu kenapa, Kin? Minumlah dulu,” ujar Gavi sambil membantu Kinara untuk minum.Raka hanya melihat interaksi di antara keduanya, entah mengapa ia merasa ada sesuatu yang belum selesai antara Kinara dan Gavi. Ia ingin menanyakan hal itu langsung pada Kinara, namun diurungkannya melihat kondisi Kinara yang seperti terkena demam panggung.“Terima kasih,” ucap Kinara pada Gavi, pria itu pun hanya mengangguk lalu kembali ke tempat duduknya.Raka duduk di samping Kinara sambil menangkupkan kedua tangannya pada wajah
Shela membaca situasi yang tidak aman mencoba menyelamatkan sang suami dari amukan Kinara nantinya. “Berteman baik maksudnya, iya kan, Sayang?” katanya seraya memberi kode pada Niko agar mengikuti perkataannya.“Ah iya, itu maksudnya, hehe,” sahut Niko dengan terkekeh pelan seraya menggaruk kepalanya yang tidak gatal.“Ya sudah ... kalau begitu aku pamit dulu ya, kita bertemu lagi nanti malam saat resepsi kalian,” pamit Kinara sambil cipika-cipiki dengan Shela lalu bersalaman dengan Niko.“Iya, kamu hati-hati di jalan. Salam untuk Pak Raka ya, jangan lupa nanti malam kalian datang bersama,” pesan Shela seraya menepuk pelan bahu Kinara.“Iya, tenang saja. Baiklah, aku pulang,” pamit Kinara diikuti dengan Gavi di belakangnya.Sesampainya di tempat parkir, Gavi masih termenung. Ia berharap dirinya yang menjadi kekasih Kinara saat ini, namun kenyataan berkata lain. Ia harus menerima bahwa Kinara telah dimiliki oleh orang lain.“Apa kita akan berada di sini sampai resepsi nanti malam
Raka sengaja mengajak Gavi untuk menjauh sementara dari yang lain karena ia ingin membahas suatu hal mengenai Kinara.“Jadi, sejak kapan kamu mulai menyukai Kinara?” tanya Raka sambil bersedekap di depan dada, sorot matanya yang tajam seakan mengintimidasi lawan bicaranya.Namun, bukan Gavi namanya jika ia harus mengalah begitu saja. Bola matanya yang berwarna coklat seakan berkilau karena pantulan cahaya matahari, menatap balik Raka dengan tegas. “Bukankah kemarin sudah aku katakan?”Raka tersenyum masam saat Gavi malah balik bertanya padanya. “Kamu tahu aku dan Kinara saling mencintai, mengapa masih berusaha mendekatinya?”“Selama kalian belum resmi menikah, aku rasa tidak masalah jika aku masih berusaha untuk mendapatkan hatinya,” balas Gavi seakan menantang Raka yang sedari tadi menahan emosi dengan mengepalkan kedua tangannya.“Sekeras apa pun kamu berusaha, hatinya tetap akan menjadi milikku,” ujar Raka mencoba berbicara setenang mungkin.“Baiklah, kita lihat saja nanti si
Kinara tampak menghela napas sejenak lantas tersenyum pada kedua pria di hadapannya.“Kamu tidak bisa memaksaku untuk menjawab karena ini bukan giliranku untuk mengakui apa pun,” kata Kinara dengan bijak membuat kedua pria itu pun mengangguk setuju.“Kenapa kamu tidak mau menjawabnya, apa kamu memang pernah menyukai Gavi sebelumnya?” batin Raka bertanya-tanya.“Baiklah, kita lanjutkan ya,” kata Gavi kembali memutar botol di hadapannya.Botol kembali berputar lalu berhenti dan mengarah pada Kinara. “Truth or dare?” tanya Raka.“Hmmm ... aku pilih ... dare,” jawab Kinara dengan semangat. “Jadi, apa tantangannya?”“Tantangannya adalah ... kamu harus dance sesuai lagu yang akan diputar nanti. Berani?” tanya Gavi dengan menaik turunkan kedua alisnya.“Berani,” jawab Kinara lantas segera berdiri untuk bersiap.“Oke,” sahut Gavi sambil mencari lagu lalu segera memutarnya melalui ponselnya.Ponsel Gavi pun mulai memutar sebuah lagu dari girlband asal Korea berjudul “The boys” yang di
Kinara kembali mengulang pertanyaannya sambil melipat kedua tangannya di depan dada. “Iya, kamu sedang memasak apa?”“Aku sedang memasak nasi goreng, apa kamu mau?” tawar Gavi mencoba ramah dengan sang pemilik rumah. “Kebetulan aku membuat banyak, sepertinya cukup untuk ... bertiga,” sambungnya setelah menyadari bahwa ada Raka yang datang bersama Kinara.Kinara menoleh pada Raka yang memberinya kode untuk menerima penawaran dari Gavi, lantas ia pun berkata, “iya, aku mau. Apa sudah matang? Biar aku bantu menatanya di piring,” ujarnya menawarkan bantuan.Gavi pun mengangguk senang karena Kinara mau mencoba masakannya. “Pas sekali ini baru saja matang,” sahutnya sambil mematikan kompor.“Ya sudah, kalian tunggu saja di meja makan nanti aku bawakan makanannya ke sana,” pinta Kinara pada Raka dan Gavi.“Biar aku bantu,” sahut Raka dan Gavi hampir bersamaan.Mendengar kekompakan kedua pria di hadapannya membuat Kinara menahan tertawanya. “Sudah, tidak perlu ... kalian tunggu saja di
“Maaf Kin, aku hanya ingin berbicara serius denganmu.”“Apa?” sahut Kinara dengan tatapan tajamnya sambil menahan emosi.“Mengapa sikapmu berubah lagi padaku? Apa kesalahanku? Bukankah kemarin kamu bilang sudah memaafkanku? Mengapa sekarang seolah kamu tidak ingin berteman denganku?” cecar Gavi menatap Kinara dengan sendu.Kinara menghela napas panjang, ia pun mengalihkan pandangannya ke depan. “Aku bukan tidak ingin berteman denganmu, aku memang sudah memaafkanmu. Hanya saja ... aku tidak bisa jika harus bersikap seperti dulu lagi, maaf,” ucapnya sambil menoleh kembali pada Gavi, namun tatapan dan nada bicaranya mulai melembut.“Tapi, Kin ak—““Aku harap kamu mengerti dan mau menerima keputusanku,” sela Kinara seolah tak ingin mendengar protes apa pun dari Gavi.“Baiklah, aku akan mencoba untuk mengerti,” balas Gavi lantas melajukan mobilnya kembali menuju restoran.**Rupanya Kinara belajar dengan sangat baik dari sang kakak, apa yang diajarkan Yura telah diterapkannya hari