Share

Mendadak Akad dengan Suami Konglomerat
Mendadak Akad dengan Suami Konglomerat
Penulis: Siti_Rohmah21

Bab 1

Penulis: Siti_Rohmah21
last update Terakhir Diperbarui: 2024-05-30 09:30:22

“Tolong … siapa pun tolong saya ….”

Seorang gadis berhijab biru hingga menutupi dada menghentikan langkahnya ketika mendengar suara lirih saat ia berniat mengambil sayur di area perkebunan. Tubuhnya sedikit menegang, tapi ia kemudian segera beristighfar.

Ia berniat melanjutkan langkahnya kembali, tapi suara itu kembali terdengar. Lirih, tapi berat seperti suara laki-laki. Dan sepertinya tengah kesakitan.

“Asalamualaikum.” Akhirnya si gadis berhijab, Livina, menanggapi. “Siapa itu?”

Hening menyapa pertanyaannya sebelum tiba-tiba suara itu kembali terdengar. Kali ini lebih keras.

“Tolong, siapapun itu, tolong saya!”

Merasa bahwa yang meminta tolong adalah benar manusia yang sedang dalam kesulitan, Liviana bergegas menghampiri sumber suara, di balik pepohonan rimbun di area perkebunan.

“Astaghfirullah!” Liviana menutup mulutnya dan sedikit mundur ketika melihat ada sesosok pria, pria itu kini tengah terkapar di tanah, dengan luka di sekujur tubuhnya. Sepasang mata di hadapan Liviana itu menyorot lemah, tampak sayu dan seperti akan kehilangan kesadaran kapan saja.

“Jangan pergi ….” bisik sosok itu lirih.

Liviana terdiam, mematung. Ia bingung harus melakukan apa. Banyak dugaan yang melintas di otaknya, mempertanyakan apakah pria itu baik atau jahat dan bagaimana ia bisa ada di sana.

Namun, santriwati kelas 12 tersebut mengesampingkan pemikiran-pemikiran itu, mengutamakan rasa kemanusiaan dalam dirinya dan berlari ke bangunan pesantren tempat ia menimba ilmu.

“Kamu tunggu dulu di sini,” ucap Liviana sebelum pergi. “Saya panggil bantuan dulu.”

Tanpa mengatakan apa pun, pria itu mengangguk sembari menahan sakit. Namun, saat ia menunggu kembalinya Liviana dengan bala bantuan, kesadaran pria itu menghilang.

**

“Dia pingsan. Tapi sekarang sudah masa pemulihan dan dalam pengawasan Ustaz.”

Liviana tampak cemas dan gelisah saat mendengar kabar tersebut. Gadis itu membantu mengarahkan sekelompok santri yang dipimpin ustaz ke lokasi ia menemukan si pria tidak dikenal tadi, tapi setelah itu, ia tidak tahu bagaimana kabar sosok itu. Ia baru mendapatkan informasi dari para santriwati dan ustazah beberapa hari setelahnya.

“Beliau menolak dibawa ke rumah sakit, mungkin karena khawatir tidak bisa membayar juga.

Aku dengar dia korban perampokan dan bukan orang daerah sini.”

“Namanya Asgara.”

“Apakah tidak ada keluarga atau teman yang bisa dia hubungi?”

“Dia bilang tidak ada, dan sepertinya dia memang mau fokus untuk pulih dulu sembari tinggal di sini.”

Sejujurnya, Liviana merasa cukup lega karena pria itu selamat dan sudah baik-baik saja, sekarang. Usaha penyelamatan Liviana ternyata membuahkan hasil.

Namun, masih ada pertanyaan dalam benaknya; apakah pria itu adalah pria baik-baik?

Ustaz mungkin mau menampung pria asing itu di sini karena itu adalah merupakan perbuatan baik. Namun, pria itu tanpa identitas dan apa yang dikatakan telah terjadi padanya hanyalah pengakuan pria itu saja, tidak ada bukti yang mendukung.

“Astaghfirullah,” gumam Liviana pada dirinya sendiri. “Tidak boleh berpikiran buruk, Livi.”

Gadis berpakaian tertutup itu bergegas melakukan tugasnya mencari sayur di kebun seperti waktu itu sebelum hujan turun. Rekan satu angkatannya yang seharusnya bertugas hari ini mengatakan bahwa ia ada keperluan tiba-tiba dan minta tolong pada Liviana.

Namun, seharusnya Liviana tidak menyanggupi permohonan rekannya tersebut, karena dengan begitu, ia tidak akan bertemu lagi dengan pria yang ia selamatkan tersebut, tepat di area sekitar Asgara ditemukan beberapa hari yang lalu.

“Saya ingat kamu,” ucap sosok itu saat melihat Liviana. “Terima kasih telah menolong saya waktu itu.”

Liviana sedikit menunduk, tidak melihat wajah pria tersebut. Dalam hatinya, ia membatin kenapa pria ini ada di sini, hingga akhirnya ia memutuskan untuk bertanya.

“Kalau saya boleh tahu, ada urusan apa di kebun ini, Kak?” Livi bertanya dengan sopan.

“Tidak ada. Hanya jalan-jalan.”

“Ke tempat kecelakaan? Apakah ada sesuatu yang dicari?”

Hening. Livi merasakan dadanya berdebar karena merasa telah menekan pria itu dengan pertanyaan-pertanyaan hanya karena masih ada curiga di hatinya. Meskipun ia tahu tidak seharusnya demikian.

Namun, sebelum Livi bisa bertanya lebih lanjut ataupun mendengar jawaban, hujan tiba-tiba turun dengan deras, membuat keduanya berlarian dan berteduh di sebuah gubuk.

Tanpa berpikir bahwa seseorang akan mengunci keduanya di dalam sana.

“Rasakan itu, Livi!” ucap seorang gadis berhijab dengan senyum licik. Ismi, rekan Liviana yang tadi meminta bantuan Livi untuk menggantikan tugasnya. Rupanya ia sudah merencanakan untuk menjebak Livi sejak awal. “Oke, sekarang tinggal panggil warga dan Ustaz serta Ustazah. Biar Livi tidak jadi diangkat sebagai pengabdi lanjutan di sini.”

Bersambung

Bab terkait

  • Mendadak Akad dengan Suami Konglomerat   Bab 2

    Di dalam gubuk, Livi mencoba membuka pintu yang telah terkunci. Ia sangat ketakutan berada di dalam gubuk tua yang ruangannya hanya berukuran sempit. “Kenapa ini bisa terkunci begini? Ya Allah, apa ada orang di luar?” Dengan suara lembutnya Livi mencoba meminta bantuan. “Tolong, buka pintunya siapapun yang ada di luar,” pintanya lagi. Namun, tidak ada sahutan. Ismi yang mengganjal pintu gubuk dengan kokoh sudah pergi dari sana. “Kak. Bantu aku buat dobrak pintunya,”ucap Livi ketika melihat Asgara diam di tempat sembari menatap sekeliling ruangan. Namun, Asgara hanya menoleh pada gadis itu tanpa mengatakan apa pun. “Ya Allah, kenapa kamu santai banget, Kak? Kita sedang terkurung!" ucap Livi. Suaranya terdengar panik. Tiba-tiba kecurigaannya tentang Asgara kembali membayangi pikirannya. Asgara menghampiri Livi, tapi ia mencoba jaga jarak supaya tidak terlalu dekat dengan santriwati yang sangat lembut itu. "Di luar hujan. Sekalipun bisa keluar, percuma. Kita tetap tida

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-30
  • Mendadak Akad dengan Suami Konglomerat   Bab 3

    “Kok nikah, ustadz? Saya tidak kenal laki-laki ini,” jawab Livi. Ustadz terdiam, ia percaya Livi tidak berbuat apa-apa dengan Asgara, tapi santri lain kadung melihat kejadiannya, dan resikonya akan diadukan ke orang tua mereka, hal ini yang ditakutkan, mereka pasti akan memindahkan anaknya ke pondok pesantren lain. Ditambah lagi, warga yang ikut menyaksikan mereka kepergok berduaan di dalam satu gubuk. “Ta-tapi nggak ada jalan lain kah, ustadz?” tanya Asgara. Ustadz menggelengkan kepalanya. “Penjengukan sudah kami undur, itu saya lakukan untuk meyakinkan santri di sini, bahwa saya bertanggung jawab atas kasus ini, dengan cara tidak melepaskan kalian ke luar pondok tanpa ada ikatan suci,” jelas ustadz. Asgara menghela napas panjang. Ia tidak menyangka bahwa ini terjadi padanya. Livi terdiam sambil menyandarkan tubuhnya, ia masih merasa keberatan. “Kasih kami waktu, ustadz,” ucap Livi. “Izinkan saya keluar menemui ustadzah, saya ingin bicara dengan ustadzah,” imbuh Li

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-30
  • Mendadak Akad dengan Suami Konglomerat   Bab 4

    “Nikahkan aku sekarang dengan dia, Pah. Nikah itu ibadah, biarkan aku beribadah, toh aku juga sering merepotkan keluarga,” ucap Livi. “Bukan begitu, Mah?” Matanya berpindah ke arah sang mama. Lutfi menyoroti Asgara. “Apa laki-laki ini memiliki identitas yang jelas, supaya saya bisa tahu alamat tinggalnya?” tanya Lutfi. “Dia dirampok, dan tidak membawa identitas, tapi saya yakin, Asgara adalah pria baik-baik,” kata ustadz. Lutfi memandang Asgara yang sedari tadi tidak menyanggah atau menyangkal apapun yang mereka bicarakan. Asgara menunduk ketika tahu bahwa ia sedang diperhatikan. “Kenapa kamu diam aja dari tadi?” tanya Lutfi. “Saya menghormati orang yang lebih tua bicara, Om,” timpal Asgara. Dari situ Lutfi sedikit kepincut dengan Asgara. “Keluarga kamu ada di mana?” tanya Lutfi. “Bandung, Om, tapi saya lupa alamatnya, karena kami baru saja pindah,” timpal Asgara. “Hm, mencurigakan sekali, bagaimana caranya kamu bisa meyakinkan saya jika kamu orang baik

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-30
  • Mendadak Akad dengan Suami Konglomerat   Bab 5

    Asgara tersenyum. "Om, maaf, bukannya saya lancang, tapi saya sungguhan belum hafal jalan rumah saya, yang kenal Papa juga belum banyak, karena kami baru tinggal di Bandung," jawab Asgara. Lutfi memicingkan matanya sambil ikut tersenyum. Lalu menepuk bahu menantu dadakannya itu. "Asgara, kamu itu sudah jadi menantu saya, panggil Papa lah, jangan Om, canggung sekali didengarnya," ejek Lutfi yang akhirnya membuat suasana mencair. Asgara menyunggingkan senyuman bahagia sambil bicara dalam hati, 'Ternyata keluarga Livi seasik ini, apalagi papanya, aku merasakan kasih sayang yang luar biasa, padahal aku ini bukan siapa-siapa.' "Asgara, kamu melamun?" Lutfi membuyarkan lamunan Asgara. "Nggak, Om, eh Pah maksudnya, saya--" Tiba-tiba Livi datang menghampiri mereka, sehingga Asgara tidak melanjutkan ucapannya. "Saya apa, Asgara?" tanya Lutfi. "Nggak, nggak jadi, Pah." Asgara mengusap rambutnya karena grogi. Livi yang baru saja bergabung mendekati sang papa. Ia melirik ke Asgar

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-27
  • Mendadak Akad dengan Suami Konglomerat   Bab 6

    Dengan cepat Asgara masuk ke dalam mobil dan menyegerakan meninggalkan kantor mertuanya itu.Livi sedikit heran karena gelagat Asgara sangat berbeda, tapi ia sudah bertanya saat Asgara belum masuk dan tidak dijawabnya, jadi Livi engan untuk menanyakan kembali."Kamu lihat apa?" Seorang wanita terkejut saat ditegur suaminya. Ya, wanita itu yang tadi diperhatikan Asgara."Aku lihat Asgara, tapi kok di mobil Pak Lutfi ya?" tanya wanita tadi, namanya Lena."Hm, Asgara? Ini Jakarta, sayangku, kalau dia masih hidup, Asgara tidak mungkin nyasar ke sini, kita buang dia ke pelosok kampung loh," timpal suaminya Lena, Bram Permana.Lena terdiam, lalu dirangkul oleh Bram untuk masuk ke dalam.**Sementara Asgara dan Livi, mereka tidak saling bicara, sebab Asgara tengah memikirkan orang yang dilihatnya tadi. Ia kenal betul bahwa wanita tadi adalah kakak iparnya, dan pastinya ia datang bersama kakak dari Asgara.'Kenapa mereka ada di kantor papanya Livi?' Asgara masih kepikiran. "Kak, jangan ngela

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-01
  • Mendadak Akad dengan Suami Konglomerat   Bab 7

    "Kita ketemu aja deh dengan adikmu, Mas," bisik Lena."Iya, sepertinya itu yang terbaik, jadi mereka tidak menuduh kita tentang hilangnya Asgara, termasuk keluarga Pak Luthfi, kita pura-pura ke rumahnya nyari Asgara," timpal Bram.Mereka sebelas duabelas, cara pikirnya sama, liciknya pun sama, benar adanya jodoh itu cerminan pasangan.Lena mencari informasi tentang kediaman Lutfi. Mereka berdua hendak berkunjung seolah-olah mencari Asgara.Setibanya di rumah Lutfi, hari sudah mulai gelap, memang seperti itulah rencana keduanya.Lutfi dan istri pun keluar menemui Lena dan Bram."Loh, kalian kok bisa tahu rumah saya?" tanya Lutfi sambil menyodorkan tangannya untuk bersalaman."Kami mencari tahu karena penasaran Pak, soalnya dari pertanyaan bapak tadi di kantor lah yang membuat kami berdua untuk ke sini mencari keberadaan saudara saya," terang Bram tanpa basa-basi.Lutfi mengerutkan keningnya. "Jadi, kalian ini--" Lutfi menunda bicaranya."Kami ke Jakarta karena mencari saudara saya, Pa

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-28
  • Mendadak Akad dengan Suami Konglomerat   Bab 8

    "Sudah, kita tidak bisa memikirkan terlalu jauh tentang ini, sebaiknya dipercepat bertemu dengan Asgara, nanti tahu semuanya dari mulut anak kita, Mas," pinta Harum.Perkataan Harum barusan mengusik hati Bram, anak pertama dari keluarga Aldi. Selama ini, Bram lah dalang dari hilangnya Asgara, tapi dia mencoba mencari kambing hitam, yaitu dengan membawa nama keluarga Lutfi sebagai penyebabnya. "Kita jadi ke rumah sakit?" tanya Aldi."Nggak usah, Mas, aku istirahat aja di kamar," timpal Harum sambil berdiri. Lalu Aldi pun menuntunnya ke kamar.Bram dan Lena saling beradu pandang. Mereka tersenyum licik karena merasa hampir berhasil menghasut kedua orang tuanya.***Bram duduk di ruang kerja papanya, Aldi, yang kini semakin kurus dengan penampilannya yang kian tak terurus karena stres dengan segala urusan bisnis yang menumpuk. Namun, Bram tahu bahwa bukan hanya masalah bisnis yang menjadi beban pikiran papanya. Ada sesuatu yang lebih besar, yang lebih dipikirkan oleh sang papa. Sesuatu

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-28
  • Mendadak Akad dengan Suami Konglomerat   Bab 9

    "Pokoknya kalau bisa, jangan sampai tuh anak kenapa-kenapa, kita bukan orang jahat, niat kita hanya ingin menggagalkan rencana busuk Lutfi untuk menikahkan Asgara dengan anaknya secara resmi," pinta Aldi."Tenang, Pah, aku juga nggak mau bermasalah dengan hukum, yang kita hadapi juga bukan orang sembarangan," jawab Bram.Kemudian, Bram merogoh kantong untuk menghubungi orang suruhannya yang tidak lain adalah orang kepercayaannya Aldi juga."Kasih obat tidur aja dulu, kalau sadar, kasih minum lalu lakukan hal yang sama, jangan sampai lepas, jangan sampai sakit ataupun diperlakukan kasar!" perintah Bram."Baik, Pak." Orang suruhan Bram sangat patuh atas perintah bosnya.***Hari itu, Asgara yang baru saja tiba di kantor duduk sendirian. Angin yang bertiup lembut membawa rasa tidak nyaman yang menyelinap ke dalam hatinya. Sesekali matanya memandang layar ponsel yang tergeletak di atas meja, mencoba menghubungi seseorang yang kini menjadi istrinya—Livi. Namun, tak ada balasan.Asgara menc

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-28

Bab terbaru

  • Mendadak Akad dengan Suami Konglomerat   Bab 13

    Bram melirik ke arah sang papa. Pikirannya dipenuhi dengan berbagai rencana yang harus segera terlaksana. Livi, yang sudah dianggap musuh, kini berada di tengah-tengah dilema besar. Bram takut kebusukannya terbongkar pelan-pelan, sebab Aldi terus membahas mengenai hilangnya Asgara yang diduga oleh Aldi adalah ulah Lutfi.Aldi, dengan keteguhan hatinya, masih belum bisa menerima kenyataan bahwa Livi harus menikah dengan Asgara. "Udah lah Pah, setuju aja, daripada masalahnya jadi panjang," bujuk Bram."Livi masih terlalu kecil, Bram," timpal Aldi. "Asgara juga harus memimpin perusahaan," tambahnya."Kan ada aku," jawab Bram."Papa tidak percaya dengan kamu," ujar Aldi membuat Bram semakin malu dan sakit hati.Bram memandangnya tajam, tampak marah. Dia tampaknya masih kesal, meskipun sudah lama sering mendengar kata-kata tersebut. "Aku memang belum sehebat Asgara, tapi aku bisa lebih dari Asgara," celetuk Bram."Buktikan!" Aldi mengakhiri pembicaraan. "Baiklah, saya setuju, sebulan lagi

  • Mendadak Akad dengan Suami Konglomerat   Bab 12

    Bab 12"Setelah kami melakukan penyelidikan, ternyata ada indikasi bahwa itu adalah rekayasa. Dan yang lebih mengejutkan lagi, ada bukti yang menunjukkan bahwa keluarga Asgara terlibat dalam merancang kejadian tersebut."Lutfi terdiam sejenak. Hatinya mulai berdetak lebih kencang. "Keluarga Asgara? Apa maksudmu?""Menurut informasi yang kami dapatkan, Livi seharusnya tidak menjadi korban penculikan. Itu semua bagian dari rencana untuk menekan Asgara agar tidak melanjutkan pernikahannya dengan putri Pak Lutfi."Lutfi merasa dunia seakan runtuh di hadapannya. Ia tidak bisa membayangkan keluarga Asgara melakukan hal seperti itu. Asgara yang selama ini ia anggap sebagai anak baik-baik, ternyata terlibat dalam sebuah konspirasi yang sangat besar. Lutfi merasa kecewa dan marah."Apa ucapanmu bisa dipercaya dan dipertanggungjawabkan?" tanya Lutfi."Bukankah saya dibayar oleh Pak Lutfi untuk mengungkap ini semua? Lantas apa untungnya saya membohongi Pak Lutfi, justru itu hanya merusak keperca

  • Mendadak Akad dengan Suami Konglomerat   Bab 11

    "Sepertinya Livi masih ada pengaruh obat tidur," tutur dokter yang hendak pamit."Hm, ya udah, jadi biarkan dia istirahat dulu, ayo kita semua keluar," ajak Lutfi.Asgara bernapas lega, ia berharap Livi tidak menyebutkan nama kakaknya kembali. Sebab, itu dapat merusak hubungan antara kedua belah pihak, yaitu keluarga Asgara dan keluarga Livi.Lalu Asgara berpamitan untuk pulang ke Bandung menyusul sang kakak yang belum juga ada kabarnya."Sepertinya aku harus pulang ke Bandung. Khawatir papa dan mama tidak menerima penjelasan Mas Bram," ucap Asgara."Apa tidak bisa melalui sambungan telepon?" tanya Lutfi."Aku harus bicara serius pada mereka. Masalahnya aku dan Livi sudah nikah, khawatir Mas Bram sulit mengatakan ini, makanya sampai detik ini belum ada kabar," timpal Asgara."Oke, kamu hati-hati, dan saya berharap besok atau lusa sudah ada persiapan untuk pernikahan kalian secara resmi," kata Lutfi penuh harap.Asgara pun meninggalkan rumah Lutfi secara baik-baik.**Asgara duduk di k

  • Mendadak Akad dengan Suami Konglomerat   Bab 10

    Asgara cemas, tapi dia harus menyembunyikan perasaannya. Terlebih dia tahu bahwa yang menculik Livi adalah Bram.Balasan pesan dari Bram pun terus ditunggu oleh Asgara.[Ya. Tapi, tidak semudah itu!] Balasan singkat membuat mata Asgara terbelalak.Lutfi terlihat gelisah, matanya menyala dengan amarah yang tak terkatakan. Sejak melihat rekaman cctv, kegelisahan di hatinya semakin membengkak. Keberadaan anaknya, Livi, yang mendadak menghilang, kini menjadi obsesi terbesar dalam hidupnya. Lutfi tak peduli dengan apa pun, bahkan jika harus menghancurkan semua orang yang berani menculik anaknya pun akan dia lakukan.“Siapkan semuanya,” perintah Lutfi, suaranya keras dan penuh tekanan meskipun melalui sambungan telepon. “Kalian akan ikut serta dalam pencarian ini. Cari anak saya, Livi. Temukan dia, dan bawa dia kembali ke hadapan saya, apapun caranya!”Orang suruhannya yang telah terbiasa dengan perintah-perintah keras Lutfi, langsung bergerak. Mereka tahu ini bukanlah pencarian biasa. Jika

  • Mendadak Akad dengan Suami Konglomerat   Bab 9

    "Pokoknya kalau bisa, jangan sampai tuh anak kenapa-kenapa, kita bukan orang jahat, niat kita hanya ingin menggagalkan rencana busuk Lutfi untuk menikahkan Asgara dengan anaknya secara resmi," pinta Aldi."Tenang, Pah, aku juga nggak mau bermasalah dengan hukum, yang kita hadapi juga bukan orang sembarangan," jawab Bram.Kemudian, Bram merogoh kantong untuk menghubungi orang suruhannya yang tidak lain adalah orang kepercayaannya Aldi juga."Kasih obat tidur aja dulu, kalau sadar, kasih minum lalu lakukan hal yang sama, jangan sampai lepas, jangan sampai sakit ataupun diperlakukan kasar!" perintah Bram."Baik, Pak." Orang suruhan Bram sangat patuh atas perintah bosnya.***Hari itu, Asgara yang baru saja tiba di kantor duduk sendirian. Angin yang bertiup lembut membawa rasa tidak nyaman yang menyelinap ke dalam hatinya. Sesekali matanya memandang layar ponsel yang tergeletak di atas meja, mencoba menghubungi seseorang yang kini menjadi istrinya—Livi. Namun, tak ada balasan.Asgara menc

  • Mendadak Akad dengan Suami Konglomerat   Bab 8

    "Sudah, kita tidak bisa memikirkan terlalu jauh tentang ini, sebaiknya dipercepat bertemu dengan Asgara, nanti tahu semuanya dari mulut anak kita, Mas," pinta Harum.Perkataan Harum barusan mengusik hati Bram, anak pertama dari keluarga Aldi. Selama ini, Bram lah dalang dari hilangnya Asgara, tapi dia mencoba mencari kambing hitam, yaitu dengan membawa nama keluarga Lutfi sebagai penyebabnya. "Kita jadi ke rumah sakit?" tanya Aldi."Nggak usah, Mas, aku istirahat aja di kamar," timpal Harum sambil berdiri. Lalu Aldi pun menuntunnya ke kamar.Bram dan Lena saling beradu pandang. Mereka tersenyum licik karena merasa hampir berhasil menghasut kedua orang tuanya.***Bram duduk di ruang kerja papanya, Aldi, yang kini semakin kurus dengan penampilannya yang kian tak terurus karena stres dengan segala urusan bisnis yang menumpuk. Namun, Bram tahu bahwa bukan hanya masalah bisnis yang menjadi beban pikiran papanya. Ada sesuatu yang lebih besar, yang lebih dipikirkan oleh sang papa. Sesuatu

  • Mendadak Akad dengan Suami Konglomerat   Bab 7

    "Kita ketemu aja deh dengan adikmu, Mas," bisik Lena."Iya, sepertinya itu yang terbaik, jadi mereka tidak menuduh kita tentang hilangnya Asgara, termasuk keluarga Pak Luthfi, kita pura-pura ke rumahnya nyari Asgara," timpal Bram.Mereka sebelas duabelas, cara pikirnya sama, liciknya pun sama, benar adanya jodoh itu cerminan pasangan.Lena mencari informasi tentang kediaman Lutfi. Mereka berdua hendak berkunjung seolah-olah mencari Asgara.Setibanya di rumah Lutfi, hari sudah mulai gelap, memang seperti itulah rencana keduanya.Lutfi dan istri pun keluar menemui Lena dan Bram."Loh, kalian kok bisa tahu rumah saya?" tanya Lutfi sambil menyodorkan tangannya untuk bersalaman."Kami mencari tahu karena penasaran Pak, soalnya dari pertanyaan bapak tadi di kantor lah yang membuat kami berdua untuk ke sini mencari keberadaan saudara saya," terang Bram tanpa basa-basi.Lutfi mengerutkan keningnya. "Jadi, kalian ini--" Lutfi menunda bicaranya."Kami ke Jakarta karena mencari saudara saya, Pa

  • Mendadak Akad dengan Suami Konglomerat   Bab 6

    Dengan cepat Asgara masuk ke dalam mobil dan menyegerakan meninggalkan kantor mertuanya itu.Livi sedikit heran karena gelagat Asgara sangat berbeda, tapi ia sudah bertanya saat Asgara belum masuk dan tidak dijawabnya, jadi Livi engan untuk menanyakan kembali."Kamu lihat apa?" Seorang wanita terkejut saat ditegur suaminya. Ya, wanita itu yang tadi diperhatikan Asgara."Aku lihat Asgara, tapi kok di mobil Pak Lutfi ya?" tanya wanita tadi, namanya Lena."Hm, Asgara? Ini Jakarta, sayangku, kalau dia masih hidup, Asgara tidak mungkin nyasar ke sini, kita buang dia ke pelosok kampung loh," timpal suaminya Lena, Bram Permana.Lena terdiam, lalu dirangkul oleh Bram untuk masuk ke dalam.**Sementara Asgara dan Livi, mereka tidak saling bicara, sebab Asgara tengah memikirkan orang yang dilihatnya tadi. Ia kenal betul bahwa wanita tadi adalah kakak iparnya, dan pastinya ia datang bersama kakak dari Asgara.'Kenapa mereka ada di kantor papanya Livi?' Asgara masih kepikiran. "Kak, jangan ngela

  • Mendadak Akad dengan Suami Konglomerat   Bab 5

    Asgara tersenyum. "Om, maaf, bukannya saya lancang, tapi saya sungguhan belum hafal jalan rumah saya, yang kenal Papa juga belum banyak, karena kami baru tinggal di Bandung," jawab Asgara. Lutfi memicingkan matanya sambil ikut tersenyum. Lalu menepuk bahu menantu dadakannya itu. "Asgara, kamu itu sudah jadi menantu saya, panggil Papa lah, jangan Om, canggung sekali didengarnya," ejek Lutfi yang akhirnya membuat suasana mencair. Asgara menyunggingkan senyuman bahagia sambil bicara dalam hati, 'Ternyata keluarga Livi seasik ini, apalagi papanya, aku merasakan kasih sayang yang luar biasa, padahal aku ini bukan siapa-siapa.' "Asgara, kamu melamun?" Lutfi membuyarkan lamunan Asgara. "Nggak, Om, eh Pah maksudnya, saya--" Tiba-tiba Livi datang menghampiri mereka, sehingga Asgara tidak melanjutkan ucapannya. "Saya apa, Asgara?" tanya Lutfi. "Nggak, nggak jadi, Pah." Asgara mengusap rambutnya karena grogi. Livi yang baru saja bergabung mendekati sang papa. Ia melirik ke Asgar

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status