Share

Mendadak Akad dengan Suami Konglomerat
Mendadak Akad dengan Suami Konglomerat
Penulis: Siti_Rohmah21

Bab 1

“Tolong … siapa pun tolong saya ….”

Seorang gadis berhijab biru hingga menutupi dada menghentikan langkahnya ketika mendengar suara lirih saat ia berniat mengambil sayur di area perkebunan. Tubuhnya sedikit menegang, tapi ia kemudian segera beristighfar.

Ia berniat melanjutkan langkahnya kembali, tapi suara itu kembali terdengar. Lirih, tapi berat seperti suara laki-laki. Dan sepertinya tengah kesakitan.

“Asalamualaikum.” Akhirnya si gadis berhijab, Livina, menanggapi. “Siapa itu?”

Hening menyapa pertanyaannya sebelum tiba-tiba suara itu kembali terdengar. Kali ini lebih keras.

“Tolong, siapapun itu, tolong saya!”

Merasa bahwa yang meminta tolong adalah benar manusia yang sedang dalam kesulitan, Liviana bergegas menghampiri sumber suara, di balik pepohonan rimbun di area perkebunan.

“Astaghfirullah!” Liviana menutup mulutnya dan sedikit mundur ketika melihat ada sesosok pria, pria itu kini tengah terkapar di tanah, dengan luka di sekujur tubuhnya. Sepasang mata di hadapan Liviana itu menyorot lemah, tampak sayu dan seperti akan kehilangan kesadaran kapan saja.

“Jangan pergi ….” bisik sosok itu lirih.

Liviana terdiam, mematung. Ia bingung harus melakukan apa. Banyak dugaan yang melintas di otaknya, mempertanyakan apakah pria itu baik atau jahat dan bagaimana ia bisa ada di sana.

Namun, santriwati kelas 12 tersebut mengesampingkan pemikiran-pemikiran itu, mengutamakan rasa kemanusiaan dalam dirinya dan berlari ke bangunan pesantren tempat ia menimba ilmu.

“Kamu tunggu dulu di sini,” ucap Liviana sebelum pergi. “Saya panggil bantuan dulu.”

Tanpa mengatakan apa pun, pria itu mengangguk sembari menahan sakit. Namun, saat ia menunggu kembalinya Liviana dengan bala bantuan, kesadaran pria itu menghilang.

**

“Dia pingsan. Tapi sekarang sudah masa pemulihan dan dalam pengawasan Ustaz.”

Liviana tampak cemas dan gelisah saat mendengar kabar tersebut. Gadis itu membantu mengarahkan sekelompok santri yang dipimpin ustaz ke lokasi ia menemukan si pria tidak dikenal tadi, tapi setelah itu, ia tidak tahu bagaimana kabar sosok itu. Ia baru mendapatkan informasi dari para santriwati dan ustazah beberapa hari setelahnya.

“Beliau menolak dibawa ke rumah sakit, mungkin karena khawatir tidak bisa membayar juga.

Aku dengar dia korban perampokan dan bukan orang daerah sini.”

“Namanya Asgara.”

“Apakah tidak ada keluarga atau teman yang bisa dia hubungi?”

“Dia bilang tidak ada, dan sepertinya dia memang mau fokus untuk pulih dulu sembari tinggal di sini.”

Sejujurnya, Liviana merasa cukup lega karena pria itu selamat dan sudah baik-baik saja, sekarang. Usaha penyelamatan Liviana ternyata membuahkan hasil.

Namun, masih ada pertanyaan dalam benaknya; apakah pria itu adalah pria baik-baik?

Ustaz mungkin mau menampung pria asing itu di sini karena itu adalah merupakan perbuatan baik. Namun, pria itu tanpa identitas dan apa yang dikatakan telah terjadi padanya hanyalah pengakuan pria itu saja, tidak ada bukti yang mendukung.

“Astaghfirullah,” gumam Liviana pada dirinya sendiri. “Tidak boleh berpikiran buruk, Livi.”

Gadis berpakaian tertutup itu bergegas melakukan tugasnya mencari sayur di kebun seperti waktu itu sebelum hujan turun. Rekan satu angkatannya yang seharusnya bertugas hari ini mengatakan bahwa ia ada keperluan tiba-tiba dan minta tolong pada Liviana.

Namun, seharusnya Liviana tidak menyanggupi permohonan rekannya tersebut, karena dengan begitu, ia tidak akan bertemu lagi dengan pria yang ia selamatkan tersebut, tepat di area sekitar Asgara ditemukan beberapa hari yang lalu.

“Saya ingat kamu,” ucap sosok itu saat melihat Liviana. “Terima kasih telah menolong saya waktu itu.”

Liviana sedikit menunduk, tidak melihat wajah pria tersebut. Dalam hatinya, ia membatin kenapa pria ini ada di sini, hingga akhirnya ia memutuskan untuk bertanya.

“Kalau saya boleh tahu, ada urusan apa di kebun ini, Kak?” Livi bertanya dengan sopan.

“Tidak ada. Hanya jalan-jalan.”

“Ke tempat kecelakaan? Apakah ada sesuatu yang dicari?”

Hening. Livi merasakan dadanya berdebar karena merasa telah menekan pria itu dengan pertanyaan-pertanyaan hanya karena masih ada curiga di hatinya. Meskipun ia tahu tidak seharusnya demikian.

Namun, sebelum Livi bisa bertanya lebih lanjut ataupun mendengar jawaban, hujan tiba-tiba turun dengan deras, membuat keduanya berlarian dan berteduh di sebuah gubuk.

Tanpa berpikir bahwa seseorang akan mengunci keduanya di dalam sana.

“Rasakan itu, Livi!” ucap seorang gadis berhijab dengan senyum licik. Ismi, rekan Liviana yang tadi meminta bantuan Livi untuk menggantikan tugasnya. Rupanya ia sudah merencanakan untuk menjebak Livi sejak awal. “Oke, sekarang tinggal panggil warga dan Ustaz serta Ustazah. Biar Livi tidak jadi diangkat sebagai pengabdi lanjutan di sini.”

Bersambung

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status