Bab 7

"Kita ketemu aja deh dengan adikmu, Mas," bisik Lena.

"Iya, sepertinya itu yang terbaik, jadi mereka tidak menuduh kita tentang hilangnya Asgara, termasuk keluarga Pak Luthfi, kita pura-pura ke rumahnya nyari Asgara," timpal Bram.

Mereka sebelas duabelas, cara pikirnya sama, liciknya pun sama, benar adanya jodoh itu cerminan pasangan.

Lena mencari informasi tentang kediaman Lutfi. Mereka berdua hendak berkunjung seolah-olah mencari Asgara.

Setibanya di rumah Lutfi, hari sudah mulai gelap, memang seperti itulah rencana keduanya.

Lutfi dan istri pun keluar menemui Lena dan Bram.

"Loh, kalian kok bisa tahu rumah saya?" tanya Lutfi sambil menyodorkan tangannya untuk bersalaman.

"Kami mencari tahu karena penasaran Pak, soalnya dari pertanyaan bapak tadi di kantor lah yang membuat kami berdua untuk ke sini mencari keberadaan saudara saya," terang Bram tanpa basa-basi.

Lutfi mengerutkan keningnya.

"Jadi, kalian ini--" Lutfi menunda bicaranya.

"Kami ke Jakarta karena mencari saudara saya, Pak, tadi saya kaget ketika Pak Lutfi menanyakan nama ibu tiri saya, Harum adalah nama ibu sambung saya, Pak," celetuk Bram.

Lutfi bernapas lega. Tapi pikirannya sama seperti Livi, ia merasa keluarga Asgara adalah keluarga tukang selingkuh.

"Gimana ceritanya kok bisa punya ibu sambung?" tanya Lutfi.

"Ibu saya yang suruh papa menikah lagi, almarhumah ibu saya sakit, Pak, lalu papa saya nikah dengan ibunya Asgara, Bu Harum," timpal Bram.

Lutfi bernapas lega sambil mengangguk.

Kemudian, Asgara dipanggil oleh Lutfi untuk menemui Lena dan Bram.

Dengan semangatnya Asgara menginjakkan kakinya ke lantai bawah. Lalu menemui mereka berdua. Tidak ada perasaan buruk sangka dalam hati Asgara. Ia benar-benar tulus memeluk raga sang kakak.

Berbeda dengan Bram, air mata yang ia keluarkan adalah air mata terpaksa. Pelukan hangatnya hanya dekapan ketakutan kalau akal busuknya terungkap. Ia tidak mau ketahuan dan dibawa ke ranah hukum oleh papanya sendiri, karena Bram tahu betul, Asgara sangat disayangi oleh papanya.

"Kita pulang yuk, Asgara!" ajak Lena sambil ikut mengusap bahu adik iparnya.

Asgara merenung sambil melepaskan dekapan sang kakak. Lalu menatap ke arah Lutfi duduk.

"Asgara sudah menikah siri dengan anak saya," ucap Lutfi.

Bram dan Lena kompak membulatkan matanya.

"Nikah siri?" Mereka terkejut.

Kata-kata itu seakan menghentikan waktu. Bram dan Lena tidak tahu harus berkata apa. Asgara, yang selama ini sengaja dilenyapkan ternyata malah sudah memiliki istri, yang lebih mengejutkan lagi, ia menikah dengan Livi, yang ternyata anak dari Lutfi.

"Iya, dengan anak saya," jawab Lutfi.

"Nggak mungkin, masa secepat itu? Lalu kenapa Pak Lutfi tidak menghubungi kami?" tanya Bram.

"Maaf, ini semua di luar kemauan kami, saya sekeluarga minta maaf," timpal Lutfi rendah hati.

Bram tidak terima, tapi lengan Lena terus menerus memberikan kode untuk tidak marah. Karena ini justru jadi kesempatan mereka untuk menguasai semua aset dan perusahaan keluarga.

Livi pun diperkenankan keluar oleh Lutfi. Ia disuruh memperkenalkan dirinya pada kedua kakak Asgara.

"Kok kecil gini ya?" tanya Lena.

"Iya, maaf ya, kemarin mereka berdua terjebak pernikahan. Tapi kami berdua sangat menjaga keduanya, tenang aja," ucap Lutfi.

Lena yang selalu memiliki ide tidak baik pun tersenyum. Di pikiran Lena mulai banyak ide kejahatan yang muncul.

"Papa pasti marah, kamu kan harus nikah di usia mapan, sedangkan sekarang belum bisa menguasai perusahaan, nanti papa malu," kata Bram.

Bagi Lena justru ini hal baik dan kesempatan untuk Bram mengambil alih semuanya dan mengotori pikiran papanya Asgara.

"Mas, kita coba bicara aja dulu ke papa, nanti kalau kita udah ngomong, baru Asgara dan istrinya kita bawa ke rumah," usul Lena.

Bram mengangguk saja, karena ia selalu nurut apa kata Lena.

Mereka pun pamit setelah lama ngobrol di rumah Lutfi.

***

Lena duduk di ruang tamu sambil menatap ponselnya.

"Kita pulang ke Bandung sekarang untuk bicara dengan papa," ajak Bram buru-buru.

Lena pun mengangguk. Bagi mereka lebih cepat itu lebih baik untuk menghancurkan Asgara.

"Ternyata nasib baik berada di pihak kita, Mas, Asgara akan hancur karena sudah menikah diam-diam," ucap Lena.

"Belum tentu, kalau papa malah setuju karena perempuan itu anak dari Pak Lutfi gimana?" tanya Bram sambil menyetir.

Lena menelan ludah. Ia jadi kepikiran apa yang diucapkan oleh Bram. Sebab, apa yang dikatakan olehnya ada benarnya juga.

***

Hari berikutnya, keluarga besar Aldi Permana berkumpul di kediaman mereka. Semua orang terdiam mendengarkan Lena yang menceritakan pertemuannya dengan Asgara dan pengakuannya tentang pernikahan sirinya dengan Livi.

“Apa? Asgara menikah? Dengan siapa?” Aldi dan Harum terkejut sambil berdiri.

Lena mengangguk. “Dengan seorang gadis yang baru lulus SMK. Namanya Livi.”

Keluarga besar terdiam, mencoba mencerna informasi itu. Mereka merasa ada sesuatu yang tidak beres, terutama karena Asgara baru saja ditemukan, tapi malah dikabarkan sudah menikah.

"Apa jangan-jangan Asgara kabur karena ingin menikah, Pah? Jadi dia memang nggak mau nerusin perusahaan papa, dia maunya hidup enak jadi menantu orang kaya, buktinya dia nikah dengan anak pengusaha secara siri," hasut Bram.

Ucapan Bram membuat Harum tak kuat berdiri, ia duduk sambil menitikkan air mata. Ia kaget mendengar kabar anaknya yang telah ditemukan tapi sudah menikahi gadis muda.

"Maksud kamu, Asgara berbuat tidak baik terhadap anak perempuan supaya dinikahkan?" tanya Aldi.

"Menurutku seperti itu, ngapain dia menghilang tiba-tiba udah nikah? Logikanya gitu, Pah," timpal Bram.

Yang dikatakan olehnya masuk akal, makanya Aldi langsung terdiam. Sementara Harum, ia masih shock mendengar pernyataan Bram dan Lena tentang anak kandungnya.

Dada Harum tiba-tiba sesak, ia meminta Aditya menghentikan obrolan ini.

"Kita ke rumah sakit ya," ajak Aldi.

"Aku sesak karena khawatir Asgara menghamili anak orang, Mas," jawab Harum.

"Nggak mungkin, anakku tidak mungkin melakukan hal itu," timpal Aldi.

"Bisa jadi Pah," celetuk Lena menghasut semuanya. Padahal sebelumnya ia dengar sendiri dari mulut Lutfi, bahwa Asgara dan Livi belum melakukan hal apapun meskipun sudah menikah siri.

Harum pun semakin menegang, dadanya sesak karena menahan tangis yang ingin ia pecahkan. Harum merasa tangisan kecil tidak cukup untuk mengeluarkan rasa kecewanya, ia ingin menangis sejadinya.

"Kamu jangan terlalu memikirkan hal ini, kita belum bertemu langsung dengan Asgara, kita harus bertemu dengan mereka," ungkap Aldi menenangkan.

"Bener apa yang dikatakan papa, Mah, bisa jadi sebaliknya," serobot Bram.

"Maksudnya?" tanya Harum dan Aldi kompak.

"Bisa jadi keluarga si perempuan yang menginginkan masuk ke keluarga kita supaya bisa bekerja sama, buktinya, awal pertemuan mereka lah yang mencari tahu Bram," ungkap Bram membuka pernyataan baru yang membuat semuanya berpikir negatif terhadap keluarga Livi.

Bersambung