Share

Bab 5

Author: Siti_Rohmah21
last update Last Updated: 2024-06-27 15:16:26

Asgara tersenyum.

"Om, maaf, bukannya saya lancang, tapi saya sungguhan belum hafal jalan rumah saya, yang kenal Papa juga belum banyak, karena kami baru tinggal di Bandung," jawab Asgara.

Lutfi memicingkan matanya sambil ikut tersenyum. Lalu menepuk bahu menantu dadakannya itu.

"Asgara, kamu itu sudah jadi menantu saya, panggil Papa lah, jangan Om, canggung sekali didengarnya," ejek Lutfi yang akhirnya membuat suasana mencair.

Asgara menyunggingkan senyuman bahagia sambil bicara dalam hati, 'Ternyata keluarga Livi seasik ini, apalagi papanya, aku merasakan kasih sayang yang luar biasa, padahal aku ini bukan siapa-siapa.'

"Asgara, kamu melamun?" Lutfi membuyarkan lamunan Asgara.

"Nggak, Om, eh Pah maksudnya, saya--" Tiba-tiba Livi datang menghampiri mereka, sehingga Asgara tidak melanjutkan ucapannya.

"Saya apa, Asgara?" tanya Lutfi.

"Nggak, nggak jadi, Pah." Asgara mengusap rambutnya karena grogi.

Livi yang baru saja bergabung mendekati sang papa. Ia melirik ke Asgara juga, sebab mereka kelihatan seperti merahasiakan sesuatu, padahal tidak ada yang dirahasiakan, hanya saja Asgara terperangkap dalam lamunan.

"Pah, gimana kalau Kak Asgara dan Livi ikut ke kantor?" Liviana memberikan ide.

"Ide bagus, kalian bisa bantu-bantu Papa ya," jawab Lutfi. "Gimana Asgara? Kantor saya sih nggak gede, tapi lumayan lah, kalian bisa belajar, atau kamu sudah biasa kerja?" tanya Lutfi mendadak membuat mata Asgara membulat.

"Hah, nggak Pah, saya bukan orang kantoran, orang tua saya bukan kalangan atas," timpal Asgara sambil membuang pandangannya dari Liviana.

"Yang sebut kamu kalangan atas siapa? Kan saya cuma tanya apa kamu sudah biasa kerja?!" Lutfi tertawa ketika mengatakan itu, sedangkan Asgara merasa malu karena terjebak dalam ucapannya sendiri.

"Ya udah, aku udah siap, sekarang aja berangkat," ajak Livi pada Lutfi saat papanya itu menyecar Asgara.

"Tunggu, Asgara harus berpakaian rapi," ucap Sandra yang tiba-tiba datang membawakan baju lengkap dengan jas juga sepatu.

Mata ketiga orang yang berdiri di hadapan Sandra pun terperangah dengan apa yang dibawa oleh Sandra. Mereka tidak menyangka bahwa ada pakaian lengkap untuk Asgara. Terutama Livi yang sangat heran dengan mamanya itu.

"Mama punya baju kantoran yang pas ukuran Asgara dari mana?" tanya Livi menyoroti sang mama.

"Udah, dipakai aja, masa kamu aja yang rapi, Asgara nggak," timpal Sandra.

Akhirnya Asgara diperintahkan Lutfi untuk mengikuti saran dari Sandra. Mereka menunggu Asgara mengganti pakaian yang sudah disuguhkan.

Setelah beberapa menit kemudian, Asgara keluar dengan pakaian yang sangat pantas dikenakan olehnya, semua mata memandang tak kedip melihat betapa gagahnya Asgara mengenakan pakaian kantoran. Apalagi Lutfi, ia menggelengkan kepalanya sambil bertepuk tangan.

"Waw, ternyata kamu tampan ya," celetuk Lutfi sambil menghampirinya.

'Masyaallah, ternyata dia ganteng juga,' batin Livi sambil membuang pandangannya seperti biasa, ia salah tingkah dibuat oleh Asgara.

Kemudian, mereka bertiga bergegas ke kantor dengan menggunakan mobil pribadi. Sopir yang masih cuti karena istrinya yang masih sakit, membuat Lutfi harus mengendarai mobilnya sendiri.

"Pah, biar saya aja yang nyopir, Papa di belakang sama Livi, anggap aja saya sopir," usul Asgara.

Lutfi menautkan kedua alisnya.

"Kamu bisa nyupir?" tanya Lutfi.

"Bisa, saya pernah jadi sopir angkot dulu di kampung," jawab Asgara sembarangan saja.

Lutfi membatin, ia merasa ada yang janggal, sebab setahu Lutfi di kampung yang katanya Asgara pelosok, tidak mungkin ada yang namanya angkutan umum bernama angkot.

Namun, Lutfi mengindahkan permintaan Asgara, kebetulan ia ingin tahu bagaimana rasanya mobilnya dikemudikan oleh Asgara.

Selama perjalanan, Lutfi yakin bahwa Asgara pernah mengendarai mobil mewah, sebab ia sangat piawai melajukan mobilnya. Namun, Lutfi sengaja tidak berkata apa-apa tentang ini.

Berbeda dengan Livi, diam-diam ia mencuri pandangan melalui kaca spion tengah, sesekali ia melihat betapa gagahnya Asgara mengenakan pakaian kantoran. Liviana terpesona karena penampilan Asgara sangat berbeda dari sebelumnya. Namun, ia membuang muka ketika Asgara memergokinya melalui spion tersebut.

Setelah tiba di kantor, Livi dan Lutfi turun, begitu juga dengan Asgara yang langsung menyerahkan kunci mobilnya pada salah seorang satpam untuk memarkirkan ke area parkir. Dari situ Lutfi semakin yakin kalau Asgara bukan orang dari kalangan bawah ataupun menengah seperti yang ia sebutkan tadi.

Lutfi mendadak mendapatkan telepon untuk segera meeting di dalam, sedangkan Asgara dipesan untuk menjaga Livi terlebih dahulu di ruangannya. Lutfi sudah memerintahkan orangnya untuk mengantarkan anak dan menantunya itu ke ruangannya.

Sesampainya di ruangan kerja Lutfi, Asgara duduk di sofa, sedangkan Liviana berputar mengelilingi ruangan sang papa, karena ini kali pertamanya ia menginjakkan kakinya ke kantor. Selama ini Livi hanya sekolah, ia tidak pernah tahu urusan orang tuanya.

"Kamu nggak bisa duduk gitu? Apa nggak capek keliling dan lihat-lihat seisi ruangan ini?" Akhirnya Asgara protes setelah sepuluh menit melihat Livi mondar-mandir berkeliling.

Livi menautkan kedua alisnya, ia tampak kesal diprotes Asgara seperti itu, namun Livi tipikal orang yang mampu menahan emosinya dengan cara diam dan menghela napas.

Lalu Livi hendak menghampiri Asgara untuk duduk di sampingnya, namun Asgara menahannya untuk tetap diam di tempat.

"Gimana sih, tadi nyuruh aku duduk," protes Livi akhirnya bersuara.

Lalu Asgara menghampirinya, Livi menatapnya takut, ia menelan ludah sambil terus memandang lelaki yang kini mendekatinya. Jantung Livi berdebar kencang saat Asgara benar-benar dekat di hadapannya.

Kemudian, Asgara mendadak duduk setengah jongkok, lalu mengikat tali sepatu Liviana yang lepas.

"Eh, nggak usah, biar aku aja yang ikat," ucap Livi menolak.

"Udah, biar aku aja, udah terlanjur jongkok nih," timpal Asgara. Ia melanjutkan mengikat tali sepatu Liviana.

Akhirnya Liviana pun memejamkan matanya sambil tersenyum. Ia benar-benar merasa tersanjung atas perlakuan Asgara.

"Terima kasih," ucap Liviana saat Asgara kembali berdiri.

"Sama-sama, lain kali kalau ke kantor itu jangan pakai sepatu sekolah, pakai high heels," saran Asgara.

"Aku kan baru lulus, lalu nikah, mana ada sepatu high heels, lagian di pondok kan nggak bisa neko-neko," timpal Livi.

"Iya juga sih," jawab Asgara singkat.

"Oh ya, kamu sungguhan udah punya pacar? Maksudku, kalau udah punya pacar, pasti ingat nomor handphonenya dong, boleh minta nomornya? Biar bisa minta alamat kamu." Pertanyaan Liviana barusan berhasil membuat Asgara mati kutu, sebab kemarin ia berbohong padanya mengenai pacar, padahal Asgara tidak memiliki teman dekat wanita satu pun, kalau yang mengincar, tentu banyak, hanya saja Asgara tidak pernah menggubrisnya.

"Hm, aku lupa nomornya, nomor orang tuaku aja nggak ingat, apalagi pacar," jawab Asgara.

"Oh gitu ya." Livi mengangguk kemudian menunduk, ia meraih ponsel yang disimpan di tasnya.

Setelah dua jam ditinggalkan oleh Lutfi, mereka mulai bosan, dan hendak keluar dari ruangan sang papa, itupun atas izin Lutfi terlebih dahulu. Dikarenakan banyak urusan yang harus diselesaikan oleh Lutfi di kantor, akhirnya mereka diperintahkan untuk pulang kembali. Asgara lah yang dipercaya oleh Lutfi untuk mengantarkan anaknya pulang.

"Kamu duduk di sebelah aku aja," pinta Asgara.

Livi terdiam, tapi dalam hati sangat senang mendapatkan tawaran seperti itu. "Tapi jangan macam-macam ya, ingat, kamu ada janji untuk kenalkan aku dengan keluargamu terlebih dahulu," ancam Livi.

Asgara hanya terkekeh sambil menggelengkan kepalanya. Lalu membukakan pintu mobil untuk Livi. Namun, setelah mempersilakan Livi masuk ke mobil, mata Asgara tertuju ke satu mobil yang sangat tidak asing. Asgara membuka kedua matanya lebar-lebar dan memperhatikan mobil tersebut.

Lalu orang yang berada dalam mobil tersebut pun keluar dan tidak sengaja melihat Asgara yang tengah memperhatikan mobilnya. Mereka saling beradu pandang karena memang saling kenal.

"Kak, lihatin siapa sih?" Livi menegurnya dari balik kaca mobil hingga Asgara terkejut.

Bersambung

Related chapters

  • Mendadak Akad dengan Suami Konglomerat   Bab 6

    Dengan cepat Asgara masuk ke dalam mobil dan menyegerakan meninggalkan kantor mertuanya itu.Livi sedikit heran karena gelagat Asgara sangat berbeda, tapi ia sudah bertanya saat Asgara belum masuk dan tidak dijawabnya, jadi Livi engan untuk menanyakan kembali."Kamu lihat apa?" Seorang wanita terkejut saat ditegur suaminya. Ya, wanita itu yang tadi diperhatikan Asgara."Aku lihat Asgara, tapi kok di mobil Pak Lutfi ya?" tanya wanita tadi, namanya Lena."Hm, Asgara? Ini Jakarta, sayangku, kalau dia masih hidup, Asgara tidak mungkin nyasar ke sini, kita buang dia ke pelosok kampung loh," timpal suaminya Lena, Bram Permana.Lena terdiam, lalu dirangkul oleh Bram untuk masuk ke dalam.**Sementara Asgara dan Livi, mereka tidak saling bicara, sebab Asgara tengah memikirkan orang yang dilihatnya tadi. Ia kenal betul bahwa wanita tadi adalah kakak iparnya, dan pastinya ia datang bersama kakak dari Asgara.'Kenapa mereka ada di kantor papanya Livi?' Asgara masih kepikiran. "Kak, jangan ngela

    Last Updated : 2024-08-01
  • Mendadak Akad dengan Suami Konglomerat   Bab 7

    "Kita ketemu aja deh dengan adikmu, Mas," bisik Lena."Iya, sepertinya itu yang terbaik, jadi mereka tidak menuduh kita tentang hilangnya Asgara, termasuk keluarga Pak Luthfi, kita pura-pura ke rumahnya nyari Asgara," timpal Bram.Mereka sebelas duabelas, cara pikirnya sama, liciknya pun sama, benar adanya jodoh itu cerminan pasangan.Lena mencari informasi tentang kediaman Lutfi. Mereka berdua hendak berkunjung seolah-olah mencari Asgara.Setibanya di rumah Lutfi, hari sudah mulai gelap, memang seperti itulah rencana keduanya.Lutfi dan istri pun keluar menemui Lena dan Bram."Loh, kalian kok bisa tahu rumah saya?" tanya Lutfi sambil menyodorkan tangannya untuk bersalaman."Kami mencari tahu karena penasaran Pak, soalnya dari pertanyaan bapak tadi di kantor lah yang membuat kami berdua untuk ke sini mencari keberadaan saudara saya," terang Bram tanpa basa-basi.Lutfi mengerutkan keningnya. "Jadi, kalian ini--" Lutfi menunda bicaranya."Kami ke Jakarta karena mencari saudara saya, Pa

    Last Updated : 2025-01-28
  • Mendadak Akad dengan Suami Konglomerat   Bab 8

    "Sudah, kita tidak bisa memikirkan terlalu jauh tentang ini, sebaiknya dipercepat bertemu dengan Asgara, nanti tahu semuanya dari mulut anak kita, Mas," pinta Harum.Perkataan Harum barusan mengusik hati Bram, anak pertama dari keluarga Aldi. Selama ini, Bram lah dalang dari hilangnya Asgara, tapi dia mencoba mencari kambing hitam, yaitu dengan membawa nama keluarga Lutfi sebagai penyebabnya. "Kita jadi ke rumah sakit?" tanya Aldi."Nggak usah, Mas, aku istirahat aja di kamar," timpal Harum sambil berdiri. Lalu Aldi pun menuntunnya ke kamar.Bram dan Lena saling beradu pandang. Mereka tersenyum licik karena merasa hampir berhasil menghasut kedua orang tuanya.***Bram duduk di ruang kerja papanya, Aldi, yang kini semakin kurus dengan penampilannya yang kian tak terurus karena stres dengan segala urusan bisnis yang menumpuk. Namun, Bram tahu bahwa bukan hanya masalah bisnis yang menjadi beban pikiran papanya. Ada sesuatu yang lebih besar, yang lebih dipikirkan oleh sang papa. Sesuatu

    Last Updated : 2025-01-28
  • Mendadak Akad dengan Suami Konglomerat   Bab 9

    "Pokoknya kalau bisa, jangan sampai tuh anak kenapa-kenapa, kita bukan orang jahat, niat kita hanya ingin menggagalkan rencana busuk Lutfi untuk menikahkan Asgara dengan anaknya secara resmi," pinta Aldi."Tenang, Pah, aku juga nggak mau bermasalah dengan hukum, yang kita hadapi juga bukan orang sembarangan," jawab Bram.Kemudian, Bram merogoh kantong untuk menghubungi orang suruhannya yang tidak lain adalah orang kepercayaannya Aldi juga."Kasih obat tidur aja dulu, kalau sadar, kasih minum lalu lakukan hal yang sama, jangan sampai lepas, jangan sampai sakit ataupun diperlakukan kasar!" perintah Bram."Baik, Pak." Orang suruhan Bram sangat patuh atas perintah bosnya.***Hari itu, Asgara yang baru saja tiba di kantor duduk sendirian. Angin yang bertiup lembut membawa rasa tidak nyaman yang menyelinap ke dalam hatinya. Sesekali matanya memandang layar ponsel yang tergeletak di atas meja, mencoba menghubungi seseorang yang kini menjadi istrinya—Livi. Namun, tak ada balasan.Asgara menc

    Last Updated : 2025-01-28
  • Mendadak Akad dengan Suami Konglomerat   Bab 10

    Asgara cemas, tapi dia harus menyembunyikan perasaannya. Terlebih dia tahu bahwa yang menculik Livi adalah Bram.Balasan pesan dari Bram pun terus ditunggu oleh Asgara.[Ya. Tapi, tidak semudah itu!] Balasan singkat membuat mata Asgara terbelalak.Lutfi terlihat gelisah, matanya menyala dengan amarah yang tak terkatakan. Sejak melihat rekaman cctv, kegelisahan di hatinya semakin membengkak. Keberadaan anaknya, Livi, yang mendadak menghilang, kini menjadi obsesi terbesar dalam hidupnya. Lutfi tak peduli dengan apa pun, bahkan jika harus menghancurkan semua orang yang berani menculik anaknya pun akan dia lakukan.“Siapkan semuanya,” perintah Lutfi, suaranya keras dan penuh tekanan meskipun melalui sambungan telepon. “Kalian akan ikut serta dalam pencarian ini. Cari anak saya, Livi. Temukan dia, dan bawa dia kembali ke hadapan saya, apapun caranya!”Orang suruhannya yang telah terbiasa dengan perintah-perintah keras Lutfi, langsung bergerak. Mereka tahu ini bukanlah pencarian biasa. Jika

    Last Updated : 2025-01-29
  • Mendadak Akad dengan Suami Konglomerat   Bab 11

    "Sepertinya Livi masih ada pengaruh obat tidur," tutur dokter yang hendak pamit."Hm, ya udah, jadi biarkan dia istirahat dulu, ayo kita semua keluar," ajak Lutfi.Asgara bernapas lega, ia berharap Livi tidak menyebutkan nama kakaknya kembali. Sebab, itu dapat merusak hubungan antara kedua belah pihak, yaitu keluarga Asgara dan keluarga Livi.Lalu Asgara berpamitan untuk pulang ke Bandung menyusul sang kakak yang belum juga ada kabarnya."Sepertinya aku harus pulang ke Bandung. Khawatir papa dan mama tidak menerima penjelasan Mas Bram," ucap Asgara."Apa tidak bisa melalui sambungan telepon?" tanya Lutfi."Aku harus bicara serius pada mereka. Masalahnya aku dan Livi sudah nikah, khawatir Mas Bram sulit mengatakan ini, makanya sampai detik ini belum ada kabar," timpal Asgara."Oke, kamu hati-hati, dan saya berharap besok atau lusa sudah ada persiapan untuk pernikahan kalian secara resmi," kata Lutfi penuh harap.Asgara pun meninggalkan rumah Lutfi secara baik-baik.**Asgara duduk di k

    Last Updated : 2025-01-30
  • Mendadak Akad dengan Suami Konglomerat   Bab 12

    Bab 12"Setelah kami melakukan penyelidikan, ternyata ada indikasi bahwa itu adalah rekayasa. Dan yang lebih mengejutkan lagi, ada bukti yang menunjukkan bahwa keluarga Asgara terlibat dalam merancang kejadian tersebut."Lutfi terdiam sejenak. Hatinya mulai berdetak lebih kencang. "Keluarga Asgara? Apa maksudmu?""Menurut informasi yang kami dapatkan, Livi seharusnya tidak menjadi korban penculikan. Itu semua bagian dari rencana untuk menekan Asgara agar tidak melanjutkan pernikahannya dengan putri Pak Lutfi."Lutfi merasa dunia seakan runtuh di hadapannya. Ia tidak bisa membayangkan keluarga Asgara melakukan hal seperti itu. Asgara yang selama ini ia anggap sebagai anak baik-baik, ternyata terlibat dalam sebuah konspirasi yang sangat besar. Lutfi merasa kecewa dan marah."Apa ucapanmu bisa dipercaya dan dipertanggungjawabkan?" tanya Lutfi."Bukankah saya dibayar oleh Pak Lutfi untuk mengungkap ini semua? Lantas apa untungnya saya membohongi Pak Lutfi, justru itu hanya merusak keperca

    Last Updated : 2025-01-30
  • Mendadak Akad dengan Suami Konglomerat   Bab 13

    Bram melirik ke arah sang papa. Pikirannya dipenuhi dengan berbagai rencana yang harus segera terlaksana. Livi, yang sudah dianggap musuh, kini berada di tengah-tengah dilema besar. Bram takut kebusukannya terbongkar pelan-pelan, sebab Aldi terus membahas mengenai hilangnya Asgara yang diduga oleh Aldi adalah ulah Lutfi.Aldi, dengan keteguhan hatinya, masih belum bisa menerima kenyataan bahwa Livi harus menikah dengan Asgara. "Udah lah Pah, setuju aja, daripada masalahnya jadi panjang," bujuk Bram."Livi masih terlalu kecil, Bram," timpal Aldi. "Asgara juga harus memimpin perusahaan," tambahnya."Kan ada aku," jawab Bram."Papa tidak percaya dengan kamu," ujar Aldi membuat Bram semakin malu dan sakit hati.Bram memandangnya tajam, tampak marah. Dia tampaknya masih kesal, meskipun sudah lama sering mendengar kata-kata tersebut. "Aku memang belum sehebat Asgara, tapi aku bisa lebih dari Asgara," celetuk Bram."Buktikan!" Aldi mengakhiri pembicaraan. "Baiklah, saya setuju, sebulan lagi

    Last Updated : 2025-02-01

Latest chapter

  • Mendadak Akad dengan Suami Konglomerat   Bab 13

    Bram melirik ke arah sang papa. Pikirannya dipenuhi dengan berbagai rencana yang harus segera terlaksana. Livi, yang sudah dianggap musuh, kini berada di tengah-tengah dilema besar. Bram takut kebusukannya terbongkar pelan-pelan, sebab Aldi terus membahas mengenai hilangnya Asgara yang diduga oleh Aldi adalah ulah Lutfi.Aldi, dengan keteguhan hatinya, masih belum bisa menerima kenyataan bahwa Livi harus menikah dengan Asgara. "Udah lah Pah, setuju aja, daripada masalahnya jadi panjang," bujuk Bram."Livi masih terlalu kecil, Bram," timpal Aldi. "Asgara juga harus memimpin perusahaan," tambahnya."Kan ada aku," jawab Bram."Papa tidak percaya dengan kamu," ujar Aldi membuat Bram semakin malu dan sakit hati.Bram memandangnya tajam, tampak marah. Dia tampaknya masih kesal, meskipun sudah lama sering mendengar kata-kata tersebut. "Aku memang belum sehebat Asgara, tapi aku bisa lebih dari Asgara," celetuk Bram."Buktikan!" Aldi mengakhiri pembicaraan. "Baiklah, saya setuju, sebulan lagi

  • Mendadak Akad dengan Suami Konglomerat   Bab 12

    Bab 12"Setelah kami melakukan penyelidikan, ternyata ada indikasi bahwa itu adalah rekayasa. Dan yang lebih mengejutkan lagi, ada bukti yang menunjukkan bahwa keluarga Asgara terlibat dalam merancang kejadian tersebut."Lutfi terdiam sejenak. Hatinya mulai berdetak lebih kencang. "Keluarga Asgara? Apa maksudmu?""Menurut informasi yang kami dapatkan, Livi seharusnya tidak menjadi korban penculikan. Itu semua bagian dari rencana untuk menekan Asgara agar tidak melanjutkan pernikahannya dengan putri Pak Lutfi."Lutfi merasa dunia seakan runtuh di hadapannya. Ia tidak bisa membayangkan keluarga Asgara melakukan hal seperti itu. Asgara yang selama ini ia anggap sebagai anak baik-baik, ternyata terlibat dalam sebuah konspirasi yang sangat besar. Lutfi merasa kecewa dan marah."Apa ucapanmu bisa dipercaya dan dipertanggungjawabkan?" tanya Lutfi."Bukankah saya dibayar oleh Pak Lutfi untuk mengungkap ini semua? Lantas apa untungnya saya membohongi Pak Lutfi, justru itu hanya merusak keperca

  • Mendadak Akad dengan Suami Konglomerat   Bab 11

    "Sepertinya Livi masih ada pengaruh obat tidur," tutur dokter yang hendak pamit."Hm, ya udah, jadi biarkan dia istirahat dulu, ayo kita semua keluar," ajak Lutfi.Asgara bernapas lega, ia berharap Livi tidak menyebutkan nama kakaknya kembali. Sebab, itu dapat merusak hubungan antara kedua belah pihak, yaitu keluarga Asgara dan keluarga Livi.Lalu Asgara berpamitan untuk pulang ke Bandung menyusul sang kakak yang belum juga ada kabarnya."Sepertinya aku harus pulang ke Bandung. Khawatir papa dan mama tidak menerima penjelasan Mas Bram," ucap Asgara."Apa tidak bisa melalui sambungan telepon?" tanya Lutfi."Aku harus bicara serius pada mereka. Masalahnya aku dan Livi sudah nikah, khawatir Mas Bram sulit mengatakan ini, makanya sampai detik ini belum ada kabar," timpal Asgara."Oke, kamu hati-hati, dan saya berharap besok atau lusa sudah ada persiapan untuk pernikahan kalian secara resmi," kata Lutfi penuh harap.Asgara pun meninggalkan rumah Lutfi secara baik-baik.**Asgara duduk di k

  • Mendadak Akad dengan Suami Konglomerat   Bab 10

    Asgara cemas, tapi dia harus menyembunyikan perasaannya. Terlebih dia tahu bahwa yang menculik Livi adalah Bram.Balasan pesan dari Bram pun terus ditunggu oleh Asgara.[Ya. Tapi, tidak semudah itu!] Balasan singkat membuat mata Asgara terbelalak.Lutfi terlihat gelisah, matanya menyala dengan amarah yang tak terkatakan. Sejak melihat rekaman cctv, kegelisahan di hatinya semakin membengkak. Keberadaan anaknya, Livi, yang mendadak menghilang, kini menjadi obsesi terbesar dalam hidupnya. Lutfi tak peduli dengan apa pun, bahkan jika harus menghancurkan semua orang yang berani menculik anaknya pun akan dia lakukan.“Siapkan semuanya,” perintah Lutfi, suaranya keras dan penuh tekanan meskipun melalui sambungan telepon. “Kalian akan ikut serta dalam pencarian ini. Cari anak saya, Livi. Temukan dia, dan bawa dia kembali ke hadapan saya, apapun caranya!”Orang suruhannya yang telah terbiasa dengan perintah-perintah keras Lutfi, langsung bergerak. Mereka tahu ini bukanlah pencarian biasa. Jika

  • Mendadak Akad dengan Suami Konglomerat   Bab 9

    "Pokoknya kalau bisa, jangan sampai tuh anak kenapa-kenapa, kita bukan orang jahat, niat kita hanya ingin menggagalkan rencana busuk Lutfi untuk menikahkan Asgara dengan anaknya secara resmi," pinta Aldi."Tenang, Pah, aku juga nggak mau bermasalah dengan hukum, yang kita hadapi juga bukan orang sembarangan," jawab Bram.Kemudian, Bram merogoh kantong untuk menghubungi orang suruhannya yang tidak lain adalah orang kepercayaannya Aldi juga."Kasih obat tidur aja dulu, kalau sadar, kasih minum lalu lakukan hal yang sama, jangan sampai lepas, jangan sampai sakit ataupun diperlakukan kasar!" perintah Bram."Baik, Pak." Orang suruhan Bram sangat patuh atas perintah bosnya.***Hari itu, Asgara yang baru saja tiba di kantor duduk sendirian. Angin yang bertiup lembut membawa rasa tidak nyaman yang menyelinap ke dalam hatinya. Sesekali matanya memandang layar ponsel yang tergeletak di atas meja, mencoba menghubungi seseorang yang kini menjadi istrinya—Livi. Namun, tak ada balasan.Asgara menc

  • Mendadak Akad dengan Suami Konglomerat   Bab 8

    "Sudah, kita tidak bisa memikirkan terlalu jauh tentang ini, sebaiknya dipercepat bertemu dengan Asgara, nanti tahu semuanya dari mulut anak kita, Mas," pinta Harum.Perkataan Harum barusan mengusik hati Bram, anak pertama dari keluarga Aldi. Selama ini, Bram lah dalang dari hilangnya Asgara, tapi dia mencoba mencari kambing hitam, yaitu dengan membawa nama keluarga Lutfi sebagai penyebabnya. "Kita jadi ke rumah sakit?" tanya Aldi."Nggak usah, Mas, aku istirahat aja di kamar," timpal Harum sambil berdiri. Lalu Aldi pun menuntunnya ke kamar.Bram dan Lena saling beradu pandang. Mereka tersenyum licik karena merasa hampir berhasil menghasut kedua orang tuanya.***Bram duduk di ruang kerja papanya, Aldi, yang kini semakin kurus dengan penampilannya yang kian tak terurus karena stres dengan segala urusan bisnis yang menumpuk. Namun, Bram tahu bahwa bukan hanya masalah bisnis yang menjadi beban pikiran papanya. Ada sesuatu yang lebih besar, yang lebih dipikirkan oleh sang papa. Sesuatu

  • Mendadak Akad dengan Suami Konglomerat   Bab 7

    "Kita ketemu aja deh dengan adikmu, Mas," bisik Lena."Iya, sepertinya itu yang terbaik, jadi mereka tidak menuduh kita tentang hilangnya Asgara, termasuk keluarga Pak Luthfi, kita pura-pura ke rumahnya nyari Asgara," timpal Bram.Mereka sebelas duabelas, cara pikirnya sama, liciknya pun sama, benar adanya jodoh itu cerminan pasangan.Lena mencari informasi tentang kediaman Lutfi. Mereka berdua hendak berkunjung seolah-olah mencari Asgara.Setibanya di rumah Lutfi, hari sudah mulai gelap, memang seperti itulah rencana keduanya.Lutfi dan istri pun keluar menemui Lena dan Bram."Loh, kalian kok bisa tahu rumah saya?" tanya Lutfi sambil menyodorkan tangannya untuk bersalaman."Kami mencari tahu karena penasaran Pak, soalnya dari pertanyaan bapak tadi di kantor lah yang membuat kami berdua untuk ke sini mencari keberadaan saudara saya," terang Bram tanpa basa-basi.Lutfi mengerutkan keningnya. "Jadi, kalian ini--" Lutfi menunda bicaranya."Kami ke Jakarta karena mencari saudara saya, Pa

  • Mendadak Akad dengan Suami Konglomerat   Bab 6

    Dengan cepat Asgara masuk ke dalam mobil dan menyegerakan meninggalkan kantor mertuanya itu.Livi sedikit heran karena gelagat Asgara sangat berbeda, tapi ia sudah bertanya saat Asgara belum masuk dan tidak dijawabnya, jadi Livi engan untuk menanyakan kembali."Kamu lihat apa?" Seorang wanita terkejut saat ditegur suaminya. Ya, wanita itu yang tadi diperhatikan Asgara."Aku lihat Asgara, tapi kok di mobil Pak Lutfi ya?" tanya wanita tadi, namanya Lena."Hm, Asgara? Ini Jakarta, sayangku, kalau dia masih hidup, Asgara tidak mungkin nyasar ke sini, kita buang dia ke pelosok kampung loh," timpal suaminya Lena, Bram Permana.Lena terdiam, lalu dirangkul oleh Bram untuk masuk ke dalam.**Sementara Asgara dan Livi, mereka tidak saling bicara, sebab Asgara tengah memikirkan orang yang dilihatnya tadi. Ia kenal betul bahwa wanita tadi adalah kakak iparnya, dan pastinya ia datang bersama kakak dari Asgara.'Kenapa mereka ada di kantor papanya Livi?' Asgara masih kepikiran. "Kak, jangan ngela

  • Mendadak Akad dengan Suami Konglomerat   Bab 5

    Asgara tersenyum. "Om, maaf, bukannya saya lancang, tapi saya sungguhan belum hafal jalan rumah saya, yang kenal Papa juga belum banyak, karena kami baru tinggal di Bandung," jawab Asgara. Lutfi memicingkan matanya sambil ikut tersenyum. Lalu menepuk bahu menantu dadakannya itu. "Asgara, kamu itu sudah jadi menantu saya, panggil Papa lah, jangan Om, canggung sekali didengarnya," ejek Lutfi yang akhirnya membuat suasana mencair. Asgara menyunggingkan senyuman bahagia sambil bicara dalam hati, 'Ternyata keluarga Livi seasik ini, apalagi papanya, aku merasakan kasih sayang yang luar biasa, padahal aku ini bukan siapa-siapa.' "Asgara, kamu melamun?" Lutfi membuyarkan lamunan Asgara. "Nggak, Om, eh Pah maksudnya, saya--" Tiba-tiba Livi datang menghampiri mereka, sehingga Asgara tidak melanjutkan ucapannya. "Saya apa, Asgara?" tanya Lutfi. "Nggak, nggak jadi, Pah." Asgara mengusap rambutnya karena grogi. Livi yang baru saja bergabung mendekati sang papa. Ia melirik ke Asgar

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status