“Iya, non. Ada keperluan apa?” Ucap wanita yang sudah berumur itu dengan ekspresi bingung. Selama dia bekerja di rumah ini, dia tidak pernah melihat wajah gadis yang tengah memakai seragam putih abu-abu tersebut.“Selamat pagi, saya mau bertemu dengan Argi. Arginya ada?” Ujar Dany sembari memaksakan senyumnya yang terlihat sangat kaku. Melihat dari penampilan wanita di hadapannya, dia menduga bahwa wanita itu adalah asisten rumah tangga di rumah Argi.“Mas Argi masih melakukan pengobatan, non. Dia tidak di rumah.” Jelas bik Minah. Oh ternyata ini teman sekolah anak dari majikannya. Begitu pikir Minah dalam hati.“Pengobatan? Masih di Rumah Sakit maksudnya bik?” Tanya Dany lagi. Selama ini juga dia tidak mendengar kabar kelanjutan dari teman kekasihnya itu. Dany terlalu larut dalam masalahnya sendiri. Setahunya, terakhir kali melihat Argi masih dalam kondisi kritis di rumah sakit. Dany kembali melirik ke arah dua mobil yang terparkir di halaman. Minah menangkap kemana arah pandangan g
Anggara akan menuruti apapun yang direncanakan papanya. Dia tidak bisa berkata-kata lagi. Anggara merasa menyesal karena sempat membangkang perintah Baskoro, dan membuat pertengkaran hebat sehingga membuatnya pergi dari rumah.Kini dia sadar, ayahnya selalu mempunyai rencana yang baik untuk dirinya. Seperti saat ini jika papanya menyuruh untuk pindah pendidikan sesuai permintaan awal, Anggara akan melakukannya. Dia akan mengesampingkan keinginannya sendiri. Karena selama ini papanya sangat berkorban banyak untuknya, dan dia terlambat untuk menyadarinya.Anggara saat ini tengah berada di perjalanan pulang ke rumah. Nanti ada kelas pagi, sehingga dia harus mempersiapkan diri untuk ke kampus.Ketika sampai di rumah, ia bertemu dengan bik Rumi yang tengah menyiram tanaman di pekarangan rumah. Melihat kedatangan mobil mewah milik anak majikannya, Rumi segera mematikan kran air, dan menaruh kembali selang air di tempatnya.Wanita sepuh yang masih terlihat sehat itu berjalan menghampiri putr
Anggara menggeser tubuhnya, agar Akira bisa duduk di sampingnya.“Ang, sudah lama nunggu? Sorry ya aku baru keluar dari kelas.” Ucap Akira sembari duduk di samping Anggara.“It’s ok, beb. Baru sepuluh menit yang lalu aku datang.” Jawab Anggara. Segera ia meraih tangan kanan gadis itu dan menciumnya dengan lembut. Lalu beralih menatap Dany, dan menyapa gadis itu. “Hay Dan, apa kabar?” Sapanya dengan ramah.“Hum, tidak terlalu baik.” Jawab Dany sembari memaksakan senyumnya. Mendengar jawaban Dany membuat alis Anggara mengerut. Apa gerangan yang tengah membuat teman kekasihnya itu merasa tidak baik?Dany segera duduk di kursi yang berhadapan dengan Akira dengan wajah layu. Tidak seperti biasa yang selalu ceria dimanapun berada.Mendadak dia sangat iri pada sahabatnya karena mempunyai kekasih yang begitu baik seperti Anggara. Tidak seperti kekasihnya yang kini pergi entah kemana, meninggalkan dirinya sendiri dengan masalah yang belum menemui jalan keluar.“Kalian mau minum atau makan? Aku
Anggara mengulurkan buku menu pada Dany. Dany meraih buku menu itu, membuka halaman yang berisi menu-menu pizza yang tersedia. Lalu mulai mencari pizza yang sama dengan yang ia makan waktu itu. Pizza dengan potongan daging sapi asap dan jamur dipadu dengan lumuran keju mozzarella super creamy, menjadi pilihannya. Anggara membawa buku menu ke meja kasir, dan hendak memesan sesuai dengan apa yang diminta Dany. “Na, gue iri deh sama lu. Bisa punya pacar sebaik Anggara.” Ujar Dany berbisik. Membuat wajah Akira merona, pandangannya mengarah ke Anggara yang tengah berbicara dengan pelayan cafe. Memang benar apa kata Dany, Anggara memang sangat baik. Dia terlihat sangat menjaga dan merupakan sosok yang bertanggung jawab. “Andai saja Bayu sama baiknya seperti Anggara.” Lanjut Dany. Menurutnya Akira begitu beruntung selama ini didekati oleh dua pemuda yang sama-sama baik. Sangat menjaga, tidak seperti Bayu yang membuatnya terjerumus pada lingkaran pergaulan yang kurang baik. “Mudah-mud
Wajah yang tak asing bagi Anggara. Sudah cukup lama mereka tidak bertemu, namun kini kembali dipertemukan dengan kondisi tak terduga.“Aang, berhenti lo, gue mau ngomong!” Ujar wanita itu dengan suara lantang. Membuat orang yang berada di sekitar mereka memusatkan pandangan padanya.Anggara terdiam, membuka kacamata hitam yang bertengger di hidungnya untuk memastikan penglihatannya.Ya, di hadapannya adalah wanita dari masa lalunya. Berdiri merentangkan kedua tangannya. Dengan pakaian mini yang melekat di tubuhnya. Wajahnya yang penuh permak, sangat berbeda dengan yang terakhir kalinya Anggara lihat dua tahun lalu. Pipi wanita itu terlihat lebih tirus dan hidungnya yang lancip seperti telah melakukan operasi plastik. Rambut panjang berwarna coklat keemasan. Sungguh penampilannya seperti tante-tante. Tidak mencerminkan umurnya yang masih dua puluh tahunan.“Turun Lo, gue mau ngomong!” Ucap wanita itu tidak sabar, dia mengetuk-ngetuk kap mobil dan bersuara dengan nyaring. Sikapnya sung
Kini mobil Anggara sudah berada di parkiran rumah sakit. Dia berniat akan menjenguk papanya. Dengan menenteng paper bag berisi makanan kesukaan orang tuanya, dia melangkah menuju ruangan rawat khusus pasien VIP.Anggara mengetuk pintu sebelum membukanya, tampak Baskoro tengah duduk bersandar dengan mulut terbuka, menerima suapan dari istrinya.“Ang, sudah pulang?” Sapa Ruth dengan bahagia. Keadaan Baskoro yang semakin membaik, serta kehadiran putranya sebagai pelengkap kebahagiaannya.Anggara melangkah dengan wajah datar tanpa ekspresi, menghampiri ranjang papanya. Dia meletakkan paper bag yang ia bawa, di atas nakas.“Bawa apa itu Ang?” Tanya sang ibu.“Aang bawain makanan kesukaan mama dan papa.” Jawabnya singkat lalu menghampiri orang tuanya untuk mencium tangan mereka.Ruth kembali menyendok bubur dan mengarahkannya pada mulut suaminya.“Sudah ma, cukup. Papa sudah kenyang.” Ucap Baskoro menolak. Bubur itu terasa hambar membuatnya merasa cepat kenyang.“Apa kabar Ang? Bagaimana ha
Memang umur seseorang tidak ada yang tahu kecuali Sang Pencipta kehidupan.Dari kecil Anggara melihat sosok kuat Baskoro yang tidak pernah sakit. Dan dia tahu persis apa penyakit yang baru-baru ini di derita papanya.Penyakit mematikan dan bisa kapan saja kambuh bahkan bisa merenggut nyawa seseorang. Namun Anggara tidak ingin terjadi hal yang buruk pada papanya. Setidak sukanya dia pada sifat Baskoro, jauh dalam hatinya dia sangat menyayangi papa.Dia pernah mencari tahu tentang serangan jantung yang dialami Baskoro. Dengan menderita penyakit tersebut, papa dituntut untuk beristirahat lebih banyak dan mengurangi pekerjaan berat yang menguras pikiran.“Beri aku waktu untuk berpikir, Pa.” Ucap Anggara akhirnya.“Hum, baiklah tolong pikirkan baik-baik. Setidaknya kamu bisa memulainya dulu, sembari melanjutkan pendidikanmu.” Kini mereka sama-sama terdiam dengan pikiran mereka masing-masing, dengan pandangan yang sama melihat ke arah kolam.“Baiklah, papa rasa sudah cukup papa berbicara.”
Akira segera membuka isi pesan tersebut.[Hay wanita pelakor!] Isi pesan singkat tersebut dengan huruf kapital serta tanda seru banyak, membuat Akira bingung akan siapa wanita itu sebenarnya. Mengapa dia memanggilnya pelakor? Bukankah panggilan itu hanya dilayangkan untuk wanita yang merebut suami orang. Namun selama hidup Akira tidak pernah berani merebut suami orang lain. Bahkan berhubungan dengan lelaki yang sudah berumur dia tidak pernah melakukannya.Satu-satunya orang yang pernah memiliki hatinya hanyalah Anggara.Di tengah rasa bingungnya Akira tak berniat membalas pesan dari wanita tersebut. Dia mengira wanita itu hanya salah alamat.Akira segera menutup layar ponselnya. Niatnya tadi untuk mengecek sosial media milik kekasihnya, namun kini ia urung melakukannya.Sementara itu Dany kini tengah melihat ke sosial media miliknya, permintaan pertemanan yang ia kirim ke orang tua Bayu tak juga diterima, membuatnya risau.“Na coba sini deh, gue ketemu akun sosmed milik orang tua Bayu