Wajah yang tak asing bagi Anggara. Sudah cukup lama mereka tidak bertemu, namun kini kembali dipertemukan dengan kondisi tak terduga.“Aang, berhenti lo, gue mau ngomong!” Ujar wanita itu dengan suara lantang. Membuat orang yang berada di sekitar mereka memusatkan pandangan padanya.Anggara terdiam, membuka kacamata hitam yang bertengger di hidungnya untuk memastikan penglihatannya.Ya, di hadapannya adalah wanita dari masa lalunya. Berdiri merentangkan kedua tangannya. Dengan pakaian mini yang melekat di tubuhnya. Wajahnya yang penuh permak, sangat berbeda dengan yang terakhir kalinya Anggara lihat dua tahun lalu. Pipi wanita itu terlihat lebih tirus dan hidungnya yang lancip seperti telah melakukan operasi plastik. Rambut panjang berwarna coklat keemasan. Sungguh penampilannya seperti tante-tante. Tidak mencerminkan umurnya yang masih dua puluh tahunan.“Turun Lo, gue mau ngomong!” Ucap wanita itu tidak sabar, dia mengetuk-ngetuk kap mobil dan bersuara dengan nyaring. Sikapnya sung
Kini mobil Anggara sudah berada di parkiran rumah sakit. Dia berniat akan menjenguk papanya. Dengan menenteng paper bag berisi makanan kesukaan orang tuanya, dia melangkah menuju ruangan rawat khusus pasien VIP.Anggara mengetuk pintu sebelum membukanya, tampak Baskoro tengah duduk bersandar dengan mulut terbuka, menerima suapan dari istrinya.“Ang, sudah pulang?” Sapa Ruth dengan bahagia. Keadaan Baskoro yang semakin membaik, serta kehadiran putranya sebagai pelengkap kebahagiaannya.Anggara melangkah dengan wajah datar tanpa ekspresi, menghampiri ranjang papanya. Dia meletakkan paper bag yang ia bawa, di atas nakas.“Bawa apa itu Ang?” Tanya sang ibu.“Aang bawain makanan kesukaan mama dan papa.” Jawabnya singkat lalu menghampiri orang tuanya untuk mencium tangan mereka.Ruth kembali menyendok bubur dan mengarahkannya pada mulut suaminya.“Sudah ma, cukup. Papa sudah kenyang.” Ucap Baskoro menolak. Bubur itu terasa hambar membuatnya merasa cepat kenyang.“Apa kabar Ang? Bagaimana ha
Memang umur seseorang tidak ada yang tahu kecuali Sang Pencipta kehidupan.Dari kecil Anggara melihat sosok kuat Baskoro yang tidak pernah sakit. Dan dia tahu persis apa penyakit yang baru-baru ini di derita papanya.Penyakit mematikan dan bisa kapan saja kambuh bahkan bisa merenggut nyawa seseorang. Namun Anggara tidak ingin terjadi hal yang buruk pada papanya. Setidak sukanya dia pada sifat Baskoro, jauh dalam hatinya dia sangat menyayangi papa.Dia pernah mencari tahu tentang serangan jantung yang dialami Baskoro. Dengan menderita penyakit tersebut, papa dituntut untuk beristirahat lebih banyak dan mengurangi pekerjaan berat yang menguras pikiran.“Beri aku waktu untuk berpikir, Pa.” Ucap Anggara akhirnya.“Hum, baiklah tolong pikirkan baik-baik. Setidaknya kamu bisa memulainya dulu, sembari melanjutkan pendidikanmu.” Kini mereka sama-sama terdiam dengan pikiran mereka masing-masing, dengan pandangan yang sama melihat ke arah kolam.“Baiklah, papa rasa sudah cukup papa berbicara.”
Akira segera membuka isi pesan tersebut.[Hay wanita pelakor!] Isi pesan singkat tersebut dengan huruf kapital serta tanda seru banyak, membuat Akira bingung akan siapa wanita itu sebenarnya. Mengapa dia memanggilnya pelakor? Bukankah panggilan itu hanya dilayangkan untuk wanita yang merebut suami orang. Namun selama hidup Akira tidak pernah berani merebut suami orang lain. Bahkan berhubungan dengan lelaki yang sudah berumur dia tidak pernah melakukannya.Satu-satunya orang yang pernah memiliki hatinya hanyalah Anggara.Di tengah rasa bingungnya Akira tak berniat membalas pesan dari wanita tersebut. Dia mengira wanita itu hanya salah alamat.Akira segera menutup layar ponselnya. Niatnya tadi untuk mengecek sosial media milik kekasihnya, namun kini ia urung melakukannya.Sementara itu Dany kini tengah melihat ke sosial media miliknya, permintaan pertemanan yang ia kirim ke orang tua Bayu tak juga diterima, membuatnya risau.“Na coba sini deh, gue ketemu akun sosmed milik orang tua Bayu
Deg, mata Akira terpaku melihat tulisan itu. Apa yang dimaksud wanita itu, sungguh Akira pun tak mengerti. Berulang kali ia membaca isi pesan itu, namun dia tidak paham dengan maksud wanita tersebut.Jika yang dimaksudnya adalah Septian Anggara, namun ia tidak mendapati pertemanan yang sama dari akun milik wanita bernama Ester tersebut. Bahkan wanita itu tidak memperlihatkan wajah suaminya di foto-foto yang terunggah.Karena menganggapnya tidak ada hubungan dengan kehidupannya, Akira tidak berniat membalas pesan itu. Ia segera beralih ke aplikasi pesan. Ada pesan masuk dari Anggara beberapa menit yang lalu.[Selamat malam sayang. Sudah tidur?]Akira segera membalas pesan itu dengan senyum mengembang. Pesan yang sedari tadi sangatlah dia tunggu.[Malam, Ang. Belum, aku baru saja mengerjakan tugas sekolah. Ini baru akan tidur.]Akira menanti balasan dari pemuda itu dan tak lama ia mendapat balasan pesan serta kiriman sebuah foto dari Anggara. Akira segera membuka foto itu. Wajah kekasih
Tak lain adalah mobil Anggara. Setelah menepikan mobil, sang pemilik segera muncul dari balik pintu.Anggara tersenyum ke arah mereka, lalu segera menutup kembali pintu mobil dan berjalan menghampiri mereka.“Mas Aang? Mau nyari mas Bayu juga?” Ucap Siti mengalihkan pandangannya pada Anggara. Dia sangat mengenal wajah pemuda itu, karena beberapa kali bertemu ketika Bayu dan teman bandnya berkumpul untuk latihan.“Iya mbak, Bayu ada?” Balas Anggara. Dia berdiri di samping Akira.“Mas Bayu gak ada di rumah mas, sudah seminggu ini. Apa mas Aang gak di beritahu?” “Gak ada mbak, Bayu gak ada ngasih tahu apapun. Kemana dia?” “Mas Bayu sekarang tinggal sama tuan dan nyonya. Sudah dari seminggu yang lalu.” Jelas Siti.Dany yang mendengarnya sangat terkejut. Mengapa Bayu pergi tanpa memberitahunya? Setidak penting itukah dirinya di hati Bayu?“Mbak Siti tahu dimana mereka tinggal?” Kembali Anggara bertanya untuk mengorek informasi dari asisten rumah tangga tersebut. Karena hanya Siti yang me
Hari berlalu dengan cepat, Anggara telah memesan tiga tiket pesawat pulang pergi. Dan pagi-pagi buta ia sudah berada di depan parkiran kampus, menunggu kedatangan Akira dan Dany.Mereka mendapat penerbangan jam 7 pagi, sehingga harus berada di bandara sebelum jam 6 untuk proses check-in, satu jam sebelum pesawat berangkat.Satu hari sebelumnya, Akira sudah pamit pada orang tuanya untuk menginap beberapa hari di rumah Dany. Dan untungnya saat itu orang tua Dany tengah berada di Bogor, untuk menjenguk nenek Dany selama beberapa hari ke depan. Sehingga memuluskan rencana mereka nantinya.Menunggu beberapa menit hingga kedua gadis itu datang bersama Go-Jek yang mengantar mereka.Anggara segera membukakan pintu mobilnya. Akira duduk di sebelahnya, sedangkan Dany duduk di kursi belakang.Perjalanan ke bandara sangatlah mulus, karena waktu yang masih terlalu pagi. Hanya ada beberapa kendaraan melintas.Hingga tibalah mereka di bandara Soekarno-Hatta, Anggara segera mencari parkiran yang aman
Mereka pun diantarkan ke sebuah meja berlapis marmer, dengan tempat duduk yang terlihat sangat nyaman untuk diduduki. Jumlah kursi sesuai dengan jumlah mereka bertiga.Anggara menatap ke arah buku menu, untuk mencari menu yang cocok. Ia membalok-balik halaman sampai pada menu American breakfast. Anggara memesan tiga menu yang sama, serta secangkir kopi dan dua gelas jus. Tak lupa ia memesan satu menu untuk dibungkus, nantinya akan ia berikan pada Yosi— sopirnya.Pelayanan yang cepat tanpa membuat pelanggan menunggu terlalu lama. Tiga piring lebar terhidang di meja dengan sajian 2 poached egg, atau telur ceplok dilengkapi dengan sosis dan daging asap serta roti panggang.Makanan orang kaya sungguh tidak menarik perhatian Akira, beda halnya dengan Dany yang tampak tak sabar untuk menyantapnya.Tanpa menunggu teman-temannya, Dany mendahului untuk menikmati. Segera ia mengisi perutnya dengan makanan yang terhidang di depannya. Sementara Akira beralih menatap Anggara, membisikkan kata untu
Baskoro tak berniat melanjutkan perkaranya di meja hijau. Tentunya atas saran dari Anggara dan Akira. Meski Ester begitu jahat, namun Akira sangat mengasihi anak perempuan dari wanita itu. Alea masih terlalu kecil untuk bisa menanggung hasil dari perbuatan ibunya. Entah apa jadinya Alea, jika Baskoro masih mencoba menuntut Ester dan Yosi. Tentunya itu hal yang mudah bagi Baskoro yang ingin memberi hukuman terhadap orang yang telah menjebak putranya. Bukti sudah lengkap, dan siap untuk menjerat Ester dalam jeruji besi untuk mempertanggung jawabkan kesalahannya. Namun Akira selalu menyatakan jika dirinya merasa kasihan pada Alea yang nantinya ditinggal oleh kedua orang tuanya jika nantinya harus dipenjara. Sungguh Akira tidak bisa membayangkan nasib anak itu. Akira sendiri sudah mengalami kehilangan kedua orang tuanya di usianya yang ke 17 tahun. Dan dia mampu melewatinya, berkat kehadiran Anggara yang selalu menjaga dan menemani. Namun bisakah anak sekecil Alea hidup tanpa kedua
Kini Akira bersimpuh di depan pusara ayah dan ibu. Anggara terus memeluk bahu kekasihnya.Baskoro dan Ruth menghampiri keberadaan mereka.“Nak Akira, mama ikut berduka cita. Jika kamu ingin bercerita, mama siap menjadi tempat ceritamu. Kamu anak yang baik, pasti ayah dan ibumu sangat bangga.” Ruth mengusap lembut bahu Akira.“Terima kasih Tante. Maaf jika selama ini saya merepotkan keluarga Tante dan Anggara.” Ucapnya tulus. Ya, selama ini memang Anggara yang mengeluarkan biaya rumah sakit dan biaya pemakaman untuk kedua orang tuanya. Bahkan Anggara sudah menempatkan orang tuanya di pemakaman elit.“Tidak masalah, nak. Bahkan jika kamu membutuhkan sesuatu tolong sampaikan pada mama atau Anggara. Kami siap untuk membantu. Tolong jangan segan untuk bercerita pada kami. Ya sudah, mama pulang dulu, nanti mampirlah ke rumah, sayang.” Ujar Ruth menghibur.Akira mengangguk samar, dia mencium tangan Ruth namun wanita itu membalas memeluknya.Akira begitu merindukan sosok ibunya, hingga dia l
Ternyata ucapannya memang didengar oleh Lidiya, secara perlahan mata Lidiya terbuka dengan jemari yang mulai bergerak. Menandakan jika wanita itu sudah sadar dari tidur panjangnya.Akira begitu senang hingga memeluk tubuh wanita yang telah melahirkannya itu.“Ibu terima kasih sudah mendengar Lena.” Ucap Akira bahagia.Lidiya masih merasa lemah, sangat lemah hingga ingin mengucapkan sesuatu pun dia tak berdaya.Anggara menangkap gerakan lemah itu, hingga akhirnya dia membantu Lidiya untuk melepas masker oksigennya.“Ibu mau bicara sesuatu?” Tanya Anggara, dijawab dengan anggukan lemah Lidiya.“Lena, dimana ayah nak?” Suara Lidiya terdengar lirih dan sangat kecil. Dia bisa melihat wajah sedih putrinya. Namun dia ingin memastikan keadaan suaminya.“Ayah sudah di surga, Bu.” Akira menjawab dengan suara gemetar menahan tangis. Dia tidak ingin membuat ibunya sedih, namun dia tidak bisa untuk berbohong.Lidiya begitu terkejut hingga nafasnya kembali tersengal. Anggara panik dan segera memasa
Anggara menuntun langkah Akira untuk bisa melihat ibunya dalam jarak lebih dekat.“Ibu, bangun Bu. Ini Lena sudah datang Bu.” Ucap Akira berbisik, dia tidak ingin mengganggu istirahat ibunya. Diraihnya tangan lemah yang terkulai itu dalam genggamannya.“Ibu pasti bisa melewati ini semua. Lena akan terus di sini jaga ibu. Tolong bangun Bu.” Ucap Akira lirih dengan air mata terus menetes tanpa henti.Anggara berdiri di belakang Akira, mengusap lembut bahu Akira. Seakan ingin berbagi kekuatan.*****Lidiya masih terbaring koma, kini dia sudah dipindahkan di salah satu rumah sakit di Jakarta. Tentunya atas saran Anggara, dan Anggara yang menanggung semua biaya perawatan, termasuk biaya pemakaman Bustomo.Pagi ini sangat cerah, namun hati Akira diliputi kabut mendung mengawal kepergian ayahnya menuju tempat peristirahatan terakhir.Dany dan Bayu sudah berada di tempat pemakaman. Yeni dan Handoko juga turut hadir. Begitu pun Ruth dan Baskoro, Anggara sudah menceritakan pada mamanya. Dan ent
“Keluarga atas nama pasien Bustomo?” Ucap suster itu sembari mengedarkan pandangan. “Saya sus, saya keluarga Bustomo.” Tio melangkah semakin mendekati suster itu. “Maaf saya harus menyampaikan kabar ini.” Suster terlihat menarik nafas panjang. Tentunya membuat Tio berfirasat buruk akan kabar yang akan disampaikan. “Ada apa sus? Bagaimana keadaan kakak saya dan istrinya?” Ucap Tio terbata, dia berusaha menguatkan hati untuk menerima apapun kabar yang akan disampaikan oleh suster. “Pasien atas nama Bustomo tidak bisa diselamatkan.” Seperti mendengar petir di siang bolong, kabar itu membuat Tio syok. Matanya berkaca-kaca, hingga tubuhnya gemetar menahan kesedihan yang mendalam. “Apa benar sus? Apa saya tidak salah dengar?” Ucap Tio mencoba tidak mempercayai pendengarannya. “Mohon maaf, apa yang saya sampaikan tadi benar adanya. Pasien atas nama Bustomo tidak bisa terselamatkan. Bapak yang sabar.” Ulang suster itu dengan raut sedih. Tak hanya sekali ia menghadapi suasana pilu seper
Mata Anggara melotot sempurna. Dia sangat terkejut mendengar berita itu. Sungguh dia pun ingin segera ke rumah sakit tempat ibu dan ayah Akira dirawat.“Baiklah kita siap-siap sekarang.” Anggara segera bersiap-siap untuk melakukan perjalanan ke salah satu rumah sakit di Bogor. Sambil menunggu Akira menyelesaikan acara mandinya, Anggara menelpon pak Yanto untuk segera mengirim mobilnya ke rumah Akira. Dia mengirimkan titik lokasi alamat rumah Akira pada supirnya.Anggara hanya mencuci mukanya, lalu mengganti bajunya dengan kaos hitam polos dan celana jeans panjang.Kini dia tengah menunggu di halaman rumah, hingga tak lama Yanto datang dengan mobilnya. Anggara segera menghampiri.“Pak, nanti bapak pulang dengan taksi.” Anggara memberi beberapa lembar uang pada Yanto. Lalu kembali memasuki rumah untuk mencari keberadaan kekasihnya. Tanpa mengetuk pintu kamar, Anggara segera membuka pintu yang tak terkunci.“Sudah? Ayo kita berangkat sekarang.” Ajak Anggara, sebenarnya dia tidak tega m
“Ya, Yosi tentu kamu ingat. Dia yang sudah menjemput kita di bandara saat kita mengantar Dany menemui Bayu.” Jelas Anggara mencoba mengingatkan Akira.“Saat aku mengunjungi rumah wanita itu, Yosi berada di sana. Dan aku selalu mengikuti gerak-geriknya. Sepertinya Yosi dan wanita itu mempunyai hubungan. Namun ini hanya dugaanku saja.” Jelas Anggara.Kini Akira bingung untuk merespon seperti apa. Dalam hati dia merasa senang akan kabar baik itu. Namun dia juga merasa kasihan terhadap anak perempuan yang memanggil Anggara dengan sebutan papa. Kemungkinan anak itu hanya tahu jika Anggara adalah ayahnya.Bagaimana jika kenyataannya bukan?“Sayang? Kok diam? Kamu percaya kan sama aku? Besok aku akan menemui papa, dan nantinya hasil tes DNA itu akan aku jadikan bukti untuk pengajuan pembatalan nikah. Aku juga sudah mempunyai bukti rekaman ketika Yosi berada bersama wanita itu.” Diraihnya tangan Akira, menggenggam jemari gadis itu, dimana masih terpasang cincin berlian pemberiannya. Anggara m
Anggara melangkah menuju dapur, memindahkan bubur ayam di sebuah mangkok. Lalu membawanya masuk ke kamar. Mendapati Akira tengah berbaring namun matanya menatap kosong ke arah langit-langit kamar.“Sayang kita makan dulu, habis itu minum obat.” Ucapnya sembari menyendok bubur berisi kuah dan potongan daging ayam itu. Dan mengarahkannya ke mulut Akira. Meski awalnya menolak, namun Anggara terus memaksanya. Akira tidak bisa meminum obatnya dalam keadaan perut kosong.Akira menerima makanan itu hingga beberapa suap. Suapan berikutnya, Akira menolak. Anggara tak memaksanya lagi, kini dia meraih obat yang terbungkus dalam plastik. Mengeluarkannya satu tablet lalu mengambil gelas berisi air putih. Membantu Akira untuk meminum obatnya.Anggara segera menyelimuti tubuh kekasihnya. Sesekali meletakkan telapak tangannya di dahi Akira untuk memastikan suhu tubuhnya.Menggenggam tangan Akira yang terkulai di sisi tubuhnya. Menatap wajah pucat Akira dengan rasa cemas.Dia tidak akan mengatakan apa
Anggara terpaksa meraih Alea dari pangkuan Ester. Meskipun dia tahu Alea bukanlah anaknya, namun dia merasa kasihan melihat wajah kecil itu menangis terisak.Sekilas Anggara melihat ke belakang, ke arah dimana Akira duduk. Mendapati tempat duduk itu sudah kosong. Mencari keberadaan Akira di sekeliling ruangan itu, namun tak juga mendapati sosok Akira di sana.Anggara memutuskan untuk memulangkan Ester dan anaknya agar tak mengganggu suasana orang-orang yang sedang berkunjung ke restoran. Dia tahu kini mereka menjadi pusat perhatian.Anggara segera melangkah menuju kasir, membayar makanan yang sudah terlanjur dipesan namun belum dimakan.Lalu segera melangkah keluar dari restoran, diikuti oleh Ester yang tersenyum puas. Dia berpikir rencananya telah berhasil menaklukan hati Anggara. Kini dia bisa mendapatkan Anggara kembali, menikmati kekayaan sang papa mertua. Ester pun melenggang tanpa menghiraukan tatapan orang-orang di sana.Anggara memesan sebuah taksi, lalu menyuruh Ester untuk d