Tak lain adalah mobil Anggara. Setelah menepikan mobil, sang pemilik segera muncul dari balik pintu.Anggara tersenyum ke arah mereka, lalu segera menutup kembali pintu mobil dan berjalan menghampiri mereka.“Mas Aang? Mau nyari mas Bayu juga?” Ucap Siti mengalihkan pandangannya pada Anggara. Dia sangat mengenal wajah pemuda itu, karena beberapa kali bertemu ketika Bayu dan teman bandnya berkumpul untuk latihan.“Iya mbak, Bayu ada?” Balas Anggara. Dia berdiri di samping Akira.“Mas Bayu gak ada di rumah mas, sudah seminggu ini. Apa mas Aang gak di beritahu?” “Gak ada mbak, Bayu gak ada ngasih tahu apapun. Kemana dia?” “Mas Bayu sekarang tinggal sama tuan dan nyonya. Sudah dari seminggu yang lalu.” Jelas Siti.Dany yang mendengarnya sangat terkejut. Mengapa Bayu pergi tanpa memberitahunya? Setidak penting itukah dirinya di hati Bayu?“Mbak Siti tahu dimana mereka tinggal?” Kembali Anggara bertanya untuk mengorek informasi dari asisten rumah tangga tersebut. Karena hanya Siti yang me
Hari berlalu dengan cepat, Anggara telah memesan tiga tiket pesawat pulang pergi. Dan pagi-pagi buta ia sudah berada di depan parkiran kampus, menunggu kedatangan Akira dan Dany.Mereka mendapat penerbangan jam 7 pagi, sehingga harus berada di bandara sebelum jam 6 untuk proses check-in, satu jam sebelum pesawat berangkat.Satu hari sebelumnya, Akira sudah pamit pada orang tuanya untuk menginap beberapa hari di rumah Dany. Dan untungnya saat itu orang tua Dany tengah berada di Bogor, untuk menjenguk nenek Dany selama beberapa hari ke depan. Sehingga memuluskan rencana mereka nantinya.Menunggu beberapa menit hingga kedua gadis itu datang bersama Go-Jek yang mengantar mereka.Anggara segera membukakan pintu mobilnya. Akira duduk di sebelahnya, sedangkan Dany duduk di kursi belakang.Perjalanan ke bandara sangatlah mulus, karena waktu yang masih terlalu pagi. Hanya ada beberapa kendaraan melintas.Hingga tibalah mereka di bandara Soekarno-Hatta, Anggara segera mencari parkiran yang aman
Mereka pun diantarkan ke sebuah meja berlapis marmer, dengan tempat duduk yang terlihat sangat nyaman untuk diduduki. Jumlah kursi sesuai dengan jumlah mereka bertiga.Anggara menatap ke arah buku menu, untuk mencari menu yang cocok. Ia membalok-balik halaman sampai pada menu American breakfast. Anggara memesan tiga menu yang sama, serta secangkir kopi dan dua gelas jus. Tak lupa ia memesan satu menu untuk dibungkus, nantinya akan ia berikan pada Yosi— sopirnya.Pelayanan yang cepat tanpa membuat pelanggan menunggu terlalu lama. Tiga piring lebar terhidang di meja dengan sajian 2 poached egg, atau telur ceplok dilengkapi dengan sosis dan daging asap serta roti panggang.Makanan orang kaya sungguh tidak menarik perhatian Akira, beda halnya dengan Dany yang tampak tak sabar untuk menyantapnya.Tanpa menunggu teman-temannya, Dany mendahului untuk menikmati. Segera ia mengisi perutnya dengan makanan yang terhidang di depannya. Sementara Akira beralih menatap Anggara, membisikkan kata untu
“Saya Hasan, tuan.” Jawab pria itu sembari menunduk. Bahkan ketika dia bertemu dengan papa dari pemuda itu, ia tidak pernah ditanyai nama. Membuatnya semakin khawatir. Dia sudah menduga-duga jika nantinya pemuda ini akan mengadu pada papanya, sehingga karirnya akan tamat. Dia tidak ingin hal itu akan terjadi nantinya.“Tolong maafkan saya tuan muda, saya tadi tidak bermaksud menyinggung tuan muda. Hanya saya tidak tahu jika anda anak dari bos besar.” ungkapnya berusaha melunakkan hati pemuda tersebut.“Lalu apa seperti itu kau memperlakukan tamu yang akan berkunjung kemari? Meremehkan hanya karena melihat penampilan tamu itu?” “Bukan tuan muda, tidak seperti itu. Hanya tak biasanya ada tamu dengan usia muda seperti anda.” Mendengar suara Hasan, Anggara tahu bahwa pria itu tengah menyesal dan ketakutan, meskipun tak melihat wajahnya serasa langsung.“Aku harap nantinya kamu terbiasa. Perlakukan semua orang dengan baik, dan jangan sekalipun membeda-bedakannya hanya karena penampilannya
Tak lama Anggara telah tiba di lantai dasar, melewati para staf kantor yang menunduk hormat padanya. Sepertinya Husen sudah memberikan informasi hampir ke seluruh staf kantor akan identitas Anggara. Sehingga dia begitu dihormati layaknya seorang bos muda.Husen melihat ke arah Anggara yang keluar dari pintu utama gedung. Lalu segera berjalan menghampiri dengan raut wajah yang ramah, tak seperti tadi saat pertama kali berjumpa.“Tuan muda, apa mau saya antarkan sampai mobil anda?” Ujarnya menawarkan.“Tidak perlu.” Balas Anggara tanpa menatap ke arah security tersebut. Meninggalkan Husen dengan perasaan cemas akan sikap Bos Muda itu padanya. Sungguh jika waktu bisa diulang kembali, ia akan bersikap manis pada putra pemilik perusahaan terbesar itu. Kini Husen pasrah menerima nasibnya nanti, menunggu panggilan jika nantinya pekerjaannya akan diberhentikan.Anggara berlalu menuju ke arah mobilnya terparkir. Dengan siaga, Yosi segera membukakan pintu untuk anak dari bosnya.Kini mereka tel
Di lain tempat, Bayu masih terlelap di kasur nyamannya. Ketokan pintu dari luar kamar tak juga membuatnya terbangun. Hingga asisten rumah tangga yang masih berusaha mengetuk pintu untuk membangunkan tidurnya, mulai merasa menyerah.Di telinga Bayu terpasang headset yang menyambungkan ke musik dari laptop. Sehingga ia tidak mendengar bunyi ketukan itu.Akhirnya wanita berumur 40 tahun yang bernama Halimah memutuskan untuk kembali ke lantai satu, setelah ia mengira usahanya sia-sia.Anggara melihat ke arah tangga, asisten rumah tangga itu berjalan seorang diri menuju ke arahnya.“Mohon maaf tuan dan nona, mas Bayu masih tidur sepertinya. Sudah saya coba membangunkan, namun pintu kamar tidak juga dibuka.” Ujarnya memberitahu, kepalanya menunduk hormat.Anggara paham, meskipun ia tidak terima dengan sikap Bayu yang seenaknya. Bayu bisa tidur nyenyak sementara kekasihnya sedang berharap-harap cemas.“Baiklah, bik. Tidak apa, biar saya tunggu di sini.” Jawab Anggara dengan ramah.Halimah pa
Bayu menerima setiap pukulan yang dilayangkan Dany pada dadanya. Dia kini sudah sadar akan kesalahannya, dan pantas untuk menerima kemarahan Dany. Masalah ini adalah kesalahan dari hasil perbuatan mereka berdua. Tak seharusnya Dany menanggungnya sendirian. Kembali Bayu mengingat akan kesendiriannya selama satu Minggu ini tinggal di rumah orang tuanya. Sikap kedua orang tuanya yang sangat cuek, mengabaikan keberadaannya di rumah. Bayu seperti hidup sebatang kara, meskipun kini dia berada satu rumah dengan orang tuanya.Saat ini dia telah memiliki kekasih yang tengah mengandung benihnya. Tak seharusnya ia menyia-nyiakan gadis ini. Gadis yang mau menerima kekurangannya meskipun Dany pernah menangkap basah perbuatannya yang tercela.Kini dia sudah tidak bisa berkelit lagi, selain menghadapi masalah ini bersama. Dia harus secepatnya bertemu dengan orang tuanya untuk membicarakan hal ini.“Gue janji akan bertanggung jawab, Beby. Kali ini gue berjanji.” Ujar Bayu, tanpa terasa air matanya i
Anggara tak menjawab ucapan Bayu. Dia segera meraih ponselnya dan melakukan panggilan ke om Bima.Tak berapa lama, pria di seberang sana menerima panggilan itu.“Halo om, maaf mengganggu. Om nanti kira-kira pulang jam berapa?” Tanya Anggara langsung tanpa basa-basi.“Nak Anggara, nanti kami usahakan pulang secepatnya. Apa ada terjadi sesuatu? Bayu sudah bangun kan?” Balas pria itu dari seberang telepon.“Bayu sudah bangun, ini ada yang mau saya bicarakan dengan om. Saya tunggu om di rumah ya, kalau bisa secepatnya om kembali ke rumah. Saya tunggu!” ucap Anggara dengan nada memerintah. Dalam hati Anggara sangat yakin om Bima akan menuruti permintaannya.“Baiklah Ang, kebetulan hari ini juga om gak terlalu sibuk. Nanti om usahakan pulang secepatnya. Mau bicara tentang apa Ang?” Tanya pria itu tampak penasaran. Bima takut jika hal yang nantinya dibicarakan menyangkut bisnis perusahaannya. Apalagi tadi Anggara mengatakan jika sebentar lagi dia akan belajar menggantikan Baskoro. Tentu Bim
Baskoro tak berniat melanjutkan perkaranya di meja hijau. Tentunya atas saran dari Anggara dan Akira. Meski Ester begitu jahat, namun Akira sangat mengasihi anak perempuan dari wanita itu. Alea masih terlalu kecil untuk bisa menanggung hasil dari perbuatan ibunya. Entah apa jadinya Alea, jika Baskoro masih mencoba menuntut Ester dan Yosi. Tentunya itu hal yang mudah bagi Baskoro yang ingin memberi hukuman terhadap orang yang telah menjebak putranya. Bukti sudah lengkap, dan siap untuk menjerat Ester dalam jeruji besi untuk mempertanggung jawabkan kesalahannya. Namun Akira selalu menyatakan jika dirinya merasa kasihan pada Alea yang nantinya ditinggal oleh kedua orang tuanya jika nantinya harus dipenjara. Sungguh Akira tidak bisa membayangkan nasib anak itu. Akira sendiri sudah mengalami kehilangan kedua orang tuanya di usianya yang ke 17 tahun. Dan dia mampu melewatinya, berkat kehadiran Anggara yang selalu menjaga dan menemani. Namun bisakah anak sekecil Alea hidup tanpa kedua
Kini Akira bersimpuh di depan pusara ayah dan ibu. Anggara terus memeluk bahu kekasihnya.Baskoro dan Ruth menghampiri keberadaan mereka.“Nak Akira, mama ikut berduka cita. Jika kamu ingin bercerita, mama siap menjadi tempat ceritamu. Kamu anak yang baik, pasti ayah dan ibumu sangat bangga.” Ruth mengusap lembut bahu Akira.“Terima kasih Tante. Maaf jika selama ini saya merepotkan keluarga Tante dan Anggara.” Ucapnya tulus. Ya, selama ini memang Anggara yang mengeluarkan biaya rumah sakit dan biaya pemakaman untuk kedua orang tuanya. Bahkan Anggara sudah menempatkan orang tuanya di pemakaman elit.“Tidak masalah, nak. Bahkan jika kamu membutuhkan sesuatu tolong sampaikan pada mama atau Anggara. Kami siap untuk membantu. Tolong jangan segan untuk bercerita pada kami. Ya sudah, mama pulang dulu, nanti mampirlah ke rumah, sayang.” Ujar Ruth menghibur.Akira mengangguk samar, dia mencium tangan Ruth namun wanita itu membalas memeluknya.Akira begitu merindukan sosok ibunya, hingga dia l
Ternyata ucapannya memang didengar oleh Lidiya, secara perlahan mata Lidiya terbuka dengan jemari yang mulai bergerak. Menandakan jika wanita itu sudah sadar dari tidur panjangnya.Akira begitu senang hingga memeluk tubuh wanita yang telah melahirkannya itu.“Ibu terima kasih sudah mendengar Lena.” Ucap Akira bahagia.Lidiya masih merasa lemah, sangat lemah hingga ingin mengucapkan sesuatu pun dia tak berdaya.Anggara menangkap gerakan lemah itu, hingga akhirnya dia membantu Lidiya untuk melepas masker oksigennya.“Ibu mau bicara sesuatu?” Tanya Anggara, dijawab dengan anggukan lemah Lidiya.“Lena, dimana ayah nak?” Suara Lidiya terdengar lirih dan sangat kecil. Dia bisa melihat wajah sedih putrinya. Namun dia ingin memastikan keadaan suaminya.“Ayah sudah di surga, Bu.” Akira menjawab dengan suara gemetar menahan tangis. Dia tidak ingin membuat ibunya sedih, namun dia tidak bisa untuk berbohong.Lidiya begitu terkejut hingga nafasnya kembali tersengal. Anggara panik dan segera memasa
Anggara menuntun langkah Akira untuk bisa melihat ibunya dalam jarak lebih dekat.“Ibu, bangun Bu. Ini Lena sudah datang Bu.” Ucap Akira berbisik, dia tidak ingin mengganggu istirahat ibunya. Diraihnya tangan lemah yang terkulai itu dalam genggamannya.“Ibu pasti bisa melewati ini semua. Lena akan terus di sini jaga ibu. Tolong bangun Bu.” Ucap Akira lirih dengan air mata terus menetes tanpa henti.Anggara berdiri di belakang Akira, mengusap lembut bahu Akira. Seakan ingin berbagi kekuatan.*****Lidiya masih terbaring koma, kini dia sudah dipindahkan di salah satu rumah sakit di Jakarta. Tentunya atas saran Anggara, dan Anggara yang menanggung semua biaya perawatan, termasuk biaya pemakaman Bustomo.Pagi ini sangat cerah, namun hati Akira diliputi kabut mendung mengawal kepergian ayahnya menuju tempat peristirahatan terakhir.Dany dan Bayu sudah berada di tempat pemakaman. Yeni dan Handoko juga turut hadir. Begitu pun Ruth dan Baskoro, Anggara sudah menceritakan pada mamanya. Dan ent
“Keluarga atas nama pasien Bustomo?” Ucap suster itu sembari mengedarkan pandangan. “Saya sus, saya keluarga Bustomo.” Tio melangkah semakin mendekati suster itu. “Maaf saya harus menyampaikan kabar ini.” Suster terlihat menarik nafas panjang. Tentunya membuat Tio berfirasat buruk akan kabar yang akan disampaikan. “Ada apa sus? Bagaimana keadaan kakak saya dan istrinya?” Ucap Tio terbata, dia berusaha menguatkan hati untuk menerima apapun kabar yang akan disampaikan oleh suster. “Pasien atas nama Bustomo tidak bisa diselamatkan.” Seperti mendengar petir di siang bolong, kabar itu membuat Tio syok. Matanya berkaca-kaca, hingga tubuhnya gemetar menahan kesedihan yang mendalam. “Apa benar sus? Apa saya tidak salah dengar?” Ucap Tio mencoba tidak mempercayai pendengarannya. “Mohon maaf, apa yang saya sampaikan tadi benar adanya. Pasien atas nama Bustomo tidak bisa terselamatkan. Bapak yang sabar.” Ulang suster itu dengan raut sedih. Tak hanya sekali ia menghadapi suasana pilu seper
Mata Anggara melotot sempurna. Dia sangat terkejut mendengar berita itu. Sungguh dia pun ingin segera ke rumah sakit tempat ibu dan ayah Akira dirawat.“Baiklah kita siap-siap sekarang.” Anggara segera bersiap-siap untuk melakukan perjalanan ke salah satu rumah sakit di Bogor. Sambil menunggu Akira menyelesaikan acara mandinya, Anggara menelpon pak Yanto untuk segera mengirim mobilnya ke rumah Akira. Dia mengirimkan titik lokasi alamat rumah Akira pada supirnya.Anggara hanya mencuci mukanya, lalu mengganti bajunya dengan kaos hitam polos dan celana jeans panjang.Kini dia tengah menunggu di halaman rumah, hingga tak lama Yanto datang dengan mobilnya. Anggara segera menghampiri.“Pak, nanti bapak pulang dengan taksi.” Anggara memberi beberapa lembar uang pada Yanto. Lalu kembali memasuki rumah untuk mencari keberadaan kekasihnya. Tanpa mengetuk pintu kamar, Anggara segera membuka pintu yang tak terkunci.“Sudah? Ayo kita berangkat sekarang.” Ajak Anggara, sebenarnya dia tidak tega m
“Ya, Yosi tentu kamu ingat. Dia yang sudah menjemput kita di bandara saat kita mengantar Dany menemui Bayu.” Jelas Anggara mencoba mengingatkan Akira.“Saat aku mengunjungi rumah wanita itu, Yosi berada di sana. Dan aku selalu mengikuti gerak-geriknya. Sepertinya Yosi dan wanita itu mempunyai hubungan. Namun ini hanya dugaanku saja.” Jelas Anggara.Kini Akira bingung untuk merespon seperti apa. Dalam hati dia merasa senang akan kabar baik itu. Namun dia juga merasa kasihan terhadap anak perempuan yang memanggil Anggara dengan sebutan papa. Kemungkinan anak itu hanya tahu jika Anggara adalah ayahnya.Bagaimana jika kenyataannya bukan?“Sayang? Kok diam? Kamu percaya kan sama aku? Besok aku akan menemui papa, dan nantinya hasil tes DNA itu akan aku jadikan bukti untuk pengajuan pembatalan nikah. Aku juga sudah mempunyai bukti rekaman ketika Yosi berada bersama wanita itu.” Diraihnya tangan Akira, menggenggam jemari gadis itu, dimana masih terpasang cincin berlian pemberiannya. Anggara m
Anggara melangkah menuju dapur, memindahkan bubur ayam di sebuah mangkok. Lalu membawanya masuk ke kamar. Mendapati Akira tengah berbaring namun matanya menatap kosong ke arah langit-langit kamar.“Sayang kita makan dulu, habis itu minum obat.” Ucapnya sembari menyendok bubur berisi kuah dan potongan daging ayam itu. Dan mengarahkannya ke mulut Akira. Meski awalnya menolak, namun Anggara terus memaksanya. Akira tidak bisa meminum obatnya dalam keadaan perut kosong.Akira menerima makanan itu hingga beberapa suap. Suapan berikutnya, Akira menolak. Anggara tak memaksanya lagi, kini dia meraih obat yang terbungkus dalam plastik. Mengeluarkannya satu tablet lalu mengambil gelas berisi air putih. Membantu Akira untuk meminum obatnya.Anggara segera menyelimuti tubuh kekasihnya. Sesekali meletakkan telapak tangannya di dahi Akira untuk memastikan suhu tubuhnya.Menggenggam tangan Akira yang terkulai di sisi tubuhnya. Menatap wajah pucat Akira dengan rasa cemas.Dia tidak akan mengatakan apa
Anggara terpaksa meraih Alea dari pangkuan Ester. Meskipun dia tahu Alea bukanlah anaknya, namun dia merasa kasihan melihat wajah kecil itu menangis terisak.Sekilas Anggara melihat ke belakang, ke arah dimana Akira duduk. Mendapati tempat duduk itu sudah kosong. Mencari keberadaan Akira di sekeliling ruangan itu, namun tak juga mendapati sosok Akira di sana.Anggara memutuskan untuk memulangkan Ester dan anaknya agar tak mengganggu suasana orang-orang yang sedang berkunjung ke restoran. Dia tahu kini mereka menjadi pusat perhatian.Anggara segera melangkah menuju kasir, membayar makanan yang sudah terlanjur dipesan namun belum dimakan.Lalu segera melangkah keluar dari restoran, diikuti oleh Ester yang tersenyum puas. Dia berpikir rencananya telah berhasil menaklukan hati Anggara. Kini dia bisa mendapatkan Anggara kembali, menikmati kekayaan sang papa mertua. Ester pun melenggang tanpa menghiraukan tatapan orang-orang di sana.Anggara memesan sebuah taksi, lalu menyuruh Ester untuk d