“Selamat pagi Bos, selamat pagi nyonya—” sapaannya berhenti ketika melihat keberadaan Anggara di sana. Firasatnya mendadak tidak enak. Apakah panggilan kali ini karena bocah itu yang telah mengadu pada bos besar?Namun Yosi mencoba untuk menetralkan rasa was-wasnya. Hingga dia tak berniat menyapa Anggara yang berdiri menatapnya di sudut ruangan. Posisinya masih berdiri sembari menunduk.“Aku tak mau banyak basa-basi. Langsung ke inti permasalahan.” Ucap Baskoro dengan tatapan tajam. Yosi tidak berani membalas tatapan bosnya. Dia masih menundukkan wajahnya dan menunggu dengan hati cemas.“Kau bisa jelaskan, tujuanmu apa berada di rumah wanita itu?” Lanjut Baskoro.Deg, ternyata benar dugaannya anak bosnya telah mengadu. Kini tamatlah riwayatnya. Yosi tidak bisa berkelit, dia mencari-cari alasan yang tepat, namun tak juga menemukannya.“Hay, apa kau tuli? Jawab pertanyaanku!” Hardik Baskoro tak sabar.“Maaf bos, saya bukan bermaksud merahasiakan ini, tapi yang meminta saya ke sana adal
Langkahnya tergesa-gesa turun menuju lantai dasar. Lalu buru-buru menyeberangi jalanan untuk mencapai hotel dimana Anggara berada.Dia mencoba menghubungi Anggara, namun justru panggilan tak terhubung. Sepertinya ponsel Anggara dalam keadaan mati.Meski ragu, Akira menghampiri meja resepsionis. Dan memintanya untuk menelpon kamar Anggara.“Permisi apa boleh saya minta tolong?” Ucap Akira.“Ada yang bisa kami bantu nona?” tanya pria yang menjadi resepsionis.“Saya ingin menemui seseorang. Apa bisa tolong di hubungi ke nomor kamarnya. Namanya Septian Anggara?”“Tuan Anggara? Tentu bisa nona, mohon di tunggu.” Pria itu menekan tombol pada telepon intercom, dan menghubungkannya ke kamar Anggara. Namun tak juga diangkat oleh sang pemilik kamar.“Maaf nona, sepertinya tuan Anggara sedang sibuk, atau sedang tidak berada di kamarnya.” Jelas pria itu.Akira kembali berpikir, apa dia tadi salah melihat? Sebenarnya bukanlah Anggara yang dilihatnya tadi?“Jika nona ingin mengecek langsung, pelaya
“Jangan pergi dulu, sayang. Tunggulah lagi sebentar, aku masih ingin melihatmu.” Bisik Anggara di depan daun telinga Akira. Hembusan nafas pemuda itu menggelitiknya, membuat Akira merasa sedikit tegang.Akira terdiam mencoba menormalkan detak jantungnya yang berdegup semakin cepat. Anggara pun sama, terdiam menikmati aroma parfum yang melekat di tubuh gadis itu, sembari menutup mata.Namun Akira tidak ingin larut dalam suasana yang menjebaknya pada rasa nyaman. Dengan sedikit meronta, Akira berusaha lepas dari pelukan Anggara.Hal yang tak terduga terjadi, saat hendak melepas pelukan Anggara, tiba-tiba dirinya tergelincir oleh permukaan lantai yang licin. Membuatnya jatuh, namun dengan sigap Anggara menangkap tubuhnya sebelum sejengkal lagi akan mendarat ke permukaan lantai. Tangan lebar Anggara berada di belakang kepala Akira agar kepala gadis itu tetap aman, tidak terbentur. Sementara tangannya yang lain melindungi punggung Akira dengan posisi melingkar. Kini wajah mereka berhadapa
Anggara membiarkan gadis itu menikmati keinginannya, dia pun merasa senang karena merasa Akira telah menerimanya kembali.Namun Anggara ingin menjaga nama baik Akira, tentunya dengan kehadiran wanita ular itu yang sangat mengusik ketenangannya, membuatnya harus lebih waspada. Anggara tidak ingin membuat Akira malu di depan teman-temannya. Apalagi Ester sangat bar-bar, tidak pernah melihat situasi dan kondisi ketika hendak berbicara.Dia sudah hampir menemukan titik temu permasalahannya, tinggal bukti selanjutnya yang akan keluar beberapa hari lagi.Anggara melirik jam di layar ponselnya, masih sebelas malam. Namun dia ingin mengantar Akira ke kamar orang tuanya, dia ingin menjaga hubungan baik yang sudah terjalin antara dia dan Lidiya. Tak ingin Lidiya menganggapnya lelaki yang merusak anak gadisnya dengan tidur sekamar dengan Akira, meskipun tak melakukan hal yang tak pantas.“Sayang, aku antar sekarang ya? Bukankah besok kamu harus bangun pagi?” Tanya Anggara, dia tak dapat melihat
“Terima kasih banyak ya nak. Ibu percaya kamu sudah menjaga anak ibu. Terima kasih juga oleh-olehnya. Titip salam untuk mamamu.” Ucap Lidiya sembari tersenyum ramah.Seketika senyum merekah di bibir Anggara. Senyum yang jarang terlihat, namun kini diperlihatkan pada ibu dari gadis yang dicintai.“Baik Bu, nanti saya sampaikan salam ibu pada mama. Saya pamit dulu, selamat malam.” Pamit Anggara lalu melangkah meninggalkan wanita paruh baya itu dengan hati yang berbunga-bunga.Lidiya kembali ke kamar, menghampiri anak gadisnya yang kini duduk di tepi ranjang, sedangkan Bustomo masih berada di kamar mandi.“Lena, tadi keluar kok gak bilang ke ibu?” Tanya Lidiya pada putrinya.“Ibu dan ayah sudah tidur, Lena takut mengganggu. Maaf ya Bu, Lena sudah bikin ibu khawatir dan membuat ayah marah.” Ucap Akira meminta maaf dengan tulus. Jika tahu akhirnya membuat ayahnya marah tentu ia tidak akan mengulur-ulur waktu selama berada di kamar Anggara. Hatinya terlalu nyaman untuk meninggalkan Anggara.
Pagi itu, Anggara sengaja bangun lebih pagi. Dia sudah tampil dengan baju formalnya, setelan jas hitam dan kemeja lengkap dengan dasi. Nantinya dia akan pergi ke kantor bersama papanya. Namun sebelum pergi, Anggara ingin mengantar kepergian Akira.Anggara melangkah keluar dari kamarnya. Niatnya ingin bertemu Akira meskipun nantinya harus menghadapi ayah Akira yang pemarah.Namun hal itu tak menyurutkan niatnya untuk bertemu dengan gadis yang dicintainya.Sebelumnya, pagi-pagi sekali Anggara sudah mengirim pesan singkat ke Akira, namun gadis itu tak kunjung membalasnya.Anggara berjalan kaki menaiki tangga ke lantai tiga, tatapan wanita yang menunggu di meja resepsionis tampak terpukau melihat penampilan Anggara. Dia sangat ingat, pemuda yang pertama kali ia lihat dengan jaket dan helm Go-Jek. Ternyata hanya samaran saja. Lihatlah sekarang Anggara dengan setelan formal, tidak ada satu wanita pun yang mampu menolak pesona dari Septian Anggara.Namun wanita itu sangat kecewa karena pemu
Akira meraih tangan Ruth dan menciumnya. Namun respon Ruth malah memeluk Akira.“Kapan-kapan kita ngobrol lagi ya, nanti suruh Anggara buat antar kamu main ke rumah Tante.” Bisik Ruth pada Akira.Akira meresponnya dengan mengangguk.“Baiklah Tante ke kamar dulu. Salam buat orang tuamu.” lanjut Ruth, sembari mengurai pelukannya.“Baik Tante.” Jawab Akira. Kini giliran Akira berhadapan dengan Baskoro yang kaku.Dia mengulurkan tangan untuk meraih tangan Baskoro, Ruth sebenarnya agak cemas terhadap respon suaminya. Namun hal tak terduga, Baskoro menyambut uluran tangan Akira.Awal yang bagus untuk kelangsungan hubungan Anggara dan Akira.Anggara kembali mengantar Akira kembali ke kamarnya. Rencananya sudah berhasil untuk mempertemukan Akira dengan papanya.Dia tak perlu bertanya tentang tanggapan orang tuanya tentang gadis yang dia bawa, tentunya Anggara sudah melihatnya langsung jika papanya merespon baik.“Sayang, jangan lupa kirim kabar ke aku. Tolong balas pesanku.” Ucap Anggara semb
Anggara melirik ke arah pak Beni sesaat, dia belum pernah melakukan perjalanan jauh. Apalagi perjalanan itu nantinya berhubungan dengan urusan bisnis.Pak Beni mengangguk untuk mengisyaratkan agar menerima tawaran tersebut, tentunya itu hal yang baik. Karena penawaran mister Hiro begitu menjanjikan. Sama seperti sebelumnya, Baskoro selalu menerima tawaran dari klien penting kalau sekiranya menguntungkan untuk perusahaannya.“Baiklah, nanti saya sampaikan kepada papa tentang tawaran mister. Tentunya kami tidak akan mengecewakan mister.” Ucap Anggara akhirnya.Beberapa pelayan memasuki ruangan itu, membawa beberapa menu santap makan siang. Menatanya dengan rapi di meja besar yang sudah tersedia di sana.“Ayo, silahkan makan.” Mister Hiro mengajak Anggara dan Beni untuk mulai menikmati makan siang.Anggara telah berhasil menjalani pertemuan kali ini, mister Hiro salut akan kecerdasan yang dimiliki oleh putra Baskoro. Di usia yang masih dua puluh tahun, namun mampu mengimbangi obrolan-obr