Anggara melirik ke arah pak Beni sesaat, dia belum pernah melakukan perjalanan jauh. Apalagi perjalanan itu nantinya berhubungan dengan urusan bisnis.Pak Beni mengangguk untuk mengisyaratkan agar menerima tawaran tersebut, tentunya itu hal yang baik. Karena penawaran mister Hiro begitu menjanjikan. Sama seperti sebelumnya, Baskoro selalu menerima tawaran dari klien penting kalau sekiranya menguntungkan untuk perusahaannya.“Baiklah, nanti saya sampaikan kepada papa tentang tawaran mister. Tentunya kami tidak akan mengecewakan mister.” Ucap Anggara akhirnya.Beberapa pelayan memasuki ruangan itu, membawa beberapa menu santap makan siang. Menatanya dengan rapi di meja besar yang sudah tersedia di sana.“Ayo, silahkan makan.” Mister Hiro mengajak Anggara dan Beni untuk mulai menikmati makan siang.Anggara telah berhasil menjalani pertemuan kali ini, mister Hiro salut akan kecerdasan yang dimiliki oleh putra Baskoro. Di usia yang masih dua puluh tahun, namun mampu mengimbangi obrolan-obr
Selama Anggara berada di Jepang, Akira melakukan aktivitasnya seperti biasa. Sepulang sekolah, kadang berkunjung ke rumah Dany dan Bayu. Akira mempunyai beberapa teman di sekolahnya, namun tidak ada teman sedekat dirinya dengan Dany.Sementara itu Bayu memutuskan untuk bekerja di perusahaan Anggara Widjaja. Atas bantuan Anggara, meskipun pendidikannya tak memenuhi syarat menjadi pegawai di sana. Bayu menjadi content marketing, sesuai dengan keahlian yang dia miliki.Mereka berdua menghuni rumah lama Bayu. Terkadang Bu Yeni datang menjenguk putrinya, untuk memantau kondisi Dany yang tengah hamil.Usia kandungannya sudah menginjak tiga bulan, Dany sudah tidak mengalami mual yang berlebihan. Semenjak tinggal serumah dengan suami, nafsu makannya bertambah. Mungkin itu sudah menjadi keinginan sang jabang bayi, untuk berada di dekat papanya.Hari itu Akira mengunjungi rumah Bayu. Menemukan hanya Dany yang berada di rumah besar berlantai dua. Dany tampak senang dengan kedatangan sahabatnya.
Akira menutup kembali gorden, dan bersiap untuk membuka pintu dengan hati berdebar tak menentu.Pintu terbuka dan senyum Anggara menyambutnya. Sungguh membuat hati Akira meleleh. Akira berhamburan memeluk Anggara, dia sudah tidak peduli dengan masalah mereka yang belum menemukan solusi.Akira sangat mencintai pemuda itu, cinta pertamanya. Dia begitu merindukan Anggara.Anggara senang melihat respon gadis itu, dia membalas pelukan Akira dengan senyum merekah. Menghirup aroma puncak kepala gadis itu, aroma yang selalu ia rindukan setiap waktu.“Maaf, sayang. Terlalu lama aku pergi.” Ujar Anggara dengan lembut.Akira terdiam tak menjawab. Tempat yang begitu nyaman untuknya bersandar adalah di dada Anggara. Dia bisa mendengar detak jantung pemuda itu. Dia bisa menghirup aroma parfum maskulin Anggara, yang selalu dia rindukan.Anggara mencium sekilas dahi Akira, lalu kembali meletakkan dagunya di puncak kepala Akira.Membiarkan posisi itu hingga beberapa menit. Tangannya terulur untuk memb
Anggara terpaksa meraih Alea dari pangkuan Ester. Meskipun dia tahu Alea bukanlah anaknya, namun dia merasa kasihan melihat wajah kecil itu menangis terisak.Sekilas Anggara melihat ke belakang, ke arah dimana Akira duduk. Mendapati tempat duduk itu sudah kosong. Mencari keberadaan Akira di sekeliling ruangan itu, namun tak juga mendapati sosok Akira di sana.Anggara memutuskan untuk memulangkan Ester dan anaknya agar tak mengganggu suasana orang-orang yang sedang berkunjung ke restoran. Dia tahu kini mereka menjadi pusat perhatian.Anggara segera melangkah menuju kasir, membayar makanan yang sudah terlanjur dipesan namun belum dimakan.Lalu segera melangkah keluar dari restoran, diikuti oleh Ester yang tersenyum puas. Dia berpikir rencananya telah berhasil menaklukan hati Anggara. Kini dia bisa mendapatkan Anggara kembali, menikmati kekayaan sang papa mertua. Ester pun melenggang tanpa menghiraukan tatapan orang-orang di sana.Anggara memesan sebuah taksi, lalu menyuruh Ester untuk d
Anggara melangkah menuju dapur, memindahkan bubur ayam di sebuah mangkok. Lalu membawanya masuk ke kamar. Mendapati Akira tengah berbaring namun matanya menatap kosong ke arah langit-langit kamar.“Sayang kita makan dulu, habis itu minum obat.” Ucapnya sembari menyendok bubur berisi kuah dan potongan daging ayam itu. Dan mengarahkannya ke mulut Akira. Meski awalnya menolak, namun Anggara terus memaksanya. Akira tidak bisa meminum obatnya dalam keadaan perut kosong.Akira menerima makanan itu hingga beberapa suap. Suapan berikutnya, Akira menolak. Anggara tak memaksanya lagi, kini dia meraih obat yang terbungkus dalam plastik. Mengeluarkannya satu tablet lalu mengambil gelas berisi air putih. Membantu Akira untuk meminum obatnya.Anggara segera menyelimuti tubuh kekasihnya. Sesekali meletakkan telapak tangannya di dahi Akira untuk memastikan suhu tubuhnya.Menggenggam tangan Akira yang terkulai di sisi tubuhnya. Menatap wajah pucat Akira dengan rasa cemas.Dia tidak akan mengatakan apa
“Ya, Yosi tentu kamu ingat. Dia yang sudah menjemput kita di bandara saat kita mengantar Dany menemui Bayu.” Jelas Anggara mencoba mengingatkan Akira.“Saat aku mengunjungi rumah wanita itu, Yosi berada di sana. Dan aku selalu mengikuti gerak-geriknya. Sepertinya Yosi dan wanita itu mempunyai hubungan. Namun ini hanya dugaanku saja.” Jelas Anggara.Kini Akira bingung untuk merespon seperti apa. Dalam hati dia merasa senang akan kabar baik itu. Namun dia juga merasa kasihan terhadap anak perempuan yang memanggil Anggara dengan sebutan papa. Kemungkinan anak itu hanya tahu jika Anggara adalah ayahnya.Bagaimana jika kenyataannya bukan?“Sayang? Kok diam? Kamu percaya kan sama aku? Besok aku akan menemui papa, dan nantinya hasil tes DNA itu akan aku jadikan bukti untuk pengajuan pembatalan nikah. Aku juga sudah mempunyai bukti rekaman ketika Yosi berada bersama wanita itu.” Diraihnya tangan Akira, menggenggam jemari gadis itu, dimana masih terpasang cincin berlian pemberiannya. Anggara m
Mata Anggara melotot sempurna. Dia sangat terkejut mendengar berita itu. Sungguh dia pun ingin segera ke rumah sakit tempat ibu dan ayah Akira dirawat.“Baiklah kita siap-siap sekarang.” Anggara segera bersiap-siap untuk melakukan perjalanan ke salah satu rumah sakit di Bogor. Sambil menunggu Akira menyelesaikan acara mandinya, Anggara menelpon pak Yanto untuk segera mengirim mobilnya ke rumah Akira. Dia mengirimkan titik lokasi alamat rumah Akira pada supirnya.Anggara hanya mencuci mukanya, lalu mengganti bajunya dengan kaos hitam polos dan celana jeans panjang.Kini dia tengah menunggu di halaman rumah, hingga tak lama Yanto datang dengan mobilnya. Anggara segera menghampiri.“Pak, nanti bapak pulang dengan taksi.” Anggara memberi beberapa lembar uang pada Yanto. Lalu kembali memasuki rumah untuk mencari keberadaan kekasihnya. Tanpa mengetuk pintu kamar, Anggara segera membuka pintu yang tak terkunci.“Sudah? Ayo kita berangkat sekarang.” Ajak Anggara, sebenarnya dia tidak tega m
“Keluarga atas nama pasien Bustomo?” Ucap suster itu sembari mengedarkan pandangan. “Saya sus, saya keluarga Bustomo.” Tio melangkah semakin mendekati suster itu. “Maaf saya harus menyampaikan kabar ini.” Suster terlihat menarik nafas panjang. Tentunya membuat Tio berfirasat buruk akan kabar yang akan disampaikan. “Ada apa sus? Bagaimana keadaan kakak saya dan istrinya?” Ucap Tio terbata, dia berusaha menguatkan hati untuk menerima apapun kabar yang akan disampaikan oleh suster. “Pasien atas nama Bustomo tidak bisa diselamatkan.” Seperti mendengar petir di siang bolong, kabar itu membuat Tio syok. Matanya berkaca-kaca, hingga tubuhnya gemetar menahan kesedihan yang mendalam. “Apa benar sus? Apa saya tidak salah dengar?” Ucap Tio mencoba tidak mempercayai pendengarannya. “Mohon maaf, apa yang saya sampaikan tadi benar adanya. Pasien atas nama Bustomo tidak bisa terselamatkan. Bapak yang sabar.” Ulang suster itu dengan raut sedih. Tak hanya sekali ia menghadapi suasana pilu seper