Kini sepasang kekasih itu telah berada di klinik, Anggara menggenggam tangan Akira menuju ruangan tempat Dany dirawat.Dari depan pintu ruangan, Anggara dan Akira mendengar suara Dany dan Bayu yang tengah terlibat dalam obrolan.Seketika Anggara menghentikan langkah mereka tepat di depan pintu.“Sayang, kita tunggu di luar dulu.” Ajak Anggara, lalu menuntun langkah mereka untuk duduk di kursi tunggu.Sementara di dalam ruangan Bayu berusaha menjelaskan pada kekasihnya dengan hal yang terjadi.“Beb, gue minta maaf. Gue khilaf, gue gak sadar ngelakuinnya.” Ucap Bayu dengan tangan yang terulur untuk meraih tangan gadis itu. Namun Dany sengaja menjauhkan tangannya.Ketika ia tersadar tadi, pandangannya langsung tertuju pada Bayu yang tengah menatap ke arah layar ponselnya. Emosinya seketika kembali memuncak mengingat apa yang telah dilihatnya tadi pagi-pagi buta.“Sudah cukup Bay, gue sudah salah pilih. Untuk kali ini gue gak akan maafin lu. Lu sudah tega selingkuhim gue.” Ucap Dany denga
Akira merasa sangat kasian pada nasib sahabatnya itu dia meraih Dany ke dalam pelukannya, agar Dany bisa membagi beban dalam hatinya. Dia juga merasa bersalah karena semenjak Dany berada di rumahnya selama beberapa hari ini, Dany semakin berani keluar hingga larut malam. Kejadian di villa itu bukan yang pertama kalinya, berarti sudah jauh hari sahabatnya itu melakukan perbuatan zinah.“Na, gimana gue bilang ke nyokap bokap? Gue gak mau hamil, Na. Gue belum siap!” Ucap Dany terisak dalam pelukan sahabatnya.“Gue juga bingung Dan, lebih baik kita diskusikan dengan Bayu ya.” Suara Akira berbisik, dia tidak ingin pembicaraan mereka didengar oleh dokter itu."Gue takut Bayu gak mau tanggung jawab, Na." ucap Dany terdengar pilu. Suaranya sangat pelan, dia tidak ingin dokter Vivi mendengar ucapannya."Bayu pasti tanggung jawab Dan, kalian kan saling mencintai." Akira berusaha meyakinkan akan keraguan temannya. Namun dia belum tahu cerita di balik itu, Dany belum bercerita tentang kekasihnya
Akira menepuk bahu Dany, dia sendiri juga merasa kasihan. Entah nanti apa yang akan dilakukan Dany menghadapi masalah yang begitu besar.Dany yang tahu akan kepergian Bayu setelah mendengar ucapannya menjadi sangat terpukul. Dia begitu ingat akan janji pemuda itu untuk selalu bertanggung jawab ketika mereka melakukan perbuatan terlarang itu untuk pertama kalinya. Dia pun sangat ingat Bayu memakai pengaman pada permainan mereka yang pertama.Namun selanjutnya dia baru sadar bahwa pemuda itu tak lagi memakai pengaman. Hal itu menimbulkan penyesalan yang mendalam pada diri Dany. Selama ini dia jarang berhubungan serius dengan seorang pemuda. Baru kali ini dia sangat mempercayai seorang pemuda, karena cintanya yang begitu besar pada pemuda itu.Apa nantinya yang harus Dany katakan kepada kedua orang tuanya?Dany takut, begitu takut orang tuanya akan marah. Usianya masih belum matang untuk menerima kehadiran janin dalam perutnya. Umurnya masih terlalu muda jika harus putus sekolah untuk me
Anggara meminta Bayu untuk bertanggung jawab dan berbicara pada orang tuanya serta orang tua Dany. Karena masalah seperti tidak bisa mereka selesaikan sendiri tanpa campur tangan dari kedua orang tuanya. Namun Bayu merasa ragu menghadapi kemarahan orang tuanya nantinya, apalagi dia juga harus menghadapi orang tua Dany, seakan nyalinya menciut.“Ngapain lu masih di luar, Bay?” Sentak Anggara membuat Bayu menoleh ke arahnya.“Gue nunggu kalian berdua.” Ucap Bayu mencari alasan. Posisinya sekarang sangat sulit, ingin masuk namun pasti Dany akan sangat marah. Ingin meninggalkan tempat itu namun mobilnya masih dikuasai Anggara.“Buruan masuk!” Suruh Anggara sembari menarik paksa tangan Bayu. Bayu kini pasrah akan nasibnya.Anggara memberikan bungkusan di tangannya yang berisi bubur ayam pada Bayu.“Ni lu kasih ke Dany.” Ucapnya lalu membiarkan Bayu melangkah paling depan. Dia sengaja menahan langkah Akira agar tidak mendahului.Bayu mulai membuka pintu dengan sangat hati-hati. Di dalam, Ba
“Ang.”Deg, panggilan Akira membuat Anggara was-was. Dia mengira gadis itu akan penasaran dan berniat untuk menginterogasinya tentang ucapan Bayu tadi. Dia memutar langkah perlahan, dan menatap ke arah Akira.“Hum?”“Kita gak masuk ke dalam?” Perasaan lega seketika mengalir dalam diri Anggara, Akira tidak membahas perkataan Bayu. Hal itu membuat Anggara bisa bernafas dengan lega. Dia tidak berniat untuk menyembunyikan masa lalunya pada Akira, suatu saat dia akan mengatakan kebenaran tentang masa lalunya. Namun saat ini bukan waktu yang tepat karena hubungan mereka baru saja terjalin. Dan Anggara telah merenggut mahkota kewanitaan gadis itu, sangatlah tidak mungkin jika nantinya dia menciptakan masalah yang membuat Akira menjauhinya dan membencinya.Entah mengapa perasaannya kali ini sangatlah berbeda dari sebelumnya. Mungkin baru kali ini ia menemukan gadis polos seperti Akira. Berbeda dengan gadis yang dulunya pernah sangat dekat dengannya. Cintanya sangatlah besar pada gadis ini, s
Tangan Akira mulai bergerak mempersiapkan bahan-bahan makanan untuk dia kupas dan potong. Dia berniat akan memasak sup ayam.Dia sangat ingat cara memasak itu, karena dia sering membantu ibunya di dapur.Kurang dari satu jam masakan sederhana itu sudah matang dan terhidang di atas meja makan. Kini dia mulai membuat nasi.Sembari menunggu nasi matang, Akira memainkan ponselnya. Dia ingin menanyakan keberadaan orang tuanya saat ini.[Bu, sudah sampai mana?] Ia mengetik pesan itu dan dikirim ke ibunya. Namun beberapa menit masih tidak ada balasan. Sehingga dia mulai membuka sosial media, untuk mengatasi kebosanannya.Dia melihat dalam story pada akun Bayu, yang kini tengah berada di rumah sakit. Foto itu memperlihatkan Argi yang tengah terbaring dalam keadaan tidur. Sepertinya keadaan pemuda itu mulai membaik, terlihat dari wajah Argi yang telah tak mengenakan masker oksigen. Namun keadaannya masih sama, wajah tampan itu masih terlihat pucat, dengan luka di wajahnya yang sedikit mengerin
Tak terasa hari berlalu dengan cepat. Pagi itu di sebuah ruangan di rumah sakit, seorang pemuda terbangun karena rasa sakit yang terus mendera kepalanya. Dia melirik sekilas ke arah kedua orang tuanya yang tengah tidur dengan posisi duduk. Dia tak kuasa membangunkan tidur nyenyak kedua orang tuanya. Bukan karena rasa tidak enak hati, namun dia tidak mampu berucap. Rasa sakit pada tenggorokannya membuatnya tidak bisa bersuara. Argi mencengkeram kuat kepalanya yang masih terbalut perban dengan sebelah tangannya. Wajahnya meringis menahan rasa sakit itu. Dia sendiri tidak tahu apa yang membuat kepalanya terasa mau pecah. Hingga pergerakannya tidak sengaja membuat gelas yang berada di nakas samping tempat tidur, terjatuh di lantai. Bunyi pecahan kaca pada permukaan lantai terdengar membangunkan sepasang suami istri yang tengah tertidur. Sang istri terlebih dahulu membuka matanya, pandangannya langsung terarah pada anaknya yang tengah meringkuk di atas kasur. Wajahnya meringis menaha
Pagi itu di kamar, kedua gadis masih bergelung dalam selimut. Udara dingin dari pendingin ruangan membuat tidur mereka sangat lelap.Semalam mereka menghabiskan waktu dengan berkumpul dan bercerita dengan kedua orang tua Akira. Dany mampu berpura-pura untuk menunjukkan sikap normal di hadapan kedua orang tua Akira. Wajahnya yang sedikit sembab dia tutupi dengan polesan make-up tipis.Meskipun masih terlihat sedikit bengkak di matanya, namun dia mengatakan jika dirinya tengah kelelahan dan kurang tidur pada malam hari. Dan ucapannya mampu membuat kedua orang tua Akira untuk mempercayai.Dany mampu menutupi semua masalahnya dengan keceriaan yang dibuat-buat, sehingga tidak membuat orang lain curiga.Hingga sampai tengah malam mereka mengobrol, dan ibu Lidiya sempat melakukan panggilan video ke orang tua Dany. Kedekatan ibu Akira dengan keluarga Dany sudah berlangsung sejak mereka menginjak bangku Sekolah Menengah Pertama. Bunyi alarm terdengar memenuhi ruangan. Membuat salah satu gadis
Baskoro tak berniat melanjutkan perkaranya di meja hijau. Tentunya atas saran dari Anggara dan Akira. Meski Ester begitu jahat, namun Akira sangat mengasihi anak perempuan dari wanita itu. Alea masih terlalu kecil untuk bisa menanggung hasil dari perbuatan ibunya. Entah apa jadinya Alea, jika Baskoro masih mencoba menuntut Ester dan Yosi. Tentunya itu hal yang mudah bagi Baskoro yang ingin memberi hukuman terhadap orang yang telah menjebak putranya. Bukti sudah lengkap, dan siap untuk menjerat Ester dalam jeruji besi untuk mempertanggung jawabkan kesalahannya. Namun Akira selalu menyatakan jika dirinya merasa kasihan pada Alea yang nantinya ditinggal oleh kedua orang tuanya jika nantinya harus dipenjara. Sungguh Akira tidak bisa membayangkan nasib anak itu. Akira sendiri sudah mengalami kehilangan kedua orang tuanya di usianya yang ke 17 tahun. Dan dia mampu melewatinya, berkat kehadiran Anggara yang selalu menjaga dan menemani. Namun bisakah anak sekecil Alea hidup tanpa kedua
Kini Akira bersimpuh di depan pusara ayah dan ibu. Anggara terus memeluk bahu kekasihnya.Baskoro dan Ruth menghampiri keberadaan mereka.“Nak Akira, mama ikut berduka cita. Jika kamu ingin bercerita, mama siap menjadi tempat ceritamu. Kamu anak yang baik, pasti ayah dan ibumu sangat bangga.” Ruth mengusap lembut bahu Akira.“Terima kasih Tante. Maaf jika selama ini saya merepotkan keluarga Tante dan Anggara.” Ucapnya tulus. Ya, selama ini memang Anggara yang mengeluarkan biaya rumah sakit dan biaya pemakaman untuk kedua orang tuanya. Bahkan Anggara sudah menempatkan orang tuanya di pemakaman elit.“Tidak masalah, nak. Bahkan jika kamu membutuhkan sesuatu tolong sampaikan pada mama atau Anggara. Kami siap untuk membantu. Tolong jangan segan untuk bercerita pada kami. Ya sudah, mama pulang dulu, nanti mampirlah ke rumah, sayang.” Ujar Ruth menghibur.Akira mengangguk samar, dia mencium tangan Ruth namun wanita itu membalas memeluknya.Akira begitu merindukan sosok ibunya, hingga dia l
Ternyata ucapannya memang didengar oleh Lidiya, secara perlahan mata Lidiya terbuka dengan jemari yang mulai bergerak. Menandakan jika wanita itu sudah sadar dari tidur panjangnya.Akira begitu senang hingga memeluk tubuh wanita yang telah melahirkannya itu.“Ibu terima kasih sudah mendengar Lena.” Ucap Akira bahagia.Lidiya masih merasa lemah, sangat lemah hingga ingin mengucapkan sesuatu pun dia tak berdaya.Anggara menangkap gerakan lemah itu, hingga akhirnya dia membantu Lidiya untuk melepas masker oksigennya.“Ibu mau bicara sesuatu?” Tanya Anggara, dijawab dengan anggukan lemah Lidiya.“Lena, dimana ayah nak?” Suara Lidiya terdengar lirih dan sangat kecil. Dia bisa melihat wajah sedih putrinya. Namun dia ingin memastikan keadaan suaminya.“Ayah sudah di surga, Bu.” Akira menjawab dengan suara gemetar menahan tangis. Dia tidak ingin membuat ibunya sedih, namun dia tidak bisa untuk berbohong.Lidiya begitu terkejut hingga nafasnya kembali tersengal. Anggara panik dan segera memasa
Anggara menuntun langkah Akira untuk bisa melihat ibunya dalam jarak lebih dekat.“Ibu, bangun Bu. Ini Lena sudah datang Bu.” Ucap Akira berbisik, dia tidak ingin mengganggu istirahat ibunya. Diraihnya tangan lemah yang terkulai itu dalam genggamannya.“Ibu pasti bisa melewati ini semua. Lena akan terus di sini jaga ibu. Tolong bangun Bu.” Ucap Akira lirih dengan air mata terus menetes tanpa henti.Anggara berdiri di belakang Akira, mengusap lembut bahu Akira. Seakan ingin berbagi kekuatan.*****Lidiya masih terbaring koma, kini dia sudah dipindahkan di salah satu rumah sakit di Jakarta. Tentunya atas saran Anggara, dan Anggara yang menanggung semua biaya perawatan, termasuk biaya pemakaman Bustomo.Pagi ini sangat cerah, namun hati Akira diliputi kabut mendung mengawal kepergian ayahnya menuju tempat peristirahatan terakhir.Dany dan Bayu sudah berada di tempat pemakaman. Yeni dan Handoko juga turut hadir. Begitu pun Ruth dan Baskoro, Anggara sudah menceritakan pada mamanya. Dan ent
“Keluarga atas nama pasien Bustomo?” Ucap suster itu sembari mengedarkan pandangan. “Saya sus, saya keluarga Bustomo.” Tio melangkah semakin mendekati suster itu. “Maaf saya harus menyampaikan kabar ini.” Suster terlihat menarik nafas panjang. Tentunya membuat Tio berfirasat buruk akan kabar yang akan disampaikan. “Ada apa sus? Bagaimana keadaan kakak saya dan istrinya?” Ucap Tio terbata, dia berusaha menguatkan hati untuk menerima apapun kabar yang akan disampaikan oleh suster. “Pasien atas nama Bustomo tidak bisa diselamatkan.” Seperti mendengar petir di siang bolong, kabar itu membuat Tio syok. Matanya berkaca-kaca, hingga tubuhnya gemetar menahan kesedihan yang mendalam. “Apa benar sus? Apa saya tidak salah dengar?” Ucap Tio mencoba tidak mempercayai pendengarannya. “Mohon maaf, apa yang saya sampaikan tadi benar adanya. Pasien atas nama Bustomo tidak bisa terselamatkan. Bapak yang sabar.” Ulang suster itu dengan raut sedih. Tak hanya sekali ia menghadapi suasana pilu seper
Mata Anggara melotot sempurna. Dia sangat terkejut mendengar berita itu. Sungguh dia pun ingin segera ke rumah sakit tempat ibu dan ayah Akira dirawat.“Baiklah kita siap-siap sekarang.” Anggara segera bersiap-siap untuk melakukan perjalanan ke salah satu rumah sakit di Bogor. Sambil menunggu Akira menyelesaikan acara mandinya, Anggara menelpon pak Yanto untuk segera mengirim mobilnya ke rumah Akira. Dia mengirimkan titik lokasi alamat rumah Akira pada supirnya.Anggara hanya mencuci mukanya, lalu mengganti bajunya dengan kaos hitam polos dan celana jeans panjang.Kini dia tengah menunggu di halaman rumah, hingga tak lama Yanto datang dengan mobilnya. Anggara segera menghampiri.“Pak, nanti bapak pulang dengan taksi.” Anggara memberi beberapa lembar uang pada Yanto. Lalu kembali memasuki rumah untuk mencari keberadaan kekasihnya. Tanpa mengetuk pintu kamar, Anggara segera membuka pintu yang tak terkunci.“Sudah? Ayo kita berangkat sekarang.” Ajak Anggara, sebenarnya dia tidak tega m
“Ya, Yosi tentu kamu ingat. Dia yang sudah menjemput kita di bandara saat kita mengantar Dany menemui Bayu.” Jelas Anggara mencoba mengingatkan Akira.“Saat aku mengunjungi rumah wanita itu, Yosi berada di sana. Dan aku selalu mengikuti gerak-geriknya. Sepertinya Yosi dan wanita itu mempunyai hubungan. Namun ini hanya dugaanku saja.” Jelas Anggara.Kini Akira bingung untuk merespon seperti apa. Dalam hati dia merasa senang akan kabar baik itu. Namun dia juga merasa kasihan terhadap anak perempuan yang memanggil Anggara dengan sebutan papa. Kemungkinan anak itu hanya tahu jika Anggara adalah ayahnya.Bagaimana jika kenyataannya bukan?“Sayang? Kok diam? Kamu percaya kan sama aku? Besok aku akan menemui papa, dan nantinya hasil tes DNA itu akan aku jadikan bukti untuk pengajuan pembatalan nikah. Aku juga sudah mempunyai bukti rekaman ketika Yosi berada bersama wanita itu.” Diraihnya tangan Akira, menggenggam jemari gadis itu, dimana masih terpasang cincin berlian pemberiannya. Anggara m
Anggara melangkah menuju dapur, memindahkan bubur ayam di sebuah mangkok. Lalu membawanya masuk ke kamar. Mendapati Akira tengah berbaring namun matanya menatap kosong ke arah langit-langit kamar.“Sayang kita makan dulu, habis itu minum obat.” Ucapnya sembari menyendok bubur berisi kuah dan potongan daging ayam itu. Dan mengarahkannya ke mulut Akira. Meski awalnya menolak, namun Anggara terus memaksanya. Akira tidak bisa meminum obatnya dalam keadaan perut kosong.Akira menerima makanan itu hingga beberapa suap. Suapan berikutnya, Akira menolak. Anggara tak memaksanya lagi, kini dia meraih obat yang terbungkus dalam plastik. Mengeluarkannya satu tablet lalu mengambil gelas berisi air putih. Membantu Akira untuk meminum obatnya.Anggara segera menyelimuti tubuh kekasihnya. Sesekali meletakkan telapak tangannya di dahi Akira untuk memastikan suhu tubuhnya.Menggenggam tangan Akira yang terkulai di sisi tubuhnya. Menatap wajah pucat Akira dengan rasa cemas.Dia tidak akan mengatakan apa
Anggara terpaksa meraih Alea dari pangkuan Ester. Meskipun dia tahu Alea bukanlah anaknya, namun dia merasa kasihan melihat wajah kecil itu menangis terisak.Sekilas Anggara melihat ke belakang, ke arah dimana Akira duduk. Mendapati tempat duduk itu sudah kosong. Mencari keberadaan Akira di sekeliling ruangan itu, namun tak juga mendapati sosok Akira di sana.Anggara memutuskan untuk memulangkan Ester dan anaknya agar tak mengganggu suasana orang-orang yang sedang berkunjung ke restoran. Dia tahu kini mereka menjadi pusat perhatian.Anggara segera melangkah menuju kasir, membayar makanan yang sudah terlanjur dipesan namun belum dimakan.Lalu segera melangkah keluar dari restoran, diikuti oleh Ester yang tersenyum puas. Dia berpikir rencananya telah berhasil menaklukan hati Anggara. Kini dia bisa mendapatkan Anggara kembali, menikmati kekayaan sang papa mertua. Ester pun melenggang tanpa menghiraukan tatapan orang-orang di sana.Anggara memesan sebuah taksi, lalu menyuruh Ester untuk d