Tangan Akira mulai bergerak mempersiapkan bahan-bahan makanan untuk dia kupas dan potong. Dia berniat akan memasak sup ayam.Dia sangat ingat cara memasak itu, karena dia sering membantu ibunya di dapur.Kurang dari satu jam masakan sederhana itu sudah matang dan terhidang di atas meja makan. Kini dia mulai membuat nasi.Sembari menunggu nasi matang, Akira memainkan ponselnya. Dia ingin menanyakan keberadaan orang tuanya saat ini.[Bu, sudah sampai mana?] Ia mengetik pesan itu dan dikirim ke ibunya. Namun beberapa menit masih tidak ada balasan. Sehingga dia mulai membuka sosial media, untuk mengatasi kebosanannya.Dia melihat dalam story pada akun Bayu, yang kini tengah berada di rumah sakit. Foto itu memperlihatkan Argi yang tengah terbaring dalam keadaan tidur. Sepertinya keadaan pemuda itu mulai membaik, terlihat dari wajah Argi yang telah tak mengenakan masker oksigen. Namun keadaannya masih sama, wajah tampan itu masih terlihat pucat, dengan luka di wajahnya yang sedikit mengerin
Tak terasa hari berlalu dengan cepat. Pagi itu di sebuah ruangan di rumah sakit, seorang pemuda terbangun karena rasa sakit yang terus mendera kepalanya. Dia melirik sekilas ke arah kedua orang tuanya yang tengah tidur dengan posisi duduk. Dia tak kuasa membangunkan tidur nyenyak kedua orang tuanya. Bukan karena rasa tidak enak hati, namun dia tidak mampu berucap. Rasa sakit pada tenggorokannya membuatnya tidak bisa bersuara. Argi mencengkeram kuat kepalanya yang masih terbalut perban dengan sebelah tangannya. Wajahnya meringis menahan rasa sakit itu. Dia sendiri tidak tahu apa yang membuat kepalanya terasa mau pecah. Hingga pergerakannya tidak sengaja membuat gelas yang berada di nakas samping tempat tidur, terjatuh di lantai. Bunyi pecahan kaca pada permukaan lantai terdengar membangunkan sepasang suami istri yang tengah tertidur. Sang istri terlebih dahulu membuka matanya, pandangannya langsung terarah pada anaknya yang tengah meringkuk di atas kasur. Wajahnya meringis menaha
Pagi itu di kamar, kedua gadis masih bergelung dalam selimut. Udara dingin dari pendingin ruangan membuat tidur mereka sangat lelap.Semalam mereka menghabiskan waktu dengan berkumpul dan bercerita dengan kedua orang tua Akira. Dany mampu berpura-pura untuk menunjukkan sikap normal di hadapan kedua orang tua Akira. Wajahnya yang sedikit sembab dia tutupi dengan polesan make-up tipis.Meskipun masih terlihat sedikit bengkak di matanya, namun dia mengatakan jika dirinya tengah kelelahan dan kurang tidur pada malam hari. Dan ucapannya mampu membuat kedua orang tua Akira untuk mempercayai.Dany mampu menutupi semua masalahnya dengan keceriaan yang dibuat-buat, sehingga tidak membuat orang lain curiga.Hingga sampai tengah malam mereka mengobrol, dan ibu Lidiya sempat melakukan panggilan video ke orang tua Dany. Kedekatan ibu Akira dengan keluarga Dany sudah berlangsung sejak mereka menginjak bangku Sekolah Menengah Pertama. Bunyi alarm terdengar memenuhi ruangan. Membuat salah satu gadis
Raditya melangkah memasuki ruang rawat inap putranya. Hatinya sungguh merasa lega dari sebelumnya. Beban pikiran sedikit menghilang meskipun tugasnya masih banyak menanti.Tatapannya tertuju pada istri dan anaknya. Wajah cantik Lina begitu layu, istrinya tengah fokus memandang ke arah putra mereka yang masih terlelap karena obat bius yang masih bereaksi.Lina tak menyadari akan kedatangan Raditya. Dia tengah melamun dengan pikiran-pikiran yang berkecamuk.“Sayang, gimana putra kita? Apa sudah bangun?” Ucap Raditya sembari memeluk tubuh wanita itu dari arah belakang. Di dalam ruangan hanya ada mereka bertiga. Para perawat yang mengantarkan Argi tadi sepertinya sudah kembali ke tempat kerja mereka.“Papa?” Lamunan Lina buyar karena sentuhan mendadak dari suaminya. Dia mengusap tangan suaminya yang melingkar di pundaknya. “Belum Pa, mama masih menunggu Argi bangun.” Ucapnya terdengar sendu.“Sabar ma, sebentar lagi pasti jagoan kita bangun. Ma, papa mau ngomong sesuatu.” Raditya mulai me
Lina menikmati makanannya dengan lahap, sembari melakukan obrolan ringan.Beberapa saat kemudian, terlihat pergerakan dari jari tangan pemuda yang terbaring. Dan hal itu tertangkap di pandangan Ruth. Karena posisi duduknya yang mengarah ke arah kasur pembaringan Argi.“Lin, sepertinya putramu sudah bangun.” Ucapnya memberitahu Lina.Lina dengan buru-buru menaruh kotak makannya yang masih tersisa itu. Lalu melangkah menuju putranya.Kini dia berada di sisi putranya, dia menggenggam tangan putranya menyalurkan setiap perasaannya lewat sentuhan lembut itu.Kedua pria yang tadinya tengah terlibat obrolan seputar bisnis, kini segera menghampiri. Ruth pun ikut berdiri di belakang Lina.Mata yang tadinya terpejam kini mulai terbuka perlahan. Mata Argi mengerjap sejenak untuk menyesuaikan dengan cahaya di ruangan. Ketika pandangannya sudah normal, dia mulai melihat ke sekeliling ruangan. Nampak wajah-wajah yang tidak asing baginya.Senyum terukir di bibirnya melihat wajah kedua orang tuanya.
Kini Baskoro bersama istrinya telah berada di dalam mobil, setelah mereka berpamitan pada keluarga Rinega.Selama di perjalanan, Baskoro menghubungi rekannya yang menjadi pemilik dari Motion Club, tempat Anggara bekerja.“Halo Bisma, apa kabar?” Sapanya ketika ia melakukan panggilan ke nomor telepon rekannya.“Baik Bas. Tumben telefon, ada apa nih?” Jawab pria dari ponselnya yang sengaja ia loud speaker agar istrinya yang duduk di sampingnya mendengar pembicaraan itu.“Aku mau tanya tentang Anggara.” Ucap Baskoro, membuat Ruth menoleh ke arahnya dengan raut penasaran. Apa hubungan putranya dengan orang yang tengah ditelepon suaminya?Ruth menggeser duduknya sedikit mendekat ke arah suaminya, untuk bisa menangkap jelas perkataan dari orang yang ada di telepon tersebut.“Anggara? Dia masih betah kerja. Uang darimu juga sudah aku berikan ke anakmu.” Terdengar suara Bisma menjelaskan.Ruth mengernyitkan dahi, dia semakin merasa penasaran dengan obrolan suaminya. Sebelumnya Baskoro sangat
Akira mulai memposisikan dirinya mengantri. Beberapa menit kemudian, dia datang dengan nampan yang berisi dua soto dan dua gelas teh. Lalu menghampiri keberadaan Dany. Akira duduk di kursi kosong di samping Dany. Sementara di sebelahnya ada seorang pemuda yang tengah menikmati makanannya.Ketika Akira menggeser tempat duduknya, pemuda itu menoleh ke arahnya. Ternyata pemuda itu adalah David kakak kelasnya. Pemuda yang selama ini sangat mengagumi Akira.“Hay Magdalena, apa kabar?” Sapa pemuda berkacamata itu sembari tersenyum. Hatinya begitu bahagia melihat gadis cantik yang telah cukup lama mencuri perhatiannya.“Eh, kak David. Kabar aku baik kak.” Jawab Akira ramah dan mulai fokus menikmati semangkok soto di hadapannya.“Kemarin kok gak datang ke gereja?” Tanya pemuda itu lagi, sembari menatap wajah Akira dari arah samping. Wajah yang selalu terbayang setiap saat.“Aku ada urusan kak.” Jawab singkat Akira, dia mencoba untuk membatasi dirinya dengan pemuda itu. Namun sepertinya David
Sementara itu Akira segera menuju ke kelasnya dengan langkah cepat. Bel sekolah telah berbunyi, dia segera mengambil botol minum dari tas milik sahabatnya. Lalu beranjak keluar kelas, guru yang akan mengajar sudah berjalan menuju ke kelas mereka. Akira segera menghampirinya. Dan beruntung guru yang mengajar saat itu adalah guru matematika. Pak Jaka terkenal sebagai salah satu guru yang paling baik dan jarang marah.“Permisi pak Jaka, saya mau ijin sebentar ke UKS. Dany Juwita hari ini tidak bisa mengikuti mata pelajaran, karena sakit Pak.” Ujar Akira memohon ijin dari Pak Jaka.“Baiklah, kalau Dany butuh teman, kamu temani Dany saja. Nanti kalau ada tugas kamu bisa tanyakan ke teman yang lain.” pak Jaka memberi ijin pada mereka. Sungguh memang guru paling pengertian. Begitu batin Akira dalam hati.“Terima kasih, Pak. Saya permisi dulu.” Pamit Akira, lalu segera memutar langkahnya menuju UKS.Hari sudah menunjuk pukul dua siang, bel sekolah berbunyi. Siswa-siswi mulai keluar dari ruang