Share

Menantu sang Jendral Besar S2
Menantu sang Jendral Besar S2
Penulis: MN Rohmadi

Bab 1. SANG JENDRAL BESAR

Bab 1. SANG JENDRAL BESAR

Seorang pria dengan pakaian militer yang lusuh tengah memandang ke arah ratusan ribu prajurit yang menyerukan namanya berkali-kali dengan gemuruh.

Selama lima tahun, Darko Mangkusadewo berhasil bertahan dan memukul mundur pasukan negara Godriel yang berusaha untuk mencaplok wilayah Nusantara.

Kemenangan besar ini tentu semakin mengharumkan nama Darko di mata militer Nusantara. Namun, walaupun diakui sebagai legenda perang, Darko tak pernah sekalipun membusungkan dadanya di depan orang banyak.

Bahkan, ia tak pernah sekalipun minta namanya dimunculkan sebagai pimpinan pasukan yang memenangkan peperangan dengan gemilang di setiap surat kabar dan televisi.

Setelah menyambut para pasukannya ini, tiba-tiba seorang tangan kanannya muncul sambil tergopoh-gopoh.

"Jendral! Ada kabar buruk..."

Senyum di wajah Darko seketika berubah. Ia menatap sang asisten dengan mengernyitkan dahinya seraya menunggu kabar buruk yang ia utarakan barusan.

"Saya tak bisa berkata-kata, Jendral. Lebih baik Jenderal sendiri yang melihatnya..."

Sang asisten segera menyerahkan sebuah tab yang tengah memutar sebuah video.

Wajah Darko masih mencari sesuatu dari Video itu, sampai akhirnya matanya tertahan pada sosok anak kecil yang baginya begitu familiar.

Wajah anak kecil itu lebam karena tengah dirundung oleh beberapa anak lain yang lebih tua darinya. Ia melihat beberapa guru yang ada di sana, namun para guru itu malah tidak melerai sedikitpun.

"Pembohong!"

"Dasar anak haram!"

"Hahaha! Kasihan! Ayahmu pasti miskin sampai harus meninggalkanmu!"

Cacian dan makian terlontar ke arah anak kecil yang menangis sambil berusaha melindungi kepala dan tubuhnya dari pukulan dan ludah orang-orang yang merundungnya.

"Tidak! Ayahku adalah pahlawan negara! Ayahku adalah Jenderal Darko!"

Deg!

Darko merasa dadanya begitu nyeri mendengar tuturan anak yang tengah dirundung itu.

“Aku... Ayahnya?”

Pertanyaan tersebut membekas di kepalanya, diiringi suara isak tangis anak kecil yang mengaku anaknya tersebut.

Perasaan Darko sangat tidak karuan saat mendengar kabar kalau dia sudah mempunyai anak laki-laki berusia empat tahun.

Ia awalnya tidak percaya kalau dia sudah punya anak, karena seingatnya dia baru satu kali berhubungan suami istri dengan Angeline.

Darko menatap asistennya yang langsung menunduk. Tentu saja, siapa yang berani melihat langsung mata jenderal besar Darko yang begitu marah.

"Jenderal... Bukan hanya itu saja..."

Darko tercekat, fakta menyedihkan apalagi yang akan ia tunjukkan?

"Istri anda... Nyonya Angeline... Kami melihatnya tengah berjualan sayur di pasar. Perusahaan anda telah disabotase oleh orang-orang yang ingin menyingkirkan saingan bisnis mereka..."

Darko masih terdiam. Ia menunggu asistennya itu melanjutkan perkataannya.

"Dua tahun setelah kepergian anda, beberapa pengusaha licik dan pejabat korup baru merasa perusahaan yang anda bangun mengancam eksistensi bisnis dan birokrasi mereka. Namun, mereka sepertinya sama sekali tidak tahu jika perusahaan yang mereka sabotase itu adalah milik keluarga anda."

Tangan Darko mengepal. Darah mengucur dari telapak tangannya.

Selama ia berperang melawan pasukan Godriel, keluarganya justru menderita dan tak dapat perlindungan yang seharusnya.

"Maafkan kami, Tuan. Peperangan dengan negara Godriel membuat fokus negara terpecah, dan keluarga anda jadi tidak mendapatkan pelayanan yang seharusnya. Selain itu, nyonya Angeline benar-benar tak ingin bergantung pada anda..."

Darko masih terpaku pada foto istrinya yang menjadi sangat kurus. Namun, kecantikan sosok Angeline tak pernah berubah sedikitpun.

"Kau tahu siapa saja orang yang bertanggung jawab atas kondisi istri dan anakku?"

Suara Darko yang menggelegar membuat sang asisten pucat pasi.

"Kami masih menyelidiki siapa saja orang-orang yang bertanggung jawab atas apa yang terjadi pada istri dan anak anda Jenderal..."

"Aku mau dalam beberapa hari kedepan, semua data yang kuperlukan sudah terkumpul," ucap Darko seraya menatap langit sore yang mulai redup.

Perasaannya masih campur aduk. Rasa bersalah dan marah menggerogoti hatinya. Lantas, sambil mengepalkan tangan, ia bertekad akan membalaskan dendam anak dan istrinya yang selama bertahun-tahun ini telah ia tinggalkan demi sebuah tugas negara.

"Siapkan jet tempur! Aku ingin tiba di kota Mandiraja secepatnya!"

"Laksanakan, Jenderal!"

Sang asisten bergegas bersama beberapa anggota prajurit angkatan udara lain menyiapkan yang diperintahkan oleh Darko.

Tubuh mereka bergetar. Tak pernah sekalipun ia melihat jenderal besar mereka begitu marah dan mengeluarkan aura semenyeramkan ini, bahkan di medan perang sekalipun.

“Tunggu aku, istri dan anakku!"

***

"Mau sampai kapan lagi kau akan menunggak Nona!"

Di sebuah kontrakan kumuh, Angeline tengah mempertahankan rumahnya dari tiga orang rentenir yang tengah menagih hutang kepadanya.

Selama Darko pergi, Angeline telah melewati berbagai nasib buruk yang selalu mengikutinya kemanapun ia pergi.

Angeline telah berkali-kali menghubungi suaminya. Namun, selama lima tahun, Darko tak pernah memberikan kabar apapun padanya.

Sebagai istri, tentu wajar ia begitu kesal pada suaminya. Namun, ia tak bisa berbuat apa-apa. Toh, tugas yang diemban oleh Darko lebih besar dari sekedar mengurus keluarga.

Ia dijebak oleh para pengusaha licik dan korup baru, data anaknya ditolak karena dianggap tak memiliki kejelasan, dan ia harus meminjam sana-sini demi melanjutkan hidup semenjak perusahaannya bangkrut.

Belum lagi anaknya harus mendapatkan cacian sebab dianggap anak haram oleh orang-orang sekitarnya. Dijelaskan bagaimanapun, orang-orang yang mencacinya dan anaknya tidak akan percaya siapa mereka sebenarnya.

"Tolong beri waktu lagi, Tuan. Saya berjanji saya akan melunasi semua hutangnya..."

Angeline terduduk seraya memohon-mohon pada ketua rentenir itu yang menatapnya dengan licik.

Seraya bibirnya terangkat, ia berucap nakal, "Boleh saja, tapi kau harus melakukan sesuatu pada kami..."

"Melakukan apa, Tuan?" Angeline menatap mereka dengan harap.

Ditagih berkali-kali dengan senjata tajam dan barang-barang rumahnya semakin menipis membuatnya begitu frustasi. Ia berharap kali ini ia bisa memperpanjang waktu sampai jatuh tempo selanjutnya.

Dengan bibir terangkat, sang ketua rentenir menatap Angeline dengan penuh nafsu, "Layani kami bertiga, dan pembayaran hutangmu akan kami perpanjang."

Wajah Angeline memucat, ia lantas mundur.

"Ibu... Ada apa..."

Sesosok anak kecil keluar dari rumah dan menatap apa yang terjadi di halaman rumahnya.

"Faizi, masuk ke dalam kamar ya..."

Melihat anak kecil tersebut, para rentenir semakin menyeringai.

"Setelah mendapatkan ibunya, kita bisa mempergunakan anaknya, hahaha!"

Para rentenir itu segera merangsek masuk ke rumah kecil tersebut sambil menepuk-nepuk kayu yang mereka bawa.

"Bajingan! Berani masuk ke rumah itu, akan kubunuh kalian semua!"

Sebuah suara menggelegar mengagetkan semua orang, ketiga rentenir itu berhenti seketika.

Komen (5)
goodnovel comment avatar
MN Rohmadi
betul lanjutannya, selamat membaca.
goodnovel comment avatar
Ma Tibun
ini lanjutan nya, ya? yg prtama dulu ringan tapi bagus.
goodnovel comment avatar
MN Rohmadi
terimakasih atas support nya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status