Bab 1. SANG JENDRAL BESAR
Seorang pria dengan pakaian militer yang lusuh tengah memandang ke arah ratusan ribu prajurit yang menyerukan namanya berkali-kali dengan gemuruh. Selama lima tahun, Darko Mangkusadewo berhasil bertahan dan memukul mundur pasukan negara Godriel yang berusaha untuk mencaplok wilayah Nusantara. Kemenangan besar ini tentu semakin mengharumkan nama Darko di mata militer Nusantara. Namun, walaupun diakui sebagai legenda perang, Darko tak pernah sekalipun membusungkan dadanya di depan orang banyak. Bahkan, ia tak pernah sekalipun minta namanya dimunculkan sebagai pimpinan pasukan yang memenangkan peperangan dengan gemilang di setiap surat kabar dan televisi. Setelah menyambut para pasukannya ini, tiba-tiba seorang tangan kanannya muncul sambil tergopoh-gopoh. "Jendral! Ada kabar buruk..." Senyum di wajah Darko seketika berubah. Ia menatap sang asisten dengan mengernyitkan dahinya seraya menunggu kabar buruk yang ia utarakan barusan. "Saya tak bisa berkata-kata, Jendral. Lebih baik Jenderal sendiri yang melihatnya..."Sang asisten segera menyerahkan sebuah tab yang tengah memutar sebuah video. Wajah Darko masih mencari sesuatu dari Video itu, sampai akhirnya matanya tertahan pada sosok anak kecil yang baginya begitu familiar. Wajah anak kecil itu lebam karena tengah dirundung oleh beberapa anak lain yang lebih tua darinya. Ia melihat beberapa guru yang ada di sana, namun para guru itu malah tidak melerai sedikitpun. "Pembohong!" "Dasar anak haram!" "Hahaha! Kasihan! Ayahmu pasti miskin sampai harus meninggalkanmu!"Cacian dan makian terlontar ke arah anak kecil yang menangis sambil berusaha melindungi kepala dan tubuhnya dari pukulan dan ludah orang-orang yang merundungnya. "Tidak! Ayahku adalah pahlawan negara! Ayahku adalah Jenderal Darko!" Deg!Darko merasa dadanya begitu nyeri mendengar tuturan anak yang tengah dirundung itu. “Aku... Ayahnya?” Pertanyaan tersebut membekas di kepalanya, diiringi suara isak tangis anak kecil yang mengaku anaknya tersebut. Perasaan Darko sangat tidak karuan saat mendengar kabar kalau dia sudah mempunyai anak laki-laki berusia empat tahun. Ia awalnya tidak percaya kalau dia sudah punya anak, karena seingatnya dia baru satu kali berhubungan suami istri dengan Angeline. Darko menatap asistennya yang langsung menunduk. Tentu saja, siapa yang berani melihat langsung mata jenderal besar Darko yang begitu marah. "Jenderal... Bukan hanya itu saja..." Darko tercekat, fakta menyedihkan apalagi yang akan ia tunjukkan? "Istri anda... Nyonya Angeline... Kami melihatnya tengah berjualan sayur di pasar. Perusahaan anda telah disabotase oleh orang-orang yang ingin menyingkirkan saingan bisnis mereka..." Darko masih terdiam. Ia menunggu asistennya itu melanjutkan perkataannya. "Dua tahun setelah kepergian anda, beberapa pengusaha licik dan pejabat korup baru merasa perusahaan yang anda bangun mengancam eksistensi bisnis dan birokrasi mereka. Namun, mereka sepertinya sama sekali tidak tahu jika perusahaan yang mereka sabotase itu adalah milik keluarga anda." Tangan Darko mengepal. Darah mengucur dari telapak tangannya. Selama ia berperang melawan pasukan Godriel, keluarganya justru menderita dan tak dapat perlindungan yang seharusnya. "Maafkan kami, Tuan. Peperangan dengan negara Godriel membuat fokus negara terpecah, dan keluarga anda jadi tidak mendapatkan pelayanan yang seharusnya. Selain itu, nyonya Angeline benar-benar tak ingin bergantung pada anda..." Darko masih terpaku pada foto istrinya yang menjadi sangat kurus. Namun, kecantikan sosok Angeline tak pernah berubah sedikitpun. "Kau tahu siapa saja orang yang bertanggung jawab atas kondisi istri dan anakku?"Suara Darko yang menggelegar membuat sang asisten pucat pasi. "Kami masih menyelidiki siapa saja orang-orang yang bertanggung jawab atas apa yang terjadi pada istri dan anak anda Jenderal..." "Aku mau dalam beberapa hari kedepan, semua data yang kuperlukan sudah terkumpul," ucap Darko seraya menatap langit sore yang mulai redup. Perasaannya masih campur aduk. Rasa bersalah dan marah menggerogoti hatinya. Lantas, sambil mengepalkan tangan, ia bertekad akan membalaskan dendam anak dan istrinya yang selama bertahun-tahun ini telah ia tinggalkan demi sebuah tugas negara. "Siapkan jet tempur! Aku ingin tiba di kota Mandiraja secepatnya!" "Laksanakan, Jenderal!" Sang asisten bergegas bersama beberapa anggota prajurit angkatan udara lain menyiapkan yang diperintahkan oleh Darko. Tubuh mereka bergetar. Tak pernah sekalipun ia melihat jenderal besar mereka begitu marah dan mengeluarkan aura semenyeramkan ini, bahkan di medan perang sekalipun. “Tunggu aku, istri dan anakku!"*** "Mau sampai kapan lagi kau akan menunggak Nona!" Di sebuah kontrakan kumuh, Angeline tengah mempertahankan rumahnya dari tiga orang rentenir yang tengah menagih hutang kepadanya. Selama Darko pergi, Angeline telah melewati berbagai nasib buruk yang selalu mengikutinya kemanapun ia pergi. Angeline telah berkali-kali menghubungi suaminya. Namun, selama lima tahun, Darko tak pernah memberikan kabar apapun padanya. Sebagai istri, tentu wajar ia begitu kesal pada suaminya. Namun, ia tak bisa berbuat apa-apa. Toh, tugas yang diemban oleh Darko lebih besar dari sekedar mengurus keluarga. Ia dijebak oleh para pengusaha licik dan korup baru, data anaknya ditolak karena dianggap tak memiliki kejelasan, dan ia harus meminjam sana-sini demi melanjutkan hidup semenjak perusahaannya bangkrut. Belum lagi anaknya harus mendapatkan cacian sebab dianggap anak haram oleh orang-orang sekitarnya. Dijelaskan bagaimanapun, orang-orang yang mencacinya dan anaknya tidak akan percaya siapa mereka sebenarnya. "Tolong beri waktu lagi, Tuan. Saya berjanji saya akan melunasi semua hutangnya..."Angeline terduduk seraya memohon-mohon pada ketua rentenir itu yang menatapnya dengan licik. Seraya bibirnya terangkat, ia berucap nakal, "Boleh saja, tapi kau harus melakukan sesuatu pada kami..." "Melakukan apa, Tuan?" Angeline menatap mereka dengan harap. Ditagih berkali-kali dengan senjata tajam dan barang-barang rumahnya semakin menipis membuatnya begitu frustasi. Ia berharap kali ini ia bisa memperpanjang waktu sampai jatuh tempo selanjutnya. Dengan bibir terangkat, sang ketua rentenir menatap Angeline dengan penuh nafsu, "Layani kami bertiga, dan pembayaran hutangmu akan kami perpanjang." Wajah Angeline memucat, ia lantas mundur. "Ibu... Ada apa..."Sesosok anak kecil keluar dari rumah dan menatap apa yang terjadi di halaman rumahnya. "Faizi, masuk ke dalam kamar ya..." Melihat anak kecil tersebut, para rentenir semakin menyeringai. "Setelah mendapatkan ibunya, kita bisa mempergunakan anaknya, hahaha!"Para rentenir itu segera merangsek masuk ke rumah kecil tersebut sambil menepuk-nepuk kayu yang mereka bawa. "Bajingan! Berani masuk ke rumah itu, akan kubunuh kalian semua!"Sebuah suara menggelegar mengagetkan semua orang, ketiga rentenir itu berhenti seketika.Bab 2. AYAH Semua orang segera menoleh ke arah sumber suara, di hadapan mereka terlihat sesosok pria kurus tinggi dengan pakaian lusuh berjalan ke arah mereka. Wajah sosok pria ini sangat dingin, matanya begitu tajam menatap ke arah ketiga rentenir yang akan mengganggu Angeline, seakan ingin menelan mereka bertiga hidup-hidup. “Siapa kamu? Kalau ingin selamat pergilah!” Dengan suara kesal, ketua Rentenir balik membentak Darko. Ketua Rentenir sama sekali tidak merasa takut melihat wajah dingin Darko yang tiba-tiba datang mengganggu pekerjaan mereka. Mereka bertiga yang biasa bersikap arogan kepada siapapun, tentu saja memandang rendah Darko yang berpakaian kumal dan tampak kurus. Berbeda dengan ekspresi wajah Angeline ketika mendengar suara Darko, seketika ekspresi wajahnya tampak berseri dan jantungnya penuh dengan kebahagiaan. Apalagi setelah melihat sosok pria yang selama ini selalu di rindukannya. “Kak Darko…” Menden
Bab 3. MEMBAYAR HUTANG DENGAN MUDAH “Mmm… benar saya berhutang dua milyar kepada tuan Parijo itu sebelumnya?” “Dua milyar, baiklah biar saya lunasi dulu hutangnya biar brengsek itu tidak menggonggong dan mengganggu kita.” Setelah berkata, Darko segera berbalik dan perlahan berjalan ke arah ketua Rentenir yang sedang berdiri sambil memegangi wajahnya yang bengkak seperti balon. Sementara itu ketua Rentenir yang melihat Darko berjalan ke arahnya, tanpa sadar dia juga berjalan mundur untuk menjauhi Darko. Kekejaman dan kekuatan Darko yang sudah menamparnya tanpa terlihat dan menendang kedua anak buahnya hingga terlempar sejauh sepuluh meter telah membuat hatinya menciut. “Apa… apa yang akan kamu lakukan?” Dengan suara tergagap, ketua Rentenir berkata sambil memandang ke arah Darko dengan panik. “Berapa hutang istri saya?” “Hutang?” Ketua Rentenir menatap Darko dengan tatapan dipenuhi rasa tidak percaya. “Iya, berapa hutang istri saya?” “
Bab 4. SEDIH MELIHAT KEHIDUPAN ANAK DAN ISTRINYA Sementara itu Rossa dan Abimanyu yang tampak tidak senang dengan sikap Darko melanjutkan kesibukannya menonton acara televisi. “Ayah kita bermain di luar saja yuk…” Tiba-tiba Faizi berkata sambil menggandeng tangan Darko dan menariknya keluar dari rumah. Sambil tersenyum Darko hanya bisa mengikuti apa yang diinginkan anaknya yang baru saja bertemu sejak dilahirkan. Ternyata Faizi mengajak Darko pergi ke halaman belakang rumahnya. meskipun rumah yang di tinggali Angeline sudah sangat tua dan kecil akan tetapi halamannya sangat luas. Di sekeliling rumah tua ini dipenuhi aneka ragam sayuran, dari kangkung, bayam, sawi, lombok, kacang panjang, tomat dan lainnya. Ternyata uang terakhir yang dimiliki Angeline di gunakan untuk membeli rumah tua yang mempunyai halaman luas setelah perusahaannya bangkrut. “Ayah, kenalin ini Boy, kelinci kesayangan Izi.” Faizi mengajak Darko pergi ke kandang ke
Bab 5. ANGELINE DIGANGGU PREMAN PASAR Saat ini semua orang memandang ke arah Darko yang berdiri di samping Angeline dengan ekspresi penuh dengan tanya. “Ehem… ehem… siapa ini? Sepertinya ada teman baru nih?” Salah seorang penumpang wanita tiba-tiba berkata setelah sebelumnya berdehem seakan sedang mengajak bercanda Angeline. Darko yang mendengar candaan teman-teman Angeline sesama pedagang sayur pasar pagi segera memperkenalkan diri. “Ibu-ibu perkenalkan saya Darko suaminya Angeline.” “Suaminya Angeline…?” Suara kaget dan wajah penuh dengan rasa heran menghiasi wajah semua penumpang mobil pick up yang membawa sayuran. Mereka memandangi Darko dengan tatapan penuh selidik, tatapannya seakan tidak percaya kalau suami Angeline begitu kurus dan pakaian yang dikenakannya juga terlihat sangat tua hingga warnanya sudah memudar. Semua orang memandang ke arah Darko dan Angeline silih berganti sambil menggelengkan kepalanya. Mereka merasa betapa ma
Bab 6. JANDA KEMBANG PASAR PAGI Darko dan Angeline saling bertukar pandang saat mendengar perkataan bang Bimo, sepertinya desas-desus tentang kehidupannya sudah menyebar keseluruh pasar. Mana mungkin kehidupan Angeline yang begitu cantik tidak menyebar ke seluruh pedagang pasar, maupun pengunjung pasar. Sepertinya bang Bimo tidak mau menerima kenyataan kalau suami Angeline sudah kembali, dia memandang dengan sinis ke arah Darko seakan ingin membunuhnya. Sudah sejak lama bang Bimo ingin memperistri Angeline yang terkenal sebagai janda kembang pasar pagi. “Memang sebelumnya suami saya pergi ke medan perang untuk bertugas, tapi sekarang dia sudah kembali.”Angeline berkata sambil tersenyum dan menatap kearah Darko dengan tatapan penuh kasih sayang. Sementara itu Darko hanya diam sambil memperhatikan gerak-gerik bang Bimo, dia tahu seperti apa sifat seorang preman pasar. Akan tetapi karena di peringatkan oleh Angeline untuk tidak membuat keributan, se
Bab 7. AYAH YANG DIRINDUKAN “Kamu lihat, wanita secantik itu hanya membeli satu kilo beras yang berkualitas paling buruk, betapa kasihannya ibu Angeline itu.” Pedagang beras tampak berbisik pada suaminya setelah Angeline dan Darko pergi meninggalkan kios beras mereka. “Iya, padahal kalau Angeline mau tentu banyak pria yang ingin menjadi suaminya.” “Apa kamu tahu siapa pria kurus yang berjalan bersamanya?” “Eh iya, siapa ya? Setahu saya Angeline selalu sendirian setiap kali pergi ke pasar. Apakah pria itu suaminya yang katanya pergi ke medan perang?” “Mungkin juga, lihat saja matanya. Meskipun tubuhnya kurus dan kulitnya hitam, akan tetapi tatapan matanya sangat tajam seperti orang yang biasa dalam disiplin tinggi.” “Tapi apa iya, bukankah suaminya sudah mati sejak lima tahun lalu di medan perang, apa mungkin pria itu saudaranya?” “Sudahlah, kita tidak perlu membahasnya lagi. Lagian itu bukan urusan kita, yang penting bisnis kita tetap berjalan.”
Bab 8. MENGANTAR SEKOLAH Faizi menjawab pertanyaan gurunya dengan wajah penuh semangat dan penuh dengan kebanggan. Mendengar perkataan Faizi, para guru serta wali murid yang berada di sekitar sekolah Taman Kanak-Kanak segera menoleh ke arah Darko yang berdiri di dekat Angeline. “Dasar keluarga miskin tetap saja miskin, apanya yang tentara? Ternyata suami wanita jalang itu hanya prajurit kelas rendahan.” “Betul sekali, lihatlah pakaian yang dikenakannya benar-benar sangat jelek. Bahkan lebih jelek dari keset lantai di rumahku.” “Ha ha ha ha… benar sekali, saya sebenarnya kasihan dengan Angeline itu. Apa mata dan otaknya bermasalah, dia itu kan cantik. Masa mau menikah dengan pria miskin dan kurus seperti dia.” Cemoohan para wali murid meskipun tidak terlalu keras akan tetapi masih bisa didengar dengan jelas oleh Angeline dan Darko yang berdiri di depan pintu gerbang Sekolah Taman Kanak-Kanak, dimana Faizi belajar. Angeline yang sudah terbiasa mende
Bab 9. TEMBAKAN SENJATA RAHASIA “Tentu saja ayah punya uang, karena itulah ayah akan ajak Faizi ke Mall untuk beli mainan dan pakaian baru.” “Beli pakaian baru? Apa itu beneran Yah?” “Tentu saja beneran, untuk apa ayah bohong sama Faizi.”Sementara itu Angeline diam saja melihat interaksi antara ayah dan anak di depannya, tentu saja dia ingin menyenangkan Faizi. Hanya saja selama ini keadaannya sama sekali tidak baik-baik saja, padahal jika Angeline mau berbicara dengan mertuanya atau orang tua Darko tentu mereka akan membantunya. Akan tetapi sifat Angeline yang tidak ingin merepotkan mertuanya membuat kehidupannya serba kekurangan. Padahal Angeline juga tahu kalau orang tua Darko atau mertuanya adalah seorang milyader. Bahkan orang tua Darko merupakan bangsawan yang tinggal di Ibukota kekaisaran Nusantara. Angeline yang sudah terbiasa melihat keseharian Darko selama mereka menikah, sama sekali tidak curiga atau menanyakan apakah Darko punya ua
Bab 216. AKHIR BAHAGIA Kini Rossa dan Abimanyu baru tersadar kalau pesan kakek Wibisono ternyata sangat benar dan bukan omong kosong biasa. Akan tetapi kekecewaan dan penyesalan pasti selalu datang terlambat setelah semuanya terjadi dan terlewati, apalagi saat ini kebesaran keluarga besar Wibisono benar-benar sudah musne Pepatah asli dari Indonesia bisa mengungkapkan apa yang dialami keluarga besar Wibisono yaitu ‘Ibarat nasi sudah menjadi bubur’. Maka tidak ada yang bisa dilakukan keluarga besar Wibisono yang sudah hancur, sekarang yang ada hanya keluarga besar Mangkusadewo, karena Angelina sebagai generasi ketiga keluarga besar Wibisono sudah menjadi istri dan bagian dari keluarga besar Mangkusadewo. Kenapa menjadi keluarga Mangkusadewo bukannya keluarga besar Tegar dan Siti, hal ini disebabkan kedua orang tua kandung Darko tidak ingin merubah nama Darko yang memakai nama Mangkusadewo sejak kecil atau sejak mereka tinggalkan di depan pintu panti asuhan A
Bab 215. WASIAT KAKEK WIBISONO Keinginannya Rossa untuk membelot dan menolak permintaan Darko seketika menghilang setelah di bentak oleh pengawal yang bersama mereka. Dengan gugup dan dengan hati yang dipenuhi rasa penasaran mereka berdua berjalan memasuki Bandar udara kota Mandiraja tanpa tahu akan dibawa kemana oleh Darko. Hingga akhirnya ketika mereka melihat ada sebuah pesawat jet pribadi yang sangat indah berada di depan mata mereka, seketika rasa bingung dan shock mulai menghantui pikiran Rossa dan Abimanyu. Darko dan Angelina sama sekali tidak banyak bicara selama perjalan hingga memasuki jet pribadi milik Darko, hingga saking tidak sabarnya ingin tahu mereka akan dibawa kemana oleh Darko, Rossa memberanikan diri berbicara. “Darko, sebenarnya kami akan kamu bawa kemana? Dan kenapa kita naik jet pribadi yang begini bagus, apa maksudnya?” “Diamlah, jangan banyak bicara atau kalian akan saya lempar keluar dari pesawat.”Darko yang merasa kesal kep
Bab 214. NYALI ROSSA MENCIUT Sebelum Rossa tersadar dengan apa yang terjadi, Angelina sudah ditarik Darko ke sisinya. Seketika wajah Rossa menjadi jelek mengetahui Angelina sudah berpindah tempat lebih tepatnya di samping menantu yang tidak berguna itu. Ekspresi wajah Angelina juga terlihat sangat terkejut ketika tiba-tiba tubuhnya bergeser kesamping Darko sesaat setelah terdengar suara Darko memanggil pengawal. Apalagi Rossa emosinya seakan meluap mengetahui Angelina sudah berdiri di samping Darko. Pada saat dia akan menarik tangan Angeline kembali, tiba-tiba ada sesosok tubuh kekar berdiri tepat di depannya seakan sebuah benteng yang kokoh sebagai pembatas antara dirinya dengan Angelina. “Minggir, jangan halangi jalanku.”Dengan kasar Rossa berusaha mendorong pengawal kekar yang diperintahkan Darko untuk melindungi Angelina. “Argh… Lepaskan.”Rossa menjerit kesakitan mengetahui tangan yang sebelumnya akan digunakan untuk mendorong pria kekar di depa
Bab 213. DOKUMEN DARI MAHKAMAH AGUNG Hal ini tentu saja menimbulkan kecurigaan di pihak kepolisian yang menyelidiki musibah kebakaran ini. Mereka sama sekali tidak tahu kalau sumber bencana itu ada didepan mereka, andai saja mereka tahu tentu Darko akan langsung ditangkap dan dimintai keterangan. Akan tetapi saat ini orang yang sudah membuat keonaran itu ekspresinya tampak datar dan tidak menunjukkan ekspresi wajah sedih maupun belasungkawa mengetahui salah satu kerabatnya mengalami musibah. Untungnya tidak ada yang mencurigai Darko, karena banyak juga warga sekitar yang menonton lokasi kebakaran dengan ekspresi datar seperti halnya Darko. Angelina menangis di pelukan Rossa seakan dia lupa kalau sebelumnya Rossa sangat jahat kepada dirinya. Bagi Angelina sejahat apapun Rossa dia sudah sangat memahami sifatnya yang seperti flamboyan selalu berubah-ubah mengikuti arah angin. Meskipun dia selalu tidak setuju dengan nasehat serta saran Rossa, sebag
Bab 212. PULANG KE KOTA MANDIRAJA Darko tetap diam tidak ada satu katapun keluar dari mulutnya setelah Widyawati menyuruhnya untuk pergi ke kota Mandiraja melihat situasi terkini keluarga Wibisono. Hal ini membuat Widyawati menatap tajam ke arahnya, sementara itu Angelina sudah menghentikan tangisannya dan mengusap air mata yang terus mengalir di pipinya sambil menunggu jawaban Darko dengan hati berdebar-debar. “Baiklah, saya akan mengajak Angelina menengok keluarga Wibisono. Ibu saya titip Faizi bersama kalian.”Setelah menghela nafas sebentar Darko menyetujui saran Widyawati untuk pergi ke kota Mandiraja, tak lupa dia menitipkan Faizi dalam pengawasan dua neneknya ini. Dengan mengatakan hal ini maka secara otomatis dia hanya ingin berdua saja tanpa mengajak Faizi maupun yang lainnya. “Kamu tenang saja, Faizi pasti akan kami jaga dengan baik. Pergilah, jangan lama-lama di rumah ingat kamu harus menjaga menantu ibu yang cantik ini dengan baik.” “Ba
Bab 211. PERINTAH WIDYAWATI Widyawati membelai punggung Angelina untuk menenangkannya sambil menghibur agar Angelina tidak khawatir dengan Darko. “Tapi ibu?”Angelina masih khawatir kalau Darko tidak mengizinkan dia pulang ke kota Mandiraja untuk melihat dan mencari informasi lebih jelas keadaan nyonya besar Wibisono. Karena Angelina tahu kalau Darko sangat membenci keluarga nya, lebih utamanya kepada nenek dan pamannya. Karena hal inilah dia merasa sangat tertekan dan hanya bisa menangis saja. Melihat Angelina tampak bersedih seakan perkataan Widyawati masih belum cukup untuk membuatnya tenang. Hal ini membuat Widyawati segera mengambil ponselnya dan menelepon seseorang. Angelina masih diam dengan air mata terus membasahi pipinya. Sebenci apapun dia kepada nenek dan pamannya sebagai bagian dari keluarga besar Wibisono, tentu saja hatinya akan merasa sedih melihat mereka mati terpanggang oleh kebakaran di villanya. Sedangkan
Bab 210. KEPANIKAN ANGELINA, ROSSA DAN ABIMANYU Abimanyu yang sedang dalam keadaan shock menoleh ke arah Rossa dan menatapnya dengan tatapan sayu dengan mata memerah dan hanya bisa menganggukkan kepalanya saja untuk mengiyakan perkataan Rossa. “Ibu….” terdengar gumaman sendu dari bibir Abimanyu yang sedang dalam kondisi mental terendah dalam hidupnya. Meskipun selama ini dia sering direndahkan dan tidak dianggap oleh nyonya besar Wibisono, akan tetapi saat mendengar ibunya mati dengan cara mengenaskan tentu saja jiwanya langsung terpukul. Sebagai anak meskipun Abimanyu selalu dianggap sebagai anak yang tidak berguna, dia masih tetap menganggap nyonya besar Wibisono sebagai ibu kandungnya. Setelah mendapat persetujuan, pada akhirnya mereka berdua segera pergi mengunjungi villa keluarga Wibisono yang sudah menjadi abu. Sesampainya di Villa keluarga Wibisono, taksi yang mereka naiki ditahan petugas yang menjaga kawasan ini dan tidak membiarkan warga
Bab 209. TANGISAN ABIMANYU Ekspresi wajah Darko tidak berubah dan tetap datar seakan tanpa ekspresi apapun, bagi Darko membunuh sudah menjadi pekerjaannya selama di medan perang. Meskipun dia sudah terbiasa membunuh di medan perang, tapi sekarang adalah pertama kalinya membunuh orang yang bukan musuh di medan perang tapi musuh yang sudah berulang kali menyakiti anak dan istrinya. Meskipun mereka masih keluarga Angelina tapi kelakuannya bukan seperti seorang keluarga, maka hukuman yang pantas adalah kematian. Sebelumnya Darko sudah pernah menghukum Rinto Wibisono atau pamannya Angelina yang sering mengganggu. Akan tetapi setelah penyakit yang disebabkan Darko sembuh, bukannya berhenti mengganggu Angeline, Rinto masih saja mengganggunya bahkan meminta Angelina bercerai dengan Darko. Karena hal inilah Darko tidak ingin kejadian serupa tidak terulang lagi terhadap Angelina dan Faizi. Dari keluarga besar Wibisono yang tersisa adalah Rossa dan Abimanyu
Bab 208. MUSNAHNYA KELUARGA BESAR WIBISONO Setelah mengakhiri pengawal keluarga Wibisono yang bernasib sial, Darko segera melanjutkan langkahnya memasuki Villa. Namun teriakan pengawal yang sebelumnya yang menghardik Darko terdengar oleh rekan-rekannya, sehingga beberapa pengawal keluar dari Villa dengan rasa penasaran ingin tahu siapa orang yang memasuki Villa Wibisono ini. Begitu memasuki pintu Villa, Darko langsung berpapasan dengan beberapa pengawal yang mau keluar. “Siapa kamu? Kenapa kamu masuk ke Villa keluarga Wibisono begitu saja sebelum melaporkan kedatanganmu?” Prok prok prokDarko tidak buru-buru menanggapi pertanyaan para pengawal keluarga Wibisono, emosinya sudah meluap merasakan tekanan penderitaan yang selama ini diderita Angelina. Tanpa banyak bicara dia langsung melambaikan tangannya ke arah kepala para pengawal ini, dan seperti teman mereka yang sudah menjadi mayat, pengawal-pengawal ini juga langsung mati begitu saja dengan kepala