204. ULAH WAK NURMA (Bagian B)“Pokoknya, makan yang teratur, jangan begadang, harus tidur yang cukup. Ndak usah mikirin yang aneh-aneh, kalau butuh apa-apa segera hubungi Ibu!” kata Ibu lagi.“Siap, Bu.” Aku memeluknya dengan erat, bagaimanapun juga aku benar-benar merindukan Ibuku saat ini.“Kamu nangis?” tanya Ibu.Dia berusaha melepaskan pelukan kami, namun aku makin mengeratkan pelukanku dan menggeleng pelan. Tapi siapa yang berusaha aku bodohi? Isak tangisku bahkan saat ini sudah semakin keras, sehingga bahuku berguncang pelan.“Susah, sudah, Ibu kan ada di sini,” katanya sambil menepuk punggungku dengan lembut.Aku mengangguk pelan, dan melepaskan pelukan kami. Dengan ujung jilbabku, aku mengusap wajahku yang terasa panas dan juga sembab.“Galuh, jaga istrimu baik-baik. Jangan disuruh kerja dulu, kalau butuh orang panggil saja buat bantu-bantu. Biar Ibu yang bayar,” kata Ibu pada Bang Galuh.Suamiku itu hanya mengangguk malas, dengan wajah yang manyun. “Iya, Bu. Aman,” katanya
Menantu Tegas, Ipar Panas, Mertua Lemas205. MALAM SENDU (Bagian A)"Kamu kenapa? Makanya dengerin kata Abang, kan udah Abang bilang, jangan terlalu capek," omel Bang Galuh padaku.Aku yang baru saja terjatuh, langsung mendengus keras. Dan mengulurkan tanganku agar Bang Galuh bisa menariknya, karena memang lututku terasa sakit.Kenapa pula harus terjatuh di sini, sih? Sakitnya tidak seberapa, tapi malunya yang mendominasi. Sialan sekali!“Itulah akibat kalau menjadi manusia terlalu sombong!”Aku bisa mendengar cibiran dari Wak Nurma yang dia lontarkan, tepat di belakang punggungku. Wah, semakin melunjak dia ini.“Sudah! Ayo ke kamar!” Bang Galuh menahan tanganku yang hendak berbalik, dan menarik tubuhku lembut ke dalam pelukannya dan menggendongku menuju ke kamar.Ah, jika saja tidak ada Bang Galuh di sini, maka aku akan menghabisi Wak Nurma dan keluarganya. Aku menoleh ke belakang dari sela bahu Bang Galuh dan memberikan ejekan maut pada Wak Nurma.Malam ini akan ku lepaskan mereka,
206. MALAM SENDU (Bagian B)"Bohong!" balas Bang Galuh cepat.Entah bagaimana lagi, caraku menyangkal ucapan Bang Galuh. Karena jujur saja aku sudah kehabisan kata-kata, dia terlihat begitu mendominasi sekarang.Membuat aku menciut dengan auranya yang terasa gelap."Beneran loh, Bang," kataku pelan.Dia memutar bola matanya dengan bosan, namun tidak membantah apa yang perkataanku."Kalau ada apa-apa, kamu bisa ngomong sama Abang. Kita bisa cari solusinya bareng-bareng, Dek," katanya lembut.Aku yang mendengarnya langsung tertegun, dan kembali menunduk dalam."Bukannya kita suami istri? Kamu sering bantu Abang, membela Abang, bahkan apapun itu. Masak ketika kamu banyak pikiran, ada hal yang membuat kamu kepikiran, kamu malah mendem sendiri," katanya lagi.Seolah membujuk aku dengan halus, untuk jujur dan mengatakan semua perasaanku."Bukannya kamu juga dengar? Bapak dan Ibu berpesan pada Abang, untuk selalu menjaga kamu. Masak kamu mau Abang ingkar?" tanyanya sambil mengusap pipiku."B
Menantu Tegas, Ipar Panas, Mertua Lemas207. ROMEO DAN JULIET (Bagian A)POV IKA[Kamu di mana, Juliet?]Aku tersenyum tersipu saat mendengar suara seorang lelaki di seberang sana, lelaki yang mampu mencuri hatiku, jiwa dan ragaku.Laki-laki yang mampu membuat aku berpaling dari Bang Usman, dan mengkhianati pernikahan kami yang sudah berlangsung bertahun-tahun lamanya.“Aku lagi di rumah, Romeo,” balasku manja.Melalui sambungan telepon ini, aku berhasil mengikis sedikit rasa rindu yang sudah menumpuk di dada. Hingga rasanya sesak dan juga nestapa, namun suara Romeoku mampu melenyapkan perasaan tidak nyaman itu.Ah, tak ada lagi nama Bang Usman di hati ini. Bukan lagi namanya yang selalu membuat aku tersenyum, bukan lagi suaranya yang bisa membuat aku tersipu malu, dan bukan lagi keberadaannya yang aku rindukan.Entah sejak kapan, namun aku sudah mulai mencintai laki-laki ini. Dan merasakan ketergantungan yang amat besar.[Sayang, kamu memang benar diusir oleh si Usman?] tanyanya lag
208. ROMEO DAN JULIET (Bagian B)Suara Mama berhasil menghilangkan senyum ku, dan aku pun langsung menunjukkan wajah datar dan menatap Mama dengan pandangan bosan.“Ma, sudah selesai masaknya?” tanyaku mengalihkan perhatiannya.Dan benar saja, raut wajah Mama langsung berubah masam, dan ikut mendudukkan diri di ranjang sempitku ini. Entah apa lagi yang mau Mama sampaikan, namun aku aku bersyukur karena setidaknya dia tidak mengungkit hal yang barusan saja terjadi.Hahhhh, sambil nunggu Mama bercerita, aku mengedarkan pandangan ke sekeliling. Dan yang menyapa penglihatanku, hanya ruangan kecil yang berisi perabotan sederhana.Karena kami memang saat ini tinggal di kos-kosan milik Pak Lurah, dan aku memutuskan tidak banyak membeli barang. Bahkan yang kami pakai di sini pun, adalah fasilitas kos-kosan ini.Lemari, ranjang, dan juga kursi serta meja. Yang aku beli hanya kompor, piring, dan rice cooker. Setidaknya aku masih menunggu putusan pengadilan, baru aku bisa mengambil langkah.Kare
Menantu Tegas, Ipar Panas, Mertua Lemas209. AMBAR DAN SURYA (Bagian A)POV AMBARMengurus perceraian ke pengadilan agama benar-benar terasa melelahkan, namun yang membuatku sangat bersyukur adalah Bang Gery yang sama sekali tidak mempersulit jalannya perceraian.Dia bahkan tidak datang pada panggilan yang pertama dan kedua, jika yang ketiga ini dia juga tidak datang maka aku akan secara resmi bercerai dengannya dan menyandang status janda yang sah.Aku tidak tahu, kenapa dia tiba-tiba berubah pikiran seperti ini. Padahal beberapa minggu yang lalu, dia masih ngotot untuk mempertahankan rumah tangga kami.Namun, sekarang dia bahkan tidak menampakkan batang hidungnya sama sekali. Menelepon atau mengirim pesan pun tidak, padahal sebelumnya dia begitu gencar merayuku melalui telepon.Yah, setidaknya dia sadar untuk tidak kembali merepotkan dan menyakitiku. Karena memang, berpisah darinya adalah hal yang aku inginkan. Aku sudah tidak mampu hidup bersamanya lagi.Bahkan akhir-akhir ini, Ibr
210. AMBAR DAN SURYA (Bagian B)Aku mengedikkan bahu, entah kenapa suara Surya terdengar bergetar pelan. Apa dia kedinginan? Bisa jadi, sih.Karena cuaca hari ini memang sangat dingin, aku saja sampai memakai jaket. Sambil berjalan, aku mendongak dan menatap langit.Benar, sudah mau hujan. Langit terlihat sangat hitam, dengan kilat yang sesekali menyambar. Surya benar, aku harus segera membeli pesanan Ibu dan kembali ke rumah.Maka aku segera bergegas mengejar langkah Surya, di ujung sana sudah terlihat warung Mpok Lela. Dan aku juga bisa melihat, banyak Ibu-ibu yang sedang berbelanja di sana.Tentu saja sambil menggosip, kegiatan wajib Ibu-ibu di desa ini. Seolah warung Mpok Lela ini tidak lengkap jika tidak ada kegiatan gosip-menggosip.Saat memasuki warung, semua orang di sana menatapku dan Surya dengan pandangan sarat akan rasa ingin tahu. Namun, aku hanya bersikap cuek dan segera masuk untuk menemui Mpok Lela karena tujuan utamaku ke sini, memang untuk membeli telur dan juga Ayam
Menantu Tegas, Ipar Panas, Mertua Lemas211. SWEET MOMENT (Bagian A)Aku berbalik dan menatap mereka semua dengan pandangan tajam, Ibu-ibu itu sontak berhenti melanjutkan hujatannya padaku dan menunduk dalam.Namun tidak dengan Devi, dia menatapku sambil menyeringai mengejek. Seolah menertawanku dengan kepuasan akibat hujatan yang aku terima.Dasar sialan!Manusia tidak tahu malu, bagaimana bisa dia menatapku seperti itu? Sedangkan aku tahu, kalau dia bahkan tidak lebih baik dariku.Aku berjalan mendekati mereka dan menatap mereka satu persatu, tidak ada yang lebih baik dariku. Tapi kenapa mereka berani menghujatku?Aku saja tidak pernah menghujat mereka, aku tidak pernah mengucapkan satu patah kata pun untuk menggosipi mereka.Tapi, kalau mereka jangan ditanya. Menceritakan aku adalah kewajiban tersendiri bagi mereka, dari masalah KDRT yang aku alami, perselingkuhan Bang Gery, pertengkaranku dengan Ika beberapa hari kemarin, dan juga hari ini?Wah, banyak juga ya. Apa di kampung ini