208. ROMEO DAN JULIET (Bagian B)Suara Mama berhasil menghilangkan senyum ku, dan aku pun langsung menunjukkan wajah datar dan menatap Mama dengan pandangan bosan.“Ma, sudah selesai masaknya?” tanyaku mengalihkan perhatiannya.Dan benar saja, raut wajah Mama langsung berubah masam, dan ikut mendudukkan diri di ranjang sempitku ini. Entah apa lagi yang mau Mama sampaikan, namun aku aku bersyukur karena setidaknya dia tidak mengungkit hal yang barusan saja terjadi.Hahhhh, sambil nunggu Mama bercerita, aku mengedarkan pandangan ke sekeliling. Dan yang menyapa penglihatanku, hanya ruangan kecil yang berisi perabotan sederhana.Karena kami memang saat ini tinggal di kos-kosan milik Pak Lurah, dan aku memutuskan tidak banyak membeli barang. Bahkan yang kami pakai di sini pun, adalah fasilitas kos-kosan ini.Lemari, ranjang, dan juga kursi serta meja. Yang aku beli hanya kompor, piring, dan rice cooker. Setidaknya aku masih menunggu putusan pengadilan, baru aku bisa mengambil langkah.Kare
Menantu Tegas, Ipar Panas, Mertua Lemas209. AMBAR DAN SURYA (Bagian A)POV AMBARMengurus perceraian ke pengadilan agama benar-benar terasa melelahkan, namun yang membuatku sangat bersyukur adalah Bang Gery yang sama sekali tidak mempersulit jalannya perceraian.Dia bahkan tidak datang pada panggilan yang pertama dan kedua, jika yang ketiga ini dia juga tidak datang maka aku akan secara resmi bercerai dengannya dan menyandang status janda yang sah.Aku tidak tahu, kenapa dia tiba-tiba berubah pikiran seperti ini. Padahal beberapa minggu yang lalu, dia masih ngotot untuk mempertahankan rumah tangga kami.Namun, sekarang dia bahkan tidak menampakkan batang hidungnya sama sekali. Menelepon atau mengirim pesan pun tidak, padahal sebelumnya dia begitu gencar merayuku melalui telepon.Yah, setidaknya dia sadar untuk tidak kembali merepotkan dan menyakitiku. Karena memang, berpisah darinya adalah hal yang aku inginkan. Aku sudah tidak mampu hidup bersamanya lagi.Bahkan akhir-akhir ini, Ibr
210. AMBAR DAN SURYA (Bagian B)Aku mengedikkan bahu, entah kenapa suara Surya terdengar bergetar pelan. Apa dia kedinginan? Bisa jadi, sih.Karena cuaca hari ini memang sangat dingin, aku saja sampai memakai jaket. Sambil berjalan, aku mendongak dan menatap langit.Benar, sudah mau hujan. Langit terlihat sangat hitam, dengan kilat yang sesekali menyambar. Surya benar, aku harus segera membeli pesanan Ibu dan kembali ke rumah.Maka aku segera bergegas mengejar langkah Surya, di ujung sana sudah terlihat warung Mpok Lela. Dan aku juga bisa melihat, banyak Ibu-ibu yang sedang berbelanja di sana.Tentu saja sambil menggosip, kegiatan wajib Ibu-ibu di desa ini. Seolah warung Mpok Lela ini tidak lengkap jika tidak ada kegiatan gosip-menggosip.Saat memasuki warung, semua orang di sana menatapku dan Surya dengan pandangan sarat akan rasa ingin tahu. Namun, aku hanya bersikap cuek dan segera masuk untuk menemui Mpok Lela karena tujuan utamaku ke sini, memang untuk membeli telur dan juga Ayam
Menantu Tegas, Ipar Panas, Mertua Lemas211. SWEET MOMENT (Bagian A)Aku berbalik dan menatap mereka semua dengan pandangan tajam, Ibu-ibu itu sontak berhenti melanjutkan hujatannya padaku dan menunduk dalam.Namun tidak dengan Devi, dia menatapku sambil menyeringai mengejek. Seolah menertawanku dengan kepuasan akibat hujatan yang aku terima.Dasar sialan!Manusia tidak tahu malu, bagaimana bisa dia menatapku seperti itu? Sedangkan aku tahu, kalau dia bahkan tidak lebih baik dariku.Aku berjalan mendekati mereka dan menatap mereka satu persatu, tidak ada yang lebih baik dariku. Tapi kenapa mereka berani menghujatku?Aku saja tidak pernah menghujat mereka, aku tidak pernah mengucapkan satu patah kata pun untuk menggosipi mereka.Tapi, kalau mereka jangan ditanya. Menceritakan aku adalah kewajiban tersendiri bagi mereka, dari masalah KDRT yang aku alami, perselingkuhan Bang Gery, pertengkaranku dengan Ika beberapa hari kemarin, dan juga hari ini?Wah, banyak juga ya. Apa di kampung ini
212. SWEET MOMENT (Bagian B)Walau sebentar lagi aku dan Bang Gery sudah sah tidak mempunyai hubungan apa-apa, tapi diantara kami ada Ibra. Dan aku juga tidak boleh egois, karena mereka pun memang berhak ikut mengasuh Ibra.Jika mereka baik maka aku juga akan baik, namun mereka kembali bertingkah maka aku tidak akan diam saja."Belanjaan Mbak mana?" tanya Sarah karena tidak melihat aku membawa belanjaan."Oh ini, ini punya Ambar semua," ujar Surya mendekat.Sarah dan Tuti lantas menatap Surya dari atas ke bawah, sedikit banyak mereka pasti mengenal Surya karena polisi ini lah yang menangani kasus ku dulu dan juga Bang Gery.Sarah mengernyit heran, dan menatapku juga Surya secara bergantian. Matanya menyiratkan bahwa dia penasaran dengan hubunganku, dan juga polisi muda ini. "Kalian kesini barengan, Mbak?" cetus Sarah ingin tahu."Iya, kita ke sini barengan," sahut Surya sambil tersenyum. "Ayo pulang, aku sudah keberatan!" katanya padaku.Aku menatapnya tajam, memberi isyarat agar dia
Menantu Tegas, Ipar Panas, Mertua Lemas213. SUASANA YANG CANGGUNG (Bagian A)POV AUTHORAmbar mengajak Surya masuk melalui pintu belakang, pakaian mereka yang basah kuyup akan membasahi semua ruangan jika mereka nekat masuk melalui pintu depan.Resikonya bukan main-main, diamuk oleh Ibu negara bukanlah hal yang menyenangkan. Makanya Ambar lebih memilih memutari teras samping, dan merelakan tubuhnya semakin lama menahan dingin.Tidak apa-apa menggigil, asal Ibu tidak mengamuk. Begitulah pikirnya. Namun langkah Ambar terhenti saat dia bisa melihat dua buah motor yang sedang terparkir manis di teras samping, motor Galuh dan juga motor Usman.“Ada apa?” tanya Surya penasaran.Dia menurunkan ayam yang dijinjingnya ke lantai, dan menepuk bahu Ambar sehingga sukses membuat si empunya bahu tersentak kaget.“Wah, ngajak gelut? Kalau aku jantungan bagaimana?” tanya Ambar sewot.Dia berbalik dan menatap Surya dengan pandangan tajam, namun yang ditatap malah bersikap cuek dan kembali mengambil a
214. SUASANA YANG CANGGUNG (Bagian B)"Jadinya untuk apa?" tanya Galuh lagi."Untuk Surya," kata Ambar singkat.Galuh terdiam beberapa saat dan kemudian menghela nafas panjang, seolah tengah lelah dan di bahunya ada beban besar yang menimpanya."Kak, sedekahlah ke tempatnya. Pada orang-orang yang memang berhak!" ujar Galuh serius.Ambar mengernyitkan dahinya saat mendengar ucapan pedas dari adiknya, sedekah? Siapa yang mau bersedekah?Jelas Ambar kebingungan, karena yang mau ambar lakukan memang sangat jauh dari perkiraan Galuh."Dia itu polisi, Kak. Uangnya banyak, dan kabarnya keluarga Surya juga kaya raya. Kenapa Kakak mau memberikan bajuku padanya? Aku tidak rela!" kata Galuh sambil merengut.Plak!Kepala Galuh tertunduk karena dikeplak oleh Ambar, wanita cantik itu menatap Galuh dengan pandangan gemas."Aduh! Sakit, Kak!" sungut Galuh tidak terima."Biarkan! Biar otakmu jalan, jangan cuma didiamkan hingga berkarat!" kata Ambar sadis."Surya lagi di dapur, sudah setengah jam dia k
Menantu Tegas, Ipar Panas, Mertua Lemas215. SARAN DOKTER INDRA (Bagian A)POV ELLEN[Assalamualaikum, Ellen.]Suara di seberang sana menyapa saat telepon pertama kali tersambung, jantungku berdegup kencang. Entah kenapa aku merasa kepalaku sangat sakit saat ini, sambil bersandar di dinding aku mencengkram ponsel dengan kuat.[Ellen, kamu di sana?] Suara dokter Indra kembali terdengar, kali ini lebih panik dan juga terburu buru. Aku belum menyahut panggilannya, dan masih sibuk menetralkan rasa sakit yang tengah menyerang saat ini.[Ellen!]“Dok, rasanya sakit,” lirihku pelan.[Jelas saja terasa sakit, bukankah sudah ku bilang? Kamu harus dirawat!] Pekik dokter Indra marah.Kedip!Kedip!Kedip!Beberapa kali kedipan, dan Alhamdulillah kepalaku sudah mulai berangsur membaik. Pusingnya berkurang, dan aku sudah bisa bernafas dengan teratur.“Dok, obat yang dokter kirim sepertinya sudah tidak banyak membantu,” gumamku pelan.[Itu hanya vitamin dan obat penawar rasa sakit Ellen, bukan obat