214. SUASANA YANG CANGGUNG (Bagian B)"Jadinya untuk apa?" tanya Galuh lagi."Untuk Surya," kata Ambar singkat.Galuh terdiam beberapa saat dan kemudian menghela nafas panjang, seolah tengah lelah dan di bahunya ada beban besar yang menimpanya."Kak, sedekahlah ke tempatnya. Pada orang-orang yang memang berhak!" ujar Galuh serius.Ambar mengernyitkan dahinya saat mendengar ucapan pedas dari adiknya, sedekah? Siapa yang mau bersedekah?Jelas Ambar kebingungan, karena yang mau ambar lakukan memang sangat jauh dari perkiraan Galuh."Dia itu polisi, Kak. Uangnya banyak, dan kabarnya keluarga Surya juga kaya raya. Kenapa Kakak mau memberikan bajuku padanya? Aku tidak rela!" kata Galuh sambil merengut.Plak!Kepala Galuh tertunduk karena dikeplak oleh Ambar, wanita cantik itu menatap Galuh dengan pandangan gemas."Aduh! Sakit, Kak!" sungut Galuh tidak terima."Biarkan! Biar otakmu jalan, jangan cuma didiamkan hingga berkarat!" kata Ambar sadis."Surya lagi di dapur, sudah setengah jam dia k
Menantu Tegas, Ipar Panas, Mertua Lemas215. SARAN DOKTER INDRA (Bagian A)POV ELLEN[Assalamualaikum, Ellen.]Suara di seberang sana menyapa saat telepon pertama kali tersambung, jantungku berdegup kencang. Entah kenapa aku merasa kepalaku sangat sakit saat ini, sambil bersandar di dinding aku mencengkram ponsel dengan kuat.[Ellen, kamu di sana?] Suara dokter Indra kembali terdengar, kali ini lebih panik dan juga terburu buru. Aku belum menyahut panggilannya, dan masih sibuk menetralkan rasa sakit yang tengah menyerang saat ini.[Ellen!]“Dok, rasanya sakit,” lirihku pelan.[Jelas saja terasa sakit, bukankah sudah ku bilang? Kamu harus dirawat!] Pekik dokter Indra marah.Kedip!Kedip!Kedip!Beberapa kali kedipan, dan Alhamdulillah kepalaku sudah mulai berangsur membaik. Pusingnya berkurang, dan aku sudah bisa bernafas dengan teratur.“Dok, obat yang dokter kirim sepertinya sudah tidak banyak membantu,” gumamku pelan.[Itu hanya vitamin dan obat penawar rasa sakit Ellen, bukan obat
216. SARAN DOKTER INDRA (Bagian B)Dia menggedor pelan pintu kamar mandi, di mana saat ini aku tengah berada di dalam."Dok, aku tunggu obatnya." Aku berujar sepihak.[Jangan keras kepala, Ellen!]Pip!Aku mematikan, ponsel yang aku pegang tanpa berpamitan. Segera setelahnya aku memasukkan ponsel itu ke dalam saku tunik yang aku pakai, sambil membenarkan hijab, aku membuka kunci kamar mandi."Lama banget? Kamu konser di dalam?" tanya Bang Galuh sewot."Ini sudah yang kedua kali loh, Bang. Tadi aku udah keluar, tapi mules lagi," kataku sambil nyengir.Bang Galuh hanya menggeleng kecil, lantas merangkul bahuku. Dia mengajakku duduk di meja makan, sedangkan dia sendiri malah kembali ke arah kulkas.Membuka benda besar itu, dan menunduk. Mencari sesuatu yang aku sendiri tidak tahu itu apa, namun tak lama kemudian aku langsung bersorak gembira.Brownies, kenapa Ibu tidak bilang dari tadi, sih? "Mau?" tanyanya padaku."Mau, mau, mau!" kataku antusias, sambil mengangguk semangat.Bang Galuh
Menantu Tegas, Ipar Panas, Mertua Lemas217. MENDEKATI JANDA (Bagian A)“Tu—Tunggu! Tunggu dulu!” ujar Bang Galuh histeris.“Kakak mau menikah dengan Surya? Yang benar saja!” katanya sewot.Aku juga belum tersadar dari keterkejutanku, ucapan Kak Ambar benar-benar membuat aku terkejut batin. Dia mau menikah? Dengan Surya? Wah ….“Kenapa?” tanya Kak Ambar cuek.“Kenapa? Kenapa Kakak bilang?” tanya Bang Galuh heran.Sedangkan aku hanya menjadi pendengar setia untuk adu mulut mereka, adik kakak yang tengah bersitegang hanya gara-gara satu orang polisi.Sebenarnya aku juga tidak mengerti dengan pemikiran Bang Galuh, kenapa harus selebay itu? Yah, wajar saja kalau Kak Ambar mau menikah, toh dia tidak menyalahi aturan agama juga, kan?“Kakak single, Surya single, masalahnya di mana sih?” tanya Kak Ambar heran.Aku ikut mengangguk, penasaran dengan jawaban yang akan Bang Galuh berikan. Kami berdua menunggu jawaban Bang Galuh, sedangkan yang bersangkutan malah melihat ke arahku dan juga kak A
218. MENDEKATI JANDA (Bagian B)"Bego, ya nggak lah!" kata Kak Ambar ketus. "Kakak nggak mau nikah lagi, kok," lanjut Kak Ambar santai.Aku dan Bang Galuh sontak saling berpandangan, kata-kata Kak Ambar membuat kami terkejut sekali. Apa perbuatan yang dilakukan Bang Gery menimbulkan trauma padanya?Tapi, kelihatannya Kak Ambar baik-baik saja berdekatan dengan laki-laki. Dia tidak mengalami panik atau pun ketakutan yang berlebih.“Kenapa?” tanya Bang Galuh heran.“Entahlah, Kakak cuma takut kejadian yang dulu terulang lagi,” kata Kak Ambar lirih.“Kak ….” lirih Bang Galuh sedih.Kak Ambar menunduk, dia terlihat sangat rapuh saat ini. Yah, kami semua lupa. Melihat Kak Ambar tertawa lepas, belum tentu bebannya juga lepas.Melupakan kejadian buruk yang dialaminya, jelas bukanlah hal yang mudah. Diselingkuhi, dikhianati, dan dianiaya, jelas meninggalkan trauma yang sangat mendalam.Kami yang terlalu egois, karena memaksanya untuk bersikap biasa dan melupakan semuanya dengan cepat. Sedangka
Menantu Tegas, Ipar Panas, Mertua Lemas219. HUTANG TERSEMBUNYI (Bagian A)Aku mengedarkan pandanganku ke sekeliling, dan Alhamdulillah … warung Mpok Lela sepi siang ini, hanya ada beberapa Ibu-ibu di sana. Mereka tengah mengerubungi sesuatu, entah apa itu.Aku terpaksa ke sini, karena aku kehabisan minyak goreng di rumah. Sedangkan Bang Galuh minta dibuatkan bakwan, adonannya sudah jadi, eh minyaknya malah habis.Maka aku segera memacu motor menuju ke sini, tapi setelah sampai di warung ini aku malah kehilangan fokus. Niat membeli minyak goreng, tapi mataku malah melihat apa yang dikerubungi Ibu-ibu di sana.Ternyata Bu Saodah, yang tengah menjajakan baju dagangannya. Tuniknya terlihat bagus, gaisnya terlihat bagus, jilbabnya terlihat bagus, aku gamang.“Wah ada Neng Ellen, mau beli apa, Neng?” tanya Mpok Lela saat aku sampai ke mejanya.“Apa sih, Lel? Ellen ke sini mau beli baju,” kata Bu Saodah, sambil mendekatiku dan meninggalkan dagangannya. “Iya kan, Len?” katanya merayu.Aku te
220. HUTANG TERSEMBUNYI (Bagian B)Matanya melirik ke arah Mpok Lela, seolah tengah meminta bantuan. Dan Mpok Lela dengan sigap berdehem, aku penasaran dengan apa yang akan mereka sampaikan.“Begini, Neng… tapi sebelumnya kamu jangan marah, ya?” kata Mpok Lela padaku.Aku mengangguk dan menunggu apa yang akan mereka sampaikan, rasa penasaran yang besar membuat aku mengangguk menyetujui dan bersiap menerima apapun yang akan mereka katakan.“Sebenarnya, menantu Wak Nurma itu hutang beberapa potong baju pada Bu Saodah!” ujar Mpok Lela tegas.HAHHHH?“Dan dia juga hutang beberapa bungkus rokok, dan juga pulsa di sini!” ujar Mpok Lela lagi.APAAAA?“A—apa?” Kali ini aku yang tergagap, dan tidak bisa berkata-kata. Bagaimana bisa ada kejadian seperti ini? Kak Nuri benar-benar keterlaluan.“Kapan, Mpok?” tanyaku geram.Gigiku terkatup rapat, merasa kesal luar biasa saat ini. Aku akan memberikan Kak Nuri pelajaran nanti.“Dari pertama dia datang ke sini, Neng. Pas Bapak sama Ibu Neng Ellen me
Menantu Tegas, Ipar Panas, Mertua Lemas221. PERKARA BAKWAN (Bagian A)Aku langsung tersenyum dan dengan semangat mengambil minyak goreng ku, sambil berjalan menuju sepeda motor aku memikirkan rencana-rencana yang akan aku lakukan.Dan untuk ini, aku membutuhkan bantuan beberapa orang. Semoga saja mereka mau membantu, karena aku memang sudah tidak sanggup menanggung mereka di rumahku.Bisa gila aku jika lama-lama begini, menahan kekesalan di hati benar-benar tidak enak!Lihat saja kalian! Akan aku tunjukkan apa yang bisa aku lakukan!..~Aksara Ocean~Aku pulang ke rumah dengan menenteng satu buah minyak goreng kemasan, namun jujur saja, keinginanku untuk menggoreng adonan bakwan yang tadi sudah kubuat, pupus sudah.Tapi sayang juga kalau tidak aku eksekusi, apalagi Bang Galuh sangat menyukainya dan dia sendiri yang meminta tafi.Ah, aku jadi bimbang. Mau digoreng, aku malas. Mau dianggurkan begitu saja, aku merasa sayang.Setelah memarkir motor di halaman, aku langsung berjalan untu